Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1


1.2 Tujuan dan Manfaat............................................................................................................2
BAB II

PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

2.1 Advantages Of the Method...............................................................................................3


2.2 The Basic From................................................................................................................5
2.3 Administering The Questinable.......................................................................................6
2.4 Analyzing The Data..........................................................................................................7
2.5 Intrepreting The Result..................................................................................................10
BAB III

PENUTUP....................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam


penyampaian informasi, mengajak seseorang atau bertindak itu perlu dilakukan komunikasi.
Komunikasi juga dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh
komunikator terhadap komunikan sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti dan
diterima dengan baik oleh komunikan. Audit komunikasi merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk menilai efektif atau tidaknya sistem komunikasi internal ataupun eksternal
dalam sebuah organisasi. Audit komunikasi pertama kali diperkenalkan oleh George Odiorne.
Audit komunikasi diadaptasi dari sebuah sistem dalam kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan
memeriksa, mengevaluasi, dan mengukur secara cermat dan sistematik layaknya catatan
keuangan yang kemudian diaplikasikan kepada kegiatan komunikasi suatu organisasi. Menurut
Andre Hardjanah (2000:13), Audit komunikasi adalah kajian mendalam dan menyeluruh
mengenai pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian yang mempunyai tujuan untuk
peningkatan efektivitas organisasi. Menurut laporan ICA, Audit komunikasi merupakan kegiatan
untuk memperoleh informasi mengenai muatan informasi, sumber dan saluran informasi, kualitas
informasi serta kualitas komunikasi, karena jika informasi tergolong kedalam bentuk kelebihan
muatan (overload) atau kekurangan muatan (underload) merupakan sumber distorsi paling besar
dalam sistem komunikasi. (Gerarld Goldhaber dan Donal Rogers, 1979 dalam Hardjanah, 2000).

Menurut Goldhaber (dalam Mohammed dan Bungin, 2015:4), jika salah satu anggota
organisasi tidak memiliki informasi yang cukup, maka mereka kemungkinan besar akan
menghasilkan outcome yang kurang bermutu. Jika seorang anggota organisasi kekurangan
informasi dalam proses komunikasi, maka mereka tidak akan memperoleh cara untuk membuat
kemajuan dalam organisasi tersebut. Selain itu, ketidakpastian juga dapat terjadi ketika anggota
organisasi menerima terlalu banyak informasi yang memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka.

Dalam mempelajari audit komunikasi, kita akan dipertemukan dengan yang namanya
komunikasi kritis. Salah satu studi kasus nya yaitu ketika Angkatan Udara sedang mencari
prosedur yang lebih baik untuk memilih awak udara selama Perang Dunia II, Angkatan Udara
menciptakan Program Psikologi Penerbangan di bawah arahan John C. Flanagan. Program ini
mengembangkan berbagai studi untuk mengetahui mengapa beberapa pilot dieliminasi dari
sekolah penerbangan, mengapa beberapa misi pengeboman gagal, mengapa beberapa pilot
menjadi bingung selama penerbangan, dan bagaimana desain kokpit dapat ditingkatkan. Dalam
studinya, para psikolog mengembangkan metode sistematis untuk mengumpulkan deskripsi
perilaku, yang kemudian dikenal sebagai metode insiden kritis. Tujuan dasarnya adalah untuk
fokus pada perilaku konkret sambil menghilangkan pernyataan pendapat, generalisasi kasar,
evaluasi yang tidak tepat dan stereorypes. Teknik insiden kritis ini sangat sukses sehingga para
psikolog terus menggunakan dan menyempurnakannya. Contohnya pada tahun 1949, Thomas
Gordon menentukan persyaratan kritis bagi pilot maskapai penerbangan yang berakibat
penggunaan teknik ini menyebar hingga pada tahun 1972, Fivars Menyusun 600 studi yang
menggunakan teknik ini.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Ada beberapa tujuan dan manfaat dari membahas pengalaman komunikasi kritis ini
diantaranya adalah untuk mempelajari bagian dari audit komunikasi itu sendiri. Kemudian untuk
mempelajari pengalaman komunikasi kritis. Serta untuk untuk memahami bagaimana
pengalaman komunikasi kritis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Advantages Of the Method

