Anda di halaman 1dari 6

Nama : Syifa Anindya

NPM : 203300416045
Mata Kuliah : Hukum Tata Negara

PERTANYAAN

1. Anda uraikan ruang lingkup Hukum Tata Negara serta bagaimana pula
hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
2. Apa yang anda pahami dengan sumber hukum, jenis-jenis sumber hukum dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan hukum!
3. Tata Urutan atau Hirarki peraturan perundang-undangan yang di Indonesia
tidak terlepas dari pengaruh Stufenbau Theory Hans Kelsen. Anda uraikan
bagaimana Stufenbau Theory Hans Kelsen tersebut dan bagaimana terapannya
di Indonesia?
4. Salah satu azas dalam Hukum Tata Negara adalah Azas Pembagian Kekuasaan,
sehubungan dengan hal tersebut anda uraikan bagaimana pembagian
kekuasaan menurut UUD-NRI Tahun 1945!

JAWABAN

1. Ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara adalah mengenai organisasi negara
yang mencakup mengenai lembaga – lembaga negara, hubungan satu dengan
yang lain, dan kekuasaannya. Selain itu, juga mencakup mengenai warga
negara termasuk Hak Asasi Manusia (HAM), dan wilayah negara.
Ilmu Negara mempelajari :
1) Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat,
2) Ilmu Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai
Negara serta hakekat Negara.

Hukum Tata Negara mempelajari :


1) Negara dalam keadaan konkrit artinya Negara yang sudah terikat waktu
dan tempat
2) Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam
suatu Negara
3) Hukum Tata Negara mempelajari dari segi struktur.

2. Pengertian sumber hukum menurut C.S.T. Kansil adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata.
Jenis-jenis sumber hukum ada dua, yaitu sumber hukum materiil dan formil
1) Sumber Hukum Materiil adalah tempat atau asal mula dari mana hukum
itu diambil. Sumber hukum materiil berkaitan erat dengan keyakinan atau
perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi
hukum.
2) Sumber Hukum Formil adalah sumber hukum yang dikenal dan digali
dalam bentuknya (peraturan perundang-undangan). Karena bentuknya
tersebut maka sumber hukum formil diketahui dan ditaati sehingga
memperoleh kekuatan hukum. Perlu diketahui bahwa selama belum
mempunyai bentuk, maka suatu hukum baru hanya merupakan perasaan
hukum atau cita-cita hukum yang belum mempunyai kekuatan mengikat.

Sumber Hukum Materiil adalah factor-faktor masyarakat yang


membpengaruhi pembentukan hukum pengaruh terhadap undang-undang yang
berpengaruh terhadap keputusan hakim, dsb. Sumber hukum materiil ini
merupakan factor yang mempengaruhi isi dan aturan-aturan hukum, atau
tempat dimana materi hukum itu diambil untuk membantu pembentukan
hukum, factor-faktor tersebut adalah :

1) Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang


harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang ataupun para
pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya
2) Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam
masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagi petunjuk
hidup masyarakat yang bersangkutan.
3. Teori Stufenbau Han Kelsen menyatakan bahwa “Sistem hukum merupakan
sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang
paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan
kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada
norma hukum yang paling mendasar (grundnorm)”. Menurut Kelsen norma
hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit (abstrak)
.Contoh norma hukum paling dasar abstrak adalah Pancasila.
Teori Hans kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma
hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie).
Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans
Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von
stufenufbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
1) Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);
2) Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
3) Undang-undang formal (formell gesetz); dan
4) Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome
satzung).

4. Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam


UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian
kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan
secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1) Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan
yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada
tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara
yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran
klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis
kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan
negara, yaitu:
a) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
b) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-
undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini
dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.
c) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-
undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
d) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat
(2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
e) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri.
f) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di
Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan
daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat,
yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah)
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi,
pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi
(Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada
tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara
Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil
Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

2) Pembagian kekuasaan secara vertical


Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan
menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan
pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai