Mpo
Mpo
pada tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta, format awal gerakan HMI selain
memberikan pembinaan agama Islam kepada mahasiswa dan masyarakat untuk
mengantisipasi pengaruh sekulerisme Barat juga mengerahkan milisi mahasiswa
untuk berjuang secara fisik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam perkembangannya perjalanan sejarah HMI hingga terbentuknya HMI-MPO
telah mengalami proses pematangan konsepsi gerakan. Ditingkat internal, tujuan HMI
juga telah mengalami perubahan sampai enam kali. Hal ini menunjukkan bahwa HMI
MPO senantiasa menyikapi secara kritis dinamika melingkupinya dengan tetap
berupaya menegaskan prinsip-prinsip vital gerakannya.
Format gerakan HMI mengalami perubahan besar sejak munculnya HMI MPO yang
menjadi simbol perlawanan kelompok-kelompok kritis dalam HMI. lahirnya anak
haram HMI MPO dari tubuh HMI telah merubah pakem gerakan HMI yang semula
selalu lebih banyak akomodatif terhadap kekuasan (state) menjadi gerakan kritis yang
menjadi oposisi negara.
HMI MPO terlahir sebagai sosok anak haram dalam gua garba orde baru. Ditengah
situasi kehidupan kebangsan dihegemoni militer, dalam suasana kebungkaman warga
negara dan diliputi ketakutan untuk berbeda, HMI MPO hadir sebagai sosok pendekar
yang berani berteriak lantang menentang kekuasaan. HMI MPO-lah satu-satunya
organisasi Islam yang pertama kali menuntut turunnya Suharto dari kursi
kepresidenan. Maka tak heran jika selama kekuasaan orde baru, HMI MPO menjadi
organisasi ‘bawah tanah’ yang berjuang melawan rezim dengan segala resikonya.
Akhirnya dalam forum kongres di Padang tesebut terpecahlah HMI menjadi dua,
yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI DIPO) dan HMI yang
menolak asas tunggal (HMI MPO). Selanjunya kedua HMI ini berjalan sendiri-
sendiri. HMI DIPO eksis dengan segala fasilitas negaranya, dan HMI MPO tumbuh
menjadi gerakan underground yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara.
Jama’ah HMI MPO walaupun sedikit namun kompak, mereka yakin bahwa apa yang
diperjuangkannya untuk tetap bertahan dan berjuang mempertahankan Islam sebagai
azas.Sejarah mencatat, setelah reformasi setelah azas tunggal pancasila dicabut,
berbondong-bondonglah ormas-ormas dan orpol-orpol kembali ke azas semula. Tak
terkecuali HMI DIPO, akhirnya mereka kembali kepada azas Islam.
Dalam konteks ini, kita dapat mengatakan bahwa perjuangan HMI MPO untuk tetap
mempertahankan azas Islam merupakan bentuk konsistensi sebuah gerakan
mahasiswa dalam melakukan perlawanan terhadap penindasan negara. HMI MPO
berani menanggung resiko perjuangan untuk dikucilkan dan ditekan. Karena
keistiqomahan dan keyakinannya maka HMI MPO dicatat sebagai satu-satunya
organisasi yang sejak awal berani menolak kebijakan rezim orde baru yang korup.
Tahun 90-an bisa dikatakan merupakan tahun kemesraan antara kekuatan Islam
dengan orde baru. Berdirinya ICMI oleh sebagian besar kalangan dianggap sebagai
angin segar atas akomodasi Suharto terhadap Islam yang selama ini lebih banyak
disingkirkanya. Kegiatan dakwah Islam dalam kantor-kantor birokrasi pemerintah
mulai amarak. Berbondong-bongong pada tiap kantor pemerintah didirikan
pengajian-pengajian dan majlis ta’lim. Perusahaan yang mendirikan pabrik di suatu
lokasi diwajibkan mendirikan musholla untuk karyawanya. Masjid dibangun dimana-
mana dengan bantuan yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, milik Suharto.
Akan tetapi keadaan ini bukan berarti orde baru telah berubah menjadi baik.
Akomodasi penguasa terhadap kelompok Islam hanyalah salah satu cara untuk
menutupi borok-borok penguasa dan memperoleh dukungan dari mayoritas
penduduk. Kelompok-kelompok Islam yang independen dan kritis masih menjadi
momok bagi penguasa. Demikian juga bagi HMI MPO, kebebasan merupakan hal
yang paling mahal dan HMI MPO tetap sebagai organisasi bawah tanah harus
memakai taktik kucing-kucingan dengan aparat untuk bertahan. Perjuangan HMI
MPO untuk mempertahankan eksistensinya dilakukan dengan cara membentuk
lembaga-lembaga kantong yang akan menjadi wadah-wadah bagi suara HMI MPO.
Hal ini dilalukan karena tidak mungkin HMI MPO melakukan kritik secara langsung.
Dibentuklah beberapa lembaga kantong aksi seperti : LMMY (Liga Mahasiswa
Muslim Yogyakarta), FKMIJ (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta),
SEMMIKA dan sebagainya. Jika kita perhatikan strategi ini mirip dengan apa yang
dilakukan HMI pada tahun 60-an dengan membentuk KAMI sebagai mantelnya.
Lembaga-lembaga ini melakukan mobilisasi massa dengan melakukan parlemen
jalanan.
Ketika terjadi gerakan reformasi mahasiswa tahun 1998 sebagai perlawanan terhadap
rezim Orde Baru, lapisan-lapisan ekstern HMI-MPO memainkan peran strategis
dalam menggalang kekuatan elemen gerakan mahasiswa. Melalui poros Jakarta-
Yogyakarta-Makassar, yang secara tidak langsung terbentuk sebagai sentra gerakan
HMI-MPO, isu-isu gerakan dikomunikasikan ke seluruh Indonesia. Di Yogyakarta,
LMMY aktif menggalang koalisi dengan elemen gerakan lainnya; di Jakarta, FKMIJ
memprakarsai terbentuknya FKSMJ; serta di Makassar, para aktifis FKMIM terlibat
proaktif dalam konsolidasi gerakan dan pembentukan PAMMI. Pada aksi penduduki
gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, PB HMI-MPO juga ikut terlibat. Hingga rezim
Orde Baru dengan dukungan militer, dijatuhkan. Dan pada bulan November 1998,
melalui Tap MPR No. 8 Tahun 1985 tentang azas tunggal itupun dicabut secara resmi
oleh MPR.
Suharto yang sudah berkuasa selama 30 tahun harus tumbang ditangan aksi-aksi
massa yang dilakukan oleh mahasiswa. Krisis ekonomi yang melanda Asia tahun
1997 ternyata berimbas pada terkuaknya semua borok yang dimiliki oleh rezim orde
baru. Megahnya pembangunan yang selama ini sangat diagung-agungkan ternyata
keropos, karena di bangun atas pondasi hutang luar negeri yang sangat besar. Ketika
fluktuasi dollar tidak bisa ditolerir oleh kurs rupiah, tiba-tiba jumlah hutang
melambung tinggi dan Indonesia harus menangis. Yang terhormat Suharto, terpaksa
harus merunduk di depan lipatan tangan Hubert Neiss (wakil IMF-International
Monetary Fund) ketika menandatangani kesepakatan baru dengan IMF. Para kapital-
imperialis Amerika tertawa karena telah berhasil membuat Indoensia makin
tergantung. Indoensia belum merdeka!
Begitulah ketagasan sikap independen HMI MPO yang tidak mau tuntuk kepada
siapapun, kecuali kepada kebenaran dan keadilan. HMI MPO selalu siap bekerja
sama dengan siapapun asalkan untuk meneriakan kebenaran dan keadilan. HMI MPO
Akan selalu kritis dengan siapapun tanpa pandang bulu, termasuk dengan saudaranya
sendiri. Sikap HMI MPO yang tidak mau didikte alumni (KAHMI), berlaku jujur
pada siapapun, selalu berdiri diluar negara merupakan bukti indepndensi HMI MPO.
Satu hal penting yang menjadi dampak reformasi adalah terjadinya transformasi dari
oligarchi corruption menjadi democratic corruption. Korupsi yang pada masa Orde
baru hanya dilakukan oleh sekelompok elit politik berubah menjadi menyebar ke
berbagai sektor, lapisan masyarakat, dan daerah secara bersama-sama dan terbuka.
Hal tersebut dapat terjadi dengan menggunakan tata cara dan mekanisme demokrasi
yang merupakan dampak dari gerakan reformasi. Pemanipulasian nilai-nila dan
prosedur demokrasi untuk kepentingan pribadi atau golongan (corruption of
democracy) dapat menyebabkan terciptanya demokrasi korupsi, yaitu suatu proses
pengambilan kebijakan publik yang didasarkan atas kepentingan pribadi, keluarga,
partai politik, atau kelompok kepentingan
Sebagai akibat pergantian rezim yang tanpa diikuti oleh perubahan struktur dan
budaya politik, Pemilu 1999 mengantarkan pelembagaan politik dari kekuatan-
kekuatan politik pada masa lalu. Para politisi yang dulu berkuasa pada zaman Orde
baru melakukan metamorfose pada sebagian besar partai-partai politik seperti Partai
Golkar, PDIP, PPP dll. Hal tersebut terus berlanjut sampai dengan amandemen
terhadap UUD 1945.
Sejak tahun 1999 PB HMI MPO mengusung tema Revolusi sistemik sebagai solusi
untuk melakukan perubahan di Indonesia. Dalam praksisnya Tema besar “revolusi
sistemik” memang belum secara optrimal bisa dilaksanakan. Hal ini tentunya terkait
dengan lemahnya kesiapan perangkat-perangkat pendukung yang mau tak mau
membutuhkan jaringan yang kuat dengan elemen-elemen gerakan lain yang seide.
Akan tetapi setiap periode kepengurusan PB HMI MPO senantiasa berusaha
menerjemahkan tema tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Rekonsolidasi Orde Baru dan TNI ke dalam tatanan politik nasional, gagalnya cita-
cita reformasi, terinstitusionalisasikannya otoritarianisme dalam orde reformasi
merupakan desain struktur yang dirancang oleh elit politik dalam rangka
mempertahankan kekuasaan dan kontrolnya terhadap masyarakat. Sementara tekanan
global lebih pada tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Amerika
Serikat beserta tatanan politik internasional yang dominan dalam bentuk bantuan
asing dan isu terorisme.
Penolakan PB HMI MPO terhadap penyelenggaraan pemilu 2004 bukan sebuah sikap
yang tanpa alasan. Masih bercokolnya kekuatan-kekuatan lama dalam pertarungan
pemilu 2004 serta buruknya sistem pemilu yang diterapkan hanya akan menjadikan
pemilu 2004 sebagai alat legitimasi baru bagi rezim yang otoriter dan kapitalis untuk
kembali berkuasa.
Secara kasat mata kita semua sudah bisa meramalkan siapa-siapa yang akan
memenangkan pemilu 2004 dan akan duduk dalam kursi-kursi kekuasaan negeri ini.
Kelompok politik neo-kapitalis di perkuat yang tidak lain adalah wajah baru orde
baru sudah jelas-jelas akan kembali berkuasa di negeri ini. Sementara kita tidak
melihat peluang kekuatan reformis untuk bisa menandingi mereka. Oleh karena itu
pemilu 2004 sebagai sebuah mekanisme demokrasi justru hanya akan melahirkan
kepemimpinan nasional baru yang anti demokrasi. Sungguh ironis, Demokrasi akan
di matikan oleh mekanisme demokrasi itu sendiri.