Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit
gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang
berkembang lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak balita,
ibu yang sedang mengandung dan menyusui. Penderita KEP memiliki
berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan
energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat
kekurangan tersebut timbul keadaan KKP pada derajat yang ringan sampai
yang berat (Adriani & Wijatmadi, 2012). Pada fase lanjut anak balita yang
menderita KEP akan rentan terhadap penyakit infeksi, pembekakan hati,
kelainan organ dan fungsinya, peradangan kulit serta gangguan
pertumbuhan otak (Nency&Arifin, 2005). Selain itu, dampak dari KEP
pada anak balita dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga anak
sering sakit (WHO,2002).
KEP sendiri merupakan salah satu masalah gizi terutama pada
balita di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan
prevalensi status gizi anak balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari
tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8%dari tahun
2007, tetapi prevalensi pendek naik 1,2% dari tahun 2007. Prevalensi
sangat kurus turun 0,9% tahun 2007. Prevalensi kurus turun 0,6% dari
tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1% dari tahun 2010 dan turun 0,3%
dari tahun 2007 dan berdasarkan Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 terlihat
adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi anak balita pandek-kurus,
meningkatnya anak balita pendek-normal (2,1%) dan normal-gemuk
(0,3%) dari tahun 2010, sebaliknya, ada kecenderungan penurunan

1
prevalensi pendek-gemuk (0,8%), normal kurus (1,5%) dan normal-normal
(0,5%) dari tahun 2010.
Masalah KEP selalu berhubungan dengan masalah pangan selain
disebabkan oleh faktor beberapa faktor seperti, pendidikan, sosial
ekonomi, geografi dan iklim, aspek kesehatan seperti infeksi, kebersihan
lingkungan dan pelayanan kesehatan juga mempengaruhi status gizi.
Tingkat kecukupan gizi penduduk bergantung pada kemampuan penduduk
untuk membeli pangan agar memenuhi kebutuhan pangan yang seimbang
dengan kebutuhan pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan
bergantung pada kemampuan untuk mendapatkan penghasilan menurut
kesempatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan. Juga produktivitas
tinggi bergantung pada kondisi fisik untuk tetap hidup sehat yang sangat
dipengaruhi oleh konsumsi gizi yang seimbang setiap harinya
(Azwar,2001).
Berbagai upaya untuk menanggulangi kejadian KKP terdapat dua
cara yaitu penangganan medis dan non medis, berikut ini contoh
penangganan secara non medis dengan cara pemberdayaan keluarga,
perbaikan lingkungan, menjaga ketersediaan pangan, perbaikan pola
konsumsi dan pengembangan pola asuh, memberikan PMT penyuluhan.
Sedangkan penanggulangan secrara medis dapat dilakukan dengan cara
pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di Pukesmas,
dan revitalisasi Posyandu. Meskipun berbagai upaya telah dilakuakan,
namun tetap saja kasus bermunculan di setiap tahunnya.Hal ini disebabkan
kompleksnya penyebab KKP itu sendiri.
Mengingat pentingnya pengetahuan akan KKP tersebut, maka kami
menyusun makalan yang berjudul “Diet pada Klien dengan Gangguan
Kurang Kalori Protein” ini yang didalamnya memaparkan hal-hal ynag
berhubungan dengan KKP itu sendiri.

2
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang diet pada
klien dengan gangguan kurang kalori dan protein
Tujuan Khusus :
Mahasiswa mampu mengerti, memahami dan menyusun makalah
diet pada klien dengan gangguan kurang kalori dan protein yang terdiri
dari :
1. Konsep diet pada gangguan kurang kalori dan protein.
2. Tujuan diet gangguan kurang kalori dan protein.
3. Syarat diet gangguan kurang kalori dan protein.
4. Prinsip diet gangguan kurang kalori dan protein.
5. Pengelolaan diet pada gangguan kurang kalori dan protein.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Gangguan Kurang Kalori Protein


1. Definisi Kurang Kalori Potein
Kekurangan kalori protein adalah kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Pudjiani, 2000).
Menurut I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah
umum yang meliputi malnutrisi, yaitu gizi kurang dan gizi buruk.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak dapatkan asupan gizi
yang cukup, malnutrisi bisa juga disebut kaeadaan yang karena oleh
ketidakseimbangan diantara mengambil makanan dengan kebutuhan
gizi untuk mempertahanankan kesehatan (Oxford medis kampus,2007).
KKP sendiri lebih sering dijumpai pada anak prasekolah (Soekirman,
2000).
2. Klasifikasi Kurang Kalori Protein
Menurut Kemenkes RI, klasifikasi KEP didasarkan pada
indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan
indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori dan
ambang batas status gizi anak adalah sebagaimana yang terdapat
pada tabel di bawah ini:

Kategori Status Ambang Batas


Indeks
Gizi (z-score)

Berat Badan Gizi Buruk < -3 SD


menurut Umur Gizi Kurang -3 SD s/d < -2 SD
(BB/U)
Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD

4
Anak Umur 0 – 60 Gizi Lebih >2 SD
bulan
Panjang Badan Sangat Pendek < -3 SD
menurut Umur Pedek -3 SD s/d < -2 SD
(PB/U) atau Tinggi
Normal -2 SD s/d 2 SD
Badan menurut
Tinggi >2 SD
Umur (TB/U) Anak
Umur 0 – 60 Bulan

Berat Badan Sangat Kurus < -3 SD


menurut Panjang Kurus -3 SD s/d < -2 SD
Badan (BB/PB)
Normal -2 SD s/d 2 SD
atau Berat Badan
Gemuk >2 SD
menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Anak Umur 0–
60 Bulan

Indeks Massa Sangat Kurus < -3 SD


Tubuh menurut Kurus -3 SD s/d < -2 SD
Umur (IMT/U)
Normal -2 SD s/d 2 SD
Anak Umur 0 – 60
Gemuk <2 SD
Bulan
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor:1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak.

Berdasarkan gejalanya, KEP dibagi menjadi dua jenis, yaitu


KEP ringan dan KEP berat. Kejadian KEP ringan sering terjadi pada
anak-anak pada masa pertumbuhan. Gejala klinis yang muncul
diantaranya adalah pertumbuhan linier terganggu atau terhenti,
kenaikan berat badan berkurang atau terhenti, ukuran lingkar lengan

5
atas (LILA) menurun, dan maturasi tulang terhambat. KEP ringan ini
juga disebut sebagai gizi kurang (undernutrition).
Keadaan patologi menujukkan perubahan tubuh, seperti muncul
edema karena penderita memiliki lebih banyak cairan ekstraselular.
Konsentrasi kalium tubuh menurun sehingga menimbulkan gangguan
metabolik tubuh. Kelainan yang ditunjukkan pada organ tubuh
penderita KEP diantaranya adalah permukaan organ pencernaan
menjadi atrofis sehingga pencernaan makanan menjadi terganggu dan
dapat timbul gangguan absorbsi makanan dan sering mengalami diare.
Pada jaringan hati terdapat timbunan lemak sehingga hati terlihat
membesar. Pankreas tampak mengecil, akibatnya produksi enzim
pankreas mengalami gangguan. Pada ginjal terjadi atrofis sehingga
terjadi perubahan fungsi ginjal seperti berkurangnya filtrasi. Pada
sistem endokrin, biasanya sekresi insulin rendah, hormon pertumbuhan
meningkat, TSH meningkat, tetapi fungsi tiroid menurun (Par’i, 2016).
KEP berat terdiri dari tiga tipe, yaitu kwashiorkor, marasmus,
dan marasmik-kwashiorkor.
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk MEP (Malnutrisi Energi
Protein) yang terjadi ketika anak disapih dengan diet rendah protein,
tetapi jumlah energi dari sumber energi karbohidrat tidak memadai
(Chris Brooker, 2009). Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada
usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak yang
terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak
seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor dapat terjadi
pada konsumsi energi yang cukup atau lebih.
Penyebab utama kwashiorkor adalah makanan yang sangat
sedikit mengandung protein (terutama protein hewani), kebiasaan
memakan makanan berpati terus-menerus, kebiasaan memakan
makanan sayuran yang mengandung karbohidrat.
Penyebab kwashiorkor yang lain yaitu :

6
1) Adanya pemberian makanan yang buruk yang mungkin
diberikan oleh ibu karena alasan : miskin, kurang
pengetahuan, dan adanya pendapat yang salah tentang
makanan.
2) Adanya infeksi, misalnya :
a) Diare akan menganggu penyerapan makanan
b) Infeksi pernafasan (termasuk TBC dan batuk rejan) yang
menambah kebutuhan tubuh akan protein dan dapat
mempengaruhi nafsu makan.
c) Kekurangan ASI
Gejala yang terjadi untuk penderita kwashiorkor adalah
pertumbuhan terhalang dan badan bengkak, tangan, kaki, wajah
tambak sembab dan ototnya kendur. Wajah tampak bengong dan
pandangan kosong, tidak aktif dan sering menangis. Rambut
menjadi berwarna lebih terang atau coklat tembaga. Perut buncit,
serta kaki kurus dan bengkok. Karena adanya pembengkakan,
maka tidak terjadi penurunan berat badan, tetapi pertambahan
tinggi terhambat. Lingkar kepala mengalami penurunan. Serum
albumin selalu rendah, bila turun sampai 2,5 ml atau lebih rendah,
mulai terjadi pembengkakan (Budiyanto, 2002).
Pada penderita kwashiorkor mengalami gangguan sistem
gastrointestinal, seperti penderita menolak semua makanan
sehingga kadang makanan harus melalui sonde lambung. Penderita
kwashiorkor mudah mengalami kelainan kulit yang khas (crazy
pavement dermatosis), yaitu munculnya kelainan dimulai dari
bintik-bintik merah bercampur bercak, lama-kelamaan menghitam
kemudian mengelupas. Kejadian ini umumnya terjadi di punggung,
pantat, dan sekitar vulva yang selalu membasah karena keringat
atau urin. Pada hati terjadi pembesaran, terkadang batas
pembesaran sampai ke pusar, hal ini disebabkan karena sel-sel hati
terisi lemak. Penderita kwashiorkor juga menderita anemia.

7
Albumin dan globulin serum sedikit menurun di bawah 2, terkadag
sampai 0. Kadar kolesterol serum rendah, hal ini mungkin
disebabkan karena asupan gizi yang rendah atau terganggunya
pembetukan kolesterol tubuh (Par’i, 2016).
Tanda-tanda klinik kwashiorkor berbeda pada masing-
masing anak, dan dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Selalu ada
Gejala ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan
diagnose pada anak umur 1-3 tahun karena kemungkinan telah
mendapat makanan yang mengandung banyak karbohidrat.
a) Kegagalan pertumbuhan
b) Oedema pada tungkai bawah dan kaki, tangan, punggung
bawah, kadang-kadang muka.
c) Otot-otot menyusut tetapi lemak dibawah kulit disimpan.
d) Kesengsaraan
e) Sukar diukur, dengan gejala awal anak menjadi rewel
diikuti dengan perhatian yang kurang.
2) Biasanya ada
Satu atau lebih dari tanda ini biasanya muncul,tetapi
tidak satupun yang betul-betul memerlukan diagnosis.
a) Perubahan rambut
Warnanya lebih muda(coklat,kemerah-merahan,mendakati
putih),lurus,jarang halus,mudah lepas bila ditarik.
b) Warna kulit lebih muda
c) Tinja lebih encer
Akibat gangguan penyerapan makanan,terutama gula.
d) Anemia yang tidak berat
Jika berat biasanya ada kemungkinan infeksi cacing atau
malaria.

3) Kadang-kadang ada

8
Satu atau lebih dari gejala berikut kadang-kadang
muncul,tetapi tidak ada satupun yang betuk-betul membentuk
diagnosis.
a) Ruang atau bercak –bercak berserpih
b) Ulkus dan retakan
c) Tanda-tanda vitamin
b. Marasmus
Marasmus adalah gejala kelaparan yang hebat karena
makanan yang dikonsumsi tidak menyediakan energi yang cukup
untuk mempertahankan hidupnya sehingga badan menjadi sangat
kecil dan tinggal kulit pembalut tulang. Marasmus biasanya terjadi
pada bayi berusia setahun pertama. Hal ini terjadi apabila ibu tidak
dapat menyusui karena produksi ASI sangat rendah atau ibu
memutuskan untuk tidak menyusui bayinya.
Penyebab Marasmus antara lain:
1) Kurang asupan protein dan kalori
2) Gangguan makanan
3) Status kesehatan
4) Kondisi bawaan lahir
5) Ibu telah meninggal, sehingga mengakibatkan kegagalan laktasi
tanpa alternative lain untuk menyusui.
6) Kelaparan jangka panjang sebagai bagian dari perawatan medis
untuk diare.
7) Kurang makanan
8) Diare infektif, yang disebabkan oleh penggunaan botol susu
yang tidak steril.
Penderita akan mengalami penurunan berat badan yang
disertai dengan dehidrasi, kemudian disertai masalah saluran
pencernaan seperti diare kronis. Jika asupan makanan tidak
mencakupi dalam waktu yang lama, maka lambung akan mengalami
penyusutan. Marasmus juga identik dengan hilangnya masa lemak

9
dan otot sehingga seseorang dapat terlihat sangat kurus. Selain itu,
arsmus sering diawali dengan kelaparan dan beberapa gejala lain
diantaranya:
1) Kelelahan
2) Penurunan suhu tubuh
3) Gangguan emosi- tidak menunjukan rasa emosi
4) Mudah marah
5) Lesu
6) Perlambatan pernafasan
7) Tangan bergetar
8) Kulit kering dan kasar
c. Marasmik-kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor disebabkan karena makanan sehari-
hari kekurangan energi dan juga protein. Berat badan anak sampai
di bawah -3 SD sehingga telihat kurus, tetapi ada gejala edema,
kelainan rambut, kulit mengering dan kusam, otot menjadi lemah,
menurunnya kadar protein (albumin) dalam darah (Par’i, 2016).
3. Pemeriksaan Kurang Kalori Protein
Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk mengetahui
apakah seseorang mengalami kekurangan kalori protein. Mengkaji
status gizi sebaiknya menggunakan lebih dari satu parameter sehingga
hasil kajian lebih akurat. Pengkajian status gizi dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
a. Anamnesis
Hal-hal yang perlu diketahui antara lain: identitas, orang
terdekat yang dapat dihubungi, keluhan dan riwayat penyakit,
riwayat asupan makanan, riwayat operasi yang mengganggu asupan
makanan, riwayat penyakit keluarga, aktivitas sehari-hari, riwayat
buang air besar atau buang air kecil, dan kebiasaan lain yang dapat
mengganggu asupan makanan (Supariasa,2002).
b. Pengukuran Antopometri

10
Pengukuran antopometri adalah pengukuran tentang ukuran,
berat badan, dan proposi tubuh manusia dengan tujuan untuk
mengkaji status nutrisi dan ketersediaan energy pada tubuh serta
mendeteksi adanya masalah-masalaj nutrisi pada seseorang
(Nurachmah,2001).
Pengukuran antopometri yang dapat digunakan untuk
menentukan status gizi meliputi tinggi badan, berat badan, tinggi
lutut (knee high), tebal lipatan kulit (pengukuran skinfold), dan
lingkar lengan atas. Cara yang paling sedrhana dan banyak
digunakan adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
(Fatimah,2010).
Selain itu juga dapat dengan menggunakan pemeriksaan
biokimia seperti pengkajian kadar total limposit, serum albumin, zat
besi, serum,transferrin, kreatinin, hemoglobin, dan hematokrit. Atau
juga dapat menggunakan pemeriksaan klinis dengan menggunakan
konsep head-to-feet.
B. Tujuan diet pada penderita kekurangan kalori protein
1. Meningkatkan status gizi pasien sampai dengan Z-score
Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi
merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari.
Maka dari itu meningkatkan status gizi sampai dengan status Z score
bertujuan meningkatkan status gizi pada kondisi yang normal.
2. Membantu menaikkan berat badan kepada pasien
Memiliki tubuh dengan berat badan terlalu rendah merupakan
suatu masalah tersendiri bagi penderitanya, karena dapat menjadi
indikasi terjadinya kekurangan nutrisi atau malnutrisi. Sehingga untuk
penderita malnutrisi harus dilakukan diet yang bertujuan untuk
menambah berat badan bagi penderitanya agar dapat memiliki berat
badan kembali normal.
3. Memberikan makanan untuk koreksi mikronutrien