Ketika Angkatan Udara sedang mencari prosedur yang lebih baik untuk memilih awak
udara selama Perang Dunia II, Angkatan Udara menciptakan Program Psikologi Penerbangan di
bawah arahan John C. Flanagan. Program ini mengembangkan berbagai studi untuk mengetahui
mengapa beberapa pilot dieliminasi dari sekolah penerbangan, mengapa beberapa misi
pengeboman gagal, mengapa beberapa pilot menjadi bingung selama penerbangan, dan
bagaimana desain kokpit dapat ditingkatkan. Dalam studinya, para psikolog mengembangkan
metode sistematis untuk mengumpulkan deskripsi perilaku, yang kemudian dikenal sebagai
metode insiden kritis. Tujuan dasarnya adalah untuk fokus pada perilaku konkret sambil
menghilangkan pernyataan pendapat, generalisasi kasar, evaluasi yang tidak tepat dan
stereorypes.

Teknik insiden kritis sangat sukses sehingga setelah perang para psikolog terus
menggunakan dan menyempurnakannya. Pada tahun 1949, misalnya, Thomas Gordon
menentukan persyaratan kritis bagi pilot maskapai penerbangan. Penggunaan teknik ini
menyebar, dan pada tahun 1972 Fivars menyusun daftar 600 studi yang menggunakan teknik ini.
Kelompok fokus termasuk administrator sekolah umum, guru, hakim, administrator perguruan
tinggi, agen penyuluhan, polisi militer, wiraniaga dan mandor industri.

Teknik ini sangat dihormati, dan ini bisa menjadi alat audit yang berharga. Namun, nama
tersebut telah diubah karena alasan politik. Pada tahun 1972, saya menggunakan teknik pada
kuesioner dalam mengaudit utilitas publik. Ketika saya menunjukkan kepada presiden draf awal.
Ia menolak keras kata "kritis", karena menurutnya hal itu tersirat bahwa kami hanya meminta
responden untuk memberikan informasi negatif. Meskipun kata "kritis" dimaksudkan untuk
berarti "vital" dalam hal ini, kami mengganti nama menjadi "komunikasi pengalaman ".
Tujuannya masih sama: untuk menentukan perilaku komunikasi yang paling kritis di mana
keberhasilan kegagalan bergantung.
Teknik itu sendiri dipandu oleh beberapa prinsip dasar tetapi tidak diatur oleh aturan dan
memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

