MAGISTER KENOTARIATAN
FIAN FARDIANTO
I2L020014
2020
PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ada. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi dan
ditentukan dari bentuk dan sistem terhadap anak sebagai kelompok masyarakat
menyatakan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan sesorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
yang tertera bahwa batasan usia untuk melangsungkan perkawinan itu pria
sudah berusia 19 (Sembilan belas) Tahun dan wanita sudah mencapai usia 16
(Enam belas) Tahun. Secara eksplisit ketentuan tersebut dijelaskan bahwa
setiap perkawinan yang dilakukan oleh calon pengantin prianya yang belum
“Perkawinan di bawah umur”. Bagi perkawinan di bawah umur ini yang belum
memenuhi batas usia perkawinan, pada hakikatnya di sebut masih berusia muda
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Bahwa anak adalah seseorang yang
Hak hidup sebagai remaja yang berpotensi untuk tumbuh, berkembang dan
berpotensi secara positif sesuai apa yang digaris bawahi agama. Jika anak masih
2002 tentang Perlindungan Anak. Dimana jelas bagi orang tua berkewajiban
bisa menjadi isu yang menarik perhatian publik dan berlanjut menjadi kasus
hukum seperti terlihat dalam kasus perkawinan Syekh Puji dengan Lutviana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Peraturan Perundang-
mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat ijin kedua orang tua,
hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan menikah
yaitu dimana dalam Pasal 1 tentang perlindungan anak, definisi anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Setiap anak mempunyai hak dan kewajiban seperti yang tertuang
Anak : setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri, Pasal
13 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 : setiap anak selama dalam pengasuhan orang
tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan,
a) diskriminasi
b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c) penelantaran
d) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan
e) ketidakadilan
f) perlakuan salah lainnya.
Selain itu orang tua dan keluarganya mempunyai kewajiban dan tanggung
Dalam hukum adat tidak menentukan batasan umur tertentu bagi orang
kanak. Hal ini dapat terjadi karena di dalam Hukum Adat perkawinan bukan
persatuan dua buah keluarga kerabat. Adanya perkawinan di bawah umur atau
kedua suami isteri itu akan tetap dibimbing oleh keluarganya, yang dalam hal
ini telah menjadi dua keluarga, sehingga Hukum Adat tidak melarang
perkawinan kanak-kanak.
sebagai berikut.
2) Dampak biologis
Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas
dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya
3) Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
4) Dampak Sosial
posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang
juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum
disebabkan oleh:
Selain menurut para sarjana/ahli hukum di atas, ada beberapa faktor yang
a. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di
garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak
wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya
yang masih dibawah umur.
d. Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian Permisif terhadap seks.
e. Faktor adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
umur bila diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau
yang terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas.
sangat jelas menentang keberadaan pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak
ada alasan lagi bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka
ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali
resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada
bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus
semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam
kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban akibat
pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap
dibawah umur (anak) lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh karena
itu patut ditentang. Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan /mengawinkan anaknya dalam usia dini atau anak dan harus
LSM peduli anak lainnya dan para penegak hukum harus melakukan
perundangan yang ada dan bertindak terhadap pelaku untuk dikenai pasal
BAB III
PENUTUP
sesuai dengan peraturan yang berlaku baik peraturan agama maupun peraturan
masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan pandangan diantara
menegakkan regulasi terkait pernikahan anak di bawah umur. Sinergi antara dua
belah pihak yaitu pemerintah dan masyarakat merupakan jalan keluar terbaik yang
bisa diambil sementara ini agar pernikahan anak di bawah umur bisa dicegah dan
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
B. Buku
Soimin, Soedharyo, Hukum Orang dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.
Salim, M. Thahir Hi., Bahan Ajar Hukum Perdata, 2009
C. Website
http://sosiologihuku.blogspot.com