Anda di halaman 1dari 13

ISTIDLAL QIASI DAN ISTIQRAI

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ilmu Mantiq

Dosen Pengampu: M. Thoriqul Huda, M. Fil. I

Disusun oleh:

SYAIFUL ANWAR (933416918)

M. FAIZ IRFAN AUFA (933417418)

M. RIZA AZIZ (933417518)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik walaupun masih banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini membahas
mengenai “Istidlal Qiasi dan Istiqrai”.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


matakuliah Ilmu Mantiq. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan


berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada Bapak M. Thoriqul
Huda, M. Fil. I selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut
membantu memberikan referensi buku.

Tiada gading yang tak retak, itu kata pepatah tiada satupun manusia yang
luput dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap pemberian maaf yang sebesar-
besarnya. Atas kekurangan dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan agar kami dapat memperbaiki
makalah-makalah selanjutnya.

Kediri, 24 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Istidlal................................................................................3
B. Pembagian Istidlal...............................................................................4
C. Pembahasan Istidlal Qiasi dan Istiqrai.................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, kehidupan manusia sudah sangat kontemporer dan
banyak yang meninggalkan khazanah hakiki yang harus menjadi platform
dalam pijakan kehidupan manusia. Manusia sebagai khayawanun natiq
(makhluk yang berpikir) tidak akan lepas dari berpikir. Namun, saat
berpikir, manusia sering kali dipengaruhi oleh berbagai tendensi, emosi,
subjektivitas, dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir
jernih, logis, dan obyektif. Mantiq merupakan upaya memelihara pikiran
dari kesalahan berpikir, memperdalam pemahaman, dan menyingkap
selimut kebodohan agar seseorang dapat menggunakan daya pikirnya
dengan cara yang benar dan tidak keliru.
Dalam diri manusia terdapat berbagai potensi kemampuan yang
dimiliki. Dari segala kemampuannya itu, tidak semua manusia mampu
memberikan pengertian, deskripsi, dan analisa yang tepat dari sesuatu hal.
Kebanyakan dari mereka, menggunakan perspektif yang berasal dari
tanggapan panca indra semata. Setelah tanggapan panca indra tersebut
diproses, maka terbentuklah keterangan-keterangan bebas yang berdiri
sendiri dan terpisah dari yang lain. Dengan menggunakan keterangan-
keterangan bebas yang sudah diketahui itu, kita dapat sampai kepada
keterangan tentang sesuatu yang belum diketahui. Jalan pikiran semacam
ini disebut penyimpulan (Istidlal).
Istidlal merupakan pembahasan terpenting dalam ilmu mantiq,
karena mengambil kesimpulan yang benar ialah menjadi fungsi utamanya.
Seseorang baru dikatakan mengerti ilmu mantiq, ketika ia sudah dapat
mengambil kesimpulan yang benar, melalui teknik-teknik pengambilan
kesimpulan mantiqi yang baku dan diakui. Kesimpulan yang benar itu

1
dikatakan kesimpulan mantiqi (logis) karena penarikannya sesuai dengan
kaidah-kaidan mantiqi (logika).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian istidlal?
2. Apa saja pembagian istidlal ?
3. Bagaimana pembahasan istidlal qiasi dan istiqrai?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian istidlal
2. Mengetahui apa saja istidlal
3. Mengetahui pembahasan istidlal qiasi dan istiqrai

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Istidlal

Kata istidlal berasal dari Bahasa Arab. Akar kata istidlal adalah
dari kata “daal”, berarti mengambil dalil atau kesimpulan yang diambil
dari petunjuk yang ada. Sedangkan yang dimaksud dalil adalah petunjuk
yang digunakan untuk mendapatkan suatu kesimpulan. 1  Adapun menurut
istilah, pengertian istidlal adalah sebagai berikut :

Menurut Abi Hilal al-Anskari :


 ‫االستدالل طالب معرفة الشئ من جهة غيره‬
“Istidlal adalah mencari pengertian sesuatu dari segi lainnya”.

Menurut Muhammad Nur al-Ibrahimi :


‫االستدالل انتقال الذهن من امر معلوم الى امر مجهول باستخدام المعلوم وسيلة الى‬
‫المجهول‬
“Istidlal adalah proses memahami sesuatu yang konkret  (muqaddimah 
shugra dan muqaddimah kubra) untuk menemukan sesuatu yang abstrak
(natijah), dengan menggunakan sesutau yang konkret itu sebagai media
untuk menemukan sesuatu yang abstrak”.

Menurut al-Jurzani, istidlal yaitu :


‫مى‬II‫ؤثر فيس‬II‫ر الى الم‬II‫االستدالل تقرير الدليل الثبات المدلول سواء كان ذلك من االث‬
‫استدالال انيا اوبالعكس ويسمى استدالال لميا او من احد االثرين الى االخر‬
“Istidlal adalah menentukan alasan (dalil) untuk menetapkan sesuatu yang
ditunjukkan (madlul) dari atsar kepada mu’atsar  yang disebut  istidlal 

1
Syukriadi Sambas, MANTIK, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996), hlm.112

3
aniya atau dari mu’atsar  kepada atsar  yang disebut Istiqlal lammiya, atau
dari dua atsar kepada yang lain”.
Jadi, dapat disimpulkan definisi istidlal menurut al-Jurzani,
memuat tiga macam istidlal antara lain :
a. Istidlal ‘aniya, proses memikirkan objek pikir secara
deduktif atau istidlal  qiyasi (min al-‘atsar ila al-mu’atsar).

b. Istidlal lammiya, proses memikirkan objek pikir secara


induktif atau istidlal istigra’i (min al-muatsar ila al-atsar).

c. Istidlal jami’ bainahuma, proses memikirkan objek pikir


secara komprehensif (min al-mu’atstsarin ila al-akhar).
Dari ketiga definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
istidlal merupakan upaya untuk menyatakan proses pembentukan
penalaran atau pemikiran yang dirakit dari konsepsi (tashawur) dan
keputusan (tashdiq) dalam menemukan kebenaran ilmiah yang
sebenarnya.2
Pendapat senada tentang pengertian istidlal secara terminologi
ialah berpindahnya pikiran, dengan teknik tertentu, dari sesuatu yang
sudah diketahui (‫ )معلوم‬kepada yang belum diketahui (‫ول‬II‫)مجه‬, sehingga
yang belum diketahui dapat diketahui.

B. Pembagian istidlal.
Istidlal terdiri dari dua macam yaitu:
1. Istidlal Qiyasi.
Secara etimologi, qiyasi berarti ukuran atau mengembalikan
sesuatu kepada persoalan pokoknya. Adapun menurut
terminologi, Istidlal qiyasi adalah upaya akal-pikir untuk memahami
sesuatu yang belum diketahui melalui yang sudah diketahui dengan
menggunakan kaidah-kaidah berpikir (logika) yang telah diterima
kebenarannya.

2
Ibid. hlm.112-113.

4
Contoh:
a) Anda mengutamakan kepentingan negara.
b) Setiap yang mengutamakan kepentingan negara adalah
pembela tanah air.
c) Anda pembela tanah air.
2. Istidlal Istiqra’i.
Secara lughawi, istiqra’i berarti penyelidikan dan penelitian
sesuatu; sedangkan secara istilah, Menurut Al-Jurzani:

‫ على كلي لوجوده في اكثر جزئياته‬I‫الحكم‬

“Menetapkan sesuatu atas keseluruhan berdasarkan adanya sesuatu


pada banyak fakta”.

Sedangkan menurut Muhammad Nur Ibrahim:

            ‫االستدالل المبني على تصفح الجزئيات ودرسها درسا وافيا يوصل العقل‬

‫الى استنباط حكم عام‬

“Penalaran yang didasarkan atas pemeriksaan fakta-fakta secara


teliti dan mengkajinya secara cermat sehingga dapat ditarik suatu
keputusan umum secara rasional”.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa istidlal istiqra’i adalah proses


berpikir dengan cara menarik kesimpulan umum berdasarkan fakta-
fakta setelah terlebih dahulu dilakukan percobaan-percobaan dan
penelitian yang cermat serta tepat. Istilah lain untuk istidlal istiqra’i
adalah penarikan kesimpulan secara induktif (istinbathi).

Contoh:

Besi, melalui percobaan-percobaan memanaskannya ternyata


memuai. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang di berbagai tempat
dan waktu yang hasilnya sama, yaitu memuai. Kesimpulan umum
lantas ditarik bahwa besi, jika dipanaskan memuai. Percobaan

5
dilanjutkan kepada benda lainnya dan semuanya sama, jika dipanaskan
memuai. Akhirnya ditarik suatu generalisasi yang menjadi kesimpulan
umum bahwa semua benda padat, jika dipanaskan, memuai.3

C. Pembahasan Istidlal Qiasi Iqtirani.


Iqtirani, secara bahasa adalah menyertakan, mengumpulkan,
menyusunkan.  Istidlal qiyasi iqtirani terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Qias Iqtirani Hamli,
yaitu qiyas yang tersusun dari qadhiyah hamliyah dengan
menyusun atau merangkai kalimat-kalimat sempurna. Jadi, Qias
Iqtirani Hamli merupakan qias yang ketiga qadhiyahnya terdiri dari
qadhiyah-qadhiyah hamliyah saja.
Contoh : alam ini berubah, Setiap yang berubah baharu, Alam ini
baharu.
2. Qias Iqtirani Syarthi,
yaitu qias yang mengikat dua qadhiyah (kalimat) atau lebih
menjadi satu dengan menggunakan adat syarat (kata pengandai : jika,
manakala, kapanpun, betapapun, dan lainnya). Jadi, Qiyas Iqtirani
Syarthi merupakan qias yang tersusun dari qadhiyah hamliyah dan
qadhiyah syarthiyah.
Contoh :
a. Jika sesuatu berubah, berarti ia dijadikan.
b. Setiap yang dijadikan pasti ada yang menjadikannya.
c. Jika sesuatu berubah, pasti ada yang menjadikannya.

D. pembahasan Istidlal Qiasi Istitsna’i.
Istitsna’i secara etimologi adalah pengecualian, dikecualikan.
Kata pengecualian dalam Ilmu Mantiq adalah tetapi ( ‫)لكن‬. Qias istitsna’i

3
Hasan, M. Ali. 1992. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

6
merupakan rangkaian dua muqaddimah yang muqaddimah keduanya
dimasuki oleh kata tetapi.
Qias istitsna’i ialah qias yang natijah-nya bersumberkan salah
satu dari dua qadhiyah yang disatukan oleh adat syarat (kondisional) jika,
manakala, betapapun, bagaimanapun, setiap kali, atau yang semacamnya
pada muqaddimah pertama. Sehingga, natijah ditarik dari muqaddam atau
tali yang terdapat dalam muqaddimah pertama tersebut.
Jika qadhiyah I ( ‫ )مقدم‬pada muqaddimah pertama di-istitsna’i
(dikecualikan) maka qadhiyah II-nya (tali) menjadi natijah-nya.
Sebaliknya, jika qadhiyah II (tali) dari muqaddimah itu di-istitsna’i
(dikecualikan) maka qadhiyah I-nya ( ‫ )مقدم‬menjadi natijah-nya. Lafadz

yang dipakai untuk pengecualian itu adalah ‫( لكن‬tetapi) bukan ‫الا‬


(kecuali).
Qias istitsna’i dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Qias istitsna’i ittishali,
Yaitu  ‫ ماكانت المقدمة الكبرى فيه شرطية متصلة‬qias yang muqaddimah
kubra-nya terdiri atas qadhiyah syarthiyah muttashilah.
Contoh:
a) Jika guru datang (I) pelajaran berjalan (II)
b) Tetapi guru datang (I).
c) Pelajaran berjalan (II).

Atau :

a. Jika guru datang (I) pelajaran berjalan (II).


b. Tetapi pelajaran berjalan (II).
c. Guru datang.
2) Qias istitsna’i infishali,
yaitu ‫ ماكانت المقدمة الكبرى فيه شرطية منفصلة‬qias yang muqaddimah
kubra-nya terdiri dari qadhiyah syarthiyah munfashilah.
Contoh :

7
a) Pasaran cengkih adakalanya ramai, adakalanya sepi.
b) Tetapi, pasaran cengkih ramai.
c) Pasaran cengkih tidak sepi.

Atau :

a. Pasaran cengkih adakalanya ramai, adakalanya sepi.


b. Tetapi, pasaran cengkih sepi.
c. Pasaran cengkih tidak ramai.4

E. Pembahasan Istidlal Istiqra’i.


Istidlal Istiqra’i terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Istidlal Istiqra’i Tam.
yaitu jika penarikan kesimpulan umum (generalisasi) berdasarkan hasil
penelitian itu berlaku kepada semua individu atau satuan dari fakta-
fakta yang ditetapkan suatu keputusan.
Contoh :
Jumlah hari pada setiap bulan Qomariyah tidak lebih dari tiga puluh
hari.
2. Istidlal Istiqra’i Naqish.
yaitu jika penarikan kesimpulan umum (generalisasi) berdasarkan hasil
penelitian tetapi tidak berlaku kepada semua individu (masih terdapat
individu yang dikecualikan karena penetapan umum tersebut tidak
diberlakukan kepadanya).
Contoh :
Setiap orang yang sedih atau sakit, ia akan menangis.5

4
Dra.Robingatun,M,Pd.I,ILMU MANTIQ (logika),Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Kediri,2011.hal 66-67.
5
Ibid, hlm.56

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata istidlal berasal dari Bahasa Arab. Akar kata istidlal adalah
dari kata “daal”, berarti mengambil dalil atau kesimpulan yang diambil
dari petunjuk yang ada. Istidlal secara terminologi ialah berpindahnya
pikiran, dengan teknik tertentu, dari sesuatu yang sudah diketahui (‫)معلوم‬
kepada yang belum diketahui (‫ول‬II‫)مجه‬, sehingga yang belum diketahui
dapat diketahui.
Pembagian Istidlal terdiri dari dua macam yaitu qiyasi dan istiqra`i,
yang dimaksud istidlal qiyasi yaitu kata kias yang berasal dari bahasa Arab
yang berarti ukuran, Maksudnya adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Qias dalam ilmu mantiq adalah ucapan atau kata yang tersusun
dari dua atau beberapa qadhaliyah, benar yang lain dinamakan natijah.
Tetapi perlu dicatat bahwa bila qadhilyah tidak benar bisa saja natijhanya.
Benar. Tetapi benarnya itu kebetulan.
Sedangkan Istidlal Istiqra’I, juga terbagi menjadi dua yaitu Istidlal
Istiqra’i Tam yang berarti penarikan kesimpulan individu dari hasil
kesimpulan berdasarkan fakta yang ditetapkan keputusan. Dan satunya lagi
Istidlal Istiqra’i Naqish yang berarti penarikan kesimpulan kepada semua
individu yang dikecualikan karena penetapan umum tersebut tidak
diberlakukan kepadanya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Sambas Syukriadi, MANTIK, (Bandung : Remaja Rosda Karya,


1996), hlm.112
M. Ali. Hasan, 1992. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya.
Dra.Robingatun,M,Pd.I,ILMU MANTIQ (logika),Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri,2011.hal 66-67.

10

Anda mungkin juga menyukai