1. Teknik fokus pada perilaku spesifik. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengumpulkan
sampel representatif dari perilaku yang diamati, yang menurut Flanagan (1949) adalah "satu-
satunya sumber" data mengenai persyaratan kritis suatu pekerjaan. Harus ditekankan pada titik
ini bahwa pengamatan terhadap perilaku individu, atau keefektifan perilaku ini dalam mencapai
hasil yang diinginkan dengan cara yang memuaskan, tidak hanya merupakan satu sumber data
tetapi satu-satunya sumber data primer mengenai persyaratan pekerjaan dalam hal perilaku (p.
32).
2. Teknik yang berfokus pada perilaku yang telah diamati secara langsung - tetapi tidak harus
dilakukan oleh auditor. Pengamatan dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar mengikuti
organisasi. Mereka melihat pengalaman melalui komunikasi mereka dan bahwa data yang
mereka berikan rentan terhadap semua subjektivitas laporan diri: namun, orang berperilaku
objektif dalam organisasi mereka, dan mempelajari subjektivitas mereka dapat meningkatkan
nilai. dari sebuah audit. Auditor terus-menerus melawan ketegangan antara subjektivitas dan
objektivitas, tetapi David Smith (1972) telah menyatakan bahwa auditor terkadang perlu
menolak konsep objektivitas untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan.
3. Tanggapan tidak terstruktur oleh auditor. Kuesioner dan panduan wawancara biasanya
direncanakan secara rinci sehingga auditor mengumpulkan data tentang area yang telah
ditentukan. Karena teknik pengalaman komunikasi memberikan kebebasan penuh kepada
responden dalam mendeskripsikan setiap pengalaman, teknik ini menekankan bahwa kejadian-
kejadian yang dianggap memiliki prioritas tinggi. Selain itu, kejadian seperti itu cenderung
berhubungan dengan fenomena yang berdampak kuat pada keberhasilan atau kegagalan suatu
operasi.
4. Teknik ini dapat disesuaikan dengan situasi atau konteks tertentu yang dapat diamati. Selain
itu, dapat dibiarkan terbuka seluruhnya, atau area tertentu dapat ditentukan. Misalnya, Downs
dan Conrad (1982) menyatakan bahwa mereka menginginkan insiden kritis tentang hubungan
atasan-bawahan. Mackintosh (1973) mengaudit organisasi penjaga penjara dan menyebutkan
bahwa insiden yang diinginkan melibatkan komunikasi antara penjaga dengan narapidana,
penjaga untuk menjaga, dan penjaga elemen penjara lainnya. Dalam audit lain, insiden kritis
diminta berkaitan dengan hubungan antardepartemen.
5. Teknik ini dapat diandalkan dan valid. Anderson dan Nilsson mengaudit manajer toko di
sebuah perusahaan grosir Swedia dan menyimpulkan: materi tersebut tampaknya sangat
mewakili unit perilaku yang diharapkan dapat disediakan oleh metode tersebut. Setelah sejumlah
kecil insiden diklasifikasikan, sangat sedikit kategori perilaku baru yang perlu ditambahkan,
tampaknya dapat dibenarkan untuk menyimpulkan bahwa informasi yang dikumpulkan dengan
metode ini dapat diandalkan dan valid (1964, hlm. 402).
6. Data kualitatif yang kaya yang diperoleh dari insiden kritis sangat berharga dalam menafsirkan
data dari kuesioner. Misalnya, seseorang mungkin dapat melaporkan secara akurat dari kuesioner
berapa banyak orang yang puas atau tidak puas dengan ulasan kinerja mereka, tetapi temuan
tersebut tidak mungkin menjelaskan apa yang menciptakan kepuasan atau ketidakpuasan. Insiden
kritis dapat membantu mengisi kekosongan itu. Berfokus pada perilaku tertentu, teknik ini
meminta responden untuk mengevaluasi perilaku tersebut sebagai efektif atau tidak efektif dan
untuk menjelaskan apa yang membuatnya demikian.

2.2 The Basic From

Jumlah detail yang diberikan oleh responden tidak mungkin menjadi sempurna kecuali
ada beberapa pelatihan dari auditor. Auditor harus memikirkan apakah hal tersebut termasuk
komunikasi sangat efektif atau tidak efektif, dan gambarkan pengalaman itu sedetail mungkin.
Saat melakukannya, harap pastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan berikut ini telah terjawab.

1. Dengan siapa Anda berkomunikasi?

2. Apa yang terjadi?

3. Mengapa itu bisa terjadi?

4. Apakah itu efektif atau tidak efektif?

5. Apakah pengalaman ini tipikal komunikasi di organisasi ini?

Kemudian jelaskan pengalaman komunikatif, keadaan menjelang itu terjadi, apa yang
dilakukan orang itu sehingga membuatnya menjadi kompetisi komunikator yang efektif atau
tidak efektif , dan hasil (outcome) dari apa yang dilakukan orang tersebut. Adapun formulir
Mackintosh digunakan dalam Studi Penjara, seperti :
1. Nilai personel saya adalah (tuliskan di nilai personel Anda).

2. Saya pernah bekerja di lembaga pemasyarakatan untuk berapa tahun.

3. Insiden komunikasi yang dilakukan sangat efektif atau tidak efektif dalam memberikan
perawatan pemasyarakatan, perawatan, dan pengawasan kustodian untuk narapidana.

Ceritakan apa yang orang katakan atau lakukan. Seperti siapa, apa, kapan, dimana, dan dengan
hasil tentang perilaku komunikasi penjaga penjara yang membuatnya sangat efektif atau tidak
efektif.

2.3 Administering The Questinable


A. Tentukan kebutuhan akan pengalaman yang efektif dan tidak efektif

Kedua formulir yang disajikan dalam Tampilan 8.1 dan 8.2 memungkinkan responden
untuk menentukan apakah akan melaporkan pengalaman yang efektif atau tidak. Dengan
memberikan beberapa formulir kepada responden, beberapa diantaranya menyebutkan
pengalaman yang efektif dan yang lainnya menyebutkan pengalaman yang tidak efektif. Cara ini
berupaya untuk mendapatkan pandangan yang lebih seimbang, karena suatu audit harus melihat
kekuatan sekaligus kelemahannya.

