Oleh: Aliasuddin
ABSTACT
Most of studies on long-run neutrality of money proved that money does not play
a significant role in increase the output (income). A few of the studies do not support
the long-run neutrality of money. According to these, this study tries to find out the
role of money on inflation in Indonesia. The model of Fisher and Seater is used in this
study. This study uses the monthly data of inflation and money supply in Indonesia
The results of the study show that money supply has a significant effect on
increase inflation in the long-run in Indonesia. The effects of money supply increase
the inflation month to month, indicates that money push the inflation up continuously
and increasingly. The effect of money supply becomes bigger and bigger until the end
According to the results, central bank should take into account the money supply in
menggunakan jumlah uang beredar (JUB) sebagai variabel antara yang paling utama.
umum (cash ratio atau reserve requirement – RR), jual-beli surat-surat berharga (open
market operation – OMO), dan pengaturan tingkat suku bunga (rediscount rate policy –
RRP). Ketiga variabel ini dikenal dengan istilah variabel kebijakan (policy variables).
Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (output
dan pendapatan), stabilitas harga (inflasi), dan perluasan kesempatan kerja. Ketiga
Bank sentral dapat menggunakan variabel kebijakan ini secara parsial atau
simultan untuk mencapai target yang lebih optimal. Untuk mencapai pertumbuhan
kemampuan yang lebih besar untuk menambah JUB melalui pemberian kredit kepada
Peningkatan ini akan menambah jumlah kesempatan kerja yang pada gilirannya
permintaan, jika jumlah barang yang ada tidak seimbang dengan pertambahan JUB dan
kenaikan harga-harga.
OMO dapat pula digunakan untuk mencapai target yang ditetapkan oleh
yang dilakukan oleh bank sentral akan menarik dana yang tersedia di bank-bank
umum berusaha menarik dana lainnya dari masyarakat melalui peningkatan suku
JUB. Peningkatan JUB berakibat pada peningkatan daya beli masyarakat yang pada
gilirannya mampu mendorong harga-harga pada tingkat harga yang lebih tinggi.
Terakhir, piranti ketiga yang dapat digunakan oleh bank sentral adalah
pengaturan tingkat suku bunga. Pada saat inflasi yang disebabkan oleh peningkatan
JUB maka bank sentral dapat meningkatkan suku bunga. Peningkatan suku bunga
tingkat suku bunga. Penurunan suku bunga menyebabkan adanya penarikan simpanan
masyarakat yang ada di bank-bank umum sehingga JUB meningkat dan harga-harga
kembali pada posisi normal. Namun di Indonesia dewasa ini, kebijakan tersebut tidak
dilakukan secara langsung oleh bank sentral karena bank sentral telah memberikan
kebebasan kepada bank-bank umum untuk mengatur tingkat suku bunga sendiri sesuai
dengan persaingan antar-bank. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 1 Juni 1983 melalui
batas yang masih dijamin oleh bank sentral bila bank tersebut ditutup atau dibekukan
oleh pemerintah.
Berdasarkan uraian ini diketahui ada satu variabel perantara yang berperan sangat
penting dalam kebijakan moneter yaitu JUB. Pengaturan JUB sangat penting karena
melalui JUB variabel target dapat dicapai atau gagal sama sekali. Kelompok Keynes
meyakini bahwa uang sangat berperan dalam perekonomian sedangkan kaum klasik
menyatakan sebaliknya, uang tidak berperan sama sekali dalam jangka panjang, justru
antara kedua kelompok ini harus dijelaskan secara empiris untuk mengatahui secara
dibuktikan oleh penelitian empiris di banyak negara. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Lucas (1980), Mills (1982), Geweke (1982, 1986) menyatakan bahwa uang tidak
Karnovsky (1972), Kormendi dan Meguire (1984) menyimpulkan hasil yang sama
dengan penelitian terdahulu. Wallace (1999), Fisher dan Seater (1993) mendukung
kesimpulan terdahulu. Hanya sedikit yang tidak mendukung netralitas uang terhadap
output. Studi Leong dan McAleer (2000), misalnya, yang dilakukan di Australia
hasil penelitian juga ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh Olekanls (1996).
jangka pendek saja dan pengaruhnya semakin mengecil dan tidak berpengaruh lagi
setelah tahun ke-empat. Kajian tersebut dilakukan untuk periode dari tahun 1965
hingga 2000. Berdasarkan pada hasil ini ternyata bahwa sangat banyak kajian yang
mendukung bahwa uang tidak berperan terhadap produksi dalam jangka panjang.
maka peningkatan JUB bisa berakibat pada peningkatan harga-harga umum (inflasi).
Oleh karena itu, kajian tentang peranan uang terhadap inflasi sangat perlu mengingat
JUB adalah variabel antara kebijakan yang utama. Ada kemungkinan peningkatan
uang justru meningkatkan inflasi. Hal ini sangat beralasan karena Irving Fisher telah
persen akan berakibat pada peningkatan harga sebesar 10 persen pula. Hubungan ini
MV = PT (1)
Persamaan (1) menyatakan bahwa nilai output yang dihasilkan sama dengan JUB
dikali transaksi yang terjadi. Diasumsikan bahwa V konstan karena pola kebiasaan
pembayaran relatif sama. Bila persamaan (1) dinyatakan dalam bentuk hubungan
P = MV/T (2)
Karena V diasumsikan tetap dan bila T juga diasumsikan tetap maka hubungan
harga dan JUB adalah proporsional seperti yang dinyatakan oleh Irving Fisher.
(2) jelas bahwa JUB bersifat inflasioner dan untuk itu perlu pembuktian terhadap
Penelitian tentang peran uang terhadap inflasi relatif sedikit dibandingkan dengan
Berdasarkan kondisi seperti ini maka tulisan ini bermaksud membahas peranan uang
METODE PENELITIAN
Model Fisher dan Seater (1993) telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti
di banyak negara untuk menguji netralitas uang dalam jangka panjang, karena model
ini sangat sesuai dan mudah untuk diestimasi dengan OLS. Oleh karena itu, penelitian
ini juga menggunakan model yang dikemukan oleh Fisher dan Seater (1993). Kajian
difokuskan pada M1 dan M2 dalam jangka panjang dan pengaruhnya terhadap inflasi.
Data inflasi yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Misalkan m
sebagai log JUB dan π sebagai inflasi, maka model kajian ini dapat dinayatakan
sebagai:
dengan L sebagai operator lag, a(L), b(L), c(L) dan d(L) sebagai polinomial lag
terdistribusi (distributed lag polynomial), dan (m) dan (π) adalah order integrasi JUB
dengan rata-rata sama dengan nol dan kovarians . Jika suatu variabel stasioner
sekitar trend deterministik, maka akan diperlakukan sebagai I(0). Untuk lag
terdistribusi a(L) dan d(L), ditentukan pembatasannya sama dengan a0=d0=1, dan b0
LRD , m k lim 0
( ) t k / ut
( m ) mt k / ut
di mana penyebut dari persamaan di atas diasumsikan tidak sama dengan nol. LRD π,m
dapat didefinisikan sebagai efek permanen jangka panjang m terhadap π dibagi dengan
efek permanen jangka panjang terhadap m itu sendiri. Nilai tertentu dari LRD π,m
tergantung pada (m) dan (π). Jika (m) 1 dan (π) 1, maka terdapat perubahan-
perubahan permanen pada mt dan πt. Jika kedua variabel mempunyai integrasi yang
sama, (m)=( π), maka LRD π,m dapat diperlakukan sebagai elastisitas jangka panjang π
terhadap m dan dapat dievaluasi dengan menggunakan respon impuls seperti pada
persamaan (3). Kasus khusus terjadi jika (m)=( π)=1, maka LRDy,m = c(1)/d(1). Uang
bersifat netral terhadap inflasi dalam jangka panjang jika LRDy,m = , di mana =1 jika
berkorelasi, atau jika uang eksogen, maka c(1)/d(1) adalah koefisien frekuensi-nol
dalam regresi (π)πt terhadap (m)mt. Nilai c(1)/d(1) dapat diestimasi dengan
diberikan oleh limk k, di mana k adalah koefisien slope pada regresi berikut:
k k
t j k k mt j kt
( ) ( m)
(4)
j 0 j 0
JUB (M1 dan M2) dan IHK digunakan sebagai variabel inflasi. Data tersebut dimulai
dari bulan Januari 1990 hingga Desember 2001. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia. Data tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma alamiah, karena
HASIL PENELITIAN
Pengujian pengaruh JUB terhadap inflasi dapat dilakukan jika persyaratan teoritis
dengan order satu dan semua variabel mempunyai integrasi yang sama. Untuk
memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji unit root. Hasil uji data normal
menunjukkan bahwa baik M1, M2 maupun IHK tidak stasioner. Oleh karena itu,
dilakukan pendeferensian satu kali dan diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan uji
Phillips-Perron (PP) hasilnya cukup baik karena data sudah memenuhi persyaratan
dideferensiasikan satu kali signifikan baik dengan maupun tanpa trend karena nilai
absolut statistik unit root lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian, persamaan
(5) dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh JUB terhadap inflasi dalam jangka
panjang di Indonesia.
Hasil Estimasi
persamaan (5). Estimasi dilakukan, pertama, antara inflasi dengan M1, kedua, inflasi
dengan M2. Penentuan jumlah k dilakukan sesuai dengan persyaratan teoritis dari
Januari 1990 hingga Desember 2001, maka jumlah sampel sebanyak 144. Dengan
demikian maka jumlah k dalam penelitian ini sebanyak 48. Hasil estimasi
baik M1 maupun M2. M1 mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap inflasi
bulan pertama hingga bulan ke-48. Bila pada bulan pertama koefisien pengaruh M1
terhadap inflasi sebesar 0,3957 mengalami peningkatan secara terus menerus dan
value dari semua koefisien sama dengan nol, di mulai dari bulan pertama hingga bulan
relatif lebih kecil dibandingkan dengan M1. Pengaruh M2 ini juga mengalami
peningkatan secara terus menerus dari bulan pertama hingga bulan terakhir. Koefisien
M2 ini mengalami percepatan peningkatan melebihi M1. Bila pada bulan pertama M2
mempunyai koefisien sebesar 0,2815 yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien M1, tetapi pada bula terakhir perbedaan koefisien antara M1 dan M2 tidak
begitu besar. Hal ini memperlihatkan bahwa kemampuan M2 lebih besar sebagai
Ada hal relatif baik bahwa penyataan Fisher bahwa JUB proporsional dengan
JUB ini menuju ke koefisien sama dengan satu terutama dalam jangka panjang karena
Kesimpulan
Model pengaruh JUB terhadap inflasi dapat digunakan karena persyaratan dari
model tersebut dipenuhi. Karena model tersebut dapat digunakan dalam estimasi dan
dapat digunakan sebagai alat estimasi dan hasilnya dapat diinterpratasikan dan
disimpulkan.
inflasi di Indonesia dalam jangka panjang. Pengaruh JUB tidak hanya berasal dari M1
tetapi juga M2. Pengaruh tersebut semakin lama semakin besar. Hal ini terlihat dari
koefisien M1 dan M2 yang semakin besar pada akhir periode. Dengan demikian maka
pengaturan JUB sangat signifikan terhadap inflasi. Peningkatan JUB diikuti secara
langsung oleh inflasi, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Irving Fisher.
Saran
Karena uang sangat signifikan dalam meningkatkan inflasi maka bank sentral
harus lebih berhati-hati dalam mengatur JUB karena kelebihan JUB berakibat pada
pengaruh JUB ini terhadap inflasi karena kenaikan pendapatan yang lebih kecil
KEPUSTAKAAN
Aliasuddin. 2002. Pengujian netralitas uang jangka panjang di Indonesia. Mon Mata.
45, 1-12.
Anderson, L. and D. Karnovsky. 1972. The appropriate time frame for controlling
monetary aggregates: The St. Louis evidence. In Federal Reserve Bank of
Boston (ed.) Controlling Monetary Aggregate II: The implementation,
Conference Series No. 9. Boston: Federal Reserve Bank of Boston.
Fisher, M.E. and J.J. Seater. 1993. Long-run neutrality and superneutrality in an
ARIMA framework. American Economic Review, 83, 402-15.
Friedman, M. and A.J. Schawartz. 1969. The definition of money: Theoretical and
empirical problems. Journal of Money, Credit and Banking, 1(1), 1-14.
………… 1982. Monetary Trends in the United State and the United Kingdom.
Chicago: University of Chicago Press.
Leong, K. and M. McAleer. 2000. Testing long-run neutrality using intra-year data.
Applied Economics, 32, 25-37.
Lucas, R.E., Jr. 1980. Two illustration of the quantity theory of money. American
Economic Review, 70, 1005-14.
Mills, T.C. 1982. Signal extraction and two illustration of the quantity theory.
American Economic Review, 72, 1162-8.
Phillips, P.C.B. and P. Perron. 1988. Testing for a unit root in time series regression.
Biometrica, 75(2), 335-46.
Wallace, F.H. 1999. Long-run neutrality of money in the Mexican economy. Applied
Economics Letters, 6, 637-9.