Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN

SEREBRAL PADA Tn.P DENGAN CVA DIRUANG KRISAN RSUD BANGIL

Di Susun Oleh:
Muhammad Ubaidillah (1801118)

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO


KAMPUS PASURUAN
JL. KH.Mansyur No.207, Tembokrejo, Purworejo
Kota Pasuruan Jawa Timur 67118, Telp. (0343) 426730
Tahun Ajaran 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral padaTn. P


dengan Penyakit CVA di Ruang Krisan RSUD Bangil

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa Pembimbing Institusi

(Muhammad Ubaidillah) (R.A. Helda Puspitasari, S.Kep. Ns,M.Kep)

Mengetahui

Koordinator Program Studi Diploma III Keperawatan

Akademi Keperawatan Kerta Cendekia

Nurul Huda, S.Psi, S.Kep. Ns, M.Si.


NIP. 19700924199302 1 001
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA

1.1 Konsep Dasar CVA


1.1.1 Definisi CVA
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak
karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan
tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau kematian (Junaidi, 2011).
Menurut Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan berkembangnya tiba-
tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah.
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di negara maju setelah penyakit jantung dan
kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat pertama.
Stroke juga penyebab utama kecacatan didunia (Sutrisno, 2007).

1.1.2 Anatomi Fisik Otak


1. Otak

Gambar 2.1 Anatomi Tengkorak


Otak dibagi mejadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang, otak, dan serebellum. Batang otak
dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk
tulang tengkorak, yaitu tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital (Batticaca, 2011).
Dasar tengkorak terdiri atas tiga bagian fosa (fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus
frontal serebral bagian hemisfer), bagian fosa tengah (berisi lobus parietal, temporal dan
oksipital), dan bagian posa posterior (berisi batang otak dan medula) (Batticaca, 2011).
a. Meningen
Bagian bawah tengkorak dan medula spinalis ditutupi oleh tiga membran atau meningen.
Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung,
dan memelihara otak. Meningen terdiri atas dura mater, arakhnoid dan pia mater
(Batticaca, 2011).

Gambar 2.2 Meningen dan bagian-bagian yang berkaitan dilihat melalui potongan frontal
bagian atas kepala

1) Dura meter
Lapisan paling luar yang menutupi otak dan medula spinalis. Dura meter adalah
berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal dan tidak elastis.
2) Araknoid
Merupakan membran bagian tengah yang tipis dan lembut yang menyerupai sarang
laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak di aliri darah. Pada dinding
araknoid terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal (CSS).
Pada orang dewasa jumlah CSS normal yang diproduksi adalah 500 ml/hari dan
sebanyak 150 ml diabsorbsi oleh villi. Villi juga mengabsorbsi CSS pada saat darah
masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke dan lainnya) dan
yang mengakibatkan sumbatan. Bila villi araknoid tersumbat (peningkatan ukuran
ventrikel) dapat menyebabkan hidrosefalus.
3) Pia meter
Membran yang paling dalam berupa dinding tipis dan transparan yang menutupi otak
dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
(Batticaca, 2011)
b. Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri atas dua hemisfer serebri dan
dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kalosum dan empat lobus,
yaitu lobus frontal (terletak di depan sulkus pusat), lobus parietal (terletak dibelakang
sulkus pusat dan diatas sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-
oksipital), dan lobus temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh
suatu celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana kedalamnya terjulur falx
cerebri (Batticaca, 2011).

Gambar 2.3 Anatomi otak dan lobus


Lapisan permukaan hemisfes disebut korteks disusun oleh substansia grisea. Substansia
grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya
komposisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks
serebri, nukleus, dan bangsal ganglia. Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang
menguhungkan bagian-bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri
(telensefaon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi
motorik tertinggi yaitu fungsi individu dan intelegensi (Batticaca, 2011).
1) Lobus frontal
Lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2) Lobus parietal
Lobus parietal juga disebut lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi.
Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu
untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini
menyebabkan sindrom hemineglect.
3) Lobus temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap, penciuman, dan
pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
4) Lobus oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung
jawab menginterpretasikan penglihatan.
5) Korpus kalosum
Kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum menghubungkan kedua hemisfer
otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu otak ke bagian
lain. Basal ganglia terdiri atas sejumlah nuklus dan terletak di bagian terdalam
hemisfer serebri bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan,
dan ekstremitas bagian bawah.
(Batticaca, 2011)
c. Diensefalon
Diensefalon merupakan bagian tengah otak yang terdiri atas talamus di kiri dan kanan
ventrikulus tertius, hipotalamus di ventral, dan kelenjar hipofisis (Batticaca, 2011).
Talamus berada pada salah satu sisi segitiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai
pusat penyambung sesuai bau yang diterima. Semua impuls, memori, sensasi dan nyeri
melalui bagian ini (Batticaca, 2011).