B. Pilih cara yang paling tepat untuk mengumpulkan data

Pada dasarnya ada tiga cara untuk mengumpulkan informasi: 1) wawancara individu, 2)
kuesioner, dan 3) administrasi kelompok. Biasanya digunakan salah satu, atau bisa juga
dikombinasikan. Jika pengalaman komunikasi diintegrasikan ke dalam bentuk kuesioner,
cakupan dapat ditingkatkan, namun biasanya tidak memiliki respon yang cukup dan detail untuk
digunakan. Misalnya, Page (1973) menerima tingkat pengembalian kuisioner hanya 34 persen.
Tampaknya banyak karyawan tidak suka menulis atau meluangkan waktu untuk mengisi
kuisioner tersebut.

Di sisi lain, baik wawancara dan administrasi kelompok memungkinkan dua arah komunikasi
yang meningkatkan keuntungan. Pertama, interaksi tatap muka memungkinkan auditor untuk
bersikap persuasif, kedua, responden dapat dibimbing tentang bagaimana cara mengisi formulir,
atau pertanyaan dapat ditanyakan yang menyelidiki untuk lebih jelasnya.
2.4 Analyzing The Data

Anderson dan Nilsson (1964) mengemukakan setelah mendapatkan sejumlah data insiden
yang di klasifikasikan, tidak banyak informasi baru yang muncul setelahnya. Yang dimaksud
dengan insiden disini adalah setiap aktivitas manusia yang dapat diamati cukup lengkap dengan
sendirinya untuk membuat kesimpulan dan prediksi tentang orang yang melakukan tindakan
tersebut. Metode Critical Incident meskipun memiliki rasio pengembalian yang tidak terlalu baik
dengan hanya 34%, namun tetap dapat menjadi insight unik dalam laporan audit. Terdapat
arahan untuk memanfaatkan temuan yang diperoleh dari insiden yaitu sebagai berikut:

Menyaring Pengalaman Komunikasi (Screen the Experiences). Tidak semua insiden


komunikasi dapat digunakan. Terkadang terdapat deskripsi yang tidak jelas, tidak lengkap, dan
tidak memenuhi kriteria yang ingin dicapai. Oleh karenanya penting bagi auditor menentukan
kriteria awal dalam rangka menentukan insiden yang diterima.

- Observer : apakah reporter merupakan seorang pengamat yang benar? Jika tidak insiden
tidak dapat digunakan
- Time Frame : Apakah insiden terjadi dalam rentang waktu 6 bulan atau satu tahun? Jika
insiden telah lama terjadi, organisasi atau orang mungkin berubah
- Evaluation : Apakah pengalaman komunikasi tergolong sebagai efektif atau tidak efektif?
Penting bagi auditor untuk mengetahui bagaimana respinden dalam memandang suatu
perilaku dalam berbagai sudut pandang.
- Behavior : Apakah perilaku dilaporkan dengan detail yang mencukupi? Dalam studi
mengenai persidangan, page (1972) penolakan terjadi dikarenankan tidak memadainya
penjelasan perilaku dan detail yang tidak mencukupi.
- Fokus : Terkadang auditor telah menentukan apakah suatu insiden harus terdapat dalam
area yang telah pasti, contohnya pengawasan komunikasi, atau komunikasi antar
departemen.

Mengidentifikasi insiden dengan orang, posisi, atau departemen yang spesifik.(Identify


incidents with specific person, position, or departement). Untuk menginterpretasikan suatu tren,
akan lebih baik jika mengetahui dengan pasti awal mula suatu insiden. Lebih lanjut,
pengidentifikasian mengizinkan untuk melakukan pemeriksaan apakah insiden bertentangan
dengan kuesioner atau bertentangan dengan informasi hasil wawancara dengan konsumen.

Membagi grup menjadi efektif dan tidak efektif (Divide into effective and ineffective
groups). Pembagian grup menjadi insiden yang efektif dan tidak efektif akan membantu
memudahkan dalam mencari sebuah tren lalu masing-masing grup tersebut dianalisis secara
terpisah.

