Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

Seorang wanita 24 tahun datang ke RSDK dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan
sejak ±1 minggu. lemas dirasakan di seluruh tubuh, lemas dirasakan terus menerus dan
semakin lama semakin memberat. Lemas muncul tiba-tiba, pasien tidak dapat bekerja
tetapi masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan lain seperti demam lama
(-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik perdarahan (-), lebam di kaki dan tangan (-),
muntah darah (-), mual (-), perut membesar (-), BB menurun (-), nafsu makan menurun
(-), BAB hitam (-), BAK tidak ada keluhan. Pasien memiliki trasnfusi darah
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat (+/+), bibir
pucat, ekstremitas pucat (+/+), sclera ikterik (+/+), teraba hepar 2 cm dibawah arcus
costa, liver span 16 cm, permukaan rata, nyeri tekan (-), area traube pekak dan
splenomegali (Schuffner 1)
Dari anamnesis, terdapat keluhan-keluhan yang mengarah kepada gejala umum
anemia. Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia yang terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki
terasa dingin, sesak napas dan dispepsia, serta pada pemeriksaan fisik pasien tampak
pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan
di bawah kuku. Sindrom anemia timbul karena iskemia organ target serta akibat
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini
menjadi jelas pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu (<7 g/dl).1
Untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan
penunjang darah rutin pada tanggal 24 Oktober 2018. Hasil pemeriksaan laboratorium
mendukung ananmnesis dan pemeriksaan fisik untuk diagnosis anemia yaitu didapatkan
hemoglobin 4,80 gr/dL (↓), hematokrit 17,0 % (↓), eritrosit 2,21x106/µL (↓). Serta
didapatkan peningkatan bilirubin indirek, 2,22 mg/dL. Unconjugated hiperbilirubin
meningkat karena adana eritropoiesis yang inefektif, termasuk Anemia Defisiensi Besi,
Anemia Pernicious, Anemia Hemolytic, Thalassemia, Erythropoietic porphyria, dan
keracunan. Nilai rujukan kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia pada orang
dewasa menurut WHO dapat dilihat pada tabel 12.2
Tabel 1. Kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia menurut WHO
Anemia
Populasi Non Anemia
Mild Moderate Severe
Bayi usia 6-59 bulan ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Anak usia 5 – 11 tahun ≥ 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 < 8.0
Anak usia 12 – 14 tahun ≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
Wanita tidak hamil (usia ≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
di atas 15 tahun)
Wanita hamil ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Pria (usia di atas 15 tahun) ≥ 13.0 11.0-12.9 8.0-10.9 < 8.0
Sumber : WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity: Vitamin and Mineral Nutrition Information System, 2011
Sementara klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat
indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi3
Anemia Hipokromik Anemia Normokromik
Anemia Makrositer
Mikrositer Normositik
MCV < 80 fl MCV 80 – 95 fl
MCV > 95 fl
MCH < 27 pg MCH 27 – 34 pg
1. Anemia defisiensi 1. Anemia pasca 1. Anemia
besi perdarahan megaloblastik
2. Thalasemia major 2. Anemia aplastik – - Anemia defisiensi
3. Anemia akibat hipoplastik asam folat
penyakit kronik 3. Anemia hemolitik - Anemia defisiensi
4. Anemia sideroblastik 4. Anemia akibat B12
penyakit kronik 2. Anemia non
5. Anemia mieloptisik megaloblastik
6. Anemia pada sindrom - Anemia pada
mielodisplastik penyakit kronik
7. Anemia pada hepar
leukemia akut - Anemia pada
sindroma
mielodisplastik
Sumber : Greer JP, Arber DA, Glader B, editors. Disorders of the red cells. In:
Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th ed. Philadelphia; 2014. p. 587–1029
(a) anemia mikrositik (b) anemia normositik

(c) anemia makrositik


Gambar 1. (a) Anemia mikrositik; (b) anemia normositik; (c) anemia makrositik.
Sumber : Hoffbrand A V., Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. (Sandra F, ed.).
Jakarta: EGC; 2013.
Oleh karena itu, klasifikasi dari anemia pada pasien ini adalah anemia berat
dengan hemoglobin 4,80 gr/dL serta berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat
indeks eritrosit yaitu MCV 76,7 fL dan MCH 21,7 pg (↓) sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi anemia berat mikrositik hipokromik. Pada anemia mikrositik
hipokromik, assessment yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar serum iron, feritin,
TIBC, Hemoglobin A, Hemoglobin A2 untuk mengetahui etiologi dari anemia.
Kadar serum iron pada pasien ini normal yaitu 101µg/dL, feritin meningkat
yaitu 298,40 ng/mL, TIBC meningkat yaitu µg/dL, Hemoglobin A rendah yaitu 94,4%,
Hemoglobin A2 rendah yaitu 1,0%. Kadar serum iron, feritin dan TIBC sesuai dengan
gambaran talasemia dan diagnosis anemia defisiensi besi dapat disingkarkan.
Tabel 3. Perbandingan laboratorium antara anemia defisiensi besi dan talasemia
Anemia Defisiensi Besi Talasemia
VER Menurun Menurun
HER Menurun Menurun
Besi Serum Menurun Normal
TIBC Meningkat Normal/meningkat
Saturasi transferin Menurun <15% Meningkat >20%
Besi Sumsum tulang Negatif Positif kuat
Feritin serum Menurun <20μg/dl Meningkat >50μg/dl
Elektrofoesis Hb Normal Hb A2 meningkat
Sumber : Hoffbrand A V., Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. (Sandra F, ed.).
Jakarta: EGC; 2013

Kadar Hemoglobin A menurun sedikit menggambarkan Talasemia Beta Minor. Namun


Hemoglobin A2 juga menurun tidak sesuai dengan Talasemia Beta Minor, selain itu
gambaran anemia berat seharusnya tidak ditemui pada Talasemia Beta minor. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan hemoglobinopati lainnya dan analisis gentik.

Tabel 4. Pola Hasil Analisis Hemoglobin pada talasemia beta (usia>12 tahun)
Affected Carier
Tipe
β0– β+– β+/β0–Talasemia β-
Hemoglobi Normal
Talasemia Talasemia heterozigot Talasemia
n
homozigot homozigot ganda minor
Hb A 96-98% 0 10-30% 10-30% 92-95%
Hb F <1% 95-98% 70-90% 70-90% 0,5-4%
Hb A2 2-3% 2-5% 2-5% 2-5% >3,5%
Sumber : Raffaella O. Beta-Thalassemia. GeneReviews. Seattle (WA).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1426/. Published 2015.

Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan darah rutin tidak didapatkan tanda penyakit
ginjal, hepar maupun kegagalan sistem endokrin yang dapat menyebabkan anemia.
Pemeriksaan yang selanjutnya laksanakan untuk pemeriksaan hemoglobinopati lainnya
dan analisis genetik.
Anemia mikrositik adalah penurunan kadar hemoglobin di bawah normal
dengan gambaran sel darah merah yang lebih kecil dari normal (mikrositik) pada
temuan laboratorium. Gambaran mikrositik sering disertai dengan terlihat lebih pucat
pada pewarnaan sediaan apus (hipokromik).7
Anemia mikrositik terjadi karena penurunan sintesis hemoglobin. Hemoglobin
terdiri atas gugus heme dan rantai globin. Penurunan sintesis heme terjadi pada
defisiensi besi, anemia sideroblastik dan juga pada anemia penyakit kronis.7 Penurunan
sintesis rantai globin terjadi pada hemoglobinopati. Hemoglobinopati terdapat dua
golongan yakni talasemia dan varian struktur hemoglobin.8
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya cadangan
besi tubuh (depleted iron store). Zat besi dalam tubuh penting dalam pembentukan
gugus heme dalam hemoglobin. Gugus heme terbentuk dari portoporfirin yang
bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+).9
Besi dalam makanan (besi ferri (Fe 3+)) mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+)
dan diserap dalam duodenum. Besi diangkut dan disimpan dalam darah melalui protein.
Pengangkutan zat besi dilakukan oleh protein transferin. Kemampuan total transferin
untuk mengangkut zat besi disebut total iron binding capacity (TIBC). Penyimpanan zat
besi yang tidak aktif (Fe3+) dilakukan dalam bentuk protein feritin.9,10,11

Gambar 2. Absorpsi, pengangkutan dan penyimpanan besi


Sumber : Hoffbrand A V., Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. (Sandra F, ed.).
Jakarta: EGC; 2013.
Kekurangan zat besi mengganggu pembentukan hemoglobin. Pembentukan
hemoglobin yang terganggu mengakibatkan terjadinya alterasi pembentukan sel darah
merah (eritropoesis) sehingga terjadi anemia. Kurangnya kesediaan zat besi dapat
terjadi karena : (1) asupan tidak mencukupi; (2) malabsorpsi; (3) peningkatan
kebutuhan; (4) kehilangan yang meningkat.7,9,12
Pada talasemia, terjadi mutasi ataupun delesi pada gen yang mengkode
pembentukan rantai globin. Mutasi ataupun delesi pada gen menyebabkan penurunan
sintesis rantai globin atau bahkan sampai sama sekali tidak terbentuk rantai globin. Jenis
utama pada talasemia, berdasarkan rantai globin utama pada manusia, terdiri dari
talasemia alfa dan talasemia beta.
Mutasi pada salah satu gen globin beta mengakibatkan talasemia beta
heterozigot atau disebut pula sebagai talasemia beta minor. 13 Mutasi pada salah satu gen
globin beta menyebabkan penurunan kecepatan sintesis globin beta dan terjadi
mikrositosis. Namun, sumsum tulang mengimbangi dengan memproduksi lebih banyak
eritrosit.7 Talasemia beta heterozigot memiliki gambaran darah hapus yang mikrositik
hipokrom (VER dan HER sangat rendah) tetapi hitung eritrosit sangat tinggi (>5,5 x
1012/L) dan didapati pula anemia ringan (hemoglobin 10-12 g/dL). 9 Gejala dapat bersifat
asimptomatik atau dapat bersifat anemia ringan.14
Mutasi pada kedua gen globin beta menyebabkan talasemia beta homozigot atau
sering disebut sebagai talasemia beta mayor.13 Pasien dengan talasemia beta homozigot
terjadi gangguan sintesis globin yang berat, mulai dari sintesis globin beta yang
berkurang sangat berat (talasemia β0β+ atau talasemia β+β+) hingga tidak sama sekali
terbentuknya globin beta (talasemia β0). Talasemia beta homozigot, atau disebut pula
Cooley’s anemia, akan terjadi gejala anemia berat. Sehingga penderita akan bergantung
pada transfusi darah.7
Hemoglobin varian diturunkan secara genetik karena terjadi mutasi pada gen
globin yang menyebabkan sintesis abnormal pada struktur hemoglobin. 7 Hemoglobin
varian terdapat 3 macam, yaitu Hemoglobin S, Hemoglobin E dan Hemoglobin C. 8
Hemoglobin E terbentuk karena adanya mutasi pada gene 26 dari gene pembentuk
rantai globin beta.15 Hemoglobin E homozigot memberikan gejala klinis anemia sedang.
Hemoglobin E heterozigot memberikan gejala klinis anemia ringan seperti pada
talasemia beta minor. Jika terbentuk kombinasi atau heterozigositas ganda hemoglobin
E dan talasemia beta, maka akan memberikan gejala klinis anemia berat seperti
talasemia beta mayor.8,15,16
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In: Setiati S, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2575–81
2. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment
of severity: Vitamin and Mineral Nutrition Information System, 2011
3. Greer JP, Arber DA, Glader B, editors. Disorders of the red cells. In: Wintrobe’s
Clinical Hematology. 13th ed. Philadelphia; 2014. p. 587–1029
4. Rivella S. NIH Public Access. 2013;16(3):187-194.
doi:10.1097/MOH.0b013e32832990a4.
5. Ntaios G, Chatzinikolaou A, Saouli Z, et al. Discrimination indices as screening
tests for ??-thalassemic trait. Ann Hematol. 2007;86(7):487-491.
doi:10.1007/s00277-007-0302-x.
6. Kasvosve I, Delanghe J. Total iron binding capacity and transferrin

concentration in the assessment of iron status. Clin Chem Lab Med.

2002;40(10):1014-1018. doi:10.1515/CCLM.2002.176.

7. Rahim F, Keikhaei B. Better differential diagnosis of iron deficiency anemia

from beta-thalassemia trait. Turkish J Hematol. 2009;26(3):138-145.

8. Barkley JS, Kendrick KL, Codling K, Muslimatun S, Pachón H. Anaemia


prevalence over time in Indonesia: Estimates from the 1997, 2000, and 2008
Indonesia Family Life Surveys. Asia Pac J Clin Nutr. 2015;24(3):452-455.
doi:10.6133/apjcn.2015.24.3.22.
9. Hoffbrand A V., Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. (Sandra F, ed.).
Jakarta: EGC; 2013.
10. Raffaella O. Beta-Thalassemia. GeneReviews. Seattle (WA).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1426/. Published 2015.
11. Marengo-Rowe AJ. The thalassemias and related disorders. Proc (Bayl Univ
Med Cent). 2007;20(1):27-31. doi:10.1097/GIM.0b013e3181cd68ed.
12. Tiwari AK, Chandola I. Comparing prevalence of Iron Deficiency Anemia and

Beta Thalassemia Trait in microcytic and non-microcytic blood donors:


suggested algorithm for donor screening. Asian J Transfus Sci. 2009;3(2):99-

102. doi:10.4103/0973-6247.53883.

13. Armitage JO, 1st ed. Atlas of Clinical Hematology. Hongkong: Current
Medicine; 2003.
14. Chalovich JM, Eisenberg E. Serum iron, ferritin, transferrin, total iron binding

capacity, hs- CRP, LDL cholesterol and magnesium in children; new reference

intervals using the Dade Dimension Clinical Chemistry System. Biophys Chem.

2005;257(5):2432-2437. doi:10.1016/j.immuni.2010.12.017.Two-stage.

15. Miller JL. Iron deficiency anemia: A common and curable disease. Cold Spring
Harb Perspect Med. 2013;3(7):1-13. doi:10.1101/cshperspect.a011866.
16. Hershko C, Skikne B. Pathogenesis and Management of Iron Deficiency
Anemia: Emerging Role of Celiac Disease, Helicobacter pylori, and
Autoimmune Gastritis. Semin Hematol. 2009;46(4):339-350.
doi:10.1053/j.seminhematol.2009.06.002.
17. rta: Interna Publishing; 2014. p. 2646–56
18. Karnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A,
editors, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Hematologi. Jakarta: Interna
Publishing, 2014: p. 2671-7

Anda mungkin juga menyukai