Gambar 2.1 Anatomi Tengkorak


Hipotalamus terletak pada anterior talamus. Hipotalamus berfungsi mengatur sistem saraf
otonom. Hipotalmus bekerja sama dengan hipofisis mempertahankan keseimbangan
cairan, pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontiksi atau vasodilatasi, dan
mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hiposfisis. Hipotalamus juga berperan
sebagai pusat lapar, pengatur berat badan, siklus tidur, tekanan darah perilaku agresif dan
seksual, serta pusat respon emosional (Batticaca, 2011).
Kelenjar hipofisis berperan sebagai master kelenjar karena sekresi sejumlah hormon-
hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar hipofisis. Hormon-hormon hipofisis dapat
mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal, dan organ
lainnya (Batticaca, 2011).
Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering terkena tumor pada orang
dewasa. Hipofisis lobus anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon
adrenokortikoid (ACTH), prolaktin, hormon perangsang tiorid (TSH), hormon folikel
(FSH), dan luteinizing hormone (LH). Lobus posterior berisi antidiuretik (ADH) yang
mengatur sekresi dan retensi cairan pada ginjal. Dua sindrom yang sering timbul
dihubungkan dengan abnormalitas ADH adalah diabetes insipidus (DI) dan sindrom
ketidaktepatan ADH (SIADH) (Batticaca, 2011).
Serabut-serabut saraf dari semua bagian korteks berkumpul dalam setiap hemisfer dan
keluar dalam bentuk bundel padat yang disebut kapsul internal, kemudian masuk pons dan
medula, lalu masing-masing bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang
bersamaan. Beberapa akson yang berhubungan dengan akson-akson dari serebelum,
bangsal ganglia, talamus dan hipotalamus; beberapa akson lain berhubungan dengan sel-
sel saraf otak. Serabut-serabut saraf lain dari korteks dan pusat subkortikel melalui saluran
pons dan medula spinalis (Batticaca, 2011).
2. Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas mesenfalon, pons dan medula
oblongata. Otak tengah atau mensefalon adalah bagian sempit otak yang melewati incisura
tertori yang menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebellum. Bagian ini
terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta bagian pusat pendengaran dan penglihatan. Pons
terletak di depan serebellum, diantara mensefalon dan medula oblongata dan merupakan
jembatan antara dua bagian serebellum, serta antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras
sensorik dan motorik (Batticaca, 2011).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari medula spinalis ke otak. Medula
oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan pons dan medula spinalis. Serabut-serabut
motorik menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat penting dalam mengontrol
jantung, pernafasan dan tekanan darah serta sebagai inti saraf otak ke-5 sampai ke-8 (Batticaca,
2011).
Serebellum terletak pada fosa cranii posterior dan terpisah dari hemisfer serebral , lipatan dura
meter, tentorium serebelum. Serebellum terletak di posterior pons dan medula oblongata.
Serebellum terdiri atas dua hemisfer yang dihubungkan dengan mesenfalon oleh pedunculus
cerebellaris suoerior, dengan pons oleh cerebellaris medius, dan dengan medula oblongata
oleh pedunculus cerebellaris inferior. Serebellum mempunyai beberapa aktivitas yaitu
merangsang, menghambat, dan bertanggung jawab terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Serebellum juga berperan dalam mengontrol gerakan, keseimbangan, posisi, dan
mengintregrasikan impuls sensorik (Batticaca, 2011).
3. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml per menit. Sirkulasi
ini sanggat dibutuhkan kerena otak tidak menyimpan makanan, sementara kebutuhan
metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik karena melawan gravitasi. Darah arteri mengalir
dari bawah dan darah vena mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral
dapat menyebabkan jaringan rusak secara permanen, ini berbeda dengan organ tubuh lainnya
yang cepat menoleransi bila aliran darah menurun karena akiran kolateralnya adekuat
(Batticaca, 2011).
a. Arteri
Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Dengan kata
lain, daerah arteri yang disupali ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis secara meluas ke sistem percabangan. Karotis interna dibentuk dari
percabanagan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-
arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subkalvia yang mengalir ke belakang bagian
ventrikel dan masuk tengkorak melalui foramen magnum, lalu saling berhubungan
menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak
memperdarahi otak bagian posterior. Arteri basilaris terbagi menjadi dua cabang pada
arteri serebralis bagian posterior (Batticaca, 2011).
b. Siklus willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis terdapat sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Lingkaran ini disebut siklus
Willis yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna, arterior serebral anterior
dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior . aliran
darah dari siklus Willisi secara langsung mempengaruhi siklus anterior dan posterior
serebral, arteri-arteri pada siklus Willisi memberi jalur alternatif pada aliran darah jika
salah satu peran arteri mayor tersumbat (Batticaca, 2011).
Anastomosis anterial sepanjang siklus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami
aneurisma, yang biasanya bersifat kongenital. Aneurisma terjadi jika tekanan darah
meningkat yang dapat menyebabkan dinding arteri menggelembung keluar seperti balon.
Aneurisma yang berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan
struktur serebral. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskular, emboli atau trombus, maka
dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke distal neuron-neuron sehingga menyebabkan
sel-sel neuron cepat nekrosis. Keadaan ini menyebabkan stroke atau infark. Pengaruh
sumbatan pembulu darah bergantung pada pembuluh darah dan daerah otak yang terserang
(Batticaca, 2011).
c. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagiamana pada struktur organ
lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena
besar. Persilangan pada subaraknoid dan pengosongan sinus dural yang luas dapat
mempengaruhi vaskuler yang terbentang dalam dura meter yang kuat (Batticaca, 2011).

1.1.3 Etiologi CVA


Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemorragik
1. Stroke iskemik (non hemorragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan
b. Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah
c. Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut nadi
2. Stroke hemorragik dalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stoke hemorragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemorragik ada 2 jenis, yaitu :
a. Hemorragik intraserebral : pendarahn yang terjadi di dalam otak
b. Hemorragik subaraknoid : pendarahn yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
(Nanda jilid 3, 2015).

1.1.4 Klasifikasi CVA


Menurut (Muttaqin A, 2008), stroke dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Stroke hemorragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu. Biasanya kejadianya melakukan aktivitas
atau saat aktif, naun bisa juga saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarhan
otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di
luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain).
2. Stroke nonhemorragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umunya
baik.

1.1.5 Faktor Resiko Terjadinya CVA


1. Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible)
a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stoke dibanding wanita
b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (reversible)
a. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
b. Obesitas
c. Kolesterol tinggi
d. Riwayat penyakit jantung
e. Riwayat penyakit diabetes mellitus
f. Polisetemia
g. Stress emosional
3. Kebiasaan hidup
a. Merokok
b. Peminum alkohol
c. Obat-obatan terlarang
d. Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolesterol
42
1.1.6 Pathway
2.3.2 Pathway

Faktor pencetus / Penimbunan lemak / Lemak yang Menjadi kapur /


etiologi kolesterol yang sudah nekrotik mengandung
meningkat dalam darah dan berdegenerasi kolesterol dengan
infiltrasi limfosit
(trombus)

Ateriosklerosis Pembuluh darah Penyempitan


menjadi kau dan pembuluh darah
Thrombus / pecah (oklusi vaskuler)
emboli di cerebral
Stroke Hemoragik Aliran darah
Stroke Non Kompres jaringan
terhambat
Hemoragik otak
Eritrosit bergum-
Heriasi
Suplai darah dan Proses metabolisme pal, endotel rusak
O2 ke otak dalam otak terganggu
Cairan plasma
hilang
Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak Peningkatan TIK Edema cerebral

Gangguan Rasa
Anteri Carotis Arteri Vertebra Basilaris Arteri Cerebral Nyaman Atau Nyeri
Interna Media

Disfungsi N.II Kerusakan N.I (Olfakto- Kerusakan Disfungsi N.XI


(optikus) rius), N.II (Optikus),N.IV neurocerebrospin (assesoris)
(Traklearis), N.XII al N.VII
Penurunan darah (facialis), N.IX
(Hipoglosus) Penurunan fungsi
ke retina (glossofaringeus) motorik dan
Perubahan ketajaman muskuluskeletal
Penurunan ke- Kontrol otot
sensori, penghidung,
mampuan retina facial / oral
pengelihat, dan pengecap Kelemahan pada satu
untuk menangkap menjadi lemah / keempat anggota
obyek / bayangan
Ketidak mampuan, gerak
Ketidak
menghidung, melihat, mampuan bicara
Kebutaan Hemiparase / plegi
mengecap.
kanan dan kiri
Kerusakan
Resiko Jatuh Gangguan perubahan artikular, tidak
persepsi sensori dapat berbicara
(disatria)
Funsi N.X (Vagus) N.IX
(Glosovaringeus) Kerusakan
Komunikasi
Proses menelan tidak Verbal
efektif
Kerusakan Tirah baring lama
Gangguan Refluks Mobilitas Fisik
Menelan
Disfagia Kerusakan Luka dekubitus
Ketidak Integritas Kulit
Seimbangan Nutrisi Anoreksia
Kurang Dari
Bagan 2.1 : Pathway Masalah Keperawatan pada Pasien CVA (NANDA, 2015)
Kebutuhan Tubuh
1.1.7 Tanda dan Gejala CVA
Gejala klinis yang timbul dari jenis stroke :
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa :
a. Defisit neurulogis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat istirahat
atau bangun pagi
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)yang timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada suatu anggota badan (hemisensorik)
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
e. Disartria (bicara pelo atau cadel)
f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)
(Batticaca, 2011).

1.1.8 Patofisiologi CVA


Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan
keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemia otak. Iskemik
yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit
sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak (Batticaca, 2011).
Setiap defisit lokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah
otak yang terkena akan menggabarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah
yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna.
Defisit lokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak
total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ke tiap bagian otak (Batticaca, 2011).
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi
kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat
menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan
oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area
yang mengalami nekrosis disebut infark (Batticaca, 2011).
Gangguan peredaran otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron,
dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metebolisme
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak
(Batticaca, 2011).
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan
menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh
darah otak (Batticaca, 2011).
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh
tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorsi. Ruptur ulangan merupakan risiko
serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama (Batticaca, 2011).
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan
iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan
kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak
(otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak
jaringan otak (Batticaca, 2011).
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan
intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang
tidak terobati mengakibatkan herniasi unkus serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan (Batticaca, 2011).
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi
pembuluh darah, meningen dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme
arteri yang berakibat menurunnya perfusi seberal . spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi
pada hari ke-4 sampai hari ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstruksi
arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan
fokal neurologis, iskemik otak dan infark (Batticaca, 2011).

1.1.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri
2. CT Scan, mengetahui adanya tekanan normal adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkna adanya
perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakanial. Kadar protein total meningkat, beberapa
kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Imaging Resnance (MRI), menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi
arteriovena (MAV)
4. USG Doppler, untuk mengidentifikasi adanya penyakit arterino (masalah sistem arteri karotis)
dan aterosklerosis
5. EEG (Elektroensefalogram), mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Sinar tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, klasifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
7. (Batticaca, 2011).

1.1.10Penatalaksanaan Medis CVA


1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Daruarat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal betujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini pasien diberi oksigen 2 menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan otak, elektrokardiografi, foto
thoraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protombin time/INR, APTT, gukosa
darah, kimia darah; jika hipoksia, lakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Gawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang (Nanda jilid 3, 2015).
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
CVA terhadap pasien dan keluarga serta perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga
(Nanda jilid 3, 2015).
a. CVA Iskemik
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiuretik, kemudian jika penyebabnya kantong kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid, koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan. Pemberian nutrisi per oral
jika fungsi menelannya baik.; jika didapatkan gangguan menelan, kesadaran menurun,
dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinue selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus dicari oenyebab nyeri
kepala atau mual muntah diatasi dengan pemberian obatobatan sesuai gejala. Tekanan
darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali tekanan sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongesti,
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan; natrium nitroprusid, penyekat reseptor, alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik <90 mmHg, diastolik <70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 ml, dilanjutkan 500 ml selama 4 jam, dan 500 ml selama 8
jam. Jika belum terkoreksi, sistolik <90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 ug/kg/menit
sampai sistolik >110 mmHg. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg per IV selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari, dilanjutkan dengan pemberian antikolvunsan per oral (fenitoin,
karbamazepin) (Nanda jilid 3, 2015).
Terapi khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplate seperti aspirin dan
antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi neuroproteksi, yaitu sitilikon atau pirasetam
(jika didappatkan afasia) (Nanda jilid 3, 2015).
b. CVA Hemorragik
Terapi umum : pasien CVA hemoragik harus di rawat di ICU jika volume hematoma
>30ml, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus di turunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20
% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume darah hematome bertambah. Bila terdapat gagal jantung, harus diturunkan segera
dengan labelato IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1,25 mg per 6 jam, kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi dinaikkan 30
derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (Pco,
20-35 mmHg). Pelaksanaan umum sama dengan CVA iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran
nafas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas (Nanda jilid
3, 2015).
Tujuan khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya semakin memburuk dengan perdarahan serebrum berdiameter >3 cm³,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 ml dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (Nanda jilid 3, 2015).
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training. Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca CVA di rumah sakit dengan tujuan kemandirian psien, mengerti, memahami dan
melaksnakan program prentif primer dan sekunder. Terapi fase subakut antara lain :
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
b. Penatalaksanaan komplikasi
c. Restorasi atau rehabilitasi yaitu fisioterapi, terapi wicara, kognitif dan okupasi
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan discharge planning
(Nanda jilid 3, 2015).

1.1.11Komplikasi CVA
1. Dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian
b. Infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada CVA stadium awal
2. Jangka pendek
a. Pneumonia akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca CVA, sering sekali terjadi pada saat
penderita mulai mobilisasi
d. CVA rekuren, dapat terjadi pada setiap saat
3. Jangka panjang (>14 hari)
a. CVA rekuren
b. Infark miokard
c. Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer
(Nanda jilid 3, 2015).
1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Pengakajian adalah langkah awal dan dasar bagi seseorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan
menentukan dalam perumusan diagnosa keperawatan.
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis (Muttaqin A, 2008).
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran (Muttaqin A, 2008).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan CVA berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas
ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat CVA sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti
kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat CVA dari generasi terdahulu.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital : tekanan
darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi(Muttaqin A, 2008).
a) B1 Breathing :
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma(Muttaqin A, 2008).
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan(Muttaqin A, 2008).
b) B2 Blood :
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)(Muttaqin A,
2008).
c) B3 Brain :
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi,
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 Brain merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya(Muttaqin A, 2008).
d) B4 Bladder :
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas(Muttaqin A, 2008).
e) B5 Bowel :
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas(Muttaqin A, 2008).
f) B6 Bone :
Stroke adanlah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain
itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik(Muttaqin A, 2008).
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kahilangan sensori atau
paralise/hemiplegia, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat(Muttaqin A, 2008).

1.2.2 Diagnosis Keperawatan


Masalah yang lazim muncul (Nanda jilid 3, 2015) :
1. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nervus vagus atau hilangnya refluk muntah
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mencerna
makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus
3. Nyeri akut
4. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi spastisitas
dan cedera otak
5. Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke
6. Kerusakan integritas kulit b.d hemiparesis/hemiplegia, penurunan mobilitas
7. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan fungsi otot facial/oral
8. Resiko jatuh b.d perubahan ketajaman penglihatan
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan aliran darah ke otak
(aterosklerosis, embolisme)

1.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI


1. Defisit nutrisi Luaran utama : I
- Status nutrisi -
Definisi: asuhan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik Luaran tambahan : T
Batasan Karakteristik : - Berat badan O
a. Kram abdomen - Eliminasi fekal -
b. Nyeri abdomen - Status menelan -
c. Menghindari makanan - Tingkat nyeri
d. Berat badan 20% atau lebih dibawah - Fungsi gastrointestinal -
berat badan ideal -
e. Diare -
f. Kehilangan rambut berlebihan Kriteria Hasil :
g. Bising usus hiperaktif a. Adanya peningkatan berat badan sesuai -
h. Kurang makanan dengan tujuan
i. Kurang informasi b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
j. Kurang minat pada makanan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi T
k. Penurunan berat badan dengan asupan tidak ada tanda-tanda malnutrisi -
makanan adekuat d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan
l. Kesalahan konsepsi dari menelan -
m. Kesalahan informasi e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
n. Membran mukosa pucat berarti -
o. Ketidakmampuan memakan makanan
p. Tonus otot menurun
q. Mngeluh gangguan sensasi rasa
r. Mengeluh asupan makanan kurang dari E
RDA (recommended daily allowance) -
s. Cepat kenyang setelah makan -
t. Sariawan rongga mulut
u. Steatorea K
v. Kelemahan otot pengunyah -
w. Kelemahan otot untuk menelan
Faktor-faktor yang berhubungan: -
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi
nutien
d. Ketidak mampuan untuk mencerna
makanan
e. Ketidak mampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis

2. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral Luaran utama : I


Definisi : Beresiko mengalami penurunan - Perfusi serebral -
sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan Luaran tambahan :
Faktor resiko : - Status neurologis T
a. Massa tromboplastin parsial abnormal - Komunikasi verbal O
b. Massa protombin abnormal sekmen - Mobilitas fisik -
ventrikel kiri akinetik - memori
c. Aterosklerosis aerotik -
d. Diseksi arteri Kriteria hasil : -
e. Fibrilasi atrium Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai -
f. Miksoma atrium dengan : -
g. Tumor otak a. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang -
h. Stenosis karotid diharapkan
i. Aneurisme serebri b. Tidak ada ortostatikhipertensi T
j. Koagulopati c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan -
k. Kardiomiopati dilatasi intakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
l. Koagulasi intravaskular diseminata d. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang -
m. Embolisme ditandai dengan : -
n. Trauma kepala e. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan -
o. Hierkolesterolemia kemampuan
p. Hipertensi f. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan K
q. Endokarditis infeksi orientasi -
r. Katup prostetik mekanis g. Memproses informasi
s. Stenosis mitral h. Membuat keputusan dengan benar -
t. Neoplasma otak i. Menunjukkan fungsi sensori motori kranial
u. Baru terjadi infark miokardium yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak -
v. Sindrom sick sinus ada gerakan-gerakan involunter
w. Penyalah gunaan zat
x. Terapi trombolitik
y. Efek samping terkait terapi

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagi strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah direncakan dalam rencana
tindakan keperawatan (Hidayat,2004)). Menurut Gaffar, LOJ, (2002) implementasi merupakan
pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. Keamaan fisik dan psikologi
dilindungi dan di dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, yang mencakup
penilaian kesehatan, p encegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai
(Nursalam, 2005). Sedangkan menurut (Hidayat, 2004) evaluasi merupakan tahapan akhir dari
proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca. Fransiska B. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol 3 edisi
1. Jakarta : EGC

Geyer, James D. 2009. Stroke : A Practical Approach. Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins.

Junaidi. Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Edisi 1. Yogyakarta.

Muttaqin. Arif. 2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika

Nanda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi
Revisi Jilid 3. Jogja : Mediaction.

Riskesdes. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Sutrisno. A. 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

FORMAT PENGKAJIAN
DATA KEPERAWATAN
IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. P
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 65 Tahun
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Gondang Wetan
No. Register : 17098XXX
Tanggal MRS : 8 Oktober 2020 pukul 19:00 WIB
Tanggal pengkajian : 9 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB

RIWAYAT KESEHATAN KLIEN


1. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit :
MRS : Keluarga mengatakan pasien badanya lemas, tangan dan kaki kanan tidak bisa
digerakkan, tidak bisa bicara dan sulit menelan.
Pengkajian : Pada saat pengkajian, keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar, tidak bisa
bicara, nafsu makan dan minum menurun, tangan kaki kanan tidak bisa digerakkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakn pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil sekitar pukul 19.00 WIB
setelah 5 hari pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, tidak bisa
bicara, tidak mau makan, setelah itu oleh dokter IGD di sarankan untuk rawat inap di Ruang
Krisan. Pasien di rawat di ruang intermediet atas indikasi stroke dengan komplikasi jantung.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit hematomesis melena.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Keluarga pasien mengatakn pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit menular seperti TBC, hepatitis.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit menurun yang sama seperti pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum/Keadaan Umum : Lemah, mukosa bibir kering, kesadaran : semi coma GCS :
1,2,2
B. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : 39°C Nadi : 105 x/ mnt
Tekanan Darah : 180/100 mmHg Respirasi : 28 x/ mnt
Tinggi badan : 150 cm Berat badan : 60 kg

C. (B1) Breathing
Frekuensi Pernafasan : 28x/menit
Irama Pernafasan : Reguler
Tanda-tanda kesulitan bernafas : Ada
Pergerakan Dada : Simetris
Pemakaian otot bantu nafas : Tidak ada
Auskultasi : Vesikuler
Suara nafas : Ngongsrong
Suara ucapan : Jelas, cepat, bronkoponi
Suara tambahan : Ronchi dan wheezing
Alat bantu nafas : Ada, jenis : Oksigen NRBM 10 liter/menit
Lain-lain : Turgor kulit < 2 detik

D. (B2) Blood
Suara jantung : Tunggal
Irama jantung : Reguler
CRT : <2detik
JVP : Normal
CVP : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Lain-lain : Akral hangat

E. (B3) Brain
Tingkat Kesadaran Kuantitatif (GCS) : Semi coma , eye : 1, verbal : 2, motorik : 2
Reaksi pupil
 Kanan dan kiri : Ada, diameter ± 2 mm
 Refleks fisiologis : Ada
Fungsi motorik : Tangan kaki kanan tidak bisa digerakkan
Refleks patologis : Brudzinki
Meningeal sign : Tidak ada
Syaraf otak (nervus cranialis) : Olfaktorius+, optikus+, okulomotorius+, tochlearis+,
trigeminus+, abdusen+, fasialis+, auditorius+, glosofaringeal+, vagus+, accesorius+,
hipoglosal+
Refleks Fisiologis : Patella-, aschilles+, abdusen+, bronkokardialis+, bisep-, trisep-
Refleks Patologis : Babinski-, oppenheum-, chaddock-, gorden-, scafferi-, gonda-

F. (B4) Bladder
BAB MRS : 1x dalam 2 hari hitam, bau khas, lembek
BAK MRS : BAK sering kuning bening, bau khas, encer
MRS : Pasien terpasang cateter urin bag dan menggunakan pampers

G. (B5) Bowel
Keadaan bibir : Mukosa bibir kering, ada lesi pada bibir, kulit bibir mengelupas
Keadaan gusi dan gigi : Gusi kotor dan bau, gigi warna kuning, ada caries gigi
Keadaan lidah : Lidah kotor keruh, tidak ada stomatitis.
Orofaring : Tidak ada pembengkakan tonsilitis, ada kesulitan menelan,
pasien menggunakan NGT
Auskultasi peristaltik usus : Bising usus pasien aktif di empat kuadran dengan frekuensi 13 kali/
menit
Abdomen : Tidak distensi
Kesulitan menelan : Ada kesulitan menelan
Mual dan muntah : Tidak ada mual dan muntah
Hematemesis : Tidak ada hematemisis
Melena : Tidak ada melena
Diare : Tidak mengalami diare
Konstipasi : Tidak ada konstipasi
Asites : Tidak ada asites

H. (B6) Bone
Turgor kulit : < 2 detik
Perdarahan kulit : Tidak ada
Icterus : Tidak ada
Akral : Hangat
Pergerakan sendi : Terbatas
Fraktur : Tidak ada
Luka : Tidak ada
Kekuatan otot : Nilai ektremitas atas kanan 1, ekstremitas bawah kanan 1, ektremitas atas kiri
4, ekstremitas bawah kiri 4, tangan kanan terpasang cairan natrium clorida 20tpm

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Stroke Iskemik
B. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Medis :
1. Laboraturium : Terlampir
Hasil
Nama Pemeriksaan Satuan Nilai Normal
Tgl 9 Oktober 2020
Hemoglobin 11.6 g/dL 14-17.5, nilai kritis
<12 or >20
Eritrosit (RBC) 3.89 x10^6/uL 4.5-5.9
Hematokrit (HCT) 37.1 % 40.0-52.0
MCV 95.5 fL 34.0-47.0
MCH 29.8
MCHC 31.2 g/dL 31.5-35.0
Leukosit (WBC) 5.0 x10^3/uL 4.4-11.3
Basofil % 1.3 % 0-1
Neutrofil % 62.3 % 50-7
Limfosit % 11.5 % 255-40
Monosit % 12.2 % 2-8
PLT 145 10^3/uL 150-450
PDW 15.8 FL 10-18
MPV 9.6 FL 6.6-11
P-LCR 35.4 15.0-25.0 %
PCT 0.139 0.150-0.400 %
SGPT 2.18 mg/dL 38-42
SGOT 56 IU/L <42
Gula Darah 124 mg/dL <140
Acak 117 mg/dL <200
Cholestrol 109 mg/dL <150
Trigliseride 51 mg/dL 10-50
Ureum 1.1 mg/dL 0.6-1.1
Kreatin 46 IU/L <37
Elektrolit 150.2 mmol/l 135-155
Natrium 2.68 mmol/l 3.6-5.5
Kalium 113.9 mmol/l 54-111

2. Rontgen : Tidak ada


3. ECG : Tidak ada
4. USG : Tidak ada
5. Angiografi Cerebri : Ada
6. MRI : Ada
7. CT-Scan : Ada

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


1. Inj. Ceftriaxone 2x1000mg
2. Inj. Ranitidine 2x50mg
3. Inj. Citicolin 2x250mg
4. Inj. OMZ
5. Inj. Asam Tranex 2x500g
6. Cairan Natrium Clorida20tpm
7. Oksigen NRBM 10 liter/menit

Perawat

(Muhammad Ubaidillah)
NIM : 1801118
ANALISA DATA

NAMA PASIEN :Tn. P


UMUR : 65 Tahun
NO. REGISTER :17098XXX

DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


DS : Ateriosklerosis Resiko Ketidakefektifan
 Keluarga pasien Perfusi jaringan Serebral
mengatakan pasien tidak Thrombus / emboli di cerebral
sadar, tidak bisa bicara
DO : Stroke Non Hemoragik
 K/U : Lemah
Proses metabolisme dalam
 Kesadaran : semi coma
otak terganggu
 GCS : 1,2,2
 Nilai MAP : 226,6 mmHg Penurunan suplai darah dan
 Menggunakan oksigen O2 ke otak
NRBM 10 liter/menit
 Pemeriksaan tanda-tanda Resiko Ketidakefektifan
vital klien didapat : Perfusi jaringan serebral
 TD: 180/100mmHg,
 Nadi: 105 x/menit,
 Suhu: 39°C,
 RR: 28x/menit.

DS : Penurunan fungsi Nervus X Defisit nutrisi


 Keluarga mengatakan (Vagus), Nervus IX
pasien badanya lemas, (Glosovaringeus)
tidak bisa bicara, sulit
menelan, nafsu makan dan Proses menelan tidak efektif
minum menurun.
DO : Refluk
 Semua kebutuhan pasien
dibantu oleh keluarga dan Disfagia
perawat
 K/U : Lemah Anoreksia
Antropometri :
 TB : 150 cm Defisit nutrisi
 BB SMRS : -
 BB MRS : 60 kg
 LILA : 21 cm
Biomedik :
 HGB : 11,6%
 HCT : 37,1 %
Clinis :
 Mukosa bibir kering, bibir
pecah-pecah, ada lesi pada
bibir, kulit bibir
mengelupas
 Konjungtiva tidak anemis
 Turgor kulit < 2 detik
Diet :
 Terpasang NGT dengan
konsumsi makanan cair
rendah garam, bubur
saring, susu kedelai 100cc
dan air putih 50cc
 Pemeriksaan tanda-tanda
vital klien didapat :
 TD: 180/100mmHg,
 Nadi: 105 x/menit,
 Suhu: 39°C,
 RR: 28x/menit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. P


UMUR : 65 Tahun
NO. REGISTER :17098XXX

TGL DIAGNOSA
TGL TERATASI TT
MUNCUL/JAM KEPERAWATAN
9 Oktober 2020 Resiko ketidakefektifan
20.00 WIB perfusi serebral b.d
penurunan aliran darah ke
otak (aterosklerosis,
embolisme)
9 Oktober 2020 Ketidakseimbangan
20.00 WIB nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk
mencerna makanan,
penurunan fungsi nerfus
hipoglosus
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. P


UMUR : 65 Tahun
NO. REGISTER :17098XXX

DIAGNOSA
TGL NO. SLKI
KEPERAWATAN
9 1 Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan 3x24jam Manajemen
Oktobe perfusi serebral diharapkan bisa mempertahankan fungsi
intrakarnial
r 2020 Definisi : Beresiko otak
mengalami penurunan Kriteria Hasil : Observasi :
sirkulasi jaringan otak Perfusi Jaringan: Serebral
- Monitor ta
yang dapat mengganggu Definisi: Kecukupan aliran darah melalui
kesehatan pembuluh darah otak untuk TIK
Faktor resiko : mempertahankan fungsi otak.
- Monitor sta
1. Massa tromboplastin 1. Tekanan darah sistolik deviasi berat 180
parsial abnormal hingga deviasi normal 120. - Monitor M
2. Massa protombin 2. Tekanan darah diastolik deviasi berat 90
- Monitor CP
abnormal sekmen hingga deviasi normal 80.
ventrikel kiri akinetik 3. Nilai rata-rata tekanan darah deviasi - Monitor int
3. Aterosklerosis aerotik berat 180/90 mmHg menjadi 120/80
- Monitor cai
4. Diseksi arteri mmHg.
5. Hipertensi 4. Sakit kepala deviasi berat menjadi
deviasi ringan
Terapeutik :
5. Tekanan intrakranial dari deviasi berat
kekisaran normal menjadi deviasi sedang - Minimmalk
kekisaran normal
menyediaka
6. Penurunan tingkat kesadaran dari berat
menjadi ringan - Berikan pos
7. Reflek saraf terganggu dari berat menjadi
- Cegah terjad
tidak ada
8. Saturasi oksigen dari deviasi berat - Pertahankan
menjadi deviasi ringan

Kolaborasi :
- Kolaborasi
konvulsan
- Kolaborasi
Kolaborasi p
9 3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan 3x24jam Manejemen Nu
Oktobe nutrisi kurang dari diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi Observasi :
r 2020 kebutuhan tubuh Kriteria Hasil :
- Identifikasi
Definisi: asuhan nutrisi Status Nutrisi :
tidak cukup untuk 1. Asupan makanan dari banyak - Identifikasi
memenuhi kebutuhan menyimpang dari rentang normal
selang naso
metabolik 2. Asupan cairan dari banyak menyimpang
Batasan Karakteristik : dari rentang normal - Monitor asu
1. Bising usus hiperaktif
- Monitor ber
2. Kurang makanan Nafsu Makan :
3. Kurang informasi 1. Merasakan makanan dari sangat - Monitor
4. Kurang minat pada terganggu menjadi tidak terganggu
laboratorium
makanan 2. Intake makanan dari sangat terganggu
5. Penurunan berat menjadi tidak terganggu - Identiikasi
badan dengan asupan 3. Intake nutrisi dari sangat terganggu
nutrien
makanan adekuat menjadi tidak terganggu
6. Membran mukosa 4. Intake cairan dari sangat terganggu
pucat menjadi tidak terganggu
Terapeutik :
7. Ketidakmampuan
memakan makanan - Berikan m
8. Tonus otot menurun
untuk menc
9. Kelemahan otot untuk
menelan - Berikan m
Faktor-faktor yang
tinggi prote
berhubungan:
1. Ketidak mampuan - Hentikan p
untuk mencerna
selang nas
makanan
2. Ketidak mampuan dapat ditole
menelan makanan

Edukasi
- Anjurkan po
- Ajarkan die

Kolaborasi :
- Kolaborasi
sebelum ma
- Kolaborasi
menentukan
nutrien yang
CATATAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. P


UMUR : 65 Tahun
NO. REGISTER :17098XXX

N TGL NO. TINDAKAN TT


O DX.
KEP
1 9 1 20.00 : Menitor tanda-tanda vital (TD, N, RR, S)
Oktobe  TD: 180/100mmHg,
r 2020  Nadi: 105 x/menit,
 Suhu: 39°C,
 RR: 28x/menit.
20.10 : Memonitor tingkat kesadaran secara teratur semi
coma GCS : 1,2,2, reflek batuk (-), kemampuan menelan
(-)
20.10 : Mempertahankan keadaan tirah baring
20.15 : Memberikan oksigen NRBM 10 liter/menit
21.00 : Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi :
 Ceftriaxone 1000mg
 Citicolin 250mg
2 9 2 20.00 : Menitor tanda-tanda vital (TD, N, RR, S)
Oktobe  TD: 180/100mmHg,
r 2020  Nadi: 105 x/menit,
 Suhu: 39°C,
 RR: 28x/menit.
20.35 : Mengkaji adanya alergi makanan, pasien tidka
memiliki alergi makanan
20.40 : Monitor adanya penurunan berat badan
 SMRS BB : -
 MRS BB : 60 kg
 LILA : 21 cm
20.50: Monitor kulit kering, turgor kulit, dan konjungtiva
 Mukosa bibir kering, bibir pecah-pecah, ada lesi
pada bibir, kulit bibir mengelupas
 Turgor kulit < 2 detik
 Konjungtiva tidak anemis
20.55 : Berkolaborasi dengan tim ahli gizi dalam
pemberian diet makanan cair rendah garam, bubur saring
dan susu kedelai 100 cc dan air putih 50 cc
21.00 : Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi :
 Ceftriaxone 1000mg
 Citicolin 250mg

3 10 1 13.20 : Menitor tanda-tanda vital (TD, N, RR, S)


Oktobe  TD: 150/90mmHg,
r 2020  Nadi: 126 x/menit,
 Suhu: 37,1°C,
 RR: 26x/menit.
13.30 : Memonitor tingkat kesadaran secara teratur semi
coma GCS : 1,1,2, reflek batuk (-), kemampuan menelan
(-)
13.35 : Mempertahankan keadaan tirah baring
13.40 : Memonitor oksigen NRBM 10 liter/menit
14.00 : Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi :
 Ceftriaxone 1000mg
 Citicolin 250mg
4 10 2 19.00 : Menitor tanda-tanda vital (TD, N, RR, S)
Oktobe  TD: 140/80mmHg,
r 2020  Nadi: 150 x/menit,
 Suhu: 37°C,
 RR: 24x/menit
19.10 : Mengkaji adanya alergi makanan, pasien tidak
memiliki alergi makanan
19.15 : Monitor adanya penurunan berat badan
 SMRS BB : -
 MRS BB : 61 kg
 LILA : 21 cm
19.15 : Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi :
 Ceftriaxone 1000mg
 Citicolin 250mg
19.20 : Monitor kulit kering, turgor kulit, dan konjungtiva
 Mukosa bibir kering, bibir pecah-pecah, ada lesi
pada bibir
 Turgor kulit < 2 detik
 Konjungtiva tidak anemis
19.30 : Berkolaborasi dengan tim ahli gizi dalam
pemberian diet makanan cair rendah garam, bubur saring
dan susu kedelai 100 cc dan air putih 50 cc

EVALUASI

NAMA PASIEN : Tn. P


UMUR : 65 Tahun
NO. REGISTER :17098XXX

DIAGNOSA 1 DIAGNOSA 2
TANGGAL TANGGAL
9 Oktober 2020 9 Oktober 2020
S: S:
 Keluarga pasien mengatakan pasien  Keluarga mengatakan pasien badanya
masih tidak sadar, masih tidak bisa masih lemas, tidak bisa bicara, sulit
bicara menelan, nafsu makan dan minum
O: menurun.
 K/U : Lemah O:
 Kesadaran : semi coma  Semua kebutuhan pasien dibantu oleh
 GCS : 1,1,2 keluarga dan perawat
 Nilai MAP : 113,3 mmHg  K/U : Lemah
 Menggunakan oksigen NRBM 10 Antropometri :
liter/menit  TB : 150 cm
 Pemeriksaan tanda-tanda vital klien  BB SMRS : -
didapat :  BB MRS : 61 kg
 TD: 150/80mmHg,  LILA : 21 cm
 Nadi: 112 x/menit, Biomedik :
 Suhu: 37,5°C,  HGB : 11,6%
 RR: 24x/menit.  HCT : 37,1 %
Clinis :
A : Masalah belum teratasi  Mukosa bibir lembab, bibir pecah-
P : Lanjutkan intervensi pecah, ada lesi pada bibir, kulit bibir
mengelupas
 Konjungtiva tidak anemis
 Turgor kulit < 2 detik
Diet :
 Terpasang NGT dengan konsumsi
makanan cair rendah garam, bubur
saring, susu kedelai 100cc dan air putih
50cc
 Pemeriksaan tanda-tanda vital klien
didapat :
 TD: 150/80mmHg,
 Nadi: 112 x/menit,
 Suhu: 37,5°C,
 RR: 24x/menit.

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
DIAGNOSA 1 DIAGNOSA 2
TANGGAL TANGGAL
10 Oktober 2020 10 Oktober 2020
S: S:
 Keluarga pasien mengatakan pasien  Keluarga mengatakan pasien badanya
masih tidak sadar, masih tidak bisa masih lemas, tidak bisa bicara, sulit
bicara menelan, nafsu makan dan minum
menurun.
O: O:
 K/U : Lemah  Semua kebutuhan pasien dibantu oleh
 Kesadaran : semi coma keluarga dan perawat
 GCS : 1,1,2  K/U : Lemah
 Nilai MAP : 83,3 mmHg Antropometri :
 Menggunakan oksigen NRBM 10  TB : 150 cm
liter/menit  BB SMRS : -
 Pemeriksaan tanda-tanda vital klien  BB MRS : 61 kg
didapat :  LILA : 21 cm
 TD: 150/70mmHg, Biomedik :
 Nadi: 125 x/menit,  HGB : 11,6%
 Suhu: 37,6°C,  HCT : 37,1 %
 RR: 24x/menit. Clinis :
 Mukosa bibir lembab, bibir pecah-
A : Masalah belum teratasi pecah,tidak ada lesi pada bibir, kulit
P : Lanjutkan intervensi lembab
 Konjungtiva tidak anemis
 Turgor kulit < 2 detik
Diet :
 Terpasang NGT dengan konsumsi
makanan cair rendah garam, bubur
saring, susu kedelai 100cc dan air putih
50cc
 Pemeriksaan tanda-tanda vital klien
didapat :
 TD: 150/70mmHg,
 Nadi: 125 x/menit,
 Suhu: 37,6°C,
 RR: 24x/menit.

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi

Pertanyaan .

1.Ada berapa macam cva ?

2.masalah keperawatan yang di buat tentang apa?

Jawaban :

1 .ada 2 macam cva yaitu cva iskemik dan cva hemoragik.


Stroke iskemik yaitu terjadi ketika pembuluh darah arteri yang membawa daerah dan
oksigen ke otak mengalami penyempitan, sehingga menyebabkan aliran darah ke otak
sangat berkurang.

Stroke hemoragik yaitu terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah dan
menyebabakan perdarahan.

2.masalah keperawatan tentang resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan


defisit nutrisi

-resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral maksudnya beresiko mengalami


penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat menggangu kesehatan sedangkan kalau
defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme

Anda mungkin juga menyukai