Mengklasifikasi insiden kedalam tema atau kategori (Classify incidents into themes or
categories). Terkadang kategori dapat diidentifikasikan lebih lanjut. Contoh yang akan ada di
bawah ini menunjukan klasifikasi dalam audit suatu universitas yang besar. Sistem ini
dkembangkan dalam bagian-bagian karena proses analisis membutuhkan waktu yang cepat.
Responden membaca list tersebut kemudian mengidentifikasi area insiden mereka untuk ditulis.
Dalam formulir yang terpisah, responden mengidentifikasikan pengalaman mereka yang
berkaitan, baik insiden tersebut efektif ataupun tidak efektif, dan mengisi sejumlah daftar
menunjukan pengalaman manakah yang berkaitan.

1. Peran
- 1.1 Jelas atau tidak, terpapar informasi atau tidak tentang peran di sebuah organisasi
- 1.2 Berbedakah kenyataan dengan peran dalam organisasi yang seharusnya
- 1.3 Apakah kinerja seseorang memadai
2. Informasi yang memadai
- 2.1 Ada atau tidak informasi (apakah informasi tersampaikan dengan baik)
- 2.2 Jumlah informasi yang memadai atau tidak memadai
- 2.3 Waktu penerimaan informasi
- 2.4 Kejelasan informasi
- 2.5 Kegunaan dari informasi
- 2.6 Keakuratan sebuah informas
3. Kelayakan penggunaan bahasa
- 3.1 Pengunaan bahasa yang baik atau tidak
4. Umpan Balik
- 4.1 Apakah ada umpan balik
- 4.2 Jumlah informasi yang memadai
- 4.3 Waktu dalam pemberian umpan balik
- 4.4 Kejelasan mengenai umpan balik
- 4.5 Kegunaan umpan balik
- 4.6 Keakuratan umpan balik
5. Media
- 5.1 Keberadaan media
- 5.2 Frekuensi penggunaan media
- 5.3 Kepatutan penggunaan media
- 5.4 Kualitas operasional media
6. Partisipasi dalam pembuatan keputusan atau penyelesaian masalah
- 6.1 Keberadaan partisipasi
- 6.2 Jumlah partisipasi yang memadai
- 6.3 Waktu dalam partisipasi
- 6.4 Efektivitas partisipasi
7. Persepsi dalam hubungan interpersonal
- 7.1 Perasaan tentang karakteristik orang
- 7.2 Kesamaan latar belakang
- 7.3 Tingkat hubungan yang saling mendukung
- 7.4 Hubungan antar individu
- 7.5 Alur penerimaan pesan
- 7.6 Kooperatif antar individu
8. Kompetensi komunikasi personal
- 8.1 Mendengarkan
- 8.2 Berbicara
- 8.3 Menulis
- 8.4 Membaca
9. Lainnya
- 9.1 ..........
Suatu insiden terkadang dapat digolongkan kedalam beberapa kategori. Tidak ada cara
pasti dalam penggunaan format untuk mengelompokan insiden, namun sebagia langkah awal
dapat dengan menggunakan referensi fenomena komunikasi dasar, seperti hubungan antar orang,
bermacam macam pesan, penggunaan media, atau hasil komunikasi.

2.5 Intrepreting The Result

Terdapat beberapa tantangan dalam menggambarkan kesimpulan yang bagus dari


communications experience itu tandanya baik. Faktanya terdapat 4 hambatan dalam
menggunakan metode communcition experiences secara efektif, yakni : (1) a low return rate, (2)
difficulty in developing categories, (3) problem of insuring anonymity, and (4) difficulty in
deriving generalizations.

Perhatikan Tingkat Pengembalian/Pengisian (Note The Return Rate).

Yang menjadi permasalahan terbesar dari format communication experiences adalah


tingkat pengembalian/pengisian dari audiens (khalayak yang dijadikan subjek). Jika bentuk
communication experiences merupakan hanya satu-satunya kuisoner yang digunakan dalam audit
atau ketika experiences tersebut diperoleh dengan bicara langsung (orally) itu tidak akan menjadi
masalah besar namun apabila format tersebut menjadi penghubung dengan kuisoner yang lain itu
akan menjadi masalah karena tingkat respon biasanya akan menurun menjadi kurang dari 50 %.
Hal itu disebabkan banyak orang yang tidak mengisi kuisoner pada bagian experiencesnya,
Downs menyimpulkan bahwa orang tidak ingin susah payah menulis. Akibatnya, tingkat respon
(pengembalian/pengisian) yang rendah membuat tahap melakukan generalisasi lebih sulit.

Membuat Kategori (Develop Categories).

Dalam membangun kategorisasi, Down lebih memilih untuk membaca kejadian atau
pengalaman (incidents) sampai kategori dari kebutuhan/ tujuan dari metode itu tercapai (ad hoc
categories come to me) dan menurutnya hal tersebut adalah alat analisis konten yang sah. Dalam
melakukan ini dibutuhkan waktu dan usaha yang ekstra karena perlu mengumpulkan data yang
sangat tidak terstruktur. Ada banyak cara untuk mengungkapkan tema yang sama. sebagai cara
untuk mempercepat proses pengembangan kategori, kita bisa membuat daftar tema mengenai
pengalaman atau kegiatan dalam lingkup oraganisasi yang dapat di audit. daftar ini tidak
dimaksudkan sebagai instrumen itu sendiri tetapi hanya untuk menyarankan beberapa tema yang
dapat membantu interpretasi.

Menjaga Privasi (Maintaining Privacy)

Dalam melakukan interpretasi data, terkadang menjaga privasi individu menjadi faktor
penghambat tapi itu merupakan sebuah keharusan karena dalam semua audit anonimitas individu
harus terjamin. Penyamaran individu harus dilakukan dengan sangat hati-hati, dan masih ada
kemungkinan bahwa seseorang akan mengetahui siapa yang terlibat dalam insiden tersebut.

Memperoleh Generalisasi (Derive Generalization)

Generalisasi bisa dilakukan dengan melakukan intepretasi data yang telah terkumpul.
Contoh generalisasi, “Hampir sebagian dari insiden yang tidak efektif melibatkan kurangnya dan
lambatnya follow up dari supervisor”.

Terdapat kecenderungan penggunaan istilah yang dapat dikuantifikasi (contoh: hampir


seluruhnya) pada laporan data, hal tersebut sangat penting, sama halnya dengan kategori lain
yang menunjukan angka. Frekuensi sebuah respon dapat sangat bermanfaat dan tidak boleh
dipandang sebelah mata tetapi hal tersebut bukan sebuah standar penilaian audit. Bagaimanapun,
satu kejadian atau pengalaman (incident) mungkin dapat mengilustrasikan masalah besar dalam
operasional suatu organisasi.
BAB III

PENUTUP

Dalam seluruh proses audit komunikasi, pengalaman komunikasi yang kritis dapat
memperkaya pemahaman seorang auditor untuk organisasi yang diaudit. Terlebih pengalaman
komunikasi dapat sangat berguna dalam menunjukan dimana letak masalah tertentu yang tidak
bisa diambil hanya dengan melihat hasil data statistik dari seluruh responden. Pengalaman ini
bisa mengimbangi data yang diperoleh dari lapangan. Kemudian mengelompokan masalah dapat
menjadi nilai tambah dalam mengaudit keseluruhan organisasi. Pengalaman komunikasi dinilai
sangat dibutuhkan dalam hal ini. Meskipun kadang kala pengalaman komunikasi tidak terlalu
dianggap sedemikian penting.
DAFTAR PUSTAKA

Downs, C. W. (1988). Communication Audits. Glenview: Scott, Foresman.

Flanagan, J. C. (1954). The critical incident technique. Psychological Bulletin, 51(4), 327–358.
https://doi.org/10.1037/h0061470

Butterfield, L. D., Borgen, W. A., Amundson, N. E., & Maglio, A.-S. T. (2005). Fifty years of
the critical incident technique: 1954-2004 and beyond. Qualitative Research, 5(4), 475–497.
https://doi.org/10.1177/1468794105056924

Kriyantono, R. (no date) ‘AUDIT KOMUNIKASI’.


Mohamad, R. (2010). Audit Komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai