Anda di halaman 1dari 30

DISCOVERY LEARNING

“LEADER AND MANAGEMENT”


Discovery Learning Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah
Manajemen Keperawatan
Dosen Pengampu: Maftuhah, M.Kes., Ph.D.

Disusun Oleh :
Bunga Alifia Zahirah 11181040000033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MARET/2021
I. TEORI KONSEP PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN
A. Teori Kepemimpinan
Pengembangan Teori Kepemimpinan
1. Teori Bakat ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan
bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang di
perlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
Kemampuan seorang pemimpin di tentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas
emosi dan kebugaran fisik.
Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory: Menekankan bahwa
setiap orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan mereka
mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang
lain (Marquis dan Huston,1998).
Ciri-ciri :
a) Intelegensi
1) Pengetahuan
2) Keputusan
3) Kelancaran berbicara
b) Kepribadian
1) Adaptasi
2) Kreatif
3) Kooperatif
4) Rasa percaya dri
5) Integritas
6) Keseimbangan emosi dan mengontrol
7) Independen
8) Tenang
c) Perilaku
1) Kemampuan bekerja sama
2) Kemampuan interpersona
3) Kemampuan diplomasi
4) Partisipasi sosial
5) Prestise
2. Teori Perilaku: teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya . teori ini dinamakan
Gaya Kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi (Vestal, 1994).
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan berdaarkan perilaku pemimpin itu
sendiri (Gillis,1970). Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:
a) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt.
Bahwa kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan
bawahan, yang dipengaruhi oleh faktor manajer, karyawan, dn situasi.
b) Gaya Kepemimpinan menurut Likert. Mengelompokkan menjadi empat
sistem
1) Sistem Otoriter – Eksploitatif
2) Sistem Benevolent – Otoritatif
3) Sistem konsultatif
4) Sistem partisipatif
c) Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y
1) Gaya Kepemimpinan diktator
2) Gaya Kepemimpinan otokratis
3) Gaya Kepemimpinan santai
d) Gaya Kepemimpinan menurut Robert House
1) Direktif
2) Suportif
3) Partisipatif
4) Berorientasi tujuan
e) Gaya Kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
1) Intruksi
2) Konsultasi
3) Partisipasi
4) Delegasi
f) Gaya Kepemimpinan menurut Lippits dan K. White
1) Otoriter
2) Demokratis
3) Libera; / Laissez Faire
g) Gaya Kepemimpinan berdasarkan kekuasan dan wewenang ( Gillis,1996):
1) Direktif
2) Suportif
3) Partisipatif
4) Bebas bertindak
3. Teori Kontingensi dan situasional: menekankan bahwa manajer yang efektif
adalah manajer yang melaksanakan tugasnya dengan mengkombinasikan
faktor bawaan, perilaku dan situasi
4. Teori Kontemporer: menekankan pada empat kompoen penting dalam
pengelolaan yaitu, manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta
lingkungan yang didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan teori
transformasi.
5. Teori Motivasi:
Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan isinya :

Teori Penjelasan
1. Hierarki kebutuhan (Maslow) Fisiologi = gaji pokok
Aman = perencanaan yang
regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama
secara tim
Harga diri = pencapaian
posisi
Aktualisasi = tantangan alam
bekerja
2. Teori ERG (Clayton Alderfer) E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness ( kasih
sayang)
G = Growth (tantangan dalam
bekerja)
3. Teori Dua Faktor (Frederich Herzberg) Motivators = kepuasan kerja
Hyiene = lingkungan yang
kondusif
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang
lain
Achievement = suka
tantangan, kompetisi dan
menyelesaikan masalah
secara detail

Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan Prosesnya :

Teori Penjelasan
1. Teori keadilan (Adams) Berdasarkan nilai-nilai dan
kadilan terhadap karyawan
2. Teori Harapan (Georgopoulos Moheny, M = Job Outcomes x
Jones dan Vroom) Valences x Expectancy x
Intrumentality
3. Teori Penguatan (B.F.Skinner) Stimulus-Respons-
Konsekuensi
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Tujuan yang harus dicapai
suatu organisasi

6. Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan
pengembangan teori Y dari Mc. Gregor (1460) dan mendukung gaya
kepemimpinan demokratis. Komponen teori Z meliputi pengambilan
keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya,
menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan pendekatan
yang holistik terhadap staf.
7. Teori Interaktif
Teori ini dikemukakan oleh Schein (1970), menekankan bhawa staf atau
pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
Hollande (1978) menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf
dipengaruhi oleh peran lainnya. Pemimpin yang efektif memerlukan
kemampuan unutk menggunakan proses penyelesaian masalah,
memepertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan
komunikasi yang baik, kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dan
kemampuan mengembangkan indentifikasi kelompok.
8. Teori Situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional
theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang
sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin
yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang
jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan
dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.
9. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari-
hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi
pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil
pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan
bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi
untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat-bakat tertentu yang
terdapat pada diri seseorang yang di peroleh dari alam.

B. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan


Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat dijalankan hanya
bila pada diri pemimpin terdapat kekuasaan karena jabatan yang diembannya dan
penerimaan atau pengakuan bawahan atas perannya sebagai pemimpin (Gilles,
1996). Kekuasaan seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan
baik berupa insentif material, memenuhi permintaan rotasi tugas atau
kesempatan untuk mengikuti program pengembangan staf. Pimpinan yang
menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk
memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi
petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan
yang bernilai , misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur
dan lain - lain.
2. Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau hukuman
secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau penundaan kenaikan
pangkat, skorsing maupun pemecatan. Bawahan akan tunduk karena
ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk
memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun
seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
3. Referent power merupakan kemampuan untuk menjadi panutan bawahan
sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan untuk
mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya
4. Expert power merupakan kemampuan untuk menyakinkan, membimbing dan
mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin.

C. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan


Menurut Kron (1981), ruang lingkup kegiatan kepemimpinan keperawatan
meliputi:
1. Perencanaan dan pengorganisasian
2. Membuat penugasan dan memberi pengarahan
3. Pemberian bimbingan
4. Mendorong kerjasama dan partisipatif
5. Kegiatan koordinasi
6. Evaluasi hasil kerja

D. Pimpinan dan Kepemimpinan


Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses
atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Pimpinan tingkat pertama (Lower Manager)
Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang
menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada
konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan technical skill
yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.
2. Pimpinan tingkat menengah (Middle Manager)
Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager.
Pimpinan ini menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik antara
Lower Manager dan Top Manager , yakni pimpinan puncak (di atas Middle
Manager) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki kemampuan
mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill adalah ketramp[ilan
dalam penyusunan konsep - konsep, identifikasi, dan penggambaran hal - hal
yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah ketrampilan dalam
melakukan pekerjaan secara teknik. Hubungan antara manusia merupakan
ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan sesama  manusia lain.
3. Pimpinan puncak (Top Manager)
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi
tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi.
Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan
technical skill yang terkecil.
     
E. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis
1. Human Relations
Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina
lancarnya tim kerja.
2. Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.

F. Tugas - Tugas Pimpinan


1. Sebagai pengambil keputusan
2. Sebagai pemikul tanggung jawab
3. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir
konseptual
4. Bekerja dengan atau melalui orang lain
5. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.
G. Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok
1. Sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu
kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial, mempunyai
tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan mengadakan
pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja di luar
kelompok
2. Sebagai inovator atau pembaharu
3. Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di
lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada
bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara
4. Menghimpun kekuatan
5. Merangsang perdebatan masyarakat
6. Membuat kedudukan perawat di media massa
7. Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang
tepat
8. Mempertahankan kegiatan
9. Memelihara formaf desentralisasi organisasi
10. Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
11. Mempelajari pengalaman
12. Jangan menyerah tanpa mencoba

H. Issue Kepemimpinan
Ada atau tidak adanya kepercayaan menjadi isu kepemimpinan yang sangat
penting dalam organisasi dewasa ini. Adapun lima dimensi kunci kepercayaan:
1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran
2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan keterampilan tehnis dan
interpersonal
3. Konsistensi : terkait dengan kehandalan dalam menangani situasi.
4. Loyalitas : keinginan melindungi orang lain (biasanya atasan)
5. Keterbukaan : kejujuran terhadap orang lain
Isu terkait kepemimpinan kontemporer:
1. Kepemimpinan Kharismatis: pengikut terpicu kemampuan kepemimpinan
heroic/luar biasa ketika mereka mengamati perilaku pemimpin mereka.
2. Kepemimpinan Transformasional: pemimpin yang menginpirasi pengikut
untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak
mendalam dan luar biasa pada para pengikut.
3. Kepemimpinan Visioner: kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan
visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai masa depan organisasi.
4. Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi, seperti
kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional. Kedua jenis
kepemimpinan ini pertama kali diungkapkan oleh burn pada tahun 1978 dalam
konteks politik, yang kemudian dikembangkan oleh Bass 1985 serta Berry dan
Houston 1993 yang membawanya dalam konteks organisasional.
Kepemimpinan karismatik dan transformasional sering disebutkan secara
berdampingan satu dengan yang lainnya ini karena pada dasarnya keduanya
memilki perspektif yang sama dalam hal seorang pemimpin harus
memberikan “sesuatu” agar anggota bergerak menuju tujuan organisasi, yang
membedakan keduanya adalah apa “sesuatu” yang diberikan tersebut.
5. Pemimpin di Indonesia yang berkarisma salah satunya yakni soeharto.
Karisma memiliki komponen etika. Pemimpin yang etis menggunakan
karisma mereka untuk menguasai para pengikutnya yang bertujuan untuk
melayani sesama. Sedangkan pemimpin yang tidak etis menggunakan karisma
mereka untuk kepuasan diri mereka sendiri.

II. PERAN, FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB MANAJER


A. Peran Manajer Keperawatan
1. Peran Interpersonal
 Peran antar pribadi (interpersonal roles) adalah semua manajer dituntut
untuk menjalankan tugas-tugas yang sifatnya simbolik, memiliki peran
kepemimpinan, dan sebagai penghubung
 Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul
secara langsung dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan
mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu: Peran sebagai yang
dituakan (Figurehead Role), Peran sebagai pemimpin (Leader Role), dan
Peran sebagai Penghubung (Liaison Role) (Robbins, S & Timothy, J.,
2013).
2. Peran Informasional
 Peran informasi (informational roles) adalah semua manajer, sampai pada
tingkatan tertentu, mengumpulkan informasi dari organisasi- organisasi
dan lembaga-lembaga di luar di luar organisasinya sendiri, bertindak
sebagai penyalur informasi kepada anggota organisasinya, dan menjadi
juru bicara saat mereka mewakili organisasinya menghadapi pihak luar
 Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek informasional,
yaitu Peran sebagai monitor (Monitor Role), Peran sebagai disseminator
(Disseminator role), dan Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)
(Robbins, S & Timothy, J., 2013).
3. Peran Desicional
 Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi
merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas
formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen
organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi,
hanya dia yang memiliki informasi benar dan menyeluruh yang bisa
dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya.
 Peran keputusan (decisional roles) diidentifikasi dalam empat pera yang
dibutuhkan untuk membuat pilihan, yaitu: manajer harus melakukan peran
sebagai wirausaha (entrepreneur), menangani gangguan, (handler
disturbance), penyedia sumber daya (allocator resources), dan sebagai
negosiator (Robbins, S & Timothy,. J., 2013).

B. Fungsi Manajer Keperawatan


1. Fungsi Perencanaan
 Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan
menerapkanproses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan
tujuan layanankeperawatan (Huber, 2010). Perencanaan memberikan
informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif
(Swanburg, 2000)
 Tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan
akan gagal (Marquis dan Huston, 2012)
2. Fungsi Pengorganisasian
 Pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material
dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk
mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain (Huber,
2010)
 Pada pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan,
perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan (Marquis dan Huston, 2012)
3. Fungsi Ketenagaan
 Pengaturan staf merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional
diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar yang
ditetapkan sebelumnya (Swanburg (2000).
 Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem kepegawaian secara
keseluruhan (Gillies, 2000).
 •Ketenagaan adalah kegiatan manajer untuk merekrut, memimpin,
memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk
mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston, 2012).
4. Fungsi Pelaksanaan
 Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha
memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan
negosiasi (Marquis dan Huston, 2012). Pengarahan adalah fungsi
manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan
sumber yang efektif dan efisien mencapai tujuan (Huber, 2010).
 Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan perawat untuk
mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan
(Swanburg, 2000)
5. Fungsi Pengendalian
 Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen
keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian,
ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000)
 Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan
sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Huber, 2010).
 Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah
ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara
standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2012).

C. Tanggung Jawab Manajer Keperawatan


1. Management Of Care
 Manajemen asuhan (care) merupakan pengaturan sumber daya dalam
menjalankan kegiatan keperawatan dengan menggunakan metode proses
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien atau menyelesaikan
masalah klien (Keliat, 2000).
 Manajemen asuhan keperawatan ada tiga komponen penting yaitu
manajemen sumber daya manusia dengan menggunakan sistem
pengorganisasian pekerjaan perawat, sistem klasifikasi kebutuhan klien
dan metode proses keperawatan (Keliat, 2000).
2. MANAGEMENT OF SERVICES
 Manajemen operasional (services) adalah pelayanan keperawatan di rumah
sakit yang dikelola oleh departemen atau bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak, manajemen menengah, dan
manajemen bawah (Swanburg, 2000).
 Manajer keperawatan tersebut harus memiliki beberapa faktor agar
penatalaksanaannya berhasil yaitu : (1) Kemampuan menerapkan
pengetahuan, (2) Ketrampilan kepemimpinan, (3) Kemampuan
menjalankan peran sebagai pemimpin, dan (4) Kemampuan melaksanakan
fungsi manajemen (Swanburg, 2000).
III. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya adalah sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri / khusus.
Follet (1940) mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli,
dengan hasil akhirnya tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1970) dalam
Nursalam (2000) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan
berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
adanya pengalaman bertahun – tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu,
kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda – beda.
Gaya yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor
utama. Ketiganya akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan
terhadap kelompok yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama bersumber pada
dirinya sendiri sebagai pemimpin. faktor kedua bersumber pada kelompok yang
dipempin, dan faktor yang ketiga tergantung pada situasi (Muninjaya, 1999).
Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam berdasarkan
kekuasaan dan wewenang, yaitu otokratik, demokratik, participation, dan laisez –
faire atau free rain. Keempat tipe atau gaya kepemimpinan tersebut satu sama lain
memiliki karakteristik yang berbeda (Gillies, 1986).
a. Gaya kepemimpinan autokratis : merupakan kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas atau pekaryaan. Menggunakan kekuasaan posisi
dan kekuatan dalam memimpin dengan cara otoriter, mempertanggung
jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta
memotivasi bawahannya dengan menggunakan sanjungan, kesalahan, dan
penghargaan. Pemimpin menetukan semua tujuan yang akan dicapai dalam
pengambilan keputusan (Gillies, 1986). Seorang pemimpin yang
menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang
berkaitan dengan seluruh kegiatannya dan memerintah seluruh anggotanya
untuk mematuhi dan melaksanakannya (DepKes, 1990).
b. Gaya kepemimpinan demokratis : merupakan kepemimpinan yang
menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan
posisi dan pribadinya untuk mendorong ide–ide dari staf, memotivasi
kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat perencanaan,
mengontrol dalam penerapannya, informasi diberikan seluas – luasnya dan
terbuka (Nursalam, 2002). Prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok
dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada
karyawannya (La Monica, 1986).
c. Gaya kepemimpinan Partisipatif : merupakan gabungan bersama antara
gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis. Dalam pemimpin partisipatif
manajer menyajikan analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada
para anggota kelompok, mengundang kritikan dan komentar mereka.
Dengan menimbang jawaban bawahan atas usulannya, manajer
selanjutnya membuat keputusan final bagi tindakan oleh kelompok
tersebut (Gillies, 1986).
d. Gaya kepemimpinan Laisserz Faire : disebut juga bebas tindak atau
membiarkan. Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri
kegiatan tanpa pangarah, supervisi, dan koordinasi. Staf / bawahan
mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan cara sendiri. Pimpinan hanya
sebagai sumber informasi dan pengendali secara minimal atau sebagai
fasilitator (Nursalam. 2002).

IV. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PADA


SETTING PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT
PUSKESMAS
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksanan teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelanggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayan kerja (KMK No. 128 tahun 2004).
Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotive dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (PMK No. 75 tahun 2014). Yang akan
dibahas berikut ini adalah penerapan kepemimpinan dan manajemen keperawatan
di ruang rawat Puskesmas sebagai upaya kesehatan perseorangan. UKP adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan (PMK No. 75 tahun
2014). Menurut PMK No. 75 tahun 2014. UKP tingkat pertama dilaksanakan
dalam bentuk:
a. Rawat jalan
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan satu hari (one day care)
d. Home care
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Untuk menyelenggarakan berbagai UKP dan UKM yang sesuai dengan azas
puskesmas, perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik. Manajemen
puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja seacara sistematis untuk
menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan
tersebut membentuk fungsi-fungsi manajemen.
Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yang dikenal dengan perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban (KMK
No. 128 tahun 2004). Fungsi manajemen tersebut dilasanakan oleh seorang
manajer. Dalam menyelanggarakan pembangunan kesehatan puskesmas juga
memiliki visi, misi, dan tujuan. Puskemas dipimpin oleh seorang Kepala
Puskesmas untuk menjalankan visi, misi, dan tujuan tersebut. Kepala Puskesmas
bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas: Dalam melaksanakan
tanggungjawabnya, kepala Puskesmas sebagai seseorang yang menjalankan peran
kepemimpinan merencanakan dan mengusulkän kebutuhan sumber Puskesmas
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (PMK No. 75 tahun 2014). Organisasi
puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan kategori
upaya kesehatan dan beban kerja Puskesmas. Organisasi Puskesmas paling sedikit
terdiri atas (PMK No. 75 tahun 2014):
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala sub bagian tata usaha
c. Penganggung jawab UKM dan Perkesmas
d. Penganggung jawab UKP, kefarmasian dan laboratorium
e. Penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesman dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan
Fungsi manajemen dijalanakan oleh seorang manajer puskesmas dan peran
kepemimpinan dijalankan oleh seorang kepala puskesmas. Henri Fayol (1925)
dalam Marquis dan Huston (2012) pertama kali mengidentifikasi fungsi
manajemen yaitu perencanaan, mengorganisasi, komando, koordinasi, dan
kontrol. Luther Gulick (1937) dalam Marquis dan Huston (2012) memperluas
fungsi manajemen tersebut menjadi "tujuh aktivitas manajemen" yaitu
perencanaan, mengorganisasi, ketenagaan, pengarahan, koordinasi, pelaporan, dan
budgeting. Walaupun sering dimodifikasi akhirnya para teoritikus mulai
mengarahkan fungsi manajemen menjadi proses manajemen. Secara singkat
fungsi dari setiap fase dari proses manajemen adalah sebagai berikut (Marquis dan
Huston, 2012):
1. Perencanaan, meliputi penentuan sofi, tujuan, sasaran, kebijakan,
prosedur, dan aturan; melaksanakan proyeksi jangka panjang dan pendek;
menentukan bagian keuangan untuk tindakan; dan mengelola perubahan
yang direncanakan.
2. Pengorganisasian, meliputi membangun strukstur untuk melaksanan
rencana, menentukan jenis perawatan yang paling tepat untuk pasien, dan
mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi lain meliputi
bekerja dalam struktur organisasi dan pemahaman menggunakan
kekuasaan dan otoritas dengan tepat.
3. Kepegawaian, terdiri dari merekrut, mewawancana, dan mengorientasi
staf. Penjadwalan, pengembangan staf, sosialisasi karyawan, dan
membangun tim.
4. Pengarahan, terkadang mencakup beberapa fungsi kepegawaian. Namun,
fungsi pada fase ini biasanya memerlukan tanggungjawab manajemen
sumber daya manusia, seperti memotivasi, mengelola konflik.
mendelegasikan, berkomunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi.
5. Pengendalian meliputi fungsi penilaian kerja, akuntabilitas keuangan,
kontrol kualitas, kontrol hukum dan etik, dan kontrol profesional.
Kepemimpinan dan manajemen dapat dan harus diintegrasikan sebagaimana
keduanya dapat dipelajari. Keduanya jelas mempunyai hubungan yang sinergis.
Setiap perawat adalah pemimpin dan manajer pada tingkat tertentu, dan peran
perawat membutuhkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen. Kebutuhan
terhadap pemimpin yang visioner dan manajer yang efektif dalam keperawatan
mengurangi penekanan peran satu sama lain. Kemampuan manajemen yang
dibutuhkan untuk menjaga organisasi yang sehat. Karena begitu cepatnya
perkembangan dan akan terus berlanjut dalam keperawatan dan industri
kesehatan, secara terus-menerus penting untuk para perawat mengembangkan
kemampuan di kedua peran kepemimpinan dan fungsi manajemen, serta berusaha
untuk mengintegrasikan karakteristik kepemimpinan di setiap fase dari proses
manajemen.

V. CHAPTER 2-3 (LEARNING OBJECTIVES)


Membedakan antara peran kepemimpinan dan fungsi manajemen
Sepuluh Perbedaan Antara Pemimpin dan Manajer (Kerr, 2015)
1. Kepemimpinan menginspirasi perubahan; manajemen mengelola transformasi.
2. Kepemimpinan membutuhkan visi; manajemen membutuhkan keuletan.
3. Kepemimpinan membutuhkan imajinasi; manajemen memerlukan spesifik.
4. Kepemimpinan membutuhkan pemikiran abstrak; manajemen membutuhkan
data yang konkret.
5. Kepemimpinan membutuhkan kemampuan untuk mengartikulasikan;
manajemen membutuhkan kemampuan untuk menafsirkan.
6. Kepemimpinan membutuhkan bakat untuk menjual; manajemen
membutuhkan bakat untuk mengajar.
7. Kepemimpinan membutuhkan pemahaman tentang lingkungan eksternal;
manajemen membutuhkan pemahaman tentang bagaimana pekerjaan
dilakukan di dalam organisasi.
8. Kepemimpinan membutuhkan pengambilan risiko; manajemen membutuhkan
disiplin diri.
9. Kepemimpinan membutuhkan kepercayaan diri dalam menghadapi
ketidakpastian; manajemen membutuhkan komitmen buta untuk
menyelesaikan tugas yang dihadapi.
10. Kepemimpinan bertanggung jawab kepada seluruh organisasi; manajemen
bertanggung jawab kepada tim.

Manajer
BusinessDictionary.com (2016) mendefinisikan manajemen sebagai
"organisasi dan koordinasi kegiatan bisnis untuk mencapai tujuan yang
ditentukan" (para. 1). Definisi ini menyiratkan bahwa manajemen adalah proses
memimpin dan mengarahkan semua atau sebagian organisasi, melalui penyebaran
dan manipulasi sumber daya. Manajemen adalah proses memimpin dan
mengarahkan semua atau sebagian organisasi melalui penyebaran dan manipulasi
sumber daya.

