Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NOMOR 06 TAHUN2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEBO
TAHUN 2013 - 2033
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
2
Pasal 1
3
16. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
17. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana
susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah
kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana
yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.
18. Kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan
sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
19. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaann yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
20. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp,
adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dikemudian hari
ditetapkan sebagai PKW.
21. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
22. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
23. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
24. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah
rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan
yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten.
25. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
26. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarki.
27. Saluran Udara Tegangan Ektra Tinggi yang selanjutnya disebut
SUTET adalah saluran udara yag mendistribusikan energi listrik
dengan tegangan 500 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat
pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga
energi listrik bisa disalurkan dengan efisien.
4
28. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disebut SUTT adalah
saluran udara yag mendistribusikan energi listrik dengan tegangan
150 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat beban menuju gardu-
gardu listrik.
29. Saluran Udara Tegangan Menengah yang selanjutnya disebut SUTM
adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang
(penghantar) di udara bertegangan di atas 1 Kv sampai dengan 35 Kv
sesuai standar di bidang kelistrikan.
30. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan
lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik
langsung maupun tidak langsung.
31. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai yang luasnya kurang dari
atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
32. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
33. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
34. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
35. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
36. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
37. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
38. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan
sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air,
pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
39. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
40. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai.
41. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan sekeliling danau
atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
5
42. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
43. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
44. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
45. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
46. Cagar budaya adalah kegiatan untuk menjaga atau melakukan
konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang
dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.
47. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
48. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.
49. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
50. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang
dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
51. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya
dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan,
dan kedaulatan pangan nasional.
52. Kawasan perikanan adalah kawasan budidaya perikanan yang
ditetapkan dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan penangkapan, budidaya perikanan, industri pengolahan hasil
perikanan, dan tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
53. Wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral
dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi
pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
6
54. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
55. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelolah oleh Perusahaan Kawasan Industri
yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
56. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi
oleh fungsi kepariwisataan, mencakup sebagian areal dalam kawasan
lindung atau kawasan budidaya yang lain yang di dalamnya terdapat
konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
57. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
58. Kawasan pertahanan keamanan adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara
berdasarkan geostrategi nasional, yang diperuntukkan bagi basis
militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan
peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba
sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan.
59. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan dan keamanan
Negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
60. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
61. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan.
62. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program berserta pembiayaannya,
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
kabupaten.
63. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,
waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam
rangka mewujudkan ruang Kabupaten yang sesuai dengan rencana
tata ruang.
64. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau atau disusun dalam
7
upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar
sesuai dengan RTRW kabupaten yang dirupakan dalam bentuk
ketentuan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disisentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.
65. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah
ketentuan umum yang mengatur persyaratan pemanfaatan
ruang/penataan Kabupaten dan unsur-unsur pengendalian
pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.
66. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi
oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan
sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang
tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan
ditetapkan.
67. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.
68. Arahan sanksi adalah perangkat untuk memberikan hukuman bagi
siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
69. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
70. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam bidang penataan ruang.
71. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
72. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
73. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang di Kabupaten Tebo dan mempunyai fungsi
membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan
ruang di daerah.
Bagian Kedua
Kedudukan, Peran dan Fungsi
Pasal 2
8
Pasal 3
Pasal 4
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pengaturan
Paragraf 1
Muatan
Pasal 5
Paragraf 2
Wilayah Perencanaan
Pasal 6
9
e. Kecamatan VII Koto;
f. Kecamatan Rimbo Bujang;
g. Kecamatan Rimbo Ilir;
h. Kecamatan Rimbo Ulu;
i. Kecamatan Tengah Ilir;
j. Kecamatan VII Koto Ilir;
k. Kecamatan Serai Serumpun; dan
l. Kecamatan Muara Tabir.
(2) Batas-batas wilayah Kabupaten meliputi:
a. sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau;
b. sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan
Kabupaten Bungo;
c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Batanghari; dan
d. sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Provinsi
Sumatera Barat.
(3) Luas wilayah administrasi Kabupaten adalah 646.100 (enam ratus
empat puluh enam ribu seratus) hektar.
(4) Batas wilayah administrasi Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 7
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 8
10
f. pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis baik
untuk fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan
kawasan sesuai fungsi utama kawasan; dan
g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.
(2) Strategi pengembangan pusat-pusat agroindustri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. mengembangkan kawasan sesuai potensinya yang dihubungkan
dengan pusat kegiatan untuk mendukung agroindustri;
b. mengembangkan kawasan agroindustri untuk mendorong
pertumbuhan kawasan perdesaan dan pusat agroindustri di
Kecamatan Tengah Ilir;
c. memantapkan sentra-sentra produksi pertanian unggulan sebagai
penunjang agroindustri di Kecamatan Tebo Ilir, Kecamatan Serai
Serumpun, Kecamatan Muara Tabir, Kecamatan Sumay,
Kecamatan Tebo Ulu, Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Koto
Ilir;
d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi hasil perkebunan
ke pusat-pusat pemasaran sampai terbuka akses ke pasar nasional;
e. mengendalikan kawasan perkebunan secara ketat;
f. meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran produk
perkebunan unggulan sebagai satu kesatuan sistem;
g. mengembangkan infrastruktur dan kelembagaan untuk menunjang
pengembangan agroindustri;
h. mengembangkan industri berbasis agro pada sentra-sentra
produksi; dan
i. mengembangkan keterkaitan antara industri berbasis agro dengan
pasar regional dan nasional.
(3) Strategi pengembangan perkotaan dan perdesaan dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah
terutama yang berfungsi sebagai pusat agroindustri;
b. memantapan fungsi simpul-simpul wilayah; dan
c. memantapan keterkaitan antar simpul-simpul wilayah dan interaksi
antara simpul wilayah dengan kawasan perdesaan sebagai
hinterlannya.
(4) Strategi pengembangan kelengkapan prasarana wilayah dan
prasarana lingkungan dalam mendukung dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. mengembangkan sistem transportasi secara intermoda sampai ke
pusat produksi pertanian, industri dan pelayanan pariwisata;
b. meningkatkan jaringan energi dan pelayanan secara interkoneksi
Sumatera Barat – Muara Bungo – Jambi – Muara Sabak dan
pelayanan sampai pelosok;
c. mendayagunakan sumber daya air dan pemeliharaan jaringan
untuk pemenuhan kebutuhan air baku dan sarana dan prasarana
pengairan kawasan pertanian;
11
d. meningkatkan jumlah, mutu dan jangkauan pelayanan komunikasi
serta kemudahan mendapatkannya yang diprioritaskan untuk
mendukung pengembangan pertanian, pariwisata dan industri; dan
e. mengoptimalkan tingkat penanganan dan pemanfaatan
persampahan guna menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih.
(5) Strategi pengembangan kawasan industri pengolahan hasil pertanian
dan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. mengembangkan kawasan industri berjauhan dengan kawasan
permukiman;
b. mengembangkan industri kecil melalui pemberdayaan industri kecil
dan home industry pengolahan hasil pertanian dan perkebunan;
c. mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil
dan kerajinan tangan; dan
d. meningkatkan pemberdayaan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (KUMKM) serta investasi.
(6) Strategi pemantapan kawasan lindung dalam mendukung
pembangunan yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e meliputi:
a. memantapkan fungsi kawasan hutan lindung melalui peningkatan
kelestarian hutan untuk keseimbangan tata air dan lingkungan
hidup;
b. meningkatkan kualitas kawasan yang memberi perlindungan di
bawahnya berupa kawasan resapan air untuk perlindungan fungsi
lingkungan;
c. memantapkan kawasan perlindungan setempat melalui upaya
konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang rusak, pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup serta penetapan
kawasan lindung spiritual;
d. memantapkan fungsi dan nilai manfaatnya pada kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian dan
pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada
kawasan yang berpotensi menimbulkan bencana alam, serta
pengendalian untuk kegiatan manusia secara langsung;
f. memantapkan kawasan lindung geologi berupa kawasan rawan
bencana alam geologi disertai dengan pemantapan zonasi di
kawasan dan wilayah sekitarnya serta pemantapan pengelolaan
kawasan secara partisipatif;
g. memantapkan kawasan lindung lainnya sebagai penunjang usaha
pelestarian alam; dan
h. melindungi DAS Batanghari sebagai penunjang kehidupan dan
lingkungan.
(7) Strategi pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis
baik untuk fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan
kawasan sesuai fungsi utama kawasan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf fmeliputi:
a. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
ekonomi di Kabupaten Tebo:
12
b. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
strategis sosial dan budaya;
c. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi secara optimal; dan
d. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
meliputi:
a. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar aset-aset pertahanan dan
keamanan/TNI;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di
sekitar aset-aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan/TNI; dan
c. memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 10
Pasal 11
13
b. sistem perdesaan.
(2) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp);
b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); dan
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
(3) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(4) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di
Perkotaan Muara Tebo yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan
kabupaten, perdagangan dan jasa skala regional, pelayanan
transportasi, industri pengolahan, pusat pendidikan, pusat
kesehatan, dan pusat peribadatan.
(5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. Perkotaan Sungai Bengkal yang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa sub regional,
pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan simpul transportasi; dan
b. Perkotaan Wirotho Agung yang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa sub regional,
pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
peribadatan, pusat pendidikan, pelayanan transportasi, dan
industri pengolahan.
(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai
pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan fasilitas umum
skala kecamatan atau beberapa desa, pasar lokal, industri kecil dan
kerajinan rumah tangga meliputi:
a. Perkotaan Pulau Temiang di Kecamatan Tebo Ulu yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa skala kecamatan, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga
dan wisata, pusat pendidikan, dan pusat peribadatan;
b. Perkotaan Sungai Abang di Kecamatan VII Koto yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan dan industri pengolahan;
c. Perkotaan Sekutur Jaya di Kecamatan Serai Serumpun yang
berfungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat
perdagangan dan jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga
dan wisata, pusat pendidikan, pusat peribadatan, dan industri
pengolahan;
d. Perkotaan Pintas Tuo di Kecamatan Muara Tabir yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga;
e. Perkotaan Mengupeh di Kecamatan Tengah Ilir yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
14
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga;
f. Perkotaan Teluk Singkawang di Kecamatan Sumay yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga;
g. Perkotaan Karang Dadi di Kecamatan Rimbo Ilir yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga;
h. Perkotaan Suka Damai di Kecamatan Rimbo Ulu yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga; dan
i. Perkotaan Balai Rajo di Kecamatan VII Koto Ilir yang berfungsi
sebagaipusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan
jasa, pusat kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga.
