Anda di halaman 1dari 5

PSIKOLOGI NETIZEN

KENAPA NETIZEN INDONESIA MUDAH SEKALI MARAH DAN CENDERUNG


MEMBULLY DI MEDSOS ?

Nah, Sebelum Kita bahas lebih jauh tentang hal ini, alangkah baiknya kita mengetahui dulu apa itu
bullying ? Nah Menurut KBBI Bullying atau di sebut dengan perundungan berarti proses , cara ,
perbuatan merundung yang dapat di artikan sebagai seorang yang menggunakan kekuatan untuk
menyakiti atau mengitimidasi orang orang yang lebih lemah darinya.

Apa yang menjadi konsen kita kali ini, bukan terhadap pembullyan di dunia nyata akan tetapi
konsen kita kali ini adalah terkait pembulian di dunia maya atau sosial media .
Nah , pembullyan di dunia maya ini adalah masalah yang sangat kentara yang terlihat . Bertapa
kasar nya ternyata orang orang di sosial media , tak ada angin tak ada hujan tak ada urusan apa apa
tiba tiba menghujat gitu..... nggak ada apa apa tiba tiba ngejelek jelekiin gitu.. dan sebagai nya .

Timbul pertanyaan kenapa orang indonesia menjadi sangat pekat dalam membully orang lain di
sosial media , apakah kita kehilangan budaya santun kita atau kita kehilangan adab di sosial media?
Kan ada yah pertanyaan seperti itu..

Sebenarnya ada beberapa masalah dalam pertanyaan ini yang pertama ini bukan masalah perkara
negara indonesia saja , di seluruh dunia kita menghadapi masalah yang sama.
Kita ambil saja contoh apa ya ? Ehh korea selatan , nah korea selatan juga mengalami yang sama ,
banyak artis yang bunuh diri salah satunya adalah gara gara dihujat oleh netizen sendiri. Kedua
sebenarnya kita tidak mempunyai keterkaitan antara pembullyan dengan menurun nya semangat
santun kita tapi masalah nya adalah kita menghadapi masalah yang belum pernah kita hadapi
sebelum nya. Jadi saya mengajak anda khusus nya teman teman saya atau siapapun yang
mempunyai opini tentang hal ini untuk berdiskusi .

Baik kita lanjut , komunikasi itu bukan hanya komunikasi verbal kalau kamu bahas psikologi ,
kamu harus menyadari bahwa komunikasi verbal itu tidak mencapai 50 % dari komunikasi
sesungguh nya antar manusia . Kan ada juga komunikasi dari gestur atau komunikasi budaya kan
dan lain sebagai. Hal hal itulah yang membuat kita sedikit lebih lancar dalam berkomunikasi.

Dan komunikasi yang kita kenal sekarang ini adalah hasil adaptasi ratusan ribu taun. Nenek moyang
kita membangun komunikasi seperti ini dengan waktu ratusan ribu taun. Gaya Komunikasi yang
kita kenal sekarang yang kita pakai sekarang ini , sama sekali tidak mengantisipasi komunikasi di
media sosial .

Media sosial itu baru muncul rentang waktu 20 tahunan dari tahun sekarang sedangkan kita dan
nenek moyang kita beradaptasi menghasilkan komunikasi yang sekarang kita kenal ribuan tahun
sebelum nya , jadi ini tidak relevan atau tidak nyambung lah istilah nya.

Sehingga saat kita berkomunikasi secara media sosial sebenarnya kita beradaptasi dengan mahluk
yang bahkan kita tidak kenal , dengan kata lain komunikasi yang tidak dapat di antisipasi
sebelumnya, Begitu.

Inilah sebab nua sekarang kita sebagai manusia gagal dalam berkomunikasi. Mari kita kutip sedikit
dari gagasan Jacques Derrida. Dia adalah seorang filosof kontemporer Prancis yang dianggap
sebagai pengusung tema dekonstruksi di dalam filsafat pascamodern .
Dia bilang apa ? Dia bilang bahwa komunikasi zaman kita kenal sekarang pun itu lebih dapat
menghasilkan banyak kesalahpahaman. Kan ada kan yah konflik yang berujung dengan keributan
berasal dari kesalahpahaman komunikasi .

