Anda di halaman 1dari 4

Tafsir Al-Qur’an sebagai penerimaan hermeneutik Al-Qur’an merupakan

hasil proses dialektis dan interaksional antara pembaca, Al-Qur’an, dan konteks
tertentu yang menafsirkannya.Salah satu Tafsir Al-Qur’an Jawa yang mernarik
adalah “Fadlur Rahman fi Tarjamat Kalam Malik al-Dayyan” yang ditulis oleh
Kh. Saleh Darat pada tahun 1309 H/ 1893 M.

Salih Darat memiliki nama lengkap Muhammad Salih Ibn ‘Umar. Beliau
lahir di desa Kedung Jumbleng, Mayong, Jepara, Jawa Tengah, pada tahun 1820-
an. Salih Darat belajar dengan ayahnya sendri yaitu, Kiai Umar. Setelah sekian
lama belajar dengan ayahnya, Salih Darat mulai mempelajari ilmu-ilmu keislaman
di berbagai tempat, pertama di Jawa kemudian berwisata ke Mekkah yang tidak
hanya menjadi tujuan haji tetapi juga pusat eksplorasi intelektual bagi masyarakat.

Perjalanan intelektual Salih Darat di Mekah membawanya untuk


mempelajari ilmu-ilmu Islam dari para cendekiawan Muslim yang hebat,
memperoleh rantai (sanad) ilmiah ilmu-ilmu Islam dari mereka. Beliau banyak
belajar dari Guru-guru terkemuka pada saat itu, seperti Syekh Muhammad Al-
Muqri Al-Misri Al-Makki, Syekh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syekh Sayyid
Ahmad Ibnu Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Nahawi Al-Misri Al-Makki, Syekh
Muhammad Al-Zawi Al-Makki, Kiai Zahid, Syekh Al-Shami, dan Syekh Jamal.
Syekh Jamal merupakan Ulama’ yang mengajarkan Tafsir kepada Kiai Salid
Darat.

Fayd al-Rahman terdiri dari dua jilid. Menurut sejarah, Salih Darat mulai
menulis pada tanggal 20 Rajab 1309 Hijriyah dan selesai pada tanggal 7
Muharram 1311 H. Pertama kali dicetak dalam edisi terbatas di Singapura pada
tanggal 27 Rabi'ul Akhir, 1311 H. atau 1893 M oleh penerbit Haji Amin
Muhammad. Jilid pertama terdiri atas 577 halaman yang berisi surat Al-Fatihah
dan Al-Baqarah. Jilid kedua terdiri atas 705 halaman berisi tafsir tentang 'Ali
Imran dan an-Nisa'. Setiap bab diawali dengan kata pengantar menuju interpretasi.

Terdapat dua faktor mengapa Salih Darat menulis Fayd al-Rahman.


Pertama, faktor teologis. Al-Qur’an diturunkan agar manusia merenungkan
pesanan-pesanannya. Untuk memahami isi dan menangkap pesan-pesan yang ada
didalam Al-Qur’an maka diperlukan Tafsir Al-Qur’an. Kedua, faktor sosiologis.
Pada saat itu hanya sedikit orang Jawa yang mampu memahami makna Al-
Qur’an, karena mereka tidak terbiasa dengan bahasanya dan tidak memahami
bagaimana menafsirkannya. Karena itu, Salih Darat memutuskan bahwa dia akan
menulis dalam bahasa Jawa ketika dia mengamati bahwa orang Jawa pada
umumnya tidak memahami bahasa Alquran. Dengan menulis Fayd al-Rahman
dalam bahasa Jawa, dia bermaksud untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan tujuan
untuk menyebarkan pesan-pesannya kepada orang Jawa. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa Jawa di Fayd al-Rahman mencerminkan kearifan lokal dan
merupakan cara yang tepat untuk mengkomunikasikan pesan Al-Qur’an kepada
mereka.

Menurut Salih Darat, Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi hikmah dan
makna yang harus dipahami. Jika tidak, keberadaannya tidak akan berarti. Al-
Qur’an diturunkan untuk manusia sehingga mereka dapat merenungkan
( tadabbur) dan mengambil pelajaran dari artinya. Salih Darat dengan sengaja
menggunakan kata tersebut tadabbur ( kontemplasi, refleksi) untuk menekankan
makna esoterik Al-Q ur’an daripada makna tekstualnya. Secara semantik, kata
tadabbur berarti “menemukan makna teks di luar makna tekstualnya”. Dengan
menyebut kata itu tadabbur, Ṣāliḥ Darat tampaknya mengakui bahwa upaya untuk
memahami makna esoteris dari Al-Qur'an dibenarkan oleh Al-Qur'an itu sendiri
(An-Nisa’: 82). Namun, harus dilakukan tadabbur membutuhkan kemurnian
pemikiran yang bebas dari keinginan (Shad: 29).

Penggunaan Arab-Pegon dalam Fayd al-rahman merupakan


vernakularisasi Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa dan secara ideologis dapat
dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Hampir semua
karya Salih Darat ditulis Arab-pegon naskah. Fayd al-Rahman, Sebagai bentuk
penerimaan hermeneutik Al-Qur’an, merupakan tindakan perlawanan terhadap
pemerintahan kolonial Belanda yang melarang penerjemahan Al-Qur’an.
Hasilnya, banyak ulama tidak berani menerjemahkan Al-Qur’an. Aturan itu dibuat
karena pihak Belanda khawatir pesan Al-Qur’an akan menggugah masyarakat
untuk memberontak melawan penjajahan. Memang benar bahwa banyak ayat Al-
Qur’an yang mendorong umat Islam untuk berjuang dan memberontak melawan
penindasan apapun, termasuk penjajahan.

Karakteristik yang terlihat dari Fayd al-Rahman adalah penggunaan


iluminatif ( 'irfani) epistemologi yang menekankan esoterik, makna batin (al-
ma'na al-ishari) dalam menafsirkan Al-Qur’an. Menurut Muhammad 'Abid al-
Jabiri, dalam wacana epistemologi, 'irfani akal adalah sejenis ilmu yang diperoleh
langsung dari Tuhan, yaitu melalui pengalaman intuisi (ilham), pembukaan
(kashf), persepsi langsung (a'yan), dan iluminasi (ishraq). Secara terminologis,
istilah 'irfani adalah pengungkapan pengetahuan yang diperoleh melalui
penerangan substansi Tuhan kepada hamba-hamba-Nya. Dalam konteks tafsir Al-
Qur’an, perhatian utama adalah 'irfani alasannya adalah untuk membedakan dan
memahami makna batin Al-Qur’an.

Secara sosiologis, tafsir esoterik Salih Darat jelas tertanam dalam konteks
tradisi mistik Islam yang berkembang di Jawa saat itu. Pemahaman Islam dari
sudut pandang fiqih dianggap terlalu kaku dan kering. Dengan demikian, tafsir
esoteris Al-Qur’an memberikan pemahaman Islam yang lebih dalam. Dari
perspektif sosiologi ilmu, tafsir Al-Qur’an tidak terlepas dari konteks sosio-
historis tertentu penafsirnya. Dengan kata lain, tafsir Al-Qur’an selalu tertanam
dalam konteks sosial di mana sang penafsir hidup. Dengan menggunakan 'irfani
Alasan yang menghasilkan tafsir esoteris-Al-Qur’an, Salih Darat berusaha
menjembatani polemik epistemik antara ahli hukum Islam yang dipandang terlalu
formalistik dan filsuf sufi yang menekankan esensi dari syariah dan terkadang
mengabaikan dimensi formalnya. Dalam pandangan Salih Darat, polemik itu bisa
diatasi dengan mengakui makna tekstual dan batin Al-Qur’an.

Salah satu isu penting dalam wacana epistemologi tafsir Al-Qur’an adalah
tentang sumber tafsir atau akar pemikiran yang menjadi dasar suatu teks. Sumber
utama Fayd al-Rahman adalah Al-Qur’an itu sendiri dan Hadis Nabi. Sumber
yang kedua adalah pendapat para sahabat Nabi, penerus, dan penafsir Muslim
tradisional. Salih Darat mempertahankan metode tradisional untuk menyebarkan
dan mentransformasikan pengetahuan Islam (isnad) di bidang tafsir Al-Qur’an.

Metode Salih Darat yang digunakan dalam menulis Fayd al-Rahman


adalah metode analisis (tahlili). Dia menganalisis berbagai aspek ayat-ayat Al-
Qur’an: struktur bahasa, kesempatan turunnya wahyu ( asbab al-nuzul), koherensi
( munasabah), kebijaksanaan, cita-cita moral, hukum, dan makna batin.

Berikut ini adalah metode analisis dan teknis interpretasi yang digunakan
oleh Salih Darat di Fayd al-Raḥman:

1. Salih Darat menyajikan pengantar untuk setiap bab Al-Qur’an di mana dia
menjelaskan periode wahyu Al-Qur’an: yang diturunkan di Mekah
(makkiyah) dan di Madinah (madaniyyah).
2. Salih Darat menafsirkan ayat satu per satu, tanpa menyebutkan jumlah.
Setiap ayat Al-Qur’an ditulis dalam kotak bergaris.
3. Salih Darat kemudian menjelaskan penafsirannya di bawah ayat yang
ditafsirkan dalam bahasa Jawa dan terkadang dalam bahasa Arab. Semua
interpretasinya ditulis dalam bahasa Arab- Pegon naskah.
4. Dalam tafsirnya, Salih Darat terkadang menjelaskan kejadian wahyu Al-
Qur’an (asbab al-nuzul), Koherensi Al-Qur’an ( munasabah), dan pendapat
para penafsir Muslimtradisional, meskipun dia tidak menyebutkan nama
mereka.
5. Akhirnya, Salih Darat menjelaskan arti esoterik (al-ma'na al-ishari) dari
ayat-ayat Al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai