Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No.

1 Januari 2016

CYBERSPACE, INTERNET, DAN RUANG PUBLIK BARU: AKTIVISME


ONLINE POLITIK KELAS MENENGAH INDONESIA

Oleh:
Wasisto Raharjo Jati

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis mengenai cyberspace sebagai ruang publik
baru bagi kelas menengah Indonesia. Konsep lama ruang publik berasal dari Habermas
yang menilai ruang tersebut merupakan bagian dari proses komunikasi dan advokasi
publik. Ruang tersebut dipahami sebagai ruang inklusif, deliberatif, dan juga partisipatif
yang mendorong publik untuk berdiskusi satu sama lain. Kemunculan cyberspace
melalui sosial media ini menarik untuk dicermati karena mampu mentransformasi
ruang publik dalam bentuk digital. Dibandingkan dengan ruang publik, cyberspace
mampu menarik perhatian bagi setiap segmen publik untuk komunikasi dan
berinteraksi kapanpun dan dimanapun. Dari situlah kemudian proses kesadaran politik
kelas menengah kemudian tercipta. Artikel ini akan mengelaborasi lebih lanjut
mengenai aktivisme politik online di Indonesia.

Abstract
Article aims to analyze cyberspace as new public sphere among Indonesian middle class.
Previous public sphere concet came from Habermas who argued sphere is a manifestation
of public communication and advocacy process. This sphere is understood in favour of
inclusice, deliberative, and participatory sphere which endorsed public to discuss each
other. The emergence of cyberspace through social media is interesting to discuss,
especially in order to analyze the transformation of public sphere in digital form.
Compared with pybluc sphere, cyberspace is able to attract mass attention for
communicating and participating in everytime and everywhere resulted in political
awareness. This article seeks to elaborate more deeply on the case of online activism
among Indonesian middle class.
Keywords: Online Activism, Indonesian Middle Class, Political Awareness.

25
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

A. Pendahuluan isu dan tema yang diperbincangkan dari


berbagai sumber memicu adanya
Perbincangan mengenai politik kesadaran kritis publik dalam menilai
digital merupakan kajian baru dalam
dan memandang suatu peristiwa
khazanah ilmu sosial dan ilmu politik di
tertentu. Implikasinya yang
Indonesia. Pada umumnya diskusi ditimbulkan kemudian adalah
mengenai hal-hal digital lebih dikaitkan munculnya para kelas menengah
dengan masalah teknologi dan informasi terdidik yang melek secara politik.
sehingga lebih bernuansa lebih teknis
dan numerik. Meskipun demikian, titik Terdapat dua tujuan penting
tolak dari tulisan ini sebenarnya dalam relasi antara cyberspace dengan
bermula dari dampak perkembangan demokrasi yakni 1) aktivisme dan 2)
teknologi yang sedemikian masif di preservasi. Makna aktivisme merujuk
kalangan masyarakat. Teknologi pada pengertian pada terbentuknya
berperan besar dalam menyempitkan gerakan politik sedangkan makna
waktu, ruang, dan jarak sehingga saling preservasi yakni lebih dilihat bahwa
terkoneksi satu sama lainnya dalam satu cyberspace sebagai ruang demokrasi.
ruang bernama ruang siber
Tulisan ini akan menampilkan
(cyberspace). Dalam ruang tersebut,
sisi aktivisme dalam kasus cyberspace
semua orang lintas benua dan lintas
dalam kasus kelas menengah Indonesia.
negara kemudian bisa saling berdiskusi
Trend aktivisme digital memang
dan berinteraksi satu sama lainnya.
menghangat seiring dengan munculnya
Dengan kata lain, keberadaan internet
berbagai macam gerakan politik
telah banyak membantu adanya proses
semisalnya saja Zapatista, Occupy, N20
pendalaman demokrasi (democracy
Seattle, Arab Springs, maupun juga
deepening) dalam masyarakat sehingga
kasus Relawan dalam Pemilu Presiden
masyarakat mampu tampil sebagai
Indonesia tahun 2014 silam.
demos seutuhnya.
Pembahasan tulisan ini secara lebih
Penetrasi internet melalui lanjut akan mengupas 1) analisis
cyberspace telah menyemai adanya terhadap krisis ruang publik dan
deliberasi nilai-nilai demokrasi seperti saluran representasi politik dalam
halnya kesukarelaan (voluntarism), situasi politik kekinian, 2) munculnya
kesamaan (egalitarian), maupun juga cyberspace sebagai ruang publik baru
praktik berjejaring (networking) dalam kelas menengah Indonesia, 3)
menyebar dan diterima secara meluas analisis terhadap studi kasus aktivisme
dalam masyarakat. Masyarakat pun online yang berkembang dalam kasus
dengan mudah dan cepat dapat kelas menengah Indonesia dan 3)
membentuk peer group berdasarkan kesimpulan dari pemaparan mengenai
kesamaan minat maupun isu spesifik cyberspace tersebut.
tertentu. Selain itu pula, suara minoritas
B. Krisis Ruang Publik dan Saluran
yang selama ini termarjinalkan dalam
Representasi Kepentingan
praktik majoritarian pada sistem
demokrasi kovensional, mendapatkan Pengertian ruang publik menurut
tempat untuk mengartikulasikan Habermas terkesan masih utopis dan
kepentingan dan identitasnya. Adanya optimis karena mengandaikan bahwa
ruang yang dinamis dan heterogen ruang publik iu adalah arena inklusif
itulah yang membuat publik ramai dan pluralis bagi setiap orang untuk bisa
menjadi netizen secara aktif maupun berpartisipasi dalam arena tersebut.
pasif dalam cyberspace. Berbagai macam Rasionalitas memang menjadi kunci

26
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

mendasar dari implikasinya hadirnya publik adalah aktor penting dalam


ruang publik dalam masyarakat yang menjalankan demokrasi dari tingkatan
kemudian menciptakan adanya akar rumput. 3) ruang publik adalah
masyarakat kritis dan independen. agen. Maksudnya ruang publik itu
Namun yang menjadi pertanyaan dari merupakan agen / alat penting dalam
konsep ruang publik ini kemudian menyampaikan aspirasi dari akar
dibentuk dan diaktualisasikan dalam rumpur menuju bawah (Schuler & Day,
ruang msyarakat. Adapun penjelasan 2004: 4-6).
dari Habermas mengenai prakondisi
Ketiga makna ruang publik
terbentuknya ruang publik ini dapat
tersebut berkaitan dengan pengalaman
dijelaskan sebagai berikut ini 1)
Barat dalam membangun demokrasi
Seberapa kuat kekuatan pasar yang
dengan komparasi kasus Jerman dan
menjadi fondasi berdirinya ruang
Prancis. Pola menarik yang bisa ditarik
publik. Hal ini terkait dengan nilai-nilai
kedua kasus tersebut adalah
liberalisme individu yang diusung dalam
terbentuknya jaringan korporatisme
masyarakat borjuasi. Ruang publik
antar ketiga anggota tersebut sehingga
sendiri tumbuh dari proses transisi dari
terciptalah pola checks and balances
kapitalisme liberal menjadi kapitalisme
antar ketiga ranah tersebut. Pada
terorganisir (Calhoun, 1992:6), dimana
akhirnya kemudian, relasi antar ketiga
saat itulah kebutuhan ruang publik
ranah tersebut dalam ruang publik
menjadi meningkat bagi publik dalam
menghasilkan opini publik sebagai hasil
dinamika kehidupan yang mekanis dan
kesepakatan dan partisipasi antar aktor
merkantilis. Oleh karena itulah
dalam ruang publik (Habermas,
demokrasi dipiluh sebagai jalan untuk
2015:2). Namun demikian,
memastikan bahwa ekspresi kebebasan
pembentukan opini publik dalam ruang
maupun individu mendapatkan
publik tersebut juga perlu dilihat
perlindungan hukum. 2) seberapa
perukaran sumber daya masing-masing
independen ruang publik tersebut bebas
aktor. Dalam hal ini, ruang publik yang
dari intervensi politik yang dilakukan
dikendalikan borjuasi (bourgeoises
oleh negara maupun pasar. Hal ini
public sphere) menjadi penting untuk
penting mengingat transisi dari
dibicarakan karena aktor inilah yang
government menuju governance sendiri
mendorong adanya diseminasi nilai-
membutuhan adanya derajat
nilai demokrasi dalam ruang publik.
independensi antara aktor negara,
Namun tanpa mengucilkan peran rakyat
pasar, maupun masyarakat sipil. Posisi
jelata (plebeian) sebagai motor
ruang publik ini menarik dikarenakan
demokrasi, kalangan borjuasi lebih siap
berada di antara (in-between) antar
dalam mendukung dan mengupayakan
ketiga aktor tersebut yang
terbentuknya ruang publik tersebut
memungkinkan masing-masing aktor
dengan argumentasi bahwa semangat
tersebut saling beradvokasi dan
bernegosiasi satu sama lainnya. libertarian dan egalitarian lebih berada
dalam aktor borjuasi.
Secara garis besar, ruang publik
Dengan kata lain, rasionalisasi
dideskripsikan dalam tiga ranah penting
menjadi kata kunci penting dalam
yakni 1) ruang publik sebagai arena.
membangun institusionalisasi ruang
Makna tersebut mengindikasikan bahwa
publik dalam demokrasi, yang tidak
ruang publik menyediakan basis
semata-mata diokupansi oleh beberapa
komunikasi antar masyarakat. 2) ruang
kepentingan privat yang
publik itu adalah publik itu sendiri.
mengatasnamakan kepentingan publik.
Makna tersebut mengindikasikan bahwa
27
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

Dari sinilah kemudian rasionalitas adanya jebakan oligarkis dalam


dalam ruang publik dipertaruhkan representasi. Pada akhirnya kemudian,
antara yang willie (kehendak ruang publik berikut pula representasi
rasionalitas umum) dengan willkur politik tidak berjalan efektif dan efisien
(agregasi kepentingan khusus) dalam mengartikulasikan kepentingan
(McCharty, 1992: 51). Dua hal itulah publik untuk dieksekusi dalam
yang menjadi titik kritis dalam kebijakan.
memahami ruang publik. Meskipun
Ketika ruang publik sebagai
ruang publik dianggap sebagai ruang
fondasi berjalannya demokrasi secara
inklusif, egalitarian, dan dianggap
prosedural tidak berjalan dengan baik.
sebagai fondasi penting dalam
Maka kebutuhan untuk membentuk
demokrasi, namun terdapat adanya
saluran representasi maupun ruang
segregasi (sectionalism) maupun juga
publik baru menjadi sangat urgen dan
kondisi yang memungkinan (condition
signifikan dalma masyarakat Indonesia.
of possibility) untuk memunculkan
Oleh karena itulah manakala penetrasi
adanya ruang publik dalam masyarakat
internet sudah sedemikian masif dalam
(Subijanto, 2014).
masyarakat, makan saat itulah
Adanya dua pertanyaan kritis kemudian intenet ditempatkan sebagai
mengenai ruang publik kemudian yang ruang publik dan slauran representasi
dipakai dalam memaknai munculnya baru publik.
cyberspace yang dihadirkan oleh
1. Munculnya Cyberspace sebagai
perkembangan teknologi internet masa
Ruang Publik Kelas Menengah
kini dalam menumbuhkembangan
Indonesia
demokrasi dalam kontek masyarakat
kekinian. Demokrasi modern kini Penetrasi Internet dalam
sudah menuju model representasi masyarakat Indonesia selalu
(representation democracy) untuk berkembang setiap tahunnya. Menurut
menghadirkan dan mengartikulasikan data yang dhimpun dari APJII (2015: 9)
kepentingan publik yang begitu luas menunjukkan bahwa sepanjang periode
agar direalisasikandalam bentuk 2013-2014 terdapat 71,19 juta
kebijakan (absent but present), namun pengguna internet di Indonesia dengan
seringkali yang terjadi pada konteks mayoritas pengguna internet adalah
sekarang ini, representasi demokrasi kelas menengah urban sebesar 83,4
tidak berjalan maksimal karena posisi persen berbanding dengan
wakil rakyat yang menjadi saluran pertumbuhan 6 persen di pedesaan.
representasi publik antara ada dan tiada Adapun untuk angka penetrasi Internet
(being present and yet not present) di Indonesia juga mengalami kenaikan
(Soeseno, 2013: 29-30). Ketidakefektian signifikan yang semula hanya 28 persen
representasi dalam menjalankan pada tahun 2013, kini tahun 2014 silam
kontrolnya sebagai wakil dikarenakan mencapai 34 persen. Maka diprediksi
derajat kebebasan yang dimiliki oleh akan terjadi kenaikan pengguna internet
wakil dimana dia mewakili suatu dari kelas menengah pada tahun
konstituen, namun belum tentu berikutnya mengingat semakin
kinerjanya diawasi oleh konstituennya. terintegrasi dan intens internet dalam
Hal ini dikarenakan adanya berbagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
kepentingan yang perlu dipenuhi oleh
wakil tersebut. Kondisi tersebut belum Profil kelas menengah sebagai
ditambah dengan adanya elitisme dalam netizen aktif dalam pengguna internet di
kekuasaan sehingga menciptakan Indonesia sebagian besar didominasi

28
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

kalangan pekerja (55 persen), diakses oleh kelas menengah tersebut


mahasiswa (18 persen), dan juga ibu menujukkan adanya gejala over-
rumah tangga (16 persen) (APJII, 2015: connected (Yuswohady, 2013). Gejala
14). Pulau Jawa - Bali sendiri tersebut menunjukkan adanya
menenmpatkan sebagai populasi intensitas tinggi bagi kelas menengah
internet terbesar sebesar 52 persen Indonesia untuk saling berkomunikasi
diikuti Sumatera sebesar 18,6 persen, dan bersosialisasi satu sama lainnya
sisanya 13,4 persen terkonsentrasi di berdasarkan kesamaan tema, isu,
Indonesia Timur (APJII 2015: 26). maupun kepentingan. Adanya
Adapun aktivitas penggunaan internet komunikasi lewat sosial media yang
bagi kelas menengah Indonesia saling berjejaring tersebut
didominasi kebutuhan leisure and menghasilkan masyarakat berjejaring
pleasure seperti halnya sosialisasi (71 (network society). Pengertian
persen), informasi (65,3 persen), masyarakat berjejaring tersebut
mengikuti perkembangan zaman 51,2 terbentuknya ikatan kewarganegaraan
persen), dan bersenang-senang (32,6 online berdasarkan pada kesamaan
persen) (APJII, 2015: 30). Dengan minat isu dan topik. Perkembangan
melihat adanya berbagai temuan globalisasi mutakhir menempatkan
tersebut, bisa diindikasikan bahwa bahwa saluran komunikasi, publik,
hubungan ketergantungan kelas maupun juga agen advokasi kebijakan
menengah Indonesia terhadap internet tidak lagi berada dalam ranah lingkup
semakin meninggi. nasional, namun juga merambah ranah
internasional.
Terhadap kemunculan internet
sebagai ruang publik baru kelas Berbagai pola menarik itulah
menengah Indonesia, hal itu sebenarnya yang ditemui dalam perbincangan kelas
bisa dilihat dari intensitas penggunaan menengah Indonesia melalui media
sosial media sebagai alat utama media sosial adalah dapat membangun jejaring
baru di Indonesia. Adapun media sosial berdasarkan ikatan pertemanan yang
utama yang menjadi trendsetter di kemudian berkembang dalam bentuk
kalangan kelas menengah Indonesia ikatan lainnya seperti ikatan ideologis,
seperti halnya WhatsApp (WA), ikatan ketertarikan terhadap sesuatu,
Facebook, dan Twitter yang diakses maupun peminatan isu tertentu,
melalui perangkat smartphone. meskipun mereka tidak mengenal
Mayoritas kelas menengah sebagai sebelumnya. Hal itu kemudian juga
netizen aktif maupun pasif dalam berimplikasi pada proses redefinisi
cyberspace mengakses media sosial terhadap konteks kewarganegaraan
melalui smarphone mencapai 85 persen dalam ruang publik. Sebelumnya dalam
berbanding dengan akses lewat laptop teori klasik, ruang publik dibentuk
mencapai 32 persen. Prosentase berdasarkan kewarganegaraan yang
intensitas frekuensi penggunaan media berbasiskan pada tanah (ius soli)
sosial tersebut seperti halnya Facebook maupun juga darah (ius sanguinis).
(14 persen), WhatsApp (12 persen), Namun adanya cyberspace sebagai
maupun Twitter (11 persen) sehingga ruang publik kemudian menciptakan
kemudian menempatkan Indonsia adanya deteroterialisasi
sebagai ‘the social media capital of the kewarganegaraan sehingga
world’ (Jati, 2015). memunculkan basis kewarganegaraan
internet (netizenship). Selain
Adanya temuan bahwa
meniadakan adanya ius soli maupun ius
banyaknya fitur media sosial yang
sanguinis, pertanyaan penting yang
29
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

dalam netizenship ini adalah konteks Berdasarkan tabulasi tersebut,


sense of belonging maupun juga konteks pergeseran dari ruang publik dalam
token of membership itu dijalankan. lingkup konvensional menuju arena
Logika ruang publik mengamanakan cyber telah menimbulkan berbagai
adanya konteks nation sebagai wadah macam konsekuensi logis. Salah satunya
tunggal terbentuknya ruang publik ruang dan waktu dalam komunikasi
tersebut. Berbagai istilah yang muncul ruang publik. Adapun teorisasi lama
seperti Twitterland maupun mengenai ruang publik menitikberatkan
Facebookland untuk menegasikan pada pola terbentuknya jaringan
makna dan eksistensi nation tersebut, inklusif yang terjalin antar anggota
namun identitas seperti apakah yang kelompok elemen borjuasi. Namun kini
ditampilkan cyberspace tersebut. Maka dengan munculnya cyberspace sendiri
untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian memunculkan adanya
hal terpenting untuk menitikberatkan jejaring masyarakat sipil lintas negara.
pada komparasi parameter-parameter Ketiadaan teritorial dan identitas
antara konsepsi ruang publik lama lainnya kemudian menjadikan nilai-nilai
Habermas dengan ruang publik sebagai demokrasi substantif itu muncul dalam
cyberspace. cyberspace seperti voluntarisme,
egalitarian, maupun juga emanisipasi itu
Tabel 1 : Komparasi Ruang Publik tumbuh
dengan Cyberspace
Maka, cyberspace sebagai ruang
No Paramater Ruang Cyberspace
Ruang Publik publik baru dalam kelas menengah
Publik Indonesia juga memberikan pengaruh
Habermas besar dalam terbentuknya kesadaran
1 Aktor Kelas Netizen
politik publik. Berkat berbagai macam
Pendukung Borjuasi informasi yang disajikan dalam
Ruang cyberspace tersebut kemudian
Publik menampilkan kelas menengah yang
2 Kewarga- Berbasiskan Berbasiskan kritis dan politis terhadap
negaraan pada pada perkembangan politik mutakhir.
Identitas ius Kesamaan Meskipun kesadaran itu masih dalam
sanguinis Kepentingan berada arena leisure and pleasure dan
dan ius soli dan Isu masih melihat berbagai konstelasi
3 Bentuk Fasilitas Sosial Media politik tersebut dipandang sebagai
Ruang Umum everyday politics. Secara bertahap
Publik seperti Kafe, kesadaran politik itu sudah
Restoran,
melembagakan diri dalam bentuk
Kampus, dan
lain ikatan-ikatan korporatisme yang dijalin
sebagainya. melalui cyberspace tersebut.
4 Fungsi Komunkasi Leisure and 2. Aktivisme Online dan Cyberspace
Ruang & Advokasi Pleasure Kelas Menengah Indonesia
Publik
Tantangan dalam cyberspace
5 Jangkauan Dalam satu Lintas
Ruang negara negara kasus kelas menengah Indonesia
Publik kemudian adalah bagaimana
menerjemahkan berbagai aktivisme
Sumber: diolah dari berbagai sumber
cyber tersebut dalam contoh gerakan
politik nyata dalam ruang publik.

30
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

Persoalan tersebut merupakan aspek kedua, perlu adanya transformasi


krusial dan penting, terlebih lagi untuk aktivitas internet bagi kelas menengah
merubah kebiasaan leisure and pleasure Indonesia sendiri untuk lebih produktif
dalam penggunaan media sosial dalam menggunakan internet. Selama
tersebut agar menjadi lebih produktif. ini aktivitas leisure and pleasure
Kegiatan gerakan politik tersebut emmang mendominasi terhadap
merupaka bentuk political exposure aktivitas intenet publik, namun perlu
yang selama ini jarang dilakukan oleh sekiranya ada perubahan terhadap
kelas menengah Indonesia, terlebih aktivtas tersebut sebaai aktivitas
kalau isu dan tema yang diangkat tidak perubahan. Dinamika kelas menengah
menarik sama sekali. Namun sebelum Indonesia kini menunjukka menuju arah
membahas mengenai prospek gerakan gerakan perubahan sosial. Hal tersebut
online tersebut, terdapat masalah dari berbagai macam percakapan media
krusial dalam membincangkan internet sosial yang berusaha mempengaruhi
dalam demokrasi Indonesia. Masalah dan mengajak anggota masyarakat lain
pertama, internet itu sebaiknya bebas untuk berpartisipasi dalam suatu event
atau berada dalam domain negara. tertentu. Oleh karena itulah, sangat
Persoalan tersebut sebenarnya merujuk penting untuk menyimak
pada penguasaan dan alokasi jariangan perkembangan aktivitas online tersebut
internet. Dalam kasus negara-negara dalam lanskap Indonesia.
berkembang terutama kawasan Asia
Aktivisme online merupakan
Tenggara, persoalan tersebut
bagian dari bentuk aktualisasi dari
merupakan persoalan penting
praktik politik digital dalam masyarakat.
mengingat perkembangan internet di
Adapun pengertian digital politik
kalangan kelas menengah yang masif,
memiliki pengertian multiintepretatif,
sehingga berupaya mendorong negara
namun demikian kristalisasi dari
untuk melakukan kontrol dan sensor
terhadap internet. berbagai macam konsep tersebut
kemudian merujuk pada terbentuknya
Dalam kasus Indonesia sendiri, ruang publik dalam dunia maya
kontestasi antara negara dengan (cyberspace) (Postill, 2012). Ruang
masyarakat dalam internet sebagai tersebut adalah arena non struktural,
ruang publik diperlihatkan dari adanya dinamis, dan egaliter yang
serangkaian regulasi yang berusaha memungkinkan semua orang untuk
untuk mengontrol internet seperti berpartisipasi dan berpendapat melalui
halnya UU Informasi dan Transaksi jejaring online. Perkembangan
Elektronik (UU ITE) 2008 maupun juga cyberspace di Indonesia memang
kampanye “Internet Sehat dan Aman” lambat, namun menunjukkan trend
dari Kementerian Komunikasi dan positif dalam persebarannya.
Informatika (Kominfo). Sementara Membicarakan aktivitas online dalam
masyarakat terutama kalangan netizen kasus gerakan politik kelas menengah
berusaha untuk resisten tersebut Indonesia perlu dilihat dalam beberapa
apalagi jika mencermati pasal-pasal tahapan seperti halnya kesadaran
dalam UU ITE tersebut kerap kali politik (political awareness), civic
digunakan untuk menjerat para netizen engangement (keterikatan sipil),
dengan tuduhan phising, bullying, dan maupun juga gerakan politik (political
lain sebagainya, dimana yang utama movement). Dalam setiap tahapan
sebenarnya lebih mengarahkan kepada tersebut, gerakan politik yang
pengawasan negara terhadap aktivitas ditampilkan oleh kelas menengah
internet dalam dunia maya. Masalah
31
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

Indonesia memiliki karakter politik menjadi ruang publik yang kemudian


yang beragam satu sama lainnya. untuk dikritisi satu sama lainnya
tergantung pada isu yang diangkat.
Titik tolak dalam memahami dan
Adanya platform media sosial yang real
membincangan aktivisme online di
time menjadikan isu privat kemudian
Indonesia sendiri sebenarnya berawal menjadi tersebar ke dalam ruang
dari kemunculan UU ITE tahun 2008 diskusi publik lainnya. Selain halnya
yang disahkan oleh Pemerintah untuk
menawarkan proses intim dan respons
mengatur informasi dan jasa elektronik
yang cepat, keunggulan ruang publik
berbasis online. Poin-poin krusial dalam yang ditawarkan dalam cyberspace ini
UU ITE tersebut terletak pada pasal 27 adalah mampu menarik dukungan
ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan pasal
massa yang kuat.
31 ayat 3 yang seringkali digunakan
aparat untuk menjebloskan netizen ke Teknologi mampu untuk
penjara. Adapun substansi per pasal menciptakan dan membangkitkan
tersebut jika digeneralisasikan adalah kohesivitas kelas menengah secara
larangan untuk melakukan transmisi artifisial dan komunal. Hal itulah yang
konten informasi yang berpotensi kerap kali berpotensi menciptakan
melakukan pencemaran nama baik, adanya people power dari kelas
menyebar berita negatif, maupun juga menengah Indonesia karena hanya
menyebarkan isu yang sifantnya berdasarkan pada obrolan di mdia
konfliktual. Setidaknya sejak hadirnya sosial. Adanya rasa afeksi maupun
UU tersebut, terdapat lima korban UU afiliasi terhadap isu yang dibentuk
ITE ini sejak tahun 2011-sekarang. dalam media sosial menjadi motor
Namun demikian, di luar lima nama penggerak bagi kelas menengah untuk
korban lain sebenarnya masih banyak berdemonstrasi. Kedua rasa itulah yang
lagi korban dari UU ini. Hal itulah yang kemudian membentuk rasa kolegialitas
menjadi poin penting dalam untuk membentuk suatu gerakan
menganalisis internet dan demokrasi di komunal bersama.
Indonesia.
Adapun isu-isu yang biasanya
Seperti yang telah diuraikan di menjadi trendsetter dalam kelas
awal, mayoritas pengguna media sosial menengah Indonesia masih berkutat
di Indonesia didominasi kebutuhan pada masalah pelayanan publik,
leisure and pleasure seperti halnya ketimpangan ekonomi, maupun elitisme
komunikasi dan advokasi. Catatan kekuasaan. Ketiga masalah itulah yang
penting yang perlu disimak dalam menjadi obrolan di media sosial selain
mengelaborasi kebutuhan leisure and halnya masalah gaya hidup yang
pleasure tersebut terletak pada media menjadi habitus kelas menengah
sosial tersebut menyediakan relasi kekinian. Kelas menengah yang condong
ruang publik intim yang mampu pada gaya hidup sebenarnya merupakan
menarik perhatian sesama netizen. kontinuitas dari fenomena orang kaya
Mayoritas kelas menengah pengguna baru (OKB) yang hadir kembali di
media sosial menggunakan internet Indonesia paska pertumbuhan ekonomi
sebagai sarana curhat baik itu sifatnya sebesar 6-7 persen sepanjang 2008-
negatif maupun positif yanng kemudia 2013. Media sosial justru digunakan
ditanggapi dan dikomentari oleh sebagai sarana pemasaran dan ajang
netizen. Sejatinya, cyberspace yang eksistensi diri. Mereka cenderung
berbasiskan media sosial ini mampu apolitis terhadap perkembangan politik
melakukan transformasi masalah privat kekinian, dan lebi meyukai pada hal-hal

32
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

yang sifatnya hiburan daripada berita kelas menengah politis, dimensi lesiure
politik. Dengan demikian sebenarnya and pleasure yang dimiliki oleh kelas
terdapat dua pola aktivisme kelas menengah apolitis lebih tinggi. Mereka
menengah yang bisa dibaca dalam kasus lebih menggunakan sosial media
media sosial sebagai cyberspace,melalui sebagai sarana untuk memperkuat
tabulasi berikut ini. konsolidasi dan eksklusifitas kelompok
dibandingkan untuk membentuk
Tabel 2: Komparasi Aktivisme Online
Kelas Menengah Indonesia gerakan politik. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat
No Parameter Kelas Kelas
Aktivisme Menengah Menengah
berbagai tahapan dalam menganalisis
Politis Apolitis gerakan politik kelas menengah politis
tersebut. Adapun analisis mengenai
1 Tema dan Isu Isu-Isu Politis Gaya Hidup &
Pembentuk dan Ekonomi Hiburan tahapan geraka kelas menengah politis
Gerakan disesuaikan dengan kasus gerakannya
2 Orientasi Kelompok Kelompok
dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
Gerakan Penekan Kepentingan
(pressure (interest Pertama¸ kesadaran politik
groups) groups) (political awareness) dalam kasus kelas
3 Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
menengah Indonesia sebenarnya bisa
Membentuk akan prestasi akan eksis dilacak dari kasus Prita vs Omni yang
Gerakan (need to (need to exist) mengemuka pada tahun 2009-2010.
achievement)
Kasus tersebut begitu meyita perhatian
4 Sifat Gerakan Inklusif dan Esklusif dan netizen, terlebih lagi karena alasan
Komunal Elitis penangkapan Prita dikarenakan keluhan
5 Relasi Oposisi- Dependen atas pelayanan medis rumah sakit yang
dengan Konstuktif buruk. Prita dijerat melalui Pasal 27
Negara
ayat 3 dalam UU ITE dengan tuduhan
Sumber: Diolah berbagai sumber data melakukan pencemaran nama baik.
Kondisi diskriminasi yang dialami oleh
Tabulasi tersebut mengindikasikan
Prita itulah yang kemudian mendorong
bahwa cyberspace berbasis media sosial
netizen membentuk adnaya gerakan
telah menciptakan adanya digital devide
moral untuk melawan kesewenang-
dan juga digital sectionalism dalam kelas
wenangan tersebut. Adanya gerakan
menengah Indonesia. Munculnya kelas
politik dengan tagar #KoinCintaPrita
menengah politis lahir dikarenakan
tersebut mengindikasikan sosial media
adanya kesadaran politik yang
tampil sebagai pemantik gerakan yang
dilahirkan dari proses sosialisasi dan
cukup efektif dalam menarik atensi
komunikasi isu-isu kritis di media sosial.
kelas menengah Indonesia. Semula
Sedangkan kelas menengah apolitis
gerakan #KoinCintaPrita sendiri hanya
merupakan bagian dari proses
bernuansa gerakan moral berkembang
kontinuitas, atau mungkin bisa
menjadi gerakan politik yang kemudian
dikatakan sebagai digitalisasi konsumsi
mampu untuk menekan proses
yang didorong oleh sosial media.
peradilan bahwa Prita sendiri tidak
Konsumsi komoditas merupakan bentuk
bermasalah/ Hasilnya kemudian adanya
manifestasi identitas bagi kelompok
PK (Peninjauan Kembali) oleh
yang kemudian menghasilkan
Mahkamah Agung pada September 2012
segeregasi kelas menengah tersebut
membebaskan Prita dari segela
antara yang kelas menengah atas, kelas
tuduhan.
menengah-menengah, dan juga kelas
menengah bawah. Dibandingkan dengan

33
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

Berdasarkan kasus Prita tersebut merupakan titik krusial bagi suksesi


menarik untuk dicermati, sosial media kekuasaan Indonesia dimana terdapat
kemudian tumbuh dan berkembang kebutuhan untuk mengakhiri elitisme
sebagai alat penekan terhadap dan oligarki kekuasaan dengan
pemerintah yang lebih efektif dan kebutuhan adanya figur populisme
efisien ketimbang melakukan untuk mengakhiri oligarki kekuasaan
demonstrasi di jalanan. Selain itu, sosial tersebut. Maka tagline #SalamDuaJari
media juga mampu menggalang atensi dipilih publik, selain halnya mewakili
publik untuk membentuk suatu gerakan. afiliasi terhadap Jokowi, namun juga
Oleh karena itulah gerakan dengan tagar bentuk budaya populer mengajak setiap
#KoinCintaPrita tersebut menandai anggota bermasyarakat lainnya untuk
adanya gerakan aktivisme online baru hadir dan berpartisipasi dalam Salam
dalam lanskap politik Indonesia. Dua Jari tersebut. Kemenangan Jokowi
pada Pemilu 2014 merupakan bentuk
Kedua, keterikatan publik (civic kemenangan publik yang didominasi
engagement) sebagai tahapan kedua kelas menengah Indonesia.
dari kesadaran politik hadir dalam
kasus Cicak versus Buaya pada 2012- Dari ketiga pola aktivisme online
2013 juga menarik untuk dicermati. yang sudah diuraikan tersebut, pola
Aktivisme online kelas menengah yang menarik yang bisa dianalisis adalah
semula hanya bermuara masalah berkembangnya budaya populer massa
pelayanan publik, kini sudah merambah dari aktivisme online tersebut. Dalam
pada masalah politik kontemporer. hal ini, pesan-pesan politik melalui
Masalah korupsi dan moralitas menjadi transmisi sosial media tersebut
isu penting yang diangkat kelas memberikan pengaruh besar terhadap
menengah Indonesia melalui media terbentuknya identitas politik kelas
sosial. Berbagai pesan politik seperti menengah tersebut. Hal itulah yang
halnya “Gerakan 1 Juta Pendukung KPK” sebenarnya menjadi anomali dalam
#SelamatkanKPK, #KamiCicak, dan lain memahami kelas menengah Indonesia
sebagainya merupakan bentuk ekspresi sekarang ini dimana kelas menengah
kelas menengah terhadap kriminalisasi mampu menjadi kekuatan politik
pimpinan KPK tersebut. Dalam benak tersendiri.
publik, KPK merupakan satu-satunya
C. Kesimpulan
lembaga yang masih dipercaya publik
sehingga perlu dibela secara serempak. Munculnya sosial media telah
Hasil perjuangan dari gerakan Cicak memunculkan adanya arena ruang
versus Buaya tersebut berdampak pada publik baru bagi kelas menengah
tekanan pada Presiden untuk Indonesia secara keseluruhan.
mengambil tindakan terhadap Cyberspace menawarkan adanya
kriminalisasi KPK tersebut. deliberasi terhadap nilai-nilai
demokrasi baru seperti halnya
Ketiga, keterikatan politik
voluntarisme, egalitarian, maupun juga
(political engagement) dapat dilihat dari
partisipatorisme. Beberapa nilai
munculnya kasus “Relawan” pada
demokrasi itulah yang dideliberasikan
pemilu 2014. Melalui tagline
melalui sosial media tersebut. Aanya
#SalamDuaJari, kelas menengah dapat
proses dialogis yang komunikatif
menampilkan diri sebagai kekuatan
menjadikan kelas menengah Indonesia
politik partisan publik untuk
yang politis terhadap isu-isu politik
mendukung Jokowi sebagai Presiden
tertentu.
selanjutnya. Pemilu 2014 silam

34
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Wasisto Raharjo Jati
Cyberpsace, Internet dan Ruang Publik Baru: Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia

Ketiga contoh kasus gerakan McCarthy, Thomas. (1992). Practical


yang telah disebutkan di awal adalah Discourse: On The Relation of
bagian dari proses tansformasi ruang Morality to Politics. Pp 51-73.
publik dalam kasus kelas menengah Edited Calhoun, Craig. London:
Indonesia masa kini. Munculnya rasa MIT Press.
afeksi, afiliasi, maupun psikologis secara
Postill, John. (2012). Digital Politics and
komunal merupakan bagian dari proses
Political Engagement. Edited H.
mengikat kelas menengah Indonesia
Horst and D.Miller. Oxford: Berg
secara politis. Meskipun proses
pengikatan tersebut juga tidak Schuler, Douglas & Day, Peter. (2004).
berlangsung secara simultan Shaping the Network Society: The
dikarenakan adanya perbedaan New Role of Civil Society in
infrastruktur teknologi yang berbeda Cyberspace. London: MIT Press.
antar pulau-pulau di Indonesia.
Soesono, Nuri. (2013). Representasi
Tantangan kedepan dalam Politik: Perkembangan dari
membahas aktivisme online di Ajektiva ke Teori. Depok: Puskapol
Indonesia adalah masih munculnya – UI.
digital devide maupun juga digital
sectionalism yang masih melanda dalam
kelas menengah Indonesia. Jawa masih Sumber Internet
menjadi sentral pembangunan internet,
sementara non Jawa hanya menjadi Jati, Wasisto. (2015). Prospek Politik
follower bagi perkembangan dunia Digital dalam Kelas Menengah
sosial-politik kelas menengah Jawa. Indonesia. Retrieved from
Maka depan, perlu adanya diseminasi http://www.politik.lipi.go.id/kolo
terhadap inetrnet perlu dibuka secara m/kolom-2/politik-
meluas di kalangan penduduk kelas nasional/1012-wasisto-raharjo-
menengah Indonesia secara jati. Accesed 18 Desember 2015.
keseluruhan agar kesadaran politik juga KOMPAS. (2013). Lima Korban Pasal
terdispersi secara meluas. Karet UU ITE. Retrieved from
http://tekno.kompas.com/read/2
015/01/30/16170037/Lima.Korb
Daftar Pustaka an.Pasal.Karet.UU.ITE. Accesed 18
APJII and Puskakom – UI. (2015). Profil Desember 2015.
Pengguna Internet Indonesia 2014. Subijanto, Rianne. (2014). Ruang Publik
Jakarta: APJII Press. Dulu dan Sekarang. Retrieved from
Calhoun, Craig. (eds.) (1992). Habermas http://indoprogress.com/2014/0
and the Public Sphere. London: MIT 4/ruang-publik-dulu-dan-
Press. sekarang/. Accesed 18 Desember
2015.
Habermas, Jurgen. (2015). The
Structural Transformation of the
Public Sphere. Cambridge: Polity
Press.

35

Anda mungkin juga menyukai