(7) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. Perdesaan Sako Makmur di Kecamatan Serai Serumpun berfungsi
sebagai pusat pendidikan, pusat kesehatan, pusat peribadatan,
pasar lokal, industri kecil dan kerajinan tangan skala beberapa
desa; dan
b. Perdesaan Suo-Suo di Kecamatan Sumay berfungsi sebagai pusat
pendidikan, pusat kesehatan, pusat peribadatan, pasar lokal,
industri kecil dan kerajinan tangan skala beberapa desa.
Pasal 12
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 13
15
c. jaringan pelayanan lalu lintas; dan
d. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP).
(3) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. jaringan jalur kereta api umum;
b. jaringan jalur kereta api khusus; dan
c. prasarana perkeretaapian.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 14
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13ayat (2) huruf
ameliputi:
a. jalan arteri primer;
b. jalan kolektor primer K2; dan
c. jalan lokal primer.
(2) Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf
ameliputi:
a. ruas Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Bungo – Muara Tebo;
b. ruas Muara Tebo – Sei Bengkal; dan
c. ruas Sei Bengkal – Batas Kabupaten Batanghari/ Kabupaten Tebo.
(3) Jalan kolektor primer K2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
bmeliputi:
a. ruas Muara Tebo – Pulau Temiang – Simpang Logpon – Tanjung
(Batas Sumbar); dan
b. ruas Simpang Logpon – Simpang Saumil.
c. Ruas jalan Simpang Niam, Lubuk Kambing (Batas Tanjung Jabung)
(4) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. Rusa Jalan Arteri Primer Suo-suo-Muara Sekalo-Semambu-
Pemayungan.
b. Ruas Jalan Kolektor Primer – Tanjung Aur - Sekutur Jaya – Sako
Makmur – Napal Putih - Bukit Pemuatan – Pemayungan.
c. Ruas Jalan Arteri Primer – karang Dadi – Sumber Agung – Kolektor
Primer ( Simpang Jambu).
d. Ruas Jalan Arteri Primer – Sido Rejo – karang Dadi – jalan garuda
Sapta Mulya – Jalan poros Sapta Mulya – Ruas Jalan kolektoer
Primer.
e. Ruas Jalan Kolektor Primer (Jalan 2 Wirotho Agung) Suka Damai –
Sido Rukun – Batas Kabupaten Bungo
f. Ruas Jalan Kolektor primer – Jalan 6 Desa Perintis – Desa Sumber
Sari – Muara Niro – Teluk Kayu Putih
g. Ruas Jalan Arteri Primer – Sumber Agung – Rantau Kembang –
Purwoharjo – Ruas Jalan Kolektor Primer
h. Ruas Jalan Kolektor Primer – Tirta Kencana - Tegal Arum
i. Ruas jalan Arteri Primer – Tanjung Dani – Pinang Belai – Sekutur
jaya
j. Ruas jalan Kolektor Primer – jalan Layu – Desa Sungai Pandan
16
k. Ruas jalan Arteri – betung Bedara – Pintas Tua – Bangun Seranten –
Sungai Jernih
l. Ruas jalan Lokal Primer- Tambun Arang – Tanah Garo
m. Ruas jalan Lokal Primer Lainya
Pasal 15
Pasal 16
17
(3) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kota Medan -
Kabupaten Tebo –Kota Jakarta;
b. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kabupaten Tebo –
Kota Jambi; dan
c. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kabupaten Tebo –
Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.
Pasal 17
Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 18
(1) Jaringan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 pada ayat (3) huruf a berupa pembangunan jalur batas Sumatera
Barat - Muara Bungo – Muara Tebo – Muara Tembesi – Muara Bulian –
Jambi.
(2) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat
(3) huruf b meliputi:
a. pembangunan jalur batas Sumatera Barat - Muara Bungo – Muara
Tebo– Muara Tembesi – Muara Bulian – Kota Jambi – Muara Sabak;
dan
b. pembangunan jalur batas Sumatera Barat - Muara Bungo – Muara
Tebo – Muara Tembesi – Sarolangun.
(3) Prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(3) huruf c berupa pembangunan stasiun berada di Muara Tebo,
Kecamatan Tebo Tengah.
BagianKeempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 19
18
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan
Pasal 20
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 21
19
(2) Jaringan kabel sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi
pengembangan jaringan kabel pada seluruh kecamatan di Kabupaten
Tebo.
(3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa penataan dan efisiensi menara telekomunikasi atau Base
Transceiver Station (BTS) meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten
Tebo.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan menara telekomunikasi
bersama diatur dengan peraturan bupati.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 22
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) huruf c meliputi:
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku untuk air bersih; dan
e. sistem pengendalian daya rusak air.
(2) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan Wilayah Sungai lintas provinsi Batang Hari.
(3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b berupa CAT terdapat di seluruh Kecamatan wilayah Kabupaten
Tebo.
(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat
di Kabupaten Tebo meliputi:
a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan nasional berupa DI Batanghari
dengan luas 18.936 (delapan belas ribu sembilan ratus tiga puluh
enam) hektar;
b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan kabupaten meliputi:
2.1 Kecamatan Muara Tabir
b.1.D.I. Pintas Tuo dengan Luas 200 ( dua ratus) Hektar
b.2.D.I. Payo Seitang dengan Luas 150 (seratus lima puluh) hektar
b.3.D.I. Payo Lebar dengan Luas 50 (lima Puluh) Hektar
b.4.D.I. Payo Tebat denga Luas 60 (enam puluh) hektar
2.2 Kecamatan Tebo Ilir
b.5.D.I. Payo Lebar dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.6.D.I. Tebat Cino dengan Luas 140 (seratus empat puluh)
Hektar
b.7.D.I. Tebat Ciri dengan Luas 150 (seratus lima puluh) Hektar
b.8.D.I. Paya Cempunik dengan Luas 110 (seratus sepuluh) Hektar
b.9.D.I. Payo Rawang dengan Luas 140 (seratus empat puluh)
Hektar
b.10.D.I.Sawah Tanah Dialai dengan Luas 65 (enam puluh lima)
Hektar
b.11.D.I.Payo Lebar dengan Luas 175 (seratus tujuh puluh lima)
Hektar
20
b.12.D.I. Lubuk Limas dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.13.D.I. Payo Lebar dengan Luas kurang lebih 400 (empat ratus)
Hektar
b.14.D.I. Penggentingan dengan Luas 75 (tujuh puluh lima) Hektar
b.15.D.I. Payo Lebar dengan Luas 150 (seratus lima puluh) Hektar
b.16.D.I. Payo Samak dengan Luas 125 (seratus dua puluh lima)
Hektar
b.17.D.I. Payo Gadis dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.18.D.I. Sawah Belut dengan Luas 125 (seratus dua puluh lima)
Hektar
b.19.D.I. Payo Lebar dengan Luas 60 (enam puluh) Hektar
b.20.D.I. Tebat Gedang dengan Luas 150 (seratus lima puluh)
Hektar
2.3Kecamatan Tengah Ilir
b.21.D.I. Payo Lebar dengan Luas 200 (dua ratus) Hektar
b.22.D.I. Payo Lebar I dengan Luas 750 (tujuh ratus lima puluh)
Hektar
b.23.D.I. Payo Lebar II dengan Luas 400 (empat ratus) Hektar
b.24.D.I. Muara Kilis dengan Luas 75 (tujuh puluh lima) Hektar
b.25.D.I. Payo Kankung dengan Luas 123 (seratus dua puluh tiga)
Hektar
2.4Kecamatan Tebo Tengah
b.26.D.I. Payo Lebar dengan Luas 450 (empat ratus lima puluh)
Hektar
b.27.D.I. Payo Jelutung dengan Luas 120 (seratus dua puluh)
Hektar
b.28.D.I. Sungai Kapur dengan Luas 120 (seratus dua puluh)
Hektar
b.29.D.I. Sungai Hitam dengan Luas 150 (seratus lima puluh)
Hektar
b.30.D.I.Sungai Udang dengan Luas 70 (tujuh puluh) Hektar
b.31.D.I. Payo Lebar dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.32.D.I. Sebendu dengan Luas 150 (seratus lima puluh) Hektar
b.33.D.I. Teluk Pandak dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.34.D.I. Sungai Pian dengan Luas 85 (delapa puluh lima) Hektar
b.35.D.I.Sekubu dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.36.D.I. Bedaro Rampak dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.37.D.I.Tugu Rejo dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.38.D.I.Sungai Baung dengan Luas 150 (seratus lima puluh)
Hektar
b.39.D.I.Tugu Rejo Pal 4 dengan Luas 60 (enam puluh) Hektar
b.40.D.I.Payo Lebar dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.41.D.I. Jati Belarik dengan Luas 70 (tujuh puluh) Hektar
2.5 Kecamatan Serai Serumpun
b.42.D.I. Libuk Rutan dengan Luas 80 (delapan puluh) Hektar
b.43.D.I. Lebung Berkarat dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.44.D.I. Sungai Pemetungan dengan Luas 300 (tiga ratus) Hektar
b.45.D.I. Payo Langsat dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
21
2.6 Kecamatan Tebo Ulu
b.46.D.I. Sakaian dengan Luas 85 (delapan puluh lima) Hektar
b.47.D.I. Pauh Taji dengan Luas 60 (enam puluh) Hektar
b.48.D.I. Bungo Tanjung dengan Luas 125 (seratus dua puluh
lima) Hektar
b.49.D.I. Sungai Rambe dengan Luas 150 (seratus lima puluh)
Hektar
b.50.D.I. Sungai Kasai dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.51.D.I. Sei. Bulin dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.52.D.I. Sei. Hitam dengan Luas 105 (seratus lima) Hektar
b.53.D.I. Sei. Pagar Puding dengan Luas 400 (empat ratus) Hektar
b.54.D.I. Sei. Rengas dengan Luas 350 (tiga ratus lima puluh)
Hektar
2.7 Kecamatan Sumay
b.55.D.I. Sawah Sawai dengan Luas 60 (enam puluh) Hektar
b.56.D.I. Teluk Singkawang dengan Luas 100 (seratus) Hektar
b.57.D.I. Sungai Blangkai dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
b.58.D.I. Teriti dengan Luas 30 (tiga puluh) Hektar
b.59.D.I. Desa Baru dengan Luas 70 (tujuh puluh) Hektar
b.60.D.I. Punti Kalo dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
2.8 Kecamatan VII Koto Ilir
b.61.D.I. Cermin Alam dengan Luas 220 (dua ratus dua puluh)
Hektar
2.9 Kecamatan VII Koto Ilir
b.62.D.I. Tebat Lahan dengan Luas 70 (tujuh puluh) Hektar
b.63.D.I. Sungai Pesajian dengan Luas 50 (lima puluh) Hektar
(5) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf dmeliputi:
a. pengembangan air bersih Sumber Anom di Muara Tebo melayani
Kecamatan Tebo Tengah, Kecamatan Muara Tabir, dan Kecamatan
Sumay;dan
b. pengembangan air bersih Simpang Logpon di Kecamatan Rimbo
Bujang melayani Kecamatan VII Koto Ilir, Kecamatan VII Koto,
Kecamatan Serai Serumpun, Kecamatan Rimbo Ulu dan Kecamatan
Tebo Ulu.
(6) Sistem pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf emeliputi:
a. pembangunan bendungan di Kecamatan Tebo Ulu;
b. pengembangan embung Sumai di Kecamatan Sumay;
c. pengembangan embung Muara Kilis di Kecamatan Tengah Ilir;
d. pengembangan embung Mangilang di Kecamatan Tebo Ilir;
e. pembangunan embung di Kecamatan Rimbo Ilir; dan
f. pembangunan embung di Kecamatan Tebo Tengah.
Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya
Pasal 23
22
(1) Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf dmeliputi:
a. sistem persampahan;
b. sistem penyediaan air minum;
c. sistem pengelolaan air limbah;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.
(2) Sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)di Kecamatan Tebo
Tengah dan Kecamatan Rimbo Bujang;dan
b. pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Sementara Terpadu
(TPST) di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo.
(3) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pengembangan sistem penyediaan air minum melalui PDAM di
Kecamatan Tebo Tengah yang melayani perkotaan Muara Tebo; dan
b. pengembangan distribusi air minum/air bersih melalui jaringan
pipa sepanjang jaringan jalan utama meliputi:
1. Kecamatan Tebo Tengah;
2. Kecamatan Rimbo Bujang;
3. Kecamatan Tebo Ulu;
4. Kecamatan Sumay;dan
5. Kecamatan Tebo Ilir.
6. Sistem Ibu Kota Kecamatan (IKK) disetiap Ibu Kota Kecamatan
(4) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. pengelolaan limbah domestik berupa Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) komunal terdapat di Perkotaan Muara Tebo,
Perkotaan Wirotho Agung dan Perkotaan Sungai Bengkal;
b. pengelolaan limbah domestik berupa septic tank terdapat di:
1. Perkotaan Pulau Temiang;
2. Perkotaan Sungai Abang;
3. Perkotaan Sekutur Jaya;
4. Perkotaan Pintas Tuo;
5. Perkotaan Mengupeh;
6. Perkotaan Teluk Singkawang;
7. Perkotaan Karang Dadi;
8. Perkotaan Suka Damai; dan
9. Perkotaan Balai Rajo.
c. pengelolaan limbah non domestik terdapat di Perkotaan Muara Tebo
dan Perkotaan Rimbo Bujang; dan
d. pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) terdapat di
kawasan industri Kecamatan Muara Tabir, Kecamatan Serai
Serumpun, dan Kecamatan Tengah Ilir.
(5) Sistemjaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. pengembangan jaringan drainase primer terdiri atasSungai
Batanghari dan anak sungai meliputi:
23
1. Sungai Batang Hari;
2. Sungai Batang Sumay;
3. Sungai Tabir;
4. Sungai Langsip;
5. Sungai Tebo; dan
6. Sungai Jujuhan.
b. pengembangan jaringan drainase sekunder terdapat di sepanjang
jaringan jalan utama perkotaan dan pedesaan.
(6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf emeliputi:
a. jalur evakuasi bencana banjir dan longsor meliputi:
1. pengembangan ruas jalan Pintas Tuo – Betung Bedara
2. pengembangan ruas jalan Sekutur Jaya – Tanjung Aur Pulau
Temiang
3. pengembangan ruas jalan Simpang Niam – Batas Kabupaten
Tanjung Barat.
b. ruang evakuasi bencana banjir dan longsor berada di kantor desa
dan bangunan sekolah Kecamatan Tebo Ilir dan Kecamatan Rimbo
Bujang.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 25
24
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 26
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
Pasal 27
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 28
25
i. Dam Kepungo di Kecamatan VII Koto Ilir.
(4) Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berupa kawasan mata air dengan jarak sempadan 200 (dua
ratus) meter sekeliling mata air di luar kawasan permukiman dan 100
(seratus) meter sekeliling mata air di dalam kawasan permukiman.
(5) Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d berada di seluruh kawasan perkotaan meliputi:
a. RTH publik berupa taman kota, taman pemakaman umum, dan
jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai dengan luas kurang
20 (dua puluh) persen dari luas seluruh perkotaan;
b. RTH privat berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhandengan luas kurang
lebih 10 (sepuluh) persen dari luas seluruh perkotaan; dan
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai RTH Perkotaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b diatur dalam Rencana Detail
Tata Ruang.
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 29
26
d. kawasan Eks Rumah Pahlawan nasional Sultan Thaha di
Kecamatan Muara Tabir.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 30
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 31
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 32
27
b. kawasan hutan produksi tetap.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Hutan Hulu Sumay dengan luas kurang lebih 5.912 (lima ribu
sembilan ratus dua belas) hektar;
b. Hutan Sungai Sirih-sirih dengan luas kurang lebih 3.535 (tiga ribu
lima ratus tiga puluh lima) hektar; dan
c. Hutan Hulu Sekalo dengan luas kurang lebih 7.470 (tujuh ribu
empat ratus tujuh puluh) hektar.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Hutan Batang Tabir dengan luas kurang lebih 15.767 (lima belas
ribu tujuh ratus enam puluh tujuh) hektar;
b. Hutan Tabir Kejasung dengan luas kurang lebih 19.800 (sembilan
belas ribu delapan ratus) hektar; dan
c. Hutan Pasir Mayang Danau Bangko dengan luas kurang lebih
194.241 (seratus sembilan puluh empat ribu dua ratus empat
puluh satu) hektar.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 33
28
(5) Pertanianlahan basah bukan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b dengan luas 5.075 (lima ribu tujuh puluh lima) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Tebo Ilir;
b. Kecamatan Tebo Tengah;
c. Kecamatan Tengah Ilir;
d. Kecamatan Sumay;
e. Kecamatan Rimbo Bujang;
f. Kecamatan Rimbo Ulu;
g. Kecamatan Tebo Ulu;
h. Kecamatan VII Koto;
i. Kecamatan Muara Tabir;
j. Kecamatan Serai Serumpun; dan
k. Kecamatan VII Koto Ilir.
(6) Pertanian tanaman pangan lahan kering sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dengan luas kurang lebih 38.622 (tiga puluh delapan
ribu enam ratus dua puluh dua) hektar yang tersebar di seluruh
wilayah kabupaten.
(7) Kawasan pertanian pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih
36.162 (tiga puluh ribu seratus enam puluh dua) hektar atau kurang
lebih 75 (tujuh puluh lima) persen dari luas lahan pertanian tanaman
pangan yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten.
(8) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luas kurang lebih 4.760 (empat ribu tujuh ratus enam puluh)
hektar meliputi:
a. pengembangan sentra sayur-sayuran meliputi:
1. Kecamatan Tebo Tengah;
2. Kecamatan Tebo Ilir;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan VII Koto; dan
5. Kecamatan Rimbo Bujang.
b. pengembangan sentra buah- buahan meliputi:
1. komoditas durian di Kecamatan Rimbo Ulu;
2. komoditas salak pondoh di Kecamatan Rimbo Bujang;
3. komoditas duku terdapat di Kecamatan Tebo Ilir, Kecamatan
Tengah Ilir, Kecamatan Tebo Tengah, Kecamatan Sumay,
Kecamatan Serai Serumpun, Kecamatan Tebo ulu, Kecamatan
VII Koto Ilir, dan Kecamatan VII Koto;
4. komoditas jeruk di Kecamatan Tengah Ilir dan Kecamatan VII
Koto; dan
5. komoditas sawo di Kecamatan Rimbo Ilir.
(9) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. pengembangan perkebunankaretdengan luas kurang lebih 111.549
(seratus sebelas ribu lima ratus empat puluh sembilan) hektar
terdapat di:
1. KecamatanTebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
29
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan Rimbo Bujang;
6. Kecamatan Rimbo Ulu;
7. Kecamatan Rimbo Ilir;
8. Kecamatan Tebo Ulu; dan
9. Kecamatan VII Koto.
b. pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan luas kurang lebih
40.515 (empat puluh ribu lima ratus lima belas) hektar terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan Rimbo Bujang;
6. Kecamatan Rimbo Ulu;
7. Kecamatan Rimbo Ilir;
8. Kecamatan Tebo Ulu; dan
9. Kecamatan VII Koto.
c. pengembangan perkebunan kopidengan luas kurang lebih 969
(sembilan ratus enam puluh sembilan) hektar terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Sumay;
3. Kecamatan Rimbo Bujang;
4. Kecamatan Rimbo Ulu; dan
5. Kecamatan VII Koto.
d. pengembangan perkebunan kelapa dalam dengan luas kurang lebih
1.020 (seribu dua puluh) hektar terdapat di:
1. Kecamatan Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan Rimbo Bujang;
6. Kecamatan Rimbo Ulu;
7. Kecamatan Rimbo Ilir;
8. Kecamatan Tebo Ulu; dan
9. Kecamatan VII Koto.
e. pengembangan perkebunan pinang dengan luas kurang lebih 187
(seratus delapan puluh tujuh) hektar terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan Tebo Ulu; dan
6. Kecamatan VII Koto.
f. pengembangan perkebunan coklat dengan luas kurang lebih 38
(tiga puluh delapan) hektar terdapat di Kecamatan Tebo Ilir.
(10) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. pengembangan sentra peternakansapiterdapat di:
1. Kecamatan Rimbo Bujang;
30
2. Kecamatan Rimbo Ulu; dan
3. Kecamatan Rimbo Ilir.
b. pengembangan sentra peternakan kerbauterdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Rimbo Ulu;
4. Kecamatan VII Koto; dan
5. Kecamatan Serai Serumpun.
c. pengembangan sentra peternakan kambing terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Rimbo ilir;
3. Kecamatan Tebo Ulu; dan
4. Kecamatan VII Koto.
d. pengembangan sentra peternakan domba terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan VII Koto;
6. Kecamatan Muara Tabir;
7. Kecamatan Serai Serumpun; dan
8. Kecamatan VII Koto Ilir.
e. pengembangan sentra peternakan ayam buras dan itik terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Rimbo Bujang;
3. Kecamatan Rimbo Ulu; dan
4. Kecamatan Rimbo Ilir.
f. pengembangan sentra peternakan ayam pedaging terdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah;
3. Kecamatan Tengah Ilir;
4. Kecamatan Sumay;
5. Kecamatan Rimbo Bujang; dan
6. Kecamatan Rimbo Ulu.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 34
31
c. Kecamatan Tengah Ilir;
d. Kecamatan Sumay;
e. Kecamatan Tebo Ulu;
f. Kecamatan VII Koto; dan
g. Kecamatan Muara Tabir.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf bberupa perikanan budidaya di sungai dan danau
dengan komoditas nila, mas, lele, dan patin terdapat di:
a. Kecamatan Tebo Tengah;
b. Kecamatan Rimbo Ulu;
c. Kecamatan Tebo Ulu;
d. Kecamatan VII Koto Ilir;
e. Kecamatan Rimbo Bujang; dan
f. Kecamatan Rimbo Ulu.
(4) Prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) meliputi:
a. Kecamatan Tebo Tengah;
b. Kecamatan Tebo Ilir; dan
c. Kecamatan VII Koto Ilir.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 35
32
3. Kecamatan Serai Serumpun.
e. pertambangan granit terdapat Kecamatan Sumay.
f. pertambangan batu pasir kuarsaterdapat di
1. Kecamatan Tengah Ilir;
2. Kecamatan Tebo Tengah; dan
3. Kecamatan Tebo Ilir.
(3) Pengembangan wilayah usaha pertambangan minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa minyak bumi
terdapat di:
a. Kecamatan Sumay;
b. Kecamatan Tengah Ilir;
c. Kecamatan Tebo Ilir;
d. Kecamatan VII Koto; dan
e. Kecamatan VII Koto Ilir.
(4) Pengembangan wilayah usaha pertambangan rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pertambangan tanah liat terdapat di:
1. Kecamatan Rimbo Bujang;
2. Kecamatan Tebo Tengah; dan
3. Kecamatan Tebo Ilir.
b. pertambangan sirtuterdapat di:
1. Kecamatan Tebo Ilir;
2. Kecamatan Tengah Ilir;
3. Kecamatan Tebo Tengah;
4. Kecamatan Tebo Ulu;
5. Kecamatan VII Koto; dan
6. Kecamatan VII Koto Ilir.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 36
33
b. pengembangan industri pengolahan makanan di Kecamatan Rimbo
Ilir, Tebo Tengah, Rimbo Ulu dan Rimbo Bujang.
c. pengembangan industri batu bata di Kecamatan Tebo Ilir, Tebo
Tengah dan Serai Serumpun.
d. Pengembangan industri pandai besi, teralis di kecamatan Rimbo
Bujang, Tebo Tengah, VII Koto dan Sumay.
e. Pengembangan sentra kerajinan bordir, anyaman rotan dan meubel
di Kecamatan Tebo Tengah, Tengah Ilir, VII Koto dan Tebo Ulu.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 37
Paragraf 7
34
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 38
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 39
35
c. Komplek markas Kepolisian Sektor (POLSEK) terdapatdi setiap
kecamatan Kabupaten Tebo; dan
d. Komando Rayon Militer (Koramil) terdapat di setiap kecamatan
Kabupaten Tebo.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 40
Bagian Kedua
Kawasan Strategis Nasional
Pasal 41
Bagian Ketiga
Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 42
Bagian Keempat
Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 43
36
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan agroindustri di Kecamatan Tebo Ilir, Kecamatan Tengah
Ilir, Kecamatan Sumay, Kecamatan Tebo Ulu, Kecamatan VII Koto
dan Kecamatan VII Koto Ilir;
b. kawasan perkotaan Muara Tebo sebagai PKWp; dan
c. kawasan Danau Sigombak di Kecamatan Tebo Ulu.
(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kawasan
Taman Tanggo Rajo di Kecamatan Tebo Tengah.
(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. kawasan Taman Wisata Alam Bukit Sari di Kecamatan Tebo Ilir;
dan
b. kawasan Hutan Penelitian Biotropdi Kecamatan Tebo Tengah.
(5) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) akan diatur lebih lanjut dengan Rencana Rinci Kawasan Strategis
Kabupaten yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah tersendiri.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 44
Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Struktur Ruang
Pasal 45
37
Pasal 46
38
2. pengembangan pariwisata Taman Tanggo Rajo, Makam Sultan
Thaha, dan Makam Datu Panjang di Kecamatan Tebo Tengah;
dan
3. pembangunan taman kota.
i. pengembangan pusat peribadatan meliputi:
1. pembangunan masjid raya; dan
2. pembangunan islamic center.
j. penyusunan Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Permukiman Daerah (RIP4D) Muara Tebo;
k. pengadaan lahan untuk Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan
Lingkungan Siap Bangun (Lisiba);
l. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman;
m. peningkatan kapasitas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM);
n. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang ramah lingkungan; dan
o. pembangunan instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pasal 47
39
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(2) Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b berupa pembangunan di Perkotaan
Wirotho Agung meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Perkotaan Wirotho Agung;
b. pengembangan perkantoran skala kabupaten;
c. pembangunan pusat perdagangan skala sub regional, meliputi:
1. pengembangan pasar sub regional Wirotho Agung;
2. pengembangan pertokoan;
3. pembangunan SPBU/SPPBE; dan
4. pembangunan pasar hewan.
d. pembangunan pusat jasa skala sub regional, meliputi:
1. pembangunan perbankan; dan
2. pembangunan hotel/penginapan.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kabupaten, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pembangunan puskesmas skala kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
2. pembangunan taman rekreasi dan taman kota.
g. pengembangan pusat pendidikan skala kabupaten;
1. pengembangan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri; dan
2. pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pertanian.
h. pembangunan masjid;
i. pengembangan dan pembangunan pelayanan transportasi, berupa
peningkatan terminal tipe C menjadi tipe B di Perkotaan Wirotho
Agung;
j. pembangunan pabrik pengolahan pertanian; dan
k. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
Pasal 48
40
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga;
2. pembangunan taman kota; dan
3. pengembangan pariwisata Danau Sigombak dan Irigasi Pagar
Puding di Kecamatan Tebo Ulu.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan Balai Benih Ikan (BBI); dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(2) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Sungai Abang meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Sungai Abang;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan koperasi simpan pinjam/pegadaian; dan
2. pembangunan penginapan.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
2. pembangunan taman kota.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pengolahan hasil pertanian; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(3) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Sekutur Jaya meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
Perkotaan Sekutur Jaya;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
41
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
2. pembangunan taman kota.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pengolahan hasil pertanian; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(4) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Pintas Tuo meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Pintas Tuo;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga;
2. pembangunan taman kota; dan
3. pengembangan pariwisata Taman Nasional Bukit Dua Belas di
Kecamatan Muara Tabir.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(5) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Mengupeh meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Mengupeh;
b. penyusunan kawasan strategis Pusat Agroindustri di Kecamatan
Tengah Ilir;
c. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
d. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
e. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
f. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
g. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga;
42
2. pembangunan taman kota; dan
3. pengembangan pariwisata kawasan Batu Menangis di
Kecamatan Tengah Ilir.
h. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
i. pembangunan masjid;
j. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
k. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(6) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Teluk Singkawang meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Teluk Singkawang;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga;
2. pembangunan taman kota; dan
3. pengembangan pariwisata kawasan Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh, Air Terjun Pemayungan, air Terjun Bulian Berdarah,
dan Situs Candi Gendong di Kecamatan Sumay.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(7) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Karang Dadi meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Karang Dadi;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
43
2. pembangunan taman kota.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(8) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Suka Damai meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Suka Damai;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
2. pembangunan taman kota.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(9) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c berupa pembangunan di
Perkotaan Balai Rajo meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan
perkotaan Balai Rajo;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala kecamatan;
c. pembangunan pusat perdagangan skala kecamatan, meliputi:
1. pembangunan pertokoan/ruko; dan
2. pembangunan SPBU.
d. pembangunan jasa skala kecamatan berupa pembangunan
koperasi simpan pinjam/pegadaian.
e. pengembangan pusat kesehatan skala kecamatan, meliputi:
1. pengembangan puskesmas rawat inap; dan
2. pengembangan puskesmas pelayanan kecamatan.
f. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan lapangan olahraga; dan
2. pembangunan taman kota.
g. pembangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
h. pembangunan masjid;
i. pembangunan pusat industri kecil dan kerajinan tangan; dan
44
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
Pasal 49
Pasal 50
45
c. Pengembangan sistem jaringan jalan lokal primer meliputi:
1. Ruas Jalan Arteri Primer – Suo – Suo – Muara Sekalo –
Semambu – Pemayungan .
2. Ruas Kolektor Primer Tanjung Aur – Sekutur Jaya – Sako
Makmur – Napal Putih - Bukit Pemuatan –Pemayungan.
3. Ruas Jalan Arteri Primer – karang Dadi – Sumber Agung –
Kolektor Primer ( Simpang Jambu)
4. Ruas Jalan Arteri Primer – Sido rejo – Karang Dadi – jalan
Garuda Sapta Mulya – Jalan Poros Sapta Mulya – Ruas Jalan
Kolektor Primer
5. Ruas Jalan Kolektor Primer (Jalan 12 Wirotho Agung) – Suka
Damai – Sido Rukun – batas Kabupaten Bungo
6. Ruas Jalan Kolektor Primer – Jalan 6 Desa Printis – Desa
Sumber Sari – Muara Niro - Teluk Kayu Putih
7. Ruas jalan Arteri Primer – Sumber Agung – Rantau Kembang –
Purwo Harjo – Ruas jalan Kolektor Primer
8. Ruas Jalan Kolektor Primer – Tirta Kencana – Tegal Arum
9. Ruas jalan Arteri Primer – Tanjung Dani – Pinang Belai – sekutur
Jaya
10. Ruas Jalan Kolektor Primer – Jalan Layu – Desa Sungai Pandan
11. Ruas Jalan Arteri Primer – Batung Bedara – Pintas Tuo - Bangun
Seranten –Sunagi Jernih
12. Ruas Jalan Lokal Primer – Tambun Arang – Tanah Garo
13. Ruas Jalan Lokal Primer
d. pembangunan dan peningkatan jalan baru meliputi:
1. ruas Tebo – Pulau Tamiang – Batas Sumbar;
2. ruas Pulau Temiang – Wiroto Agung – Sp. Rimbo Bujang;
3. ruas Simpang Margoyoso - Sri Sembilan - Betung Berdarah; dan
4. ruas Simpang Niam – Batas Kabupaten Tebo/ Batas Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
(4) Perwujudan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. peningkatan terminal tipe C menjadi terminal tipe A di Kecamatan
Tebo Tengah; dan
b. pengembangan terminal tipe C menjadi terminal tipe B di
Kecamatan Rimbo Bujang.
(5) Perwujudan jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. pengembangan jalur angkutan yang menghubungkan antar pusat –
pusat kegiatan meliputi:
1. jalur Perkotaan Sungai Bengkal – Perkotaan Muara Tebo –
Perkotaan Wirotho Agung;
2. Jalur Perdesaan dan Perkotaan dari Muara Tebo – Teluk
Singkawang – Pulau Temiang
3. Jalur Pedesaan dari Pulau Temiang – Balai Rajo – Sungai Abang
– Tanjung – Teluk Lancang
4. Jalur Pedesaan dari Sungai Jernih – Bangun Seranten – Pintas –
Betung Bedara –Sungai Bengkal
46
5. Jalur Perkotaan Pulau Temiang – Teluk Kuali – Simpang Logpon
– Wirotho Agung
6. Jalur Perdesaan Sekutur Jaya - Tanjung Aur – Pulau Temiang
7. Jalur Perdesaan Sido Rukun – Suka Damai – Wirotho Agung
8. Jalur Perdesaan dari Sumber Sari – Winareja – Suka Damai
9. Jalur Perdesaan antar Kecamatan di Kabupaten Tebo.
b. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kota Medan -
Kabupaten Tebo – Kota Jakarta;
c. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kabupaten Tebo –
Kota Jambi; dan
d. pengembangan angkutan barang dengan jalur Kabupaten Tebo –
Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.
