Anda di halaman 1dari 13

UANG DAN INFLASI DI INDONESIA:

ANALISIS JANGKA PANJANG

Oleh: Aliasuddin

Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

ABSTACT
Most of studies on long-run neutrality of money proved that money does not play

a significant role in increase the output (income). A few of the studies do not support

the long-run neutrality of money. According to these, this study tries to find out the

role of money on inflation in Indonesia. The model of Fisher and Seater is used in this

study. This study uses the monthly data of inflation and money supply in Indonesia

over the period 1990.1 to 2001.12.

The results of the study show that money supply has a significant effect on

increase inflation in the long-run in Indonesia. The effects of money supply increase

the inflation month to month, indicates that money push the inflation up continuously

and increasingly. The effect of money supply becomes bigger and bigger until the end

of the last month. The coefficients of M1 and M2 go to one in the long-run.

According to the results, central bank should take into account the money supply in

every monetary policy in order to avoid inflation in the long-run.

Keywords: money, inflation, monetary policy.

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


PENDAHULUAN
Tiga kebijakan pemerintah di bidang moneter yang dilakukan oleh bank sentral

menggunakan jumlah uang beredar (JUB) sebagai variabel antara yang paling utama.

Ketiga kebijakan tersebut adalah pengaturan cadangan wajib minimum bank-bank

umum (cash ratio atau reserve requirement – RR), jual-beli surat-surat berharga (open

market operation – OMO), dan pengaturan tingkat suku bunga (rediscount rate policy –

RRP). Ketiga variabel ini dikenal dengan istilah variabel kebijakan (policy variables).

Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (output

dan pendapatan), stabilitas harga (inflasi), dan perluasan kesempatan kerja. Ketiga

variabel ini dikenal dengan nama variabel target.

Bank sentral dapat menggunakan variabel kebijakan ini secara parsial atau

simultan untuk mencapai target yang lebih optimal. Untuk mencapai pertumbuhan

ekonomi, bank sentral dapat menurunkan RR agar bank-bank umum mempunyai

kemampuan yang lebih besar untuk menambah JUB melalui pemberian kredit kepada

dunia usaha sehingga dunia usaha dapat meningkatkan kemampuan usahanya.

Peningkatan ini akan menambah jumlah kesempatan kerja yang pada gilirannya

mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat

berarti peningkatan perekonomian. Namun, penurunan RR ini bisa berakibat pada

peningkatan harga-harga karena peningkatan JUB diiringi oleh peningkatan

permintaan, jika jumlah barang yang ada tidak seimbang dengan pertambahan JUB dan

peningkatan permintaan tersebut. Jika terjadi peningkatan harga-harga umum maka

akan terjadi inflasi. Begitu pula sebaliknya, peningkatan RR menyebabkan

menurunnya kemampuan bank-bank umum untuk menciptakan kredit sehingga JUB

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


menurun dan harga-harga menuju posisi keseimbangan seperti sebelum terjadi

kenaikan harga-harga.

OMO dapat pula digunakan untuk mencapai target yang ditetapkan oleh

pemerintah. Peningkatan penjualan surat-surat berharga kepada bank-bank umum

yang dilakukan oleh bank sentral akan menarik dana yang tersedia di bank-bank

umum. Karena dana masyarakat di bank-bank umum berkurang, maka bank-banak

umum berusaha menarik dana lainnya dari masyarakat melalui peningkatan suku

bunga. Akibatnya, JUB berkurang dan harga-harga menurun. Bila keadaan

sebaliknya, pembelian surat-surat berharga dari bank-bank umum akan menambah

JUB. Peningkatan JUB berakibat pada peningkatan daya beli masyarakat yang pada

gilirannya mampu mendorong harga-harga pada tingkat harga yang lebih tinggi.