11
Mikronutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah sedikit, namun mempunyai peran yang sangat penting dalam
pmbentukan hormon, aktivitas enzim, serta mengatur fungsi imun dan
sistem reproduksi. Meskipun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit
mikronutrien sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama baik untuk diet
penderita malnutrisi kalori dan protein untuk koreksi mikronutrien.
C. Syarat diet pada penderita kekurangan kalori protein
1. Mengonsumsi lebih banyak kalori
Penderita kekurangan kalori protein memiliki masalah dalam
jumlah kalori yang diterima dan diproses oleh tubuh, sehingga dengan
mengonsumsi makanan dengan kalori tinggi diharapkan dapat
memperbaiki masalah gizi pada penderita kekurangan kalori protein.
Namun pada diet bagi penderita kekurangan kalori protein juga harus
diperhatikan, karena bagaimanapun penderita malnutrisi ini masih
memerlukan pengawasan dari ahli demi kesembuhan yang optimal.
2. Mengonsumsi makanan tinggi protein
Penderita kekurangan kalori protein tidak hanya memiliki
masalah pada asupan kalori saja, tetapi juga pada asupan protein
didalam tubuh. Oleh karena itu pengonsumsian makanan dengan tinggi
protein sangat dianjurkan pada diet dengan penderita kekurangan
kalori protein. Namun pengonsumsian makanan dengan tinggi protein
juga perlu diperhatikan dan dicermati.
3. Melalui tiga periode(stabilisasi, transisi, rehabilitasi)
Diet pada penderita kekurangan kalori protein juga tidak dalam
proses sekaligus, tetapi melalui beberapa tahap. Tahap yang pertama
yaitu stabilisasi meruakan tahap penstabilan atau usaha untuk membuat
keadaan penderita malnutrisi menjadi stabil terlebih dahulu. Tahap
yang selanjutnya adalah tahap transisi, merupakan fase peralihan dari
fase ditahap awal menuju fase ke yang lebih baik lagi. Dan fase yang
terakhir adalah fase rehabilitasi, yaitu fase dimana penderita malnutrisi

12
mencapai kondisi dalam kemampuan fisik ataupun psikologis yang
maksimal.
D. Prinsip diet pada penderita kekurangan kalori protein
1. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai
biologic tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.
Penderita malnutrisi harus mengonsumi kebutuhan gizi yang
cukup dan tepat, ini diperlukan demi keberlangsungam hidup otot atau
sel yang ada didalam tubuh dan organ. Karena tanpa terpenuhinya
elemen diatas maka masalah malnutrisi akan semakin akut, disebabkan
tidak normalnya fungsi organ dalam tubuh dengan baik.
2. Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan
diserap.
Penderita malnutrisi kalori protein tentu memiliki keadaan
pencernaan yang kurang baik dan melemah, sehingga sistem
pencernaan tidak optimal. Oleh karena itu diperlukan makanan dengan
keadaan yang mudah dicerna dan diproses sistem pencernaan. Dengan
begitu diharapkan proses pencernaan terjadi dengan lebih baik dan
tubuh dapat menyerap kandungan gizi yang dibutuhkan secara lebih
cepat dan opimal.
3. Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan
sangat rendah.
Kondisi pencernan penderita kekurangan kalori protein masih
sangat labil dan belum bekerja secara optimal, dengan begitu makanan
yang diberikan juga harus bertahap dan berkala agar tidak memberikan
beban yang terlalu berat pada sistem pencernaan yang belum optimal.
Makanan yang diberikan pun jangan makanan yang memerlukan
pencernaan yang berat karena mengingat kondisi sistem pencernaan
penderita malnutrisi masih belum stabil dan belum dapat bekerja
dengan baik.
4. Antibiotic diberikan jika terdapat penyakit penyerta.

13
Kondisi penderita malnutrisi yang masih belum stabil, juga
mempengaruhi kondisi kekebalan tubuh sang penderita. Oleh karean
itu antibiotik juga bisa diberikan kepada penderita demi menjaga dan
meningkatkan kekebalan tubuh. Akan tetapi pemberian antibiotic juga
perlu diberikan dalam batas wajar dan perlunya pengawasan ahli,
supaya tidak menimbulkan komplikasi yang lain dalam tubuh
penderita.
5. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan
gizi terhadap keluarga.
Setelah kondisi penderita dengan kekurangan kalori protein
sudah dapat teratasi, tindakan selanjutnya adalah dengan memberikan
pemantauan kepada penderita demi tercapainya kondisi sehat yang
diharapkan. Sosialisasi tentang gizi juga perlu diberikan kepada
keluarga dna lingkungan agar menambah pengetahuan tentang
pentingnya gizi bagi tubuh dan mencegah terjadi malnutrisi pada
generasi-generasi selanjutnya.
E. Pengelolaan diet pada gangguan kurang kalori protein
Dalam penanggulangan kasus KEP, diperlukan upaya-upaya
dalam perbaikan gizi yang tepat. Menurut Hardinsyah dalam Semnas Prani
kahGizi dan Kesehatan Reproduksi yang diadakan FKM UNDIP 4
Oktober2014, upaya-upaya dalam perbaikan gizi yaitu :
1. Perbaikan konsumsi pangan terutama pangan hewani (telur, daging,
ikan dan susu) dan buah.
2. Perbaikan suplemen gizi mikro terutama zat besi, kalsium, zink,
magnesium, tembaga, folat, B12, vitamin A, vitamin C (Tabur Giziatau
suplemen).
3. Peningkatan akses ekonomi (peluang usaha dan kerja serta peningkatan
pendapatan.
4. Pelayanan kesehatan yang berkualita.
5. Memperbaiki akses air minum, bersih dan sanitasi lingkungan
6. Prioritaskan perbaikan pada ibu dan anak disertai pemberdayaan

14
7. Peningkatan akses informasi gizi yang baik dan sesuai
8. Penyembuhan Kekurangan Energi dan Protein
9. Konsumsi makanan cukup karbohidrat dan protein dan tambahan energi
dan protein bagi yang sudah mengalami gizi kurang.
10. Formulasi makanan cukup karbohidrat dan protein bagi yangmengalami
gizi kurang.
11. Diet (Suplementasi) Tinggi Kalori (Energi) dan Tinggi Protein(TKTP).
12. Suplementasi vitamin B.
13. Konsumsi cukup sayur, buah, cairan
Perawatan gizi buruk dapat dilaksanakan di Puskesmas Perawatan
atau Rumah Sakit setempat dengan Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari
dokter, nutrisionis/ dietisien dan perawat, melakukan perawatan gizi buruk
dengan menerapkan 10 langkah tata laksana gizi buruk meliputi fase
stabilisas untuk mencegah / mengatasi hipoglikemia, hipotermi dan
dehidrasi, fase transisi, fase rehabilitasi untuk tumbuh kejar dan tindak
lanjut.
Nutrisi berperan penting dalam penyembuhan penyakit. Dengan
nutrisi akan memberikan makanan-makanan tinggi kalori, protein dan
cukup vitamin-mineral untuk mencapai status gizi optimal. Nutrisi gizi
buruk diawali dengan pemberian makanan secara teratur, bertahap, porsi
kecil, sering dan mudah diserap. Frekuensi pemberian dapat dimulai setiap
2 jam kemudian ditingkatkan 3 jam atau 4 jam. Penting diperhatikan aneka
ragam makanan, pemberian ASI bagi balita, makanan mengandung
minyak, santan, lemak dan buah- buahan.

1. Fase Stabilisasi

Bahan Makanan F75 F75 F75 M1/2

15
Skim 25gr - - 100 gr

Full cream - 35 gr - -

Susu segar - - 300 ml -

Gula pasir 70 gr 70 gr 70 gr 50 gr

Tep beras 35 gr 35 gr 35 gr -

Tempe - - - -

Minyak sayur 27 gr 17 gr 17 gr 25 gr

Margarine - - - -

Larutan elektrolit 20 ml 20 ml 20 ml -

Tambahan air s/d 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml

Kolom 2 dan 3 untuk diare persisten dan disentri


2. Fase Transisi

Bahan Makanan F100 Ml Mll

Skim - 100 gr 100 gr

Full cream 110 gr - -

Susu segar - - -

Gula pasir 50 gr 50 gr 50 gr

Tep beras - - -

Tempe - - -

Minyak sayur 30 gr 50 gr -

Margarine - - 50 gr

Larutan elektrolit 20 ml - -

Tambahan air s/d 1000 ml 1000 ml 1000ml

3. Fase Rehabilitasi

Bahan Makanan F135 Mlll

16
Skim - -

Full cream 25 gr 120 gr

Susu segar - -

Gula pasir 75 gr 75 gr

Tep beras 50 gr -

Tempe 150 gr -

Minyak sayur 60 gr -

Margarine - 50 gr

Larutan elektrolit 27 ml -

Tambahan air s/d 1000 ml 1000 ml

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) adalah diet yang


mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan
dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein
tinggi seperti susu, telur, dan daging.
Bahan Makanan Dianjurkan :
1. Sumber Karbohidrat : nasi, roti, mie, makaroni, puding, ubi,
karbohidrat sederhana seperti gula pasir.
2. Sumber protein : daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olahan
seperti keju dan yoghurt.
3. Sumber protein nabati : semua jenis kacang-kacangan dan hasil
olahannya seperti tempe, tahu
4. Sayuran : semua jenis sayuran, terutama jenis B seperti bayam, buncis,
daun singkong, kacang panjang, labu
siam, dan wortel direbus, dikukus atau ditumis.
5. Buah : semua jenis buah segar, jus buah
6. Lemak dan minyak : minyak goreng, mentega, margarin, santan encer
7. Minuman : softdrink, madu, sirup, teh dan kopi encer