(6) Perwujudan jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
(ASDP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. pengembangan Pelabuhan Muara Tebo di Kecamatan Tebo
Tengah;dan
b. pengembangan Pelabuhan Sungai Bengkal di Kecamatan Tebo Ilir.
(7) Perwujudan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pembangunan jaringan jalur kereta api umum berupa jalur batas
Sumatera Barat - Muara Bungo – Muara Tebo – Muara Tembesi –
Muara Bulian – Jambi; dan
b. pembangunan jaringan jalur kereta api khusus meliputi:
1. pembangunan jalur batas Sumatera Barat - Muara Bungo –
Muara Tebo – Muara Tembesi – Muara Bulian – Kota Jambi –
Muara Sabak; dan
2. pembangunan jalur batas Sumatera Barat - Muara Bungo –
Muara Tebo – Muara Tembesi – Sarolangun.
c. pembangunan stasiun kereta api di Muara Tebo, Kecamatan Tebo
Tengah.
Pasal 51
Pasal 52
47
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jati Belarik
yang terdapat di Kecamatan Tebo Tengah;
d. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang
terdapat di Kecamatan Sumay;
e. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang terdapat
di Desa Amburan Batang Tebo, Desa Kunangan dan Desa Muara
Ketalo;
f. pengembangan gardu induk Muara Tebo terdapat di Kecamatan Tebo
Tengah;
g. pembangunan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET) dengan tegangan 500 (lima ratus) kV interkoneksi jaringan
listrik Sumatera Barat – Muara Bungo – Jambi – Muaro Jambi –
Tanjung Jabung Barat – Tebo;
h. pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
dengan tegangan 150 (seratus lima puluh) kV menghubungkan
Sumatera Barat – Jambi – Sumatera Selatan melalui Kecamatan Tebo
Ilir, Kecamatan Tengah Ilir, dan Kecamatan Tebo Tengah; dan
i. pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangah Menengah (SUTM)
dengan tegangan 20 (dua puluh) kV menghubungkan antar kecamatan
di Kabupaten Tebo.
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
(1) Perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf d meliputi:
48
a. sistem persampahan;
b. sistem air minum;
c. sistem pengelolaan air limbah;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.
(2) Perwujudan sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Kecamatan Tebo
Tengah dan Kecamatan Rimbo Bujang; dan
b. pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Sementara Terpadu
(TPST) di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo.
(3) Perwujudan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengembangan sistem penyediaan air minum melalui PDAM di
Kecamatan Tebo Tengah yang melayani perkotaan Muara Tebo; dan
b. pengembangan distribusi air minum/air bersih melalui jaringan
pipa sepanjang jaringan jalan utama meliputi:
1. Kecamatan Tebo Tengah;
2. Kecamatan Rimbo Bujang;
3. Kecamatan Tebo Ulu;
4. Kecamatan Sumay; dan
5. Kecamatan Tebo Ilir.
(4) Perwujudan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. pengelolaan limbah domestik berupa Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) komunal terdapat di Perkotaan Muara Tebo,
Perkotaan Wirotho Agung dan Perkotaan Sungai Bengkal;
b. pengelolaan limbah domestik berupa septic tank terdapat di
1. Perkotaan Pulau Temiang;
2. Perkotaan Sungai Abang;
3. Perkotaan Sekutur Jaya;
4. Perkotaan Pintas Tuo;
5. Perkotaan Mengupeh;
6. Perkotaan Teluk Singkawang;
7. Perkotaan Karang Dadi;
8. Perkotaan Suka Damai; dan
9. Perkotaan Balai Rajo.
c. pengelolaan limbah non domestik terdapat di Perkotaan Muara Tebo
dan Perkotaan Wirotho Agung; dan
d. pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) terdapat di
kawasan industri Kecamatan Muara Tabir, Kecamatan Serai
Serumpun, dan Kecamatan Tengah Ilir.
(5) Perwujudan jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. pengembangan jaringan drainase primer terdiri atas Sungai
Batanghari dan anak sungai meliputi:
1. Sungai Batang Hari;
2. Sungai Batang Sumay;
3. Sungai Tabir;
49
4. Sungai Langsip;
5. Sungai Tebo; dan
6. Sungai Jujuhan.
b. pengembangan jaringan drainase sekunder terdapat di sepanjang
jaringan jalan utama perkotaan dan pedesaan.
(6) Perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. pengembangan ruas jalan Simpang Logpon – Dharmasraya batas
Sumbar;
b. pengembangan ruas jalan Simpang Logpon – Wirotho Agung; dan
c. pengembangan ruas jalan Pintas Tuo –Betung Bedara
d. Pengembangan Ruas Jalan Sekutur Jaya – Tanjung Aur – Pulau
Temiang
e. Pengembangan Ruas Jalan Simpang Niam – Batas Kabupaten
Tanjung Jabung Barat
Bagian Ketiga
Perwujudan Rencana Pola Ruang
Pasal 56
Pasal 57
50
b. rehabilitasi hutan diselengggarakan melalui reboisasi, penghijauan,
pemeliharaan, pengayaan tanaman, konservasi tanah;
c. pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan kawasan; dan
d. rencana induk kebakaran.
Pasal 58
Pasal 59
51
b. penertiban bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada sempadan mata air secara bertahap sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal; dan
c. pengembangan ruang terbuka hijau dan prasarana pariwisata.
(5) Perwujudan kawasan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d meliputi:
a. pengembangan RTH pekarangan meliputi:
1. pekarangan rumah tinggal;
2. halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha; dan
3. taman pada bangunan.
b. pengembangan RTH taman dan hutan kota meliputi;
1. taman RT;
2. taman RW;
3. taman kelurahan;
4. taman kecamatan;
5. taman kota; dan
6. hutan kota.
c. pengembangan jalur hijau jalan meliputi:
1. pulau jalan dan median jalan;
2. jalur pejalan kaki sepanjang kiri kanan jalan;
3. RTH sempadan rel kereta api;
4. jalur hijau jaringan tegangan tinggi;
5. RTH sempadan sungai;
6. RTH pengamanan sumber air baku/mata air; dan
7. Pemakaman.
d. pengendalian KDH; dan
e. pelaksanaan gerakan satu rumah lima pohon.
Pasal 60
(1) Perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf d meliputi:
a. perwujudan kawasan taman nasional;
b. perwujudan kawasan taman wisata alam; dan
c. perwujudan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Perwujudan kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. penetapan batas kawasan;
b. pemantapan fungsi tiap zona kawasan;
c. perlindungan habitat endemik;
d. pelaksanaan rehabilitasi pada area yang mengalami kerusakan; dan
e. peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kawasan
taman nasional.
(3) Perwujudan kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. penetapan batas kawasan;
b. pemantapan fungsi tiap zona kawasan;
c. perlindungan habitat endemik;
d. pelaksanaan rehabilitasi pada area yang mengalami kerusakan; dan
52
e. peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kawasan
taman wisata alam.
(4) Perwujudan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. penetapan dan pemantapan jenis cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;
b. penetapan batas kawasan;
c. perencanaan kawasan; dan
d. rehabilitasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan,
penguatan program dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 61
Pasal 62
Perwujudan kawasan peruntukan hutan produksisebagaimana
dimaksuddalam Pasal 56 ayat (3) huruf a meliputi:
53
a. penetapan batas kawasan;
b. penetapan jenis komoditas dan cara penebangan;
c. pengolahan hasil hutan produksi baik berupa kayu maupun non kayu;
d. pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan hutan; dan
e. mensinergikan pengelolaan hutan produksi dengan kegiatan lain yang
saling mendukung.
Pasal 63
54
a. penetapan kawasan sentra peternakan dan penetapan komoditas
unggulan;
b. pengembangan sentra bibit unggul;
c. pengembangan sentra pengolahan pakan ternak;
d. pengembangan pengolahan hasil peternakan;
e. pengembangan pengolahan kotoran ternak;
f. peningkatan produktifitas peternakan dengan komoditas sapi,
kerbau, kambing, domba, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging;
dan
g. peningkatan sarana dan prasarana peternakan.
(6) Pengembangan kawasan pertanian progresif atau mixed farming
meliputi:
a. penetapan pengembangan kawasan pertanian progresif;
b. kegiatan terpadu antara pertanian dan peternakan;
c. kegiatan terpadu antara pertanian dan perikanan; dan
d. kegiatan terpadu antara perkebunan dan peternakan.
Pasal 64
Pasal 65
55
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
56
h. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman; dan
i. sosialisasi penggunaan bangunan bertingkat.
(3) Perwujudan kawasan permukiman perdesaan meliputi:
a. penyediaan perumahan yang memadai, aman dan nyaman bagi
masyarakat perdesaan;
b. penyediaan perumahan masyarakat perdesaan tetap
memperhatikan sistem kearifan lokal dan sistem kekerabatan
yang berlaku;
c. penyediaan sarana dan prasarana permukiman sesuai daya
dukung kawasan;
d. pengembangan permukiman produktif dan berkelanjutan;
e. perbaikan lingkungan permukiman kumuh dan kurang layak
huni;
f. rehabilitasi dan/atau relokasi permukiman yang terletak pada
kawasan rawan bencana;
g. konservasi kawasan tradisional/etnis/ bersejarah; dan
h. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
Pasal 69
Bagian Keempat
Perwujudan Kawasan Strategis
Pasal 70
Paragraf 1
Perwujudan Kawasan Strategis Nasional
Pasal 71
Perwujudan Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Kawasan
Nasional Dua Belas yang merupakan kawasan strategis dari sudut
57
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di Kecamatan
Sumay berdasarkan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 huruf a meliputi:
a. penetapan batas kawasan;
b. pemantapan fungsi tiap zona kawasan;
c. perlindungan habitat endemik;
d. pelaksanaan rehabilitasi pada area yang mengalami kerusakan; dan
e. peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kawasan
taman nasional.
Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 72
Paragraf 3
Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 73
58
c. perwujudan penyediaan sarana dan prasarana kawasan
agroindustri.
(3) Perwujudan kawasan perkotaan Muara Tebo sebagai PKWp
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Perkotaan Muara Tebo;
b. pengembangan perkantoran pemerintahan skala regional;
c. pembangunan pusat perdagangan skala regional, meliputi:
1. pengembangan pasar induk regional Muara Tebo;
2. pengembangan dan pembangunan pusat perbelanjaan/ mall/
pertokoan;
3. pembangunan SPBU/SPPBE; dan
4. pembangunan toko kerajinan/souvenir.
d. pembangunan pusat jasa skala regional, meliputi:
1. pembangunan perbankan; dan
2. pembangunan hotel/penginapan.
e. pengembangan dan pembangunan pelayanan transportasi,
meliputi:
1. peningkatan terminal Tipe C menjadi tipe A di Kecamatan Tebo
Tengah;
2. pembangunan jaringan rel Kereta Api (KA); dan
3. pembangunan stasiun di Muara Tebo.
f. pengembangan pusat pendidikan skala regional;
1. pembangunan perpustakaan daerah;
2. pembangunan Perguruan Tinggi (PT);
3. pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) modern;
4. pengembangan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri;
5. pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK);
6. pembangunan Madrasah Aliyah Negeri (MAN);
7. pengembangan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri; dan
8. pembangunan taman bacaan yang menyatu dengan Ruang
Terbuka Hijau (RTH).
g. pengembangan pusat kesehatan skala kabupaten, meliputi:
1. pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe B;
2. pembangunan rumah sakit swasta khusus speasialis; dan
3. pembangunan rumah sakit bersalin.
h. pengembangan pusat rekreasi, olahraga dan wisata, meliputi:
1. pembangunan Gedung Olah Raga (GOR) dan kesenian;
2. pengembangan pariwisata Taman Tanggo Rajo, Makam Sultan
Thaha, dan Makam Datu Panjang di Kecamatan Tebo Tengah;
dan
3. pembangunan taman kota.
i. pengembangan pusat peribadatan meliputi:
1. pembangunan masjid raya; dan
2. pembangunan islamic center.
j. penyusunan Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Permukiman Daerah (RIP4D) Muara Tebo;
k. pengadaan lahan untuk Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan
Lingkungan Siap Bangun (Lisiba);
59
l. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman;
m. peningkatan kapasitas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM);
n. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang ramah lingkungan; dan
o. pembangunan instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
(4) Perwujudan kawasan Danau Sigombak di Kecamatan Tebo Ulu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pemantapan fungsi pada kawasan Danau Sigombak;
b. penertiban bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada Danau Sigombak secara bertahap sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal; dan
c. pengembangan ruang terbuka hijau dan prasarana pariwisata
(5) Perwujudan kawasan Taman Tanggo Rajo di Kecamatan Tebo Tengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. penetapan dan pemantapan kawasan Taman Tanggo Rajo;
b. penetapan batas kawasan Taman Tanggo Rajo;
c. perencanaan kawasan Taman Tanggo Rajo; dan
d. rehabilitasi kawasan Taman Tanggo Rajo, penguatan program dan
pemberdayaan masyarakat.
(6) Perwujudan kawasan Taman Wisata Alam Bukit Sari di Kecamatan
Tebo Ilir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. penetapan batas kawasan Taman Wisata Alam Bukit Sari;
b. pemantapan fungsi tiap zona kawasan Taman Wisata Alam Bukit
Sari;
c. perlindungan habitat endemik;
d. pelaksanaan rehabilitasi pada area yang mengalami kerusakan;
dan
e. peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kawasan
Taman Wisata Alam Bukit Sari.
(7) Perwujudan kawasan Hutan Penelitian Biotrop di Kecamatan Tebo
Tengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. penetapan dan pemantapan kawasan Hutan Pendidikan;
b. penetapan batas kawasan Hutan Pendidikan;
c. perencanaan kawasan Hutan Pendidikan; dan
d. rehabilitasi kawasan Hutan Pendidikan, penguatan program dan
pemberdayaan masyarakat.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 74
60
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan zonasi
Pasal 75
Pasal 76
61
Pasal 77
62
b. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan
pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan
penyandang cacat, dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas
dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan;
dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. penyediaan penempatan rambu yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
3. penyediaan jembatan penyeberangan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
4. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan kolektor primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. kegiatan berkepadatan sedang;
2. penggunaan lahan campuran berupa perumahan,
perdagangan dan jasa berkepadatan sedang; dan
3. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang
mempunyai fungsi konservasi dan penyediaan oksigen.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas sedang dan menyediakan prasarana
tersendiri;
2. perumahan dengan kepadatan sedang dengan syarat tidak
berorientasi langsung pada jalan kolektor primer;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas melalui penyediaan
sarana dan prasarana dengan memenuhi standart keamanan.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas tinggi dan berorientasi langsung pada jalan
kolektor primer;
2. perumahan dengan kepadatan tinggi yang langsung
berorientasi langsung pada jalan kolektor primer;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas yang langsung
berorientasi langsung pada jalan kolektor primer;
4. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan
kolektor primer; dan
5. alih fungsi lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan
berkelanjutan, kawasan lindung atau fungsi-fungsi lain yang
ditetapkan sebagai fungsi lindung.
(6) Ketentuan teknis jaringan jalan kolektor primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) meliputi:
63
a. intensitas KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis
peruntukan yang akan dilakukan memenuhi ketentuan ruang
pengawasan jalan;
b. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan
pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan
penyandang cacat, dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas
dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan;
dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. penyediaan penempatan rambu yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
3. penyediaan jembatan penyeberangan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
4. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan lokal primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. kegiatan berkepadatan sedang sampai tinggi;
2. penggunaan lahan campuran berupa perumahan, perdagangan
dan jasa berkepadatan sedang sampai tinggi; dan
3. pengembangan RTH sepanjang jaringan jalan yang mempunyai
fungsi konservasi dan penyediaan oksigen.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan komersial berupa industri, perdagangan dan jasa
dengan intensitas sedang sampai tinggi dan menyediakan
prasarana tersendiri;
2. perumahan dengan kepadatan sedang sampai tinggi dengan
syarat tidak berorientasi langsung pada jalan lokal primer;
3. kegiatan lain berupa pariwisata, pendidikan, kesehatan,
olahraga disediakan secara terbatas melalui penyediaan sarana
dan prasarana dengan memenuhi standart keamanan.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan
lokal primer; dan
2. alih fungsi lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan
berkelanjutan, kawasan lindung atau fungsi-fungsi lain yang
ditetapkan sebagai fungsi lindung.
(8) Ketentuan teknis jaringan jalan lokal primer sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) meliputi:
a. intensitas KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis
peruntukan yang akan dilakukan memenuhi ketentuan ruang
pengawasan jalan;
b. prasarana dan sarana minimum berupa rambu lalu lintas, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat
64
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan
pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan
penyandang cacat, dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas
dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan;
dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. penyediaan penempatan rambu yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan;
2. penyediaan penempatan iklan yang sesuai dengan tipe
penggunaan lahan dan pengguna jalan; dan
3. penyediaan tempat pemberhentian angkutan yang sesuai
dengan tipe penggunaan lahan dan pengguna jalan.
Pasal 78
65
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH
produktif; dan
2. penyediaan rambu dan marka keselamatan pengguna lalu lintas
yang berhubungan dengan jalur kereta api.
Pasal 79
Pasal 80
66
Pasal 81
Pasal 82
67
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sumber air baku untuk air bersih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. pertanian berupa tanaman keras, perdu, tanaman pelindung
mata air;
2. bangunan penunjang pemanfaatan mata air antara lain pipa
sambungan air bersih;dan
3. bangunan penampung air untuk didistribusikan sebagai air
minum dan irigasi.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat berupa:
1. bangunan penunjang pariwisata; dan
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air.
c. kegiatan yang dilarang berupa:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi mata air; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari mata air.
(2) Ketentuan teknis sistem jaringan sumber air baku untuk air bersih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. intensitas bangunan berupa KDB yang diijinkan 10%, KLB 10%,
KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang dimaksud;
b. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung sungai berupa
jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH produktif;
dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
sumber air.
Pasal 86
68
a. sistem persampahan;
b. sistem air minum;
c. sistem pengelolaan air limbah;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
69
Pasal 90
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan drainase sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf d diatur sesuai dengan rencana detail
tata ruang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
70
1. diperbolehkan untuk wisata alam, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat tidak
merubah bentang alam;
2. memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu; dan
3. pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi bencana.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. penggunaan kawasan hutan lindung untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan
dalam kawasan hutan;
2. penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa
mengubah fungsi pokok kawasan hutan; dan
3. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai
oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan
jangka waktu tertentu serta pelestarian lingkungan hidup.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan;
2. penambangan dengan pola penambangan terbuka; dan
3. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah
ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi
lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan hutan
lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b
disertai ketentuan pembanguan dengan besaran KDB yang
diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH ≥ 90%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan pembangunan yang menunjang dengan
tanpa merubah bentang alam hutan lindung antara lain
penyediaan jalan setapak, bangunan non permanen yang tidak
merusak lingkungan, dan penyediaan prasarana lain penunjang
kegiatan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan hutan yang mengalami penurunan fungsi
maka dapat dilakukan rehabilitasi hutan melalui reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan
penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarakan
kondisi spesifik biofisik;
3. penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam
rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan
masyarakat; dan
4. reklamasi pada kawasan hutan bekas area tambang wajib
dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai
dengan tahapan kegiatan pertambangan.
71
Pasal 94
Pasal 95
72
d. RTH.
Pasal 96
Pasal 97
73
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan danau/waduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. pertanian berupa tanaman keras, perdu, tanaman pelindung
danau/waduk;
2. bangunan penunjang pemanfaatan danau/waduk antara lain
pipa sambungan air bersih; dan
3. bangunan penampung air untuk didistribusikan sebagai air
minum dan irigasi.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat berupa:
1. bangunan penunjang pariwisata; dan
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air.
c. kegiatan yang dilarang berupa:
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi danau/waduk; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari danau/waduk.
(3) Ketentuan teknis sempadan danau/waduk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. intensitas bangunan berupa KDB yang diijinkan 10%, KLB 10%,
KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang dimaksud;
b. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung danau/waduk
berupa jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH produktif;
dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
danau/waduk.
Pasal 98
74
1. bangunan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi mata air; dan
2. kegiatan baik berupa bangunan maupun bukan yang potensi
mencemari mata air.
(3) Ketentuan teknis sistem jaringan semapadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. intensitas bangunan berupa KDB yang diijinkan 10%, KLB 10%,
KDH 90% sesuai ketentuan bangunan yang dimaksud;
b. prasarana dan sarana minimum berupa pelindung mata air berupa
jalan setapak, kelengkapan bangunan yang diijinkan, dan
bangunan pelindung terhadap kemungkinan banjir; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. sepanjang ruang sempadan dapat dikembangkan RTH produktif;
dan
2. penyediaan rambu dan peringatan keselamatan terkait dengan
mata air.
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
75
1. penggunaan kawasan taman nasional untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan
dalam kawasan taman nasional; dan
2. penggunaan kawasan taman nasional dapat dilakukan tanpa
mengubah fungsi pokok kawasan taman nasional.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan taman
nasional;dan
2. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah
ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi
lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan taman nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan taman
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b
disertai ketentuan pembanguan dengan besaran KDB yang
diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH ≥ 90%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan pembangunan yang menunjang dengan
tanpa merubah bentang alam taman nasional antara lain
penyediaan jalan setapak, bangunan non permanen yang tidak
merusak lingkungan, dan penyediaan prasarana lain penunjang
kegiatan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan taman nasional yang mengalami penurunan
fungsi maka dapat dilakukan rehabilitasi taman nasional
melalui reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan
tanaman dan penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi taman nasional dilaksanakan berdasarakan
kondisi spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi taman nasional diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam
rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan
masyarakat.
Pasal 102
76
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. penggunaan kawasan taman wisata alam untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan
dalam kawasan taman wisata alam; dan
2. penggunaan kawasan taman wisata alam dapat dilakukan
tanpa mengubah fungsi pokok kawasan taman wisata alam.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan wisata
alam; dan
2. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah
ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi
lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan taman wisata alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan taman
wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b
disertai ketentuan pembanguan dengan besaran KDB yang
diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH ≥ 90%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan pembangunan yang menunjang dengan
tanpa merubah bentang alam taman wisata alam antara lain
penyediaan jalan setapak, bangunan non permanen yang tidak
merusak lingkungan, dan penyediaan prasarana lain penunjang
kegiatan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan taman wisata alam yang mengalami
penurunan fungsi maka dapat dilakukan rehabilitasi taman
wisata alam melalui reboisasi, penghijauan, pemeliharaan,
pengayaan tanaman dan penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi taman wisata alam dilaksanakan berdasarakan
kondisi spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi taman wisata alam diutamakan
pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam
rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan
masyarakat.
Pasal 103
77
1. diperbolehkan untuk wisata alam, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat tidak
merubah bentang alam; dan
2. pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi bencana.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. penggunaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
hanya dilakukan dalam kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan; dan
2. penggunaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
taman cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan; dan
2. pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya yang telah
ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi
lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dan b disertai ketentuan pembanguan dengan
besaran KDB yang diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH ≥ 90%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan pembangunan yang menunjang dengan
tanpa merubah bentang alam cagar budaya dan ilmu
pengetahuan antara lain penyediaan jalan setapak, bangunan
non permanen yang tidak merusak lingkungan, dan penyediaan
prasarana lain penunjang kegiatan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang
mengalami penurunan fungsi maka dapat dilakukan
rehabilitasi cagar budaya dan ilmu pengetahuan melalui
reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman
dan penerapan teknis konservasi tanah;
2. rehabilitasi cagar budaya dan ilmu pengetahuan
dilaksanakan berdasarakan kondisi spesifik biofisik; dan
3. penyelenggaraan rehabilitasi cagar budaya dan ilmu
pengetahuan diutamakan pelaksanaannya melalui
pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan
potensi dan memberdayakan masyarakat.
Pasal 104
78
b. kawasan rawan bencana tanah longsor.
Pasal 105
Pasal 106
79
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana tanah
longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. hutan, perkebunan, dan pertanian tanaman tahunan; dan
2. bangunan pendukung prasarana wilayah.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. peternakan dan perikanan;
2. bangunan pendukung pengembangan peternakan dan
perikanan dengan intensitas rendah; dan
3. prasarana wilayah yang hanya dapat melalui kawasan rawan
bencana tanah longsor.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. seluruh kegiatan berupa kawasan terbangun; dan
2. merubah fungsi hutan, perkebunan, dan pertanian tanaman
tahunan.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan rawan bencana tanah longsor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas berupa kegiatan pembangunan di kawasan rawan
bencana tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dan b disertai ketentuan pembanguan dengan besaran KDB yang
diijinkan ≤10%, KLB ≤ 10%, dan KDH ≥ 90%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan sarana dan
prasarana kegiatan penunjang hutan, perkebunan dan pertanian
tanaman pangan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan rawan bencana tanah longsor yang mengalami
penurunan fungsi maka dapat dilakukan rehabilitasi melalui
reboisasi, penghijauan, pemeliharaan;
2. penyelenggaraan rehabilitasi rawan bencana tanah longsor
diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif;
dan
3. reklamasi pada kawasan hutan bekas area tambang wajib
dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan
tahapan kegiatan pertambangan.
Pasal 107
80
3. pemanfaatan hutan produksi yang menebang tanaman/pohon
diwajibkan untuk melakukan penanaman kembali sebagai salah
satu langkah konservasi;
4. kegiatan budidaya yang diperkenankan pada kawasan hutan
produksi adalah kegiatan yang tidak mengolah tanah secara
intensif atau merubah bentang alam yang dapat menjadi
penyebab bencana alam; dan
5. kegiatan budidaya di hutan produksi diperbolehkan dengan
syarat kelestarian sumber air dan kekayaan hayati di dalam
kawasan hutan produksi dipertahankan.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; dan
2. pemanfaatan hasil hutan hanya untuk menjaga kestabilan
neraca sumber daya kehutanan.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. dilarang apabila kegiatan yang ada di hutan produksi tidak
menjamin keberlangsungan kehidupan di daerah bawahnya atau
merusak ekosistem yang dilindungi;
2. siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/
jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai, dan
anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan;
3. tidak diperbolehkan adanya perbuatan hukum yang potensial
merusak kelestarian hayati seperti pewarisan untuk
permukiman, atau jual beli pada pihak yang ingin mengolah
tanah secara intensif atau membangun bangunan fisik;
4. pembatasan pembangunan sarana dan prasarana di kawasan
hutan produksi; dan
5. kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang tanpa ada izin dari
pihak terkait.
(3) Ketentuan teknis pada kawasan peruntukan hutan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas KDB yang diijinkan 5%, KLB 5%, dan KDH 95%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa pembangunan
infrastruktur yang menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
dan
c. ketentuan lain-lain, meliputi:
1. hutan produksi di luar kawasan hutan yang dikelola oleh
masyarakat (hutan rakyat) dapat diberikan Hak Pakai atau Hak
Milik sesuai dengan syarat subyek sebagai pemegang hak;
2. apabila kriteria kawasan berubah fungsinya menjadi hutan
lindung, pemanfaatannya disesuaikan dengan lebih
mengutamakan upaya konservasi, misal: kawasan hutan
produksi dengan tebang pilih;
3. diadakan penertiban penguasaan dan pemilikan tanah serta
pembinaan dan pemanfaatannya yang seimbangn anatara
kepentingan KPH dengan masyarakat setempat bagi kawasan
yang fisiknya berupa hutan rakyat, tegalan, atau penggunaan
non hutan dan sudah menjadi lahan garapan masyarakat.
81
Pasal 108
Pasal 109
82
penyediaan lahan pertanian beririgasi di tempat yang lain melalui
perluasan jaringan irigasi.
Pasal 110
Pasal 111
83
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perkebunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. kawasan terbangun baik permukiman, maupun fasilitas sosial
ekonomi yang menunjang pengembangan perkebunan;
2. industri penunjang perkebunan; dan
3. prasarana penunjang pembangunan ekonomi wilayah.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan wisata alam berbasis ekowisata;
2. pengembangan pertanian dan peternakan secara terpadu
dengan perkebunan sebagai satu system pertanian progresif;
3. pembuatan bangunan penunjang pertanian, penelitian dan
pendidikan; dan
4. permukiman petani pemilik lahan yang berada di dalam
kawasan perkebunan.
c. Kegiatan yang dilarang meliputi:
1. pengembangan kawasan terbangun pada lahan yang ditetapkan
sebagai lahan perkebunan yang produktivitasnya tinggi; dan
2. kegiatan yang memiliki potensi pencemaran.
(3) Ketentuan teknis kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas alih fungsi lahan perkebunan diijinkan maksimum 5%
dari luasa lahan perkebunan dengan ketentuan KDB 30%, KLB
0,3, KDH 0,5 sesuai dengan rencana detail tata ruang;
b. prasarana dan sarana minimum berupa pemanfaatan untuk
pembangunan infrastruktur penunjang perkebunan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi perubahan penggunaan lahan
perkebunan untuk kegiatan yang lain diijinkan selama tidak
mengganggu produksi perkebunan dan merusak lingkungan
hidup.
Pasal 112
Pasal 113
84
karakter upaya mempertahankan keberlanjutan terhadap kawasan –
kawasan yang menjadi sentra produksi perikanan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan yang diijinkan meliputi:
1. sarana dan prasarana pendukung budidaya ikan dan kegiatan
perikanan lainnya;
2. kegiatan lain yang bersifat mendukung kegiatan perikanan dan
pembangunan sistem jaringan prasarana; dan
3. kegiatan penunjang minapolitan.
b. kegiatan yang diijinkan bersyarat meliputi:
1. kegiatan wisata alam, penelitian dan pendidikan secara
terbatas;
2. permukiman, fasilitas sosial dan ekonomi secara terbatas;
3. bangunan pendukung pemijahan, pemeliharaan dan
pengolahan perikanan; dan
4. permukiman petani atau nelayan dengan kepadatan rendah.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. permukiman, fasilitas sosial dan ekonomi dan industri yang
berdampak negatif terhadap perikanan; dan
2. kegiatan yang memiliki dampak langsung atau tidak terhadap
budidaya perikanan.
(3) Ketentuan teknis kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas KDB yang diijinkan 30%, KLB 0,3%, dan KDH 50%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa sarana dan prasarana
pendukung budidaya ikan dan kegiatan lainnya; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. perlu pemeliharaan air untuk menjaga kelangsungan usaha
pengembangan perikanan; dan
2. untuk perairan umum perlu diatur jenis dan alat tangkapnya
untuk menjaga kelestarian sumber hayati perikanan.
Pasal 114
85
3. penambangan dalam skala besar pada kawasan budidaya
dan/atau lindung secara terbuka.
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. permukiman yang tidak berhubungan dengan kegiatan
pertambangan;
2. industri yang tidak berhubungan dengan kegiatan
pertambangan; dan
3. penambangan secara terbuka pada kawasan lindung dan/atau
pada kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(4) Ketentuan teknis kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kawasan terbangun pada kawasan pertambangan dengan
intensitas KDB yang diijinkan 50%, KLB 0,5 dan KDH 25%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa bangunan penunjang
pertambangan, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos
pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan
geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;
2. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi
sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan;
3. pemanfaatan lahan bekas tambang yang merupakan lahan
marginal pada area bekas penambangan; dan
4. pengelolaan limbah hasil penambangan untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem pada kawasan sekitarnya.
Pasal 115
86
1. untuk kegiatan atau bangunan baru yang tidak serasi dengan
kegiatan industri; dan
2. pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif
terhadap perkembangan industri.
(3) Ketentuan teknis kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas pemanfaatan permukiman, perdagangan, dan jasa serta
fasilitas umum KDB yang diijinkan 50%, KLB 50% dan KDH 25%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa bangunan produksi/
pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan
penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur
hijau (greenbelt) sebagai penyangga antar fungsi kawasan, dan
sarana pengolahan limbah;
2. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan
arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan frontage road
untuk kelancaran aksesibilitas; dan
3. setiap kegiatan industri harus menyediakan kebutuhan air
baku untuk kegiatan industri tanpa menggunakan sumber
utama dari air tanah.
Pasal 116
87
3. bangunan penunjang pendidikan dan penelitian;
c. kegiatan yang dilarang meliputi:
1. bangunan yang tidak berhubungan dengan pariwisata; dan
2. industri dan pertambangan yang berpotensi yang mencemari
lingkungan;
(3) Ketentuan teknis kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas pengembangan kawasan terbangun KDB 30%, KLB 0,6,
dan KDH 40%;
b. prasarana dan sarana minimum berupa bangunan yang dapat
mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan
disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan
dikembangkan; dan
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. mempertahankan keaslian dan keunikan pariwisata;
2. pelestarian lingkungan hidup pada kawasan pariwisata;
3. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan
pariwisata; dan
4. peningkatan pelayanan jasa dan industri pariwisata.
Pasal 117
88
1. kegiatan yang mempunyai intensitas besar yang mengganggu
fungsi kawasan permukiman;
2. industri yang berpotensi mencemari lingkungan;
3. prasarana wilayah yang mengganggu kehidupan di kawasan
permukiman berupa pengolah limbah dan TPA;
4. pengembangan kawasan permukiman yang bisa menyebabkan
alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan
lindung.
(3) Ketentuan teknis kawasan peruntukan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. intensitas pengembangan perdagangandan jasa serta fasilitas
umum mengikuti ketentuan Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan
dan Perdesaan;
b. sarana dan prasarana minimum meliputi:
1. penyediaan prasarana dan sarana permukiman dan sarana
penunjangnya sesuai dengan daya dukung penduduk yang
dilayani; dan
2. penyediaan RTH secara proporsional dengan fungsi kawasan
setidaknya 30% dari kawasan peruntukan permukiman.
c. ketentuan lain-lain meliputi:
1. pada kawasan permukiman yang mempunyai kepadatan tinggi
dan cenderung kumuh diperlukan perbaikan lingkungan
permukiman secara partisipatif;
2. mempertahankan kawasan permukiman yang ditetapkan
sebagai cagar budaya;
3. pengembangan permukiman produktif tanpa harus
mengganggu lingkungan sekitarnya;
4. permukiman yang terletak pada kawasan rawan bencana,
kawasan perlindungan setempat, hutan lindung maupun fungsi
lindung lainnya harus memperhatikan kaidah keberlanjutan
permukiman; dan
5. pada setiap kavling kawasan terbangun dalam kawasan
permukiman harus menyediakan RTH setidaknya 10% dari luas
kavling yang dimiliki.
Pasal 118
89
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 119
Pasal 120
Paragraf 1
Izin Prinsip
Pasal 121
(1) Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf a
adalah persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau
badan hukum untuk menanamkan modal atau mengembangkan
kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten, yang sesuai
dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan ruang wilayah.
(2) Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis
permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan
pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin prinsip akan ditetapkan dengan
peraturan bupati.
Paragraf 2
Izin Lokasi
Pasal 122
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf b
adalah ijin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk
memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal.
90
(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. untuk luas 1 (satu) hektar sampai 25 (dua puluh lima) hektar
diberikan ijin selama 1 (satu) tahun;
2. untuk luas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan
50 (lima puluh) hektar diberikan ijin selama 2 (dua) tahun; dan
3. untuk luas lebih dari 50 (lima puluh) hektar diberikan ijin selama
3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lokasi akan ditetapkan dengan
peraturan bupati.
Paragraf 3
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Pasal 123
Paragraf 4
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 124
Paragraf 5
Izin Alih Fungsi Lahan
Pasal 125
(1) Ijin alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1)
huruf e adalah ijin yang diberikan kepada orang atau badan hukum
untuk mengubah peruntukan lahan dari fungsi lindung ke budidaya,
atau dari budidaya non terbangun menjadi budidaya terbangun;
(2) Ijin alih fungsi lahan diperlukan pada lokasi yang belum memiliki
rencana tata ruang rinci dan peraturan zonasi, dan dilakukan
sebelum atau bersamaan dengan proses ijin lokasi;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin alih fungsi lahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan bupati.
91
Paragraf 6
Izin Lainnya
Pasal 126
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 127
92
Pasal 128
(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang
wilayah, berupa:
a. keringanan pajak atau retribusi, pemberian kompensasi, subsidi
silang, imbalan, sewa ruang, dan penyertaan modal;
b. pembangunan atau penyediaan infrastruktur pendukung;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
unsur pemerintah.
(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (3)
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang wilayah, berupa:
a. pengenaan pajak atau retribusi yang tinggi, disesuaikan dengan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; serta
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
dan penalti.
(3) Insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat secara
perorangan maupun kelompok dan badan hukum atau perusahaan
swasta, serta unsur pemerintah di daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 129
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf
d merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan
sanksi adiministratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Arahan pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
(3) Arahan pengenaan sanksi dapat berupa:
a. sanksi administratif; dan/atau
b. sanksi pidana.
(4) Arahan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
93
(5) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur
yang tidak benar.
Pasal 130
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 131
Paragraf 1
Sanksi Administratif
Pasal 132
94
pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh masing-
masing pemerintah daerah kabupaten.
Pasal 133
Paragraf 2
Sanksi Pidana
Pasal 134
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 135
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 136
95
Pasal 137
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 138
96
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan terhadap instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menentukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
Pasal 139
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dalam
penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 140
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 141
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tebo adalah
20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial Negara,
dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan
Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tebo
dapat ditinjau kembali lebih dari 1(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
dinamika internal kabupaten.
(4) Peraturan daerah tentang RTRW Kabupaten Tebo tahun 2013-2033
dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
97
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan
hutannya belum disepakati pada saat peraturan daerah ini
ditetapkan, maka rencana dan album peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) akan disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan
yang telah disepakati bersama Menteri Kehutanan melalui proses
amandemen perda.
(6) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan rencana tata ruang wilayah, diatur
lebih lanjut dengan peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 142
98
(4) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang
sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk
penyesuaian.
B A B XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 143
BUPATI TEBO,
SUKANDAR
99
PENJELASAN
ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO
NOMOR TAHUN 2013
TENTANG
KABUPATEN TEBO
TAHUN 2013 SAMPAI DENGAN TAHUN 2033
I. UMUM
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, RTRW Kabupaten Tebo merupakan
pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah untuk
mewujudkan keseimbangan pembangunan wilayah.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
100
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Perwujudan tujuan ini merupakan upaya untuk
mewujudkan wilayah pembangunan yang berkembang
dengan mempertimbangkan potensi daerah dan
memperhatikan kelestarian alamnya.
Pasal 8
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Tebo
merupakan arah tindakan yang harus ditetapkan untuk
mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Tebo.
Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten berfungsi
sebagai:
1. sebagai dasar untuk memformulasikan strategi penataan
ruang wilayah;
2. sebagai dasar untuk merumuskan struktur dan pola
ruang wilayah;
3. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program
utama dalam RTRW; dan
4. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah.
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan
penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke
dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten berfungsi:
1. sebagai dasar untuk penyusunan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan
strategis;
2. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program
utama dalam RTRW;
3. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
101
Pengertian Jalan berdasarkan status pengelolaan dan
fungsi adalah sebagaimana ditentukan dalam Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Pengertian Jalan berdasarkan status pengelolaan dan
fungsi adalah sebagaimana ditentukan dalam Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Ayat (2)
Sistem nirkabel adalah saluran telekomunikasi tanpa kabel
(menggunakan gelombang elektromagnetik).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tempat penampungan sementara dikembangkan sebagai
tempat pengolahan sampah terpadu (TPST).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
102
Cukup jelas
Pasal 26
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok sebagaiperlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegahbanjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburantanah.
Pasal 27
Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai
kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga
merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna
sebagai sumber air.
Kawasan resapan air diperuntukkan bagi kegiatan
pemanfaatan tanah yang dapat menjaga kelestarian
ketersediaan air bagi daerah yang terletak di wilayah
bawahannya.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Huruf a
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokokmemproduksi hasil hutan
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan
dengan luas tertentu yang digunakan untuk pemusatan
kegiatan pertambangan. Tujuan pengelolaan kawasan ini
adalah untuk memanfaatkan sumberdaya mineral dan
energi untuk masyarakat, dengan tetap memelihara
sumberdaya sebagai cadangan pembangunan yang
berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah
kelestarian lingkungan.
Huruf f
Kawasan Peruntukan Industri adalah Bentangan lahan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah
Kabupaten Tebo.
Huruf g
Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan dengan
luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk
103
memenuhi kebutuhan pariwisata.
Huruf h
Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan
lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan
atau perdesaan.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Indikasi program adalah program-program
pembangunan yang dibutuhkan untuk mewujudkan
struktur dan pola pemanfaatan ruang seperti yang
terjabarkan dalam rencana tata ruang
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
104
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
105
Cukup jelas
Pasal 74
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan
agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana
tata ruang.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang
disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan
rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan
yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona
pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan
tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien
dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis
sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana,
serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan
ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Untuk mengendalikan perkembangan kawasan budi daya
yang dikendalikan pengembangannya, diterapkan
mekanisme disinsentif secara ketat, sedangkan untuk
mendorong perkembangan kawasan yang didorong
pengembangannya diterapkan mekanisme insentif
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
cukup jelas
106
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
107
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Huruf a
Masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang
melalui pengumuman dan/atau penyebarluasan oleh
108
Pemerintah Daerah.
Huruf b
Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari sudut
pandang ekonomi, sosial, budaya, dan kualitas
lingkungan yang dapat berupa dampak langsung
terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, sosial,
budaya, dan kualitas lingkungan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan penggantian yang layak
adalah bahwa nilai atau besarnya penggantian tidak
menurunkan tingkat kesejahteraan orang yang diberi
penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 136
Ayat (1)
Huruf a
Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang untuk
memiliki izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf b
Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang
untuk melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai
dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin
pemanfaatan ruang.
Huruf c
Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang dimaksudkan
sebagai kewajiban setiap orang untuk memenuhi
ketentuan kualitas ruang.
Huruf d
Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin agar
masyarakat dapat mencapai kawasan yang
dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan
sebagai milik umum. Kewajiban memberikan akses
dilakukan apabila memenuhi syarat berikut:
1. untuk kepentingan masyarakat umum; dan/atau
2. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
109
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
110