Terakhir, piranti ketiga yang dapat digunakan oleh bank sentral adalah

pengaturan tingkat suku bunga. Pada saat inflasi yang disebabkan oleh peningkatan

JUB maka bank sentral dapat meningkatkan suku bunga. Peningkatan suku bunga

akan menarik minat masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank-bank umum

sehingga JUB mengalami penurunan. Penurunan JUB mengakibatkan penurunan

harga-harga umum (inflasi). Sebaliknya, JUB dapat ditingkatkan melalui penurunan

tingkat suku bunga. Penurunan suku bunga menyebabkan adanya penarikan simpanan

masyarakat yang ada di bank-bank umum sehingga JUB meningkat dan harga-harga

kembali pada posisi normal. Namun di Indonesia dewasa ini, kebijakan tersebut tidak

dilakukan secara langsung oleh bank sentral karena bank sentral telah memberikan

kebebasan kepada bank-bank umum untuk mengatur tingkat suku bunga sendiri sesuai

dengan persaingan antar-bank. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 1 Juni 1983 melalui

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


kebijakan deregulasi perbankan. Penentuan suku bunga tersebut harus dalam batas-

batas yang masih dijamin oleh bank sentral bila bank tersebut ditutup atau dibekukan

oleh pemerintah.

Berdasarkan uraian ini diketahui ada satu variabel perantara yang berperan sangat

penting dalam kebijakan moneter yaitu JUB. Pengaturan JUB sangat penting karena

melalui JUB variabel target dapat dicapai atau gagal sama sekali. Kelompok Keynes

meyakini bahwa uang sangat berperan dalam perekonomian sedangkan kaum klasik

menyatakan sebaliknya, uang tidak berperan sama sekali dalam jangka panjang, justru

uang adalah faktor penyebab terjadinya kenaikan harga-harga. Perbedaan pandangan

antara kedua kelompok ini harus dijelaskan secara empiris untuk mengatahui secara

pasti bagaimana fungsi uang ini terhadap variabel-variabel target ini.

Kegagalan uang dalam meningkatkan output (pendapatan) telah banyak

dibuktikan oleh penelitian empiris di banyak negara. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Lucas (1980), Mills (1982), Geweke (1982, 1986) menyatakan bahwa uang tidak

berperan terhadap produksi. Friedman dan Schawartz (1982), Anderson dan

Karnovsky (1972), Kormendi dan Meguire (1984) menyimpulkan hasil yang sama

dengan penelitian terdahulu. Wallace (1999), Fisher dan Seater (1993) mendukung

kesimpulan terdahulu. Hanya sedikit yang tidak mendukung netralitas uang terhadap

output. Studi Leong dan McAleer (2000), misalnya, yang dilakukan di Australia

memperoleh hasil yang bertolak belakang dengan penelitian terdahulu. Perbedaan

hasil penelitian juga ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh Olekanls (1996).

Aliasuddin (2002) telah berusaha mengkaji seberapa besar pengaruh uang

terhadap output (pendapatan) dalam jangka panjang di Indonesia. Hasil studinya

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


memperlihatkan bahwa uang tidak mempunyai peran terhadap output dalam jangka

panjang di Indonesia. Uang hanya berperan dalam meningkatkan pendapatan pada

jangka pendek saja dan pengaruhnya semakin mengecil dan tidak berpengaruh lagi

setelah tahun ke-empat. Kajian tersebut dilakukan untuk periode dari tahun 1965

hingga 2000. Berdasarkan pada hasil ini ternyata bahwa sangat banyak kajian yang

mendukung bahwa uang tidak berperan terhadap produksi dalam jangka panjang.

Karena peningkatan JUB tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan (output),

maka peningkatan JUB bisa berakibat pada peningkatan harga-harga umum (inflasi).

Oleh karena itu, kajian tentang peranan uang terhadap inflasi sangat perlu mengingat

JUB adalah variabel antara kebijakan yang utama. Ada kemungkinan peningkatan

uang justru meningkatkan inflasi. Hal ini sangat beralasan karena Irving Fisher telah

menyatakan bahwa JUB proporsional dengan harga. Peningkatan JUB sebesar 10

persen akan berakibat pada peningkatan harga sebesar 10 persen pula. Hubungan ini

telah umum dikenal dan dinyatakan dalam persamaan berikut

MV = PT (1)

Persamaan (1) menyatakan bahwa nilai output yang dihasilkan sama dengan JUB

dikali transaksi yang terjadi. Diasumsikan bahwa V konstan karena pola kebiasaan

pembayaran relatif sama. Bila persamaan (1) dinyatakan dalam bentuk hubungan

antara JUB dan harga, maka persamaan tersebut menjadi

P = MV/T (2)

Karena V diasumsikan tetap dan bila T juga diasumsikan tetap maka hubungan

harga dan JUB adalah proporsional seperti yang dinyatakan oleh Irving Fisher.

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


Kenaikan JUB proporsional terhadap kenaikan harga (inflasi). Berdasarkan persamaan

(2) jelas bahwa JUB bersifat inflasioner dan untuk itu perlu pembuktian terhadap

pernyataan tersebut melalui penelitian empiris.

Penelitian tentang peran uang terhadap inflasi relatif sedikit dibandingkan dengan

peranan uang terhadap output. Kebanyakan studi memfokuskan pada pengaruh

kebijakan moneter atau fiskal terhadap variabel-variabel sektor keuangan.

Berdasarkan kondisi seperti ini maka tulisan ini bermaksud membahas peranan uang

terhadap inflasi dalam jangka panjang di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Model Fisher dan Seater (1993) telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti

di banyak negara untuk menguji netralitas uang dalam jangka panjang, karena model

ini sangat sesuai dan mudah untuk diestimasi dengan OLS. Oleh karena itu, penelitian

ini juga menggunakan model yang dikemukan oleh Fisher dan Seater (1993). Kajian

difokuskan pada M1 dan M2 dalam jangka panjang dan pengaruhnya terhadap inflasi.

Data inflasi yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Misalkan m

sebagai log JUB dan π sebagai inflasi, maka model kajian ini dapat dinayatakan

sebagai:

a(L)(m)mt = b(L) (π)πt + ut


(3)
d(L)( π) π t = c(L) ( m)mt + wt

dengan L sebagai operator lag, a(L), b(L), c(L) dan d(L) sebagai polinomial lag

terdistribusi (distributed lag polynomial), dan (m) dan (π) adalah order integrasi JUB

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


dan inflasi. Vektor (ut dan wt)’ diasumsikan terdistribusi secara identik dan bebas (iid)

dengan rata-rata sama dengan nol dan kovarians . Jika suatu variabel stasioner

sekitar trend deterministik, maka akan diperlakukan sebagai I(0). Untuk lag

terdistribusi a(L) dan d(L), ditentukan pembatasannya sama dengan a0=d0=1, dan b0

dan c0 tidak dibatasi.

Parameter-parameter bagian kedua persamaan (3) mengindikasikan nilai-nilai

stasioner π selama periode penelitian yang dijelaskan oleh stasioneritas nilai-nilai m

antar-waktu. Pendefinisian netralitas uang jangka panjang terhadap inflasi (NUJPTI)

dapat dilakukan dengan menggunakan derivasi ( π)


π t (LRD) terhadap perubahan-

perubahan pada (m)mt. Derivasi tersebut dapat dinyatakan sebagai:

LRD , m  k lim 0
 
 ( ) t  k / ut
 
 ( m ) mt  k / ut

di mana penyebut dari persamaan di atas diasumsikan tidak sama dengan nol. LRD π,m

dapat didefinisikan sebagai efek permanen jangka panjang m terhadap π dibagi dengan

efek permanen jangka panjang terhadap m itu sendiri. Nilai tertentu dari LRD π,m

tergantung pada (m) dan (π). Jika (m)  1 dan (π)  1, maka terdapat perubahan-

perubahan permanen pada mt dan πt. Jika kedua variabel mempunyai integrasi yang

sama, (m)=( π), maka LRD π,m dapat diperlakukan sebagai elastisitas jangka panjang π

terhadap m dan dapat dievaluasi dengan menggunakan respon impuls seperti pada

persamaan (3). Kasus khusus terjadi jika (m)=( π)=1, maka LRDy,m = c(1)/d(1). Uang

bersifat netral terhadap inflasi dalam jangka panjang jika LRDy,m = , di mana =1 jika

π merupakan variabel nominal dan =0 jika π merupakan variabel riil.


Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.
Jika variabel pengganggu (error terms) ut dan wt dalam model ARIMA tidak

berkorelasi, atau jika uang eksogen, maka c(1)/d(1) adalah koefisien frekuensi-nol

dalam regresi (π)πt terhadap (m)mt. Nilai c(1)/d(1) dapat diestimasi dengan

menggunakan estimator Barlett dari koefisien regresi frekuensi-nol. Estimator tersebut

diberikan oleh limk k, di mana k adalah koefisien slope pada regresi berikut:

 k   k 
   t  j    k   k   mt  j    kt
( ) ( m)
(4)
 j 0   j 0 

Jika (m)=(π)=1, adalah kasus yang memungkinkan pengujian NUJPTI, maka

persamaan (4) diestimasi dengan model:

(πt – πt-k-1) = k + k(mt – mt-k-1) + kt (5)

Estimasi terhadap persamaan (5) dilakukan dengan menggunakan data bulanan

JUB (M1 dan M2) dan IHK digunakan sebagai variabel inflasi. Data tersebut dimulai

dari bulan Januari 1990 hingga Desember 2001. Data yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan

oleh Bank Indonesia. Data tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma alamiah, karena

datanya berbentuk nominal, maka pengujian netralitas dilakukan terhadap =1.

HASIL PENELITIAN

Hasil Uji Unit Root

Pengujian pengaruh JUB terhadap inflasi dapat dilakukan jika persyaratan teoritis

terhadap nonstasioneritas telah terpenuhi. Model yang digunakan mensyaratkan bahwa


Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.
variabel-variabel yang digunakan dalam model tersebut harus paling tidak terintegrasi

dengan order satu dan semua variabel mempunyai integrasi yang sama. Untuk

memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji unit root. Hasil uji data normal

menunjukkan bahwa baik M1, M2 maupun IHK tidak stasioner. Oleh karena itu,

dilakukan pendeferensian satu kali dan diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan uji

Phillips-Perron (PP) hasilnya cukup baik karena data sudah memenuhi persyaratan

yang telah ditentukan. Hasil uji ini disajikan di Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Unit Root

Nilai Statistik Unit Root


Variabel
Tanpa Trend Dengan Trend
M1 -2,70* -4,27*
M2 -4,24* -4,65*
IHK -8,36* -8,32*
* Nilai kritis untuk α = 5%, masing-masing sebesar -2,57 untuk tanpa trend dan -3,13
dengan trend.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa hasil uji masing-masing data yang telah

dideferensiasikan satu kali signifikan baik dengan maupun tanpa trend karena nilai

absolut statistik unit root lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian, persamaan

(5) dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh JUB terhadap inflasi dalam jangka

panjang di Indonesia.

Hasil Estimasi

Estimasi pengaruh JUB terhadap inflasi dilakukan dengan menggunakan

persamaan (5). Estimasi dilakukan, pertama, antara inflasi dengan M1, kedua, inflasi

dengan M2. Penentuan jumlah k dilakukan sesuai dengan persyaratan teoritis dari

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


model itu sendiri, yaitu sebanyak sepertiga dari jumlah sampel. Karena sampel ini dari

Januari 1990 hingga Desember 2001, maka jumlah sampel sebanyak 144. Dengan

demikian maka jumlah k dalam penelitian ini sebanyak 48. Hasil estimasi

selengkapnya disajikan di Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Estimasi Pengaruh JUB terhadap Inflasi

Inflasi – M1 Inflasi – M2 Inflasi – M1 Inflasi – M2


k P- P- k P- P-
βk βk βk βk
Value Value Value Value
1 0,3957 0.000 0,2815 0.000 25 0,4726 0.000 0,4119 0.000
2 0,4258 0.000 0,3281 0.000 26 0,4730 0.000 0,4154 0.000
3 0,4390 0.000 0,3508 0.000 27 0,4733 0.000 0,4132 0.000
4 0,4467 0.000 0,3646 0.000 28 0,4737 0.000 0,4138 0.000
5 0,4518 0.000 0,3738 0.000 29 0,4740 0.000 0,4143 0.000
6 0,4553 0.000 0,3804 0.000 30 0,4743 0.000 0,4149 0.000
7 0,4580 0.000 0,3854 0.000 31 0,4746 0.000 0,4154 0.000
8 0,4601 0.000 0,3893 0.000 32 0,4748 0.000 0,4159 0.000
9 0,4618 0.000 0,3925 0.000 33 0,4751 0.000 0,4161 0.000
10 0,4632 0.000 0,3952 0.000 34 0,4753 0.000 0,4165 0.000
11 0,4644 0.000 0,3974 0.000 35 0,4755 0.000 0,4170 0.000
12 0,4655 0.000 0,3993 0.000 36 0,4758 0.000 0,4174 0.000
13 0,4664 0.000 0,4009 0.000 37 0,4760 0.000 0,4179 0.000
14 0,4671 0.000 0,4023 0.000 38 0,4763 0.000 0,4183 0.000
15 0,4678 0.000 0,4036 0.000 39 0,4766 0.000 0,4188 0.000
16 0,4684 0.000 0,4047 0.000 40 0,4769 0.000 0,4192 0.000
17 0,4690 0.000 0,4057 0.000 41 0,4772 0.000 0,4196 0.000
18 0,4695 0.000 0,4067 0.000 42 0,4776 0.000 0,4201 0.000
19 0,4700 0.000 0,4076 0.000 43 0,4781 0.000 0,4207 0.000
20 0,4705 0.000 0,4084 0.000 44 0,4786 0.000 0,4213 0.000
21 0,4710 0.000 0,4092 0.000 45 0,4792 0.000 0,4219 0.000
22 0,4714 0.000 0,4099 0.000 46 0,4798 0.000 0,4226 0.000
23 0,4718 0.000 0,4106 0.000 47 0,4797 0.000 0,4225 0.000
24 0,4722 0.000 0,4113 0.000 48 0,4796 0.000 0,4225 0.000
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa JUB sangat signifikan terhadap inflasi,

baik M1 maupun M2. M1 mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap inflasi

dibandingkan dengan M2. Pengaruh M1 terhadap inflasi mengalami peningkatan dari

bulan pertama hingga bulan ke-48. Bila pada bulan pertama koefisien pengaruh M1

terhadap inflasi sebesar 0,3957 mengalami peningkatan secara terus menerus dan

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


mencapai 0,4796 pada bulan terakhir. Pengaruh M1 ini sangat signifikan karena P-

value dari semua koefisien sama dengan nol, di mulai dari bulan pertama hingga bulan

terakhir. Hasil ini memperlihatkan bahwa M1 sangat berpengaruh terhadap inflasi

dalam jangka panjang di Indonesia.

Sementara itu, M2 juga berpengaruh terhadap inflasi walaupun koefisien M2 ini

relatif lebih kecil dibandingkan dengan M1. Pengaruh M2 ini juga mengalami

peningkatan secara terus menerus dari bulan pertama hingga bulan terakhir. Koefisien

M2 ini mengalami percepatan peningkatan melebihi M1. Bila pada bulan pertama M2

mempunyai koefisien sebesar 0,2815 yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien M1, tetapi pada bula terakhir perbedaan koefisien antara M1 dan M2 tidak

begitu besar. Hal ini memperlihatkan bahwa kemampuan M2 lebih besar sebagai

faktor penyebab inflasi dibandingkan dengan M1.

Ada hal relatif baik bahwa penyataan Fisher bahwa JUB proporsional dengan

inflasi tidak terbukti karena koefisien M1 dan M2 inelastis, sedangkan Fisher

menyatakan proporsional (unitary elastic). Walaupun demikian, ada kecenderungan

JUB ini menuju ke koefisien sama dengan satu terutama dalam jangka panjang karena

sifat koefisien M1 dan M2 divergen.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Model pengaruh JUB terhadap inflasi dapat digunakan karena persyaratan dari

model tersebut dipenuhi. Karena model tersebut dapat digunakan dalam estimasi dan

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


hasilnya juga signifkan baik secara teori maupun secara statistik maka model tersebut

dapat digunakan sebagai alat estimasi dan hasilnya dapat diinterpratasikan dan

disimpulkan.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa JUB sangat berpengaruh terhadap

inflasi di Indonesia dalam jangka panjang. Pengaruh JUB tidak hanya berasal dari M1

tetapi juga M2. Pengaruh tersebut semakin lama semakin besar. Hal ini terlihat dari

koefisien M1 dan M2 yang semakin besar pada akhir periode. Dengan demikian maka

pengaturan JUB sangat signifikan terhadap inflasi. Peningkatan JUB diikuti secara

langsung oleh inflasi, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Irving Fisher.

Saran

Karena uang sangat signifikan dalam meningkatkan inflasi maka bank sentral

harus lebih berhati-hati dalam mengatur JUB karena kelebihan JUB berakibat pada

peningkatan harga-harga sedangkan pendapatan tidak mengalami peningkatan.

Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral harus memperhitungkan

pengaruh JUB ini terhadap inflasi karena kenaikan pendapatan yang lebih kecil

dibandingkan dengan kenaikan harga-harga menyebabkan pendapatan riil masyarakat

mengalami penurunan yang signifikan.

KEPUSTAKAAN

Aliasuddin. 2002. Pengujian netralitas uang jangka panjang di Indonesia. Mon Mata.
45, 1-12.

Anderson, L. and D. Karnovsky. 1972. The appropriate time frame for controlling
monetary aggregates: The St. Louis evidence. In Federal Reserve Bank of
Boston (ed.) Controlling Monetary Aggregate II: The implementation,
Conference Series No. 9. Boston: Federal Reserve Bank of Boston.

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.


Bank Indonesia. Beberapa penerbitan. Statistik Ekonomi dan Keuanan Indonesia.
Jakarta: BI.

Fisher, M.E. and J.J. Seater. 1993. Long-run neutrality and superneutrality in an
ARIMA framework. American Economic Review, 83, 402-15.

Friedman, M. and A.J. Schawartz. 1969. The definition of money: Theoretical and
empirical problems. Journal of Money, Credit and Banking, 1(1), 1-14.

………… 1982. Monetary Trends in the United State and the United Kingdom.
Chicago: University of Chicago Press.

Geweke, J. 1982. Measurement of linear dependence and feedback between multiple


time series. Journal of the American Statistical Association, 77, 304-13.

………… 1986. The implementation of money in the United States: An interpretation


of the evidence. Econometrica, 54, 1-21.

Kormedi, R.C. and P.G. Meguire. 1984. Cross-regime evidence of macroeconomic


rationality. Journal of Political Economy, 92, 875-908.

Leong, K. and M. McAleer. 2000. Testing long-run neutrality using intra-year data.
Applied Economics, 32, 25-37.

Lucas, R.E., Jr. 1980. Two illustration of the quantity theory of money. American
Economic Review, 70, 1005-14.

Mills, T.C. 1982. Signal extraction and two illustration of the quantity theory.
American Economic Review, 72, 1162-8.

Olekalns, N. 1996. Some further evidence on the long-run neutrality of money.


Economics Letters, 50, 393-8.

Phillips, P.C.B. and P. Perron. 1988. Testing for a unit root in time series regression.
Biometrica, 75(2), 335-46.

Wallace, F.H. 1999. Long-run neutrality of money in the Mexican economy. Applied
Economics Letters, 6, 637-9.

Jurnal Manajemen dan Pembangunan, Volume 6, Nomor 4, 2007, halaman 1938–1944.

Anda mungkin juga menyukai