Coba bayangkan hasil adaptasi ribuan tahun pun masih menghasilkan komunikasi yang
menimbulkan kesalah pahaman apalagi kalau di media sosial.

Untuk kamu yang pernah pacaran nih dulu dulu sebelum hijrah, pasti kamu sering ribut dengan
pacar saat chattingan. Tapi pas ketemu kemarahan nya ternyata luntur begitu kan, ngaku? Tidak
perlu heran dengan hal seperti itu , kenapa? Karena komunikasi di hp itu sangat berbeda dengan
komunikasi di dunia nyata.

Sehingga kita mengalami cerita yang berbeda, jadi sekali lagi ini tidak ada kaitannya dengan
lunturnya budaya santun di negara indonesia tetapi ini terkait dengan gagal nya komunikasi kita,
karena komunikasi kita tidak mengantisipasi media sosial. apakah kegagalan nya itu? mari kita
bahas 1 persatu poin poin tersebut.

Poin pertama kita ambil dari Sigmund Freud Seorang bapak Psikoanalisis yang mempunyai teori
psikolgisikoanalisis. Teori ini memang tergolong jadul akan tetapi ini bisa relevan menurut saya
dengan masalah ini.

Gini, Setiap kita berkomunikasi dengan orang lain kita menghadapi 3 konflik internal di dalam
batin kita yang pertama adalah ID adalah gagasan tentang mempertahankan diri kita atau mungkin
di kalau kali pernah ngaji itu di kenal dengan Gharizatun Baqa (Naluri Mempertahankan Diri).

Jadi ketika kita berkomunikasi dengan seseorang maka hal pertama yang kita pikirkan dan
pertimbangkan adalah apakah kita aman ketika kita berkomunikasi dengan dia gitu.
Apakah jiwa kita terancam ketika kita berkomunikasi dengan dia gitu.

Kemudian yang kedua ada EGO , apakah komunikasi dengan dia itu rasional . Menghasilkan saya
keuntungan , menghasilkan saya informasi yang berguna dan lain sebagainya. Itu adalah
pertimbangan yang kedua.

Pertimbangan ketiga saat kita berkomunikasi adalah Superego terkait dengan sosial dan moral
.Contoh : apakah saya bisa bantu dia? Apakah saya bisa nyaman dengan nya?
Pokok nya terkait hubungan kita dengan nilai nilai moral,Begitu.

Nah setiap komunikasi kita seperti itu makanya kita setiap ketemu dengan orang yang mempunyai
jabatan tertentu mendadak kita canggung. Contoh saja ketika kita bertemu dengan bos atau
berpapasan di suatu koridor kita akan cenderung berlaku lebih merendah padahal mah si bos mah
gak peduli amat tentang gituan.

Kenapa kita saat bertemu dengan bos kita menjadi seperti itu karena itu dorongan naluriah
mempertahankan diri kita secara naluriah kita tahu bahwa bos itu lebih tinggi dari derajat kita dan
dia berkuasa untuk memecat kita di kalau kita bertingkah aneh aneh dengan dia. Sehingga saat kita
bertemu dengan dia kita cenderung menjaga sikap dan istilah kasar nya mah jadi “PENJILAT”

Nah saat kita berkomunikasi secara langsung kita ada 3 pertimbangan itu , beda lagi dengan
komunikasi di media sosial yang cenderung membuang 3 pertimbangan itu.
Karena di medsos kita merasa tidak terancam apapun. Jadi saat kita merundung atau membully
separah parahnya pun kita merasa tidak terancam apapun.
Jadi ID , EGO , SUPEREGO, Bagian no 1 nya hilang ID nya hilang jadi bahasa komunikasi di
sosial media kita hanya kenal hal hal yang rasional dan hal hall yang berkaitan dengan moral.

Media sosial itu menawarkan kepada kita itu jarak dan menawarkan kepada kita wajah palsu.
Contoh ya pak : untuk kebutuhan penilitian kecil kecilan saya pernah buat akun facebook dengan
nama samaran dan foto profil nya saya isi dengan karakter fiksi supaya orang tidak mengenali saya
nah saya add tuh secara random di bagian pencarian teman. Dan kebanyakan dari sana adalah
penyuka kartun jepang dan penyuka kpop yang foto profil nya tidak jauh dari karakter anime favorit
nya atau idola yang dia suka.
Sejalan kurang lebih 1- 2 bulan an saya sudah berteman 500-1000 orang teman yang kira kira al
goritma nya sama , jujur saya merasa kaget dengan status atau foto/video yang sering mereka
bagikan di time line sosial media facebook .

Banyak orang berkata kata kasar mengeluhkan kehidupan nya seperti tentang adik nya yang malas
malasan , kakak nya yang nyebelin ,dia yang manuh diri karena masalah keluarga lah yang padahal
mah dia cuman pengen attention aja, ataupun hal hal nyeleneh seperti pembagian hal hal berbau
porno dan LGBT.

Nah saya berpikir bahwa mungkin itu ada keterkaitan nya dengan 3 prinsip tadi , mereka merasa
aman mengluhkan kehidupan nya yang kacau , berkata kasar ataupun menyebarkan konten pornoh
di bawah payung anonim.

Balik lagi ketopik Media sosial itu menawarkan kepada kita itu jarak dan menawarkan kepada kita
wajah palsu. Bisa saja kita mengomentari/menghujat orang atau bertingkah aneh di sosmed secara
anonim.

Nah konsekuensi konsekuensi belakangan nya adalah bahwa kita tidak usah di cerca secara moral ,
bahwa kita tidak usah di cerca secara fisik dan lain sebagainya.

Ini terkait dengan poin yang pertama , tapi maksud nya tiga pertimbangan yang tadi tidak di
permasalahkan di media sosial. Media sosial itu menawarkan kepada kita itu wajah palsu . Nah
saya ketika membuat podcast ini saya di kenali kan sama teman saya karena suara saya maka saya
dapat di cari dan mempertanggung jawab kan apa yang saya buat di dalam [podcast ini. Atau pun
facebook yang kadang kadang saya upload foto ketika ada sedang momen tertentu , agar bisa
terlihat sehingga saya dapat mempertanggung jawabkan apa yang saya posting di kemudian hari.

Tapi bnyak di sosial media lain yang tidak menunjukan wajah nya atau identitas nya dengan kata
lain anonimus/ sehingga butuh upaya keras dan mahal hanya untuk menemukan tanggung jawab
dari seseorang. Kan begitu?

Dan semua orang tau hal itu makanya setiap orang bisa kasar kasaran di media sosial karena dia
merasa aman dalam keadaan anonim di media sosial.

Poin ketiga saya ambil dalam pandangan yang sedikit filosofis maaf ini hanya saya jadikan sebagai
perumpamaan dalam tradisi antropologi surga dan neraka itu tidak pernah ada katanya.

Surga muncul dari gagasan orang yang tertindas oleh orang yang mempunyai kekuasaan dia merasa
baik dan merasa tertindas dan dia melihat dengan kepala sendiri ada orang jahatt tapi berkuasa nah
dia tidak bisa membalik itu di dunia nyata maka dia menggambarkan bahwa tuhan menciptakan
surga untuk orang tertindas dan benar , sedangkan neraka untuk di dunia di berkuasa dia jahat. Ya
orang orang ateis gitulah jawaban nya,
Maaf saya bukan orang yang berpandangan seperti itu, saya beragama. Tetapi sudut pandang ini
relevan dengan kajian media sosial ini. Jadi orang orang kenapa banyak menghujat di media sosial
karena dia merasa gagal di dunia nyata di hujat di dunia nyata dan gagal untuk membalas.
Akibatnya dia akan menghujar secara sporadis.

Kekuatan orang orang jahat terus menerus mengintimidasi dia secara pribadi yang menggangap
dirinya baik dia ingin membalas tapi dia tidak bisa orang orang seperti akan mencari pelarian
sesungguh nya dimana dia bisa membalas , inget saat saya cerita hal yang tadi ? Nah mirip mirp
seperti itu. Membalas nya random dia melakukan saat ada kesempatan. Nah kesempatan itu di buka
lebar oleh sosial media.

Jadi ketika kamu menemukan orang yang berkomentar kasar di sosial media , menghujat , nggak
ada hubungan apa tiba tiba menghujat gak salah apa apa tiba tiba menjelekan , mengomentari hal
hal negatif tanpa kepentingan dan lain sebagai nya, maka kamu jangan marah , please jangan marah
karena kehidupan orang seperti itu asli nya menderita stress depresi dan tertekan karena orang jahat
adalah orang baik yang tersakiti hehe eh bukan.

Itu karena pihak lain membuli dia dalam kajian sosiologi kalau ada orang yang membuli
maka yang harus di tolong bukan orang yang dibully tapi orang yang membully nya karena orang
yang membully nya itu artinya dia dibully oleh orang di lingkungan nya lebih besar daripada
kesempatan dia membully orang lain.

Maka saat kita melihat dengan orang orang yang berkomentar seperti itu kasar dan lain sebagai nya
maka kasihanilah dia karena dia sedang merasa tidak bahagia, jadi di kalau kamu sering berkata
kata kasar di sosial media maka intropeksi diri muhasabah ya kan jangan jangan kita tidak sedang
bahagia dan sedang dalam genggaman kenistaan.

Kemudian poin keempat terkait dengan naluri manusia, manusia itu senang dalam keadaan
berkelompok sekalipun dia introvert kek no life kek , manusia cenderung senang berkelompok
besar. Kalau satu orang the jack dan satu orang bobotoh bertemu itu kemungkinan besar tidak
terjadi apapun.

Tapi beda lagi kalau ada seribu orang the jack dan seribu orang bobotoh bertemu itu kemunkinan
tukang baso bisa pada tutup karena takut ada kericuhan massa hehe.

Bukan gitu karena ketika seribu orang bobotoh bertemu dengan 1 orang the jack kemungkinan the
jack itu akan mati atau wafat karena di keroyok 1000 orang tadi itu kenapa karena manusia
cenderung akan meninggalkan tanggung jawab ketika dia berkelompok besar.

Wajah asli kita adalah kepalsuan. Karena wajah kita yang kita tampilkan sehari hari adalah palsu
karena pertimbangan aslinya itu karena kita banyak pertimbangan di belakang nya.

Kalau 1 lawan 1 kemungkinan kan tidak akan bentrok karena mungkin malu atau gengsi dan lain
nya akan tetapi ketika berkolompok makan akan terjadi yang namanya arogansi mayoritas. Itulah
kajian psikologis, secara psikologis ya orang banyak pasti bakalan seperti itu.

Nah di media sosial kalau ada orang di buli maka orang lain akan membuli karena merasa mereka
adalah bagian dari orang yang membully seperti akhir akhir ini kan ya seperti ferdian paleka atau
pun channel YT yang prunk prank prenk.
Nah misal ada channel youtube yang di jelek jelekan sama beberapa orang nah pasti pikiran
pertama yang kita pikirkan di benak kita adalah bagaimana kita supaya bisa ikut menghujat ya
yakan ?

Nah ketika pikiran kamu kalau masih seperti itu maka kamu di kategorikan sebagai orang yang
belum merdeka pikiran nya dalam sosiologi tetapi bukan juga itu “bermasalah”atau “berkelainan “
itu adalah bagian dari naluri kita , kalau kita ada dalam kelompok besar kita ingin mengintimidasi
kelompok yang lebih kecil yang menjadi pesaing kita itu adalah hal yang “wajar” tetapi itu adalah
hal yang tidak “bijak” berarti anda bukan termasuk orang yang berpikiran merdeka.

Anda mungkin juga menyukai