Pemimpin
Meskipun istilah pemimpin telah digunakan sejak 1300-an, kata
kepemimpinan tidak dikenal dalam bahasa Inggris sampai paruh pertama abad ke-
19. Meskipun penambahan bahasa Inggris yang relatif baru, kepemimpinan
memiliki banyak arti dan tidak ada definisi tunggal yang cukup luas untuk
mencakup proses kepemimpinan total. Untuk memeriksa kata pemimpin,
bagaimanapun, adalah untuk mencatat bahwa pemimpin memimpin. Pemimpin
adalah orang-orang yang berada di depan, mengambil risiko, berusaha mencapai
tujuan bersama, dan menginspirasi orang lain untuk bertindak. Orang-orang yang
memilih untuk mengikuti pemimpin melakukannya dengan pilihan, bukan karena
mereka harus. Pemimpin berada di depan, bergerak maju, mengambil risiko, dan
menantang status.
Karakteristik pemimpin lainnya meliputi yang berikut:
 Pemimpin sering tidak memiliki wewenang yang didelegasikan tetapi
mendapatkan kekuasaan mereka melalui cara lain, seperti pengaruh.
 Pemimpin memiliki berbagai peran yang lebih luas daripada manajer.
 Pemimpin mungkin atau mungkin bukan bagian dari organisasi formal.
Pemimpin berfokus pada proses kelompok, pengumpulan informasi, umpan
balik, dan memberdayakan orang lain.
 Pemimpin menekankan hubungan interpersonal.
 Pemimpin langsung bersedia pengikut.
 Pemimpin memiliki tujuan yang mungkin atau mungkin tidak mencerminkan
orang-orang dari organisasi

Gaya-gaya ini disebut otoriter, demokratis, dan laissez-faire.


Pemimpin otoriter ditandai dengan perilaku berikut:
 Kontrol yang kuat dipertahankan atas kelompok kerja.
 Yang lain termotivasi oleh paksaan. Yang lain diarahkan dengan perintah.
 Komunikasi mengalir ke bawah.
 Pengambilan keputusan tidak melibatkan orang lain.
 Penekanannya adalah pada perbedaan status ("I" dan "Anda").
 Kritik adalah hukuman.
Kepemimpinan otoriter menghasilkan tindakan kelompok yang terdefinisi
dengan baik yang biasanya dapat diprediksi, mengurangi frustrasi dalam
kelompok kerja dan memberi anggota perasaan aman. Produktivitas biasanya
tinggi, tetapi kreativitas, motivasi diri, dan otonomi berkurang. Kepemimpinan
otoriter sering ditemukan di birokrasi yang sangat besar seperti angkatan
bersenjata.
Pemimpin demokratis menunjukkan perilaku berikut:
 Kontrol yang lebih sedikit dipertahankan.
 Penghargaan ekonomi dan ego digunakan untuk memotivasi.
 Yang lain diarahkan melalui saran dan bimbingan. Komunikasi mengalir naik
dan turun.
 Pengambilan keputusan melibatkan orang lain.
 Penekanannya adalah pada "kita" daripada aku dan kau.
 Kritik itu konstruktif.
Kepemimpinan demokratis, sesuai untuk kelompok yang bekerja sama
untuk jangka waktu yang lama, mempromosikan otonomi dan pertumbuhan pada
pekerja individu. Kepemimpinan demokratis sangat efektif ketika kerja sama dan
koordinasi antarkelompok diperlukan. Namun, penelitian telah menunjukkan
bahwa kepemimpinan demokratis mungkin kurang efisien secara kuantitatif
daripada kepemimpinan otoritatif.
Karena banyak orang harus dikonsultasikan, kepemimpinan demokratis
membutuhkan lebih banyak waktu dan, oleh karena itu, mungkin membuat
frustrasi bagi mereka yang ingin keputusan dibuat dengan cepat.
Pemimpin laissez-faire ditandai dengan perilaku berikut:
 Permisif, dengan sedikit atau tanpa kontrol
 Termotivasi oleh dukungan saat diminta oleh grup atau individu
 Menyediakan sedikit atau tidak ada arah
 Menggunakan komunikasi ke atas dan ke bawah antara anggota grup
 Membubarkan pengambilan keputusan di seluruh grup
 Penekanan tempat pada grup
 Tidak mengkritik

Kepemimpinan Berbasis Kekuatan dan Gerakan Psikologi Positif


Kepemimpinan berbasis kekuatan, yang tumbuh dari gerakan psikologi
positif (dimulai pada akhir 1990-an), berfokus pada pengembangan atau
pemberdayaan kekuatan pekerja dibandingkan dengan kelemahan atau bidang
pertumbuhan yang dibutuhkan. Dengan demikian, kepemimpinan berbasis
kekuatan adalah bagian dari pengembangan beasiswa organisasi positif, yang
berfokus pada kinerja yang sukses yang melebihi norma dan mewujudkan
orientasi terhadap kekuatan dan mengembangkan kemanjuran kolektif dalam
organisasi. Pentingnya kepemimpinan berbasis kekuatan dilaporkan oleh Rath dan
Conchie (2008), yang menyelesaikan tinjauan 30 tahun penelitian oleh Gallup
Corporation termasuk lebih dari 40.000 wawancara pribadi dengan para pemimpin
dari seluruh dunia dan 20.000 wawancara dengan pengikut untuk bertanya
mengapa mereka mengikuti seorang pemimpin. Mereka menemukan bahwa
pemimpin yang efektif selalu berinvestasi dalam kekuatan tetapi bahwa mereka
secara sadar dan konsisten bekerja untuk menggunakan kekuatan kunci mereka
untuk keuntungan mereka daripada menempatkan upaya signifikan menjadi lebih
baik bulat (Ambler, 2015). Selain itu, Rath dan Conchie (2008) menemukan
bahwa pemimpin yang paling efektif mengelilingi diri mereka dengan orang-
orang yang tepat (orang-orang yang memiliki kekuatan berbeda dari mereka) dan
bahwa mereka memaksimalkan tim mereka (Ambler, 2015). Ini biasanya
mengharuskan pemimpin membuat tim yang memiliki keseimbangan kekuatan
dalam empat domain kepemimpinan berikut:
1. Pemikiran Strategis: Pemimpin yang efektif membuat semua orang fokus pada
masa depan jangka panjang.
2. Pengaruh: Pemimpin yang efektif dapat menjual ide, mengembangkan
dukungan politik, dan membuat orang berkumpul di belakang proyek atau
inisiatif.
3. Membangun Hubungan: Pemimpin yang efektif mampu menyatukan
sekelompok individu yang berbeda menjadi tim yang bekerja menuju tujuan
bersama.
4. Eksekusi: Pemimpin yang efektif tahu bagaimana menyelesaikan sesuatu
dengan menerjemahkan rencana ke dalam tindakan. Akhirnya, Rath dan
Conchie (2008) menemukan bahwa pemimpin yang paling efektif memahami
kebutuhan pengikut mereka (Ambler, 2015). Para peneliti meminta pengikut
untuk memilih tiga kata yang paling menggambarkan kontribusi yang dibuat
seorang pemimpin untuk hidup mereka. Banyak dari mereka menggunakan
kata-kata yang sama untuk menggambarkan apa yang mereka cari dari
pemimpin mereka. Empat tanggapan paling umum berikut:
1. Kepercayaan: Tidak ada yang terjadi tanpa rasa kepercayaan antara
pemimpin dan pengikut.
2. Kasih sayang: Pengikut ingin tahu bahwa pemimpin mereka peduli
dengan mereka.
3. Stabilitas: Pengikut menginginkan pemimpin yang dapat mereka
andalkan.
4. Harapan: Pengikut ingin merasa positif tentang prospek masa depan
mereka.
Para pemimpin yang efektif kemudian memahami kebutuhan pengikut
mereka serta kekuatan dan melibatkan mereka dalam kegiatan yang
memungkinkan kekuatan ini tumbuh dan bagi karyawan untuk diberdayakan dan
berhasil. Ambler (2015) mengidentifikasi 10 pertanyaan yang dapat diajukan
pemimpin untuk menilai keterampilan kepemimpinan berbasis kekuatan mereka
(Display 3.1).

Menilai Keterampilan Kepemimpinan Berbasis Kekuatan Anda (Ambler, 2015)


1. Apakah Anda memiliki pemahaman yang baik tentang kekuatan dan
kelemahan pribadi Anda?
2. Apa tiga kekuatan teratas Anda dan apakah Anda menggunakannya setiap
hari?
3. Apakah Anda sengaja berinvestasi dalam kekuatan Anda?
4. Apakah Anda membangun tim yang mengkompensasi kelemahan Anda?
5. Apakah Anda memilih anggota tim untuk kekuatan kepemimpinan mereka
dibandingkan dengan pengetahuan dan keahlian teknis mereka?
6. Apakah Anda mengembangkan kekuatan anggota tim Anda?
7. Berapa tingkat kepercayaan antara Anda dan tim Anda?
8. Apakah tim Anda merasa bahwa Anda merawat mereka pada tingkat pribadi?
9. Apakah tim Anda tahu apa yang diharapkan dari Anda?
10. Apakah tim Anda terinspirasi oleh masa depan yang positif?

Kepemimpinan Servant
Meskipun Greenleaf (1977) mengembangkan gagasan kepemimpinan
hamba lebih dari 35 tahun yang lalu, itu terus sangat mempengaruhi pemikiran
kepemimpinan di abad ke-21. Dalam lebih dari empat dekade bekerja sebagai
direktur pengembangan kepemimpinan di AT&T, Greenleaf memperhatikan
bahwa manajer paling sukses memimpin dengan cara yang berbeda dari manajer
tradisional. Manajer-manajer ini, yang ia sebut sebagai pemimpin pelayan,
menempatkan melayani orang lain, termasuk karyawan, pelanggan, dan
masyarakat, sebagai prioritas nomor satu. Dengan demikian, para pemimpin
pelayan lebih peduli dengan kebutuhan selain diri mereka sendiri dan memimpin
melalui layanan mereka (Gill, 2015). Selain itu, para pemimpin pelayan
menumbuhkan kecenderungan layanan pada orang lain yang mempromosikan
kolaborasi, kerja tim, dan aktivisme kolektif. Kualitas lain yang menentukan
kepemimpinan pelayan ditampilkan di Display 3.3. TAMPILAN 3.3
Mendefinisikan Kualitas Pemimpin Servant
 Kemampuan untuk mendengarkan pada tingkat yang dalam dan untuk benar-
benar memahami
 Kemampuan untuk menjaga pikiran terbuka dan mendengar tanpa penilaian
 Kemampuan untuk menangani ambiguitas, paradoks, dan masalah kompleks
 Keyakinan bahwa jujur berbagi tantangan kritis dengan semua pihak dan
meminta masukan mereka lebih penting daripada secara pribadi memberikan
solusi
 Menjadi jelas pada tujuan dan pandai menunjuk arah menuju pencapaian gol
tanpa memberikan perintah
 Kemampuan untuk menjadi pelayan, pembantu, dan guru terlebih dahulu dan
kemudian seorang pemimpin
 Selalu berpikir sebelum bereaksi
 Memilih kata-kata dengan hati-hati agar tidak merusak yang dipimpin
 Kemampuan untuk menggunakan pandangan ke depan dan intuisi
 Melihat hal-hal secara keseluruhan dan merasakan hubungan dan koneksi

Sumber Daya Manusia dan Sosial


Teori Human capital mengacu pada atribut seseorang yang produktif
dalam beberapa konteks ekonomi, meskipun biasanya diukur dan dipahami
sebagai pengembalian pribadi kepada individu serta pengembalian sosial
(Econterms, 2014). Misalnya, istilah human capital sering digunakan ketika
memeriksa pencapaian pendidikan formal, "dengan implikasi bahwa pendidikan
adalah investasi yang pengembaliannya berupa upah, gaji, atau kompensasi
lainnya" (Econterms, 2014, para. 1). Namun, sumber daya manusia dapat dilihat
dari perspektif organisasi juga. Dalam hal ini, sumber daya manusia akan
mengacu pada pengetahuan atau pengalaman kelompok kolektif. Sumber daya
manusia dapat mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
kolektif kelompok.
Teori human capital menunjukkan bahwa individu dan/atau organisasi
akan berinvestasi dalam pendidikan dan pengembangan profesional jika mereka
percaya bahwa investasi semacam itu akan memiliki hasil di masa depan.
Misalnya, organisasi perawatan kesehatan yang menyediakan penggantian biaya
kuliah bagi perawat untuk kembali ke sekolah untuk mendapatkan gelar yang
lebih tinggi kemungkinan melakukannya untuk mengantisipasi bahwa staf
keperawatan yang lebih berpendidikan tinggi akan menghasilkan peningkatan
kualitas perawatan dan tingkat retensi yang lebih tinggi — keduanya harus
diterjemahkan ke dalam produktivitas dan pengembalian keuangan yang lebih
tinggi. Hal ini tentu terjadi dalam sebuah studi tengara tahun 2003 oleh Dr. Linda
Aiken dan rekan-rekannya di University of Pennsylvania, yang menemukan
bahwa "pasien bedah memiliki 'keuntungan bertahan hidup yang substansial' jika
dirawat di rumah sakit dengan proporsi perawat yang lebih tinggi yang dididik
pada tingkat baccalaureate atau tingkat yang lebih tinggi dan bahwa peningkatan
10% dalam proporsi perawat yang memegang gelar BSN menurunkan risiko
kematian pasien dan kegagalan penyelamatan sebesar 5%" (American Association
of Colleges of Nursing, 2015, para. Penelitian oleh Aiken dan kolega juga
menunjukkan bahwa rumah sakit dengan lingkungan perawatan yang lebih baik,
tingkat kepegawaian perawat terbaik, dan perawat yang paling berpendidikan
tinggi memiliki tingkat kematian bedah terendah. Bahkan, para peneliti
menemukan bahwa setiap peningkatan 10% dalam proporsi perawat pada staf
rumah sakit, dengan gelar sarjana sains dalam keperawatan (BSN), dikaitkan
dengan penurunan 4% risiko kematian (Aiken, Clarke, Sloane, Lake, & Cheney,
2008).

Kecerdasan Emosional (EI)


Teori kepemimpinan lain yang semakin menonjol pada abad ke-21 adalah
teori EI (juga dikenal sebagai EQ). Didefinisikan secara luas, EI mengacu pada
kemampuan untuk memahami, memahami, dan mengendalikan emosi seseorang
sendiri serta orang lain. Thory (2015) berpendapat bahwa mampu mengenali dan
mengelola emosi kita, memotivasi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain,
dan menangani hubungan adalah "soft skill" penting untuk tempat kerja saat ini.
Beberapa pendukung EI telah menyarankan bahwa memiliki EI mungkin lebih
penting bagi kesuksesan kepemimpinan daripada kecerdasan intelektual (IQ).
Dalam karya asli mereka di EI pada tahun 1990, Mayer dan Salovey (1997)
menyarankan agar EI berkembang seiring bertambahnya usia dan terdiri dari tiga
proses mental: Menilai dan mengekspresikan emosi dalam diri sendiri dan orang
lain Mengatur emosi pada diri sendiri dan orang lain Menggunakan emosi dengan
cara adaptif Pada tahun 1997, mereka selanjutnya menyempurnakan EI menjadi
empat kemampuan mental: merasakan / mengidentifikasi emosi,
mengintegrasikan emosi ke dalam proses pemikiran, memahami emosi, dan
mengelola emosi. Goleman (1998), dalam buku terlarisnya Bekerja dengan
Kecerdasan Emosional, dibangun di atas karya ini dalam identifikasi lima
komponen EI: kesadaran diri, regulasi diri, motivasi, empati, dan keterampilan
sosial
1. Kesadaran diri: kemampuan untuk mengenali dan memahami suasana hati,
emosi, dan dorongan seseorang serta efeknya pada orang lain
2. Regulasi sendiri: kemampuan untuk mengontrol atau mengalihkan impuls atau
suasana hati yang mengganggu serta kecenderungan untuk menangguhkan
penilaian
3. Motivasi: hasrat untuk bekerja karena alasan yang melampaui uang atau
status; kecenderungan untuk mengejar tujuan dengan energi dan komitmen
4. Empati: kemampuan untuk memahami dan menerima riasan emosional orang
lain
5. Keterampilan sosial: kecakapan dalam menangani hubungan dan membangun
jaringan; kemampuan untuk menemukan kesamaan
Goleman (1998) berpendapat bahwa semua individu memiliki pikiran
berpikir rasional dan pikiran perasaan emosional dan bahwa keduanya
mempengaruhi tindakan. Tujuannya, kemudian, dalam EI adalah literasi
emosional-menyadari diri tentang emosi seseorang dan mengenali bagaimana
mereka mempengaruhi tindakan berikutnya. Tidak seperti Mayer dan Salovey
(1997), Namun, Goleman berpendapat bahwa EI dapat dipelajari, meskipun dia
juga merasa bahwa itu membaik seiring bertambahnya usia. Tyler (2015) setuju,
dengan alasan bahwa meskipun EI cenderung meningkat seiring bertambahnya
usia, kita tidak perlu menunggu sampai kita tumbuh dewasa untuk meningkatkan
keahlian ini. Namun, untuk melakukannya, kita harus bersedia untuk mengubah,
mempraktikkan perilaku yang berubah, dan menerima umpan balik mengenai
kemajuan kita.

Kepemimpinan Otentik
Teori kepemimpinan lain yang muncul untuk gudang senjata manajer
pemimpin kontemporer adalah kepemimpinan otentik (juga dikenal sebagai
kepemimpinan kongruen). Kepemimpinan otentik menunjukkan bahwa untuk
memimpin, pemimpin harus setia pada diri mereka sendiri dan nilai-nilai mereka
dan bertindak sesuai. Penting untuk diingat bahwa teori kepemimpinan otentik
atau kongruen agak berbeda dari teori kepemimpinan transformasional yang lebih
tradisional, yang menunjukkan bahwa visi atau tujuan pemimpin sering
dipengaruhi oleh kekuatan eksternal dan bahwa setidaknya harus ada beberapa
"pembelian" dari visi itu oleh pengikut. Dalam kepemimpinan otentik, itu adalah
prinsip-prinsip pemimpin dan keyakinan mereka untuk bertindak sesuai yang
menginspirasi pengikut. Dengan demikian, pengikut otentik menyadari sifat asli
mereka sendiri.
Dalam kepemimpinan otentik, itu adalah prinsip-prinsip pemimpin dan keyakinan
mereka untuk bertindak sesuai yang menginspirasi pengikut. Sejumlah teori telah
berusaha untuk lebih mendefinisikan konstruksi teoritis kepemimpinan otentik
dalam dekade terakhir. Shirey (2006) menunjukkan bahwa ada lima karakteristik
yang membedakan dari pemimpin otentik: tujuan, nilai- nilai, jantung, hubungan,
dan disiplin diri (Display 3.5). Avolio, Walumbwa, dan Weber (2009)
menyarankan, bagaimanapun, bahwa perjanjian umum dalam literatur adalah
bahwa ada empat faktor yang mencakup komponen kepemimpinan otentik:
pemrosesan seimbang, perspektif moral terinternalisasi, transparansi relasional,
dan kesadaran diri.
Pemrosesan seimbang mengacu pada analisis data secara rasional sebelum
membuat keputusan. Perspektif moral terinternalisasi menunjukkan bahwa
pemimpin otentik dipandu oleh standar moral internal yang kemudian
membimbing perilakunya. Transparansi relasional mengacu pada berbagi
perasaan dan informasi secara terbuka yang sesuai dengan sebuah situasi, dan
kesadaran diri menyinggung pengetahuan tentang diri sehingga masuk akal di
dunia (Avolio et al., 2009). Namun, Avolio dkk menyarankan, bahwa pekerjaan
mendefinisikan dan mengukur kepemimpinan otentik sedang dalam tahap awal
pengembangan dan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai
validitas konstruksi ini.
Lima Karakteristik Pembeda pemimpin otentik
1. Tujuan: Para pemimpin otentik memahami tujuan dan hasrat mereka sendiri
sebagai hasil dari kemandirian dan kesadaran diri yang berkelanjutan.
2. Nilai-nilai: Pemimpin otentik menghubungkan antara tujuan dan gairah
dengan memiliki sngruensi dalam keyakinan dan tindakan.
3. Hati: Pemimpin otentik merawat diri mereka sendiri dan orang-orang yang
mereka pimpin, dan belas kasih mereka adalah asli.
4. Hubungan: Pemimpin otentik menghargai membangun hubungan dan
membangun hubungan dengan orang lain, bukan untuk menerima hadiah
tetapi lebih untuk memperkuat koneksi manusia.
5. Disiplin diri: Pemimpin otentik mempraktikkan disiplin diri dengan
memasukkan keseimbangan ke dalam kehidupan pribadi dan profesional
mereka.
Kepemimpinan otentik tidaklah mudah. Dibutuhkan keberanian besar
untuk setia pada keyakinan seseorang ketika kekuatan eksternal atau tekanan
sebaya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dia rasa secara moral
tidak pantas. Misalnya, ada sedikit keraguan bahwa beberapa perawat-pemimpin
mengalami konflik nilai intrapersonal antara apa yang mereka yakini sesuai secara
moral dan kebutuhan untuk memberikan hasil dalam sistem perawatan kesehatan
semakin ditandai dengan membayar kinerja dan dihargai oleh penahanan biaya.
Kepemimpinan otentik juga membutuhkan waktu untuk berkembang.
Smith-Trudeau (2015) menunjukkan bahwa "dalam masyarakat yang serba
cepat saat ini orang-orang mencari proses mudah sepuluh langkah untuk keaslian.
Yang benar adalah, bahwa tidak ada cara mudah untuk menavigasi perjalanan
bagi siapa pun untuk menemukan keaslian mereka karena membutuhkan
komitmen seumur hidup untuk selfreflection" (p. 3). Akhirnya, seseorang tidak
boleh begitu idealis untuk berasumsi bahwa semua pemimpin berusaha untuk
menjadi otentik. Memang, banyak yang cacat, setidaknya kadang-kadang.
Pemimpin mungkin menipu dan dapat dipercaya, serakah dan murah hati,
pengecut dan berani. Untuk berasumsi bahwa semua pemimpin yang baik adalah
orang-orang baik adalah bodoh dan membuat kita buta terhadap kondisi manusia.
Teori kepemimpinan di masa depan mungkin berfokus pada mengapa para
pemimpin berperilaku buruk dan mengapa pengikut terus mengikuti pemimpin
yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelphia: WB. Saunders


Company.

Eleanor J. Sullivan dan Phillip J. Decker. 1995. Effective Management in Nursing.


California: Addison-Wesley Publishing Company.

Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss. New York: McGraw-Hill.

Gillies. 2000. Nursging Management: A System Approach. Philadelphia: W.B.


Saunders.

Huber. 2010. Leadership And Nursing Care Management (Fourth Edition).


Philadelphia: W:B. Saunders.

Keliat. 2000. Manajemen Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

KMK No. 128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.


Marquis & Houston. 2012. Leadership Roles And Management Function In
Nursing: Theory And Application (Seventh Edition). Philadelphia:
Lippincott Williams And Wilkins.

PMK No. 72 Tahun 2014 Tentang Puskesmas.

Robbins & Timothy. 2013. Organizational Behavior (Fifteenth Edition). Boston:


Pearson.

Swansburg. 2000. Management & Leadership For Nurse Manager. Boston: Jones
& Barlett.

Anda mungkin juga menyukai