17
8. Bumbu : bumbu tidak tajam, seperti bawang merah, bawang putih, laos,
salam, kecap
Bahan Makanan Tidak Dianjurkan :
1. Sumber protein : dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/santan
kental
2. Sumber protein nabati : dimasak dengan banyak minyak atau
kelapa/santan kental
3. Lemak dan minyak : santan kental
4. Bumbu : bumbu yang tajam, cabe dan merica
Menu makan diet tinggi kalori tinggi protein

Pagi Siang Malam

Nasi Nasi Nasi


Telur dadar Ikan Daging empal
Daging semur Ayam goreng Telur
Ketimun+ tomat iris Tempe bacem Perkedel tempe
Susu Sayur asem
Papaya
Sup sayuran
Pisang

Pukul 10.00 Pukul 16.00 Pukul 21.00

Bubur Kacang Hijau Puding coklat Biskuit


Susu Susu

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, kami menyimpulkan
bahwa kekurangan kalori protein adalah kekurangan gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari. Apabila kekurangan kalori protein ini
diabaikan maka akan menimbulkan penyakit yang lebih parah lagi
seperti Kwashiorkor, Marasmus dan Kwashiorkor-marasmik.
Penyakit Kwashiorkor, Marasmus dan Kwashiorkor-
marasmik dapat diatasi dengan melakukan diet tinggi kalori dan
protein, makanan yang dianjurkan berupa nasi, sayuran hijau,

19
daging, ikan dan telur. Diet memang penting untuk pencegahan
dan pengobatan penyakit Kwashiorkor, Marasmus dan
Kwashiorkor-marasmik. Penyakit penyerta ini terjadi akibat
kekurangan asupan gizi dalam tubuh seseorang.
B. Saran
Saran untuk pasien sebaiknya pasien memperhatikan
asupan dan kandungan gizi makanan yang dikonsumsi dengan
makan yang tinggi kalori protein agar tubuh kembali memiliki
asupam gizi yang cukup,pasien juga harus rajin memeriksakan
kondisi setatus gizinya agar tetap terpantau kurang dan
tidaknyaasupan gizi dalam tubuh.
Saran untuk keluarga dan lingkungan penderita yaitu
demgan memberikan dukungan agar pasien pulih lebih cepat, hal
ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan makanan yang
bergizi dan terus memberikan semangat. Keluarga juga harus
mengedukasi pasien tentang pentingnya kebutuhan gizi bagi tubuh
serta dampak dari KKP.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Rizki, 2014, Kekurangan Energi Protein, dilihat 2 Januari 2020,


<https://www.academia.edu/9065900/Ringkasan_Materi_Kekurangan_En
ergi Protein>
Dinny Annisaa, 2001, Kwaishiorkor,dilihat 2 Januari 2020,
<https://www.academia.edu/9028011/kwasiorkor>
Denok Ayu, 2015, Laporan Diet KEP (Gizi Buruk), dilihat 25 Desember 2019,
<https://www.academia.edu/8902889/Laporan_DIET_KEP_Gizi_Buruk_>
Edwin Saputra, 2009, Kejadian KEP, dilihat 2 Januari 2020,
<http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP-
Pendahuluan.pdf>
Gakken Editorial, 2016, Perawatan dan Pengobatan terhadap Malnutrisi
Protein-Energi, dilihat 25 Desember 2019, <https://gakken-

20
idn.id/articles/perawatan-dan-pengobatan-terhadap-malnutrisi-protein-
energi>
Ismayanti Rahma, 2015, Kekurangan Energi Protein, dilihat 25 Desember
2019,<https://www.academia.edu/15785174/Kekurangan_Energi_Protein_
Devinisi_Klasifikasi_Gejala_Pemeriksaan_Penatalaksaan_Pencegahan_Di
stribusi_Frekuensi_Faktor_Resiko >
<http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1332/4/4.%20Chapter2.doc.pdf>
< https://www.academia.edu/34746196/MAKALAH_MALNUTRISI_pram

LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai