I. PENDAHULUAN
yang diperlukan dalam berkompetisi. Dalam hal ini, pendidikan memiliki peran
berdasarkan pengukuran daya saing global oleh World Economy Forum pada
tahun 2014-2015 ditemukan bahwa Indonesia ada pada peringkat ke 34 dari 144
negara partisipan. Dari dua belas pilar penilaian, pilar pendidikan dasar dan
satu usaha yang dapat dilakukan pada perbaikan dan pengembangan kualitas
terbentuklah pribadi yang siap bermain pada kancah kompetisi global. Dengan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
bahwa bahan kajian matematika antara lain berhitung, ilmu ukur, dan aljabar
Didik.
belajar matematika secara umum yaitu untuk membentuk pola pikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif dan konsisten. Selain hal tersebut, peserta didik
simbol, tabel, diagram, dan media lain. Hal ini bersesuaian dengan tujuan umum
Mathematics atau NCTM (2000) yaitu: (1) belajar untuk memecahkan masalah
belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), dan (5) belajar untuk
Sementara itu, kajian PISA pada tahun 2015, menemukan bahwa kemampuan
matematika peserta didik Indonesia masih berada pada katagori rendah. Kajian ini
melibatkan 540 ribu pelajar dari 72 negara dunia yang mewakili populasi 29 juta
bahwa skor rata-rata kemampuan matematika partisipan adalah 490. Kurang dari 1
matematika. Masih berdasarkan temuan PISA, diketahui juga bahwa skor literasi
membaca dan skor di bidang kemampuan sains peserta didik Indonesia berturut-
turut adalah 397 dan 403. Skor ini masih di bawah skor rata-rata yaitu 493 untuk
kita belum terbiasa menyelesaikan permasalahan yang bersifat non rutin. Selain
itu, fakta ini juga mengindikasikan bahwa kemampuan peserta didik kita dalam
matematika ke situasi nyata masih lemah. Artinya peserta didik kita fokus pada
berinteraksi antar dunia nyata dan dunia matematika. Permasalahan ini perlu
kompleks. Hal ini sejalan dengan Napitupulu (2008:30) yang menyatakan bahwa
Pada pengamatan dan juga pengalaman di lapangan, didapatkan bahwa salah satu
faktor krusial pada permasalahan ini adalah pada pola pembelajaran matematika
yang belum mengarah pada pembangunan kecakapan pemecahan masalah. Hal ini
diindikasikan dari pola penyampain materi yang masih dimulai dengan memuat
aplikasi materi yang telah dipelajari sebelumnya dalam situasi yang terbatas.
seperti ini, peserta didik tidak cukup terstimulasi untuk meyusun cara-cara baru
telah diketahui.
Pola pembelajaran ini juga bersinergi dengan bahan ajar yang kurang
berinovasi dalam pengembangan bahan ajar dirasakan masih kurang optimal, guru
cenderung hanya menggunakan buku teks yang sudah tersedia sebagai bahan ajar
Soal-soal non rutin yang menuntut kemampuan pemecahan masalah masih sangat
minim ditemui dalam buku teks sehingga dirasakan belum optimal dalam
6
setiap level sekolah. Olah karena itu, guru matematika memiliki tanggung jawab
Inovasi bahan ajar merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan
kesempatan pada peserta didik untuk berdekatan dengan masalah. Artinya, bahan
strategi-strategi tersebut dalam pemecahan masalah yang diajukan. Hal ini senada
masalah dan prestasi belajar matematika yang baik tidak akan tercapai dengan
sendirinya tanpa upaya dan fasilitas yang mendukung termasuk bahan ajar yang
digunakan.
7
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dideskripsikan sebagai lembaran yang berisi
merupakan salah satu bahan ajar pendukung yang dapat dikembangkan oleh
tenaga pendidik. Setiap LKPD berisikan antara lain uraian singkat materi, tujuan
kegiatan, alat atau bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja,
ulangan.
akses yang luas untuk dapat berinovasi menciptakan skenario pembelajaran yang
masalah dari Polya melalui pemilihan konten maupun konteks permasalahan yang
melalui aktivitasnya sendiri sehingga peserta didik dapat terarah untuk mengikuti
urutan pemikiran secara logis. Keutamaan lain dari penggunaan LKPD adalah
aktif karena harus memberi respon terhadap langkah kerja, pertanyaan dan latihan
Pada fakta di sekolah, ditemukan bahwa penggunaan LKPD sebagai bahan ajar
sebelumnya bahwa guru cenderung hanya menggunakan buku teks yang telah
8
tersedia sebagai sumber utama pembelajaran. Selain itu, LKPD yang ada masih
peserta didik. Seperti halnya buku teks yang ada, penyusunan LKPD masih
matematika semata.
(SPLDV) yang dimulai secara formal. Konsep-konsep SPLDV pada LKPD ini
9
rumus penyelesaiannya. Tidak ada kegiatan yang melibatkan peserta didik untuk
Hal ini menjadikan kebermaknaan dari konsep SPLDV tidak cukup tereksplorasi
sehingga ketertarikan peserta didik untuk terlibat berpikir aktif tidak cukup
terstimulasi. Berkenaan dengan hal ini, diketahui bahwa ketertarikan peserta didik
untuk terlibat berpikir aktif dalam setiap masalah yang diajukan, dapat dilakukan
masalah-masalah yang dekat dengan aktivitas keseharian peserta didik . Hal ini
sejalan dengan Johnson (2014) yang mengemukakan bahwa ketika murid dapat
strategi tersebut sebagai pemecahan masalah. Hal ini tentu saja sangat
II merupakan contoh lain dari LKPD pembelajaran matematika. Pada LKPD II,
Namun demikian, masih terdapat beberapa hal yang perlu dikembangkan pada
LKPD II. Teks yang dihadirkan pada ilustrasi awal terlihat kurang optimal untuk
sekolah ataupun aktivitas lainnya yang sesuai dengan kehidupan remaja seusia
Catatan lain yang ditemukan pada LKPD II adalah desain yang kurang menarik.
Di lain pihak, telah diketahui bahwa secara psikologis visualisasi yang menarik
bahwa komponen dasar yang perlu disediakan dalam bahan ajar yang ideal untuk
sendiri.
Ketertarikan peserta didik untuk terlibat berpikir aktif dalam setiap masalah yang
terkoneksi dan relevan dengan situasi peserta didik merupakan filosofi dasar dari
dasarnya penggunaan kata realistik berasal dari bahasa Belanda yaitu “zich
menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata tetapi lebih mengacu pada
didik.
Freudental (Wijaya, 2012) menyatakan bahwa proses belajar peserta didik hanya
akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi peserta
didik. Proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu konteks akan menjadi
alamiah syaraf manusia. Otak berusaha memberi arti bagi suatu informasi baru
bukan hanya melibatkan masalah nyata yang dapat ditemukan langsung dalam
keseharian peserta didik melainkan juga menghadirkan hal-hal yang dapat dengan
13
dibayangkan dan diakses dengan mudah oleh pikiran peserta didik. Permainan,
alat peraga, cerita atau bahkan konsep matematika formal adalah beberapa hal
yang dapat berperan sebagai masalah realistik dalam matematika. Wijaya (2012)
Realistik memiliki posisi yang jauh berbeda dengan penggunaan masalah realistik
sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau biasa juga disebut
pembelajaran.
adalah memberikan peserta didik suatu akses yang alami dan motivatif menuju
suatu kemasan yang bermakna bagi peserta didik sehingga konsep matematika
tersebut dapat dibangun atau ditemukan kembali secara alami oleh peserta didik.
sebagai alat untuk menerjemahkan konteks dan juga alat untuk mendukung proses
Terakhir, konteks juga berperan dalam melatih kemampuan khusus dalam suatu
pemodelan.
dalam hal ini adalah guru matematika untuk dapat meningkatkan kapasitas dalam
cerita-cerita fiktif merupakan alternatif konteks yang bisa disajikan untuk siswa
SD tingkat awal. Sedangkan untuk peserta didik SD tingkat atas dan peserta didik
diberikan akses untuk menemukan kembali ide dan konsep dasar. Menurut
jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam
Filosofi dan prinsip dasar PMR dapat bersinergi dengan prinsip pemecahan
masalah yang menjadikan masalah sebagai starting point atau acuan dalam
strategi tersebut dalam pemecahan masalah yang diajukan. Untuk itu, diperlukan
suatu rancangan bahan ajar yang relevan dengan prinsip dan tujuan dari aktivitas
masalah, komponen yang juga diperlukan adalah rasa percaya diri peserta didik
Bandura (2003) menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat tentang self
motivasi internal, dan memungkinkan peserta didik untuk meraih tujuan yang
menantang. Hal ini relevan dengan temuan dari berbagai studi lokal maupun
16
dalam efficacy, karena hal tersebut memberikan bukti secara otentik apakah
memuaskan.
lain yang juga mempengaruhi self efficacy. Persuasi verbal berfungsi sebagai
individu dalam mencapai tujuan. individu yang diyakinkan secara verbal bahwa
antara kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy. Tampak bahwa untuk
dapat memecahkan masalah maka salah satu komponen penting yang perlu
17
dimiliki oleh peserta didik adalah self efficacy. Sementara itu, pada proses
kelompok. Selain itu, dalam proses latihan pemecahan masalah, interaksi yang
terjadi antara peserta didik maupun guru juga berpotensi untuk menciptakan
apresiasi dan motivasi melalui dukungan verbal terhadap pencapaian pada tahap-
tahap pemecahan masalah yang sedang dieksplorasi. Artinya, proses latihan pada
yang diajukan, maka hal ini berarti bahwa diperlukan skenario pembelajaran yang
prinsip dasar PMR yang menjadikan permasalahan realistik sebagai fondasi dalam
membangun konsep matematika, serta melibatkan peran serta peserta didik dalam
diajukan dalam LKPD diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik untuk dapat
pembelajaran pada setiap tahapan yang tertuang dalam LKPD diharapkan dapat
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut.
IT Ar Raihan Bandarlampung?
Bandarlampung?
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut.
Bandarlampung.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan praktis dengan
E. Definisi Operasional
Agar penelitian ini terfokus, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi
sebagai berikut.
keterampilan pada diri peserta didik untuk mencari jalan keluar terhadap
(4) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah panduan peserta didik yang
berguna untuk menstimulasi peserta didik agar belajar mandiri dan belajar
diharapkan.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata “kemampuan” berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup
situasi baru yang belum dikenal (Wardhani, 2005: 93). Jadi kemampuan
masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi
Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi peserta didik agar mau
kasikan apa fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanya-kan, diminta
Menurut Polya dalam Hudojo (2003: 150) ada dua macam masalah, yaitu masalah
teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus mencari
bahwa pernyataan benar atau salah atau tidak keduanya. Bagian utama dari
masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus
untuk dapat menyelesaikan masalah jenis ini. Selanjutnya Polya dalam Hudojo
(2003: 150) juga mengatakan bahwa masalah untuk menemukan lebih penting
penting dalam matematika lanjut. Pada penelitian ini lebih mengacu kepada
masalah untuk menemukan, hal ini dikarenakan pada materi sistem persamaan
linear dua variabel siswa dituntut untuk dapat menemukan konsep dan pemecahan
Ellison (2009:1) menyatakan bahwa melalui latihan rutin dan strategi pengajaran
pada situasi yang lain diluar matematika, misalnya masalah dalam kehidupan
8) berpikir logis, 9) bergerak dari belakang, dan10) mengabaikan hal yang tidak
26
Dengan kata lain, bila siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah maka siswa itu
telah diperolehnya.
diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model atau kalimat
masalah semula.
masalah, (c) menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, (d)
model matematika dari suatu masalah, menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
melakukan secara fleksibel (terbuka pada pilihan, melihat situasi dari berbagai
objektif dankritis menilai kualitas, akurasi, dan ketepatan dari pengetahuan. (9)
sampai hafal.
keterangan atau informasi bahwa mereka dapat: (1) merumuskan masalah, (2)
benar, (4) kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan,(5) kemampuan
metode yang telah diketahui,(9) mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan
Selanjutnya menurut Suyitno (2004: 37) syarat suatu soal menjadi soal pemecahan
soal tarsebut, (b) diperkirakan siswa mampu mengerjakan, (c) siswa belum tahu
algoritma atau cara menyelesaikan soal tersebut, dan (d) siswa mau dan
yang diberikan, tentu harus diberiskor berbeda. Terkait hal ini, pemecahan
Menurut Polya dalam Suherman (2003: 91), soal pemecahan masalah memuat
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Pemberian skor pada
masalah yang dikemukakan oleh Schoen dan Ochmke (Kasman, 2008: 21) seperti
berikut.
memecahkan masalah.
31
Mintalah siswa untuk mengecek langkah demi langkah proses pemecahan masalah
B. Self Efficacy
Self Efficacy merupakan satu kesatuan arti yang diterjemahkan dari Bahasa
Indonesia yaitu efikasi diri. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh
Selanjutnya, Baron and Byrne (2000: 37) mengungkapkan bahwa self efficacy
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu. Teori
self efficacy berkaitan dengan kemampuan secara kognitif, sosial, emosi dan
suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan akan
diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang
Ghufron (2014: 73) mendefinisikan self efficacy (efikasi diri) sebagai salah satu
aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang
akan dihadapi. Ghufron (2014: 73-6 ) mengemukakan definisi dari para ahli,
diantaranya Baron dan Byrne (1997) menyatakan bahwa efikasi diri sebagai
Senada dengan pendapat tersebut, Judge dan Bono (2000) menyatakanefikasi diri
adalah indikator positif dari core self evaluation untuk melakukan evaluasi diri
yang berguna memahami diri. Pendapat lain muncul dari Bandura dan Wood yang
untuk memenuhi tuntutan situasi. Sementara itu, Gist dan Mitchell menyatakan
efikasi diri dapat membawa perilaku yang berbeda diantara individu dengan
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakian atau kepercayaan terhadap
dalam hidup .
Dalam konteks pendidikan, self efficacy perlu dimiliki setiap siswa agar mereka
yakin pada kemampuan yang dimiliki sehingga betapapun sulitnya materi maupun
soal ulangan, mereka yakin bisa menyelesaikannya. Selain itu, self efficacy
menghadapi tantangan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa siswa yang memiliki self efficacy tinggi
lingkungan (umpan balik dari guru, dan perbandingan sosial dengan teman).
Bandura (2008: 2-3) menyatakan self efficacy dapat ditumbuhkan dan dipelajari
pengamat. Jika pengamat melihat orang yang sangat berbeda dari dirinya,
berpikir, akan melahirkan strategi efektif bagi pengamat untuk meniru cara
individu. Dalam kondisi yang tertekan dan mengalami kegagalan yang terus
menerus, pengaruh sugesti akan berakibat secara cepat dan lenyap karena
tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau
Bandura dalam Ghufron (2014: 80), efikasi diri tiap individu berbeda satu sama
lain, hal ini berdasarkan tiga dimensi self efficacy, antara lain:
individu mungkin akan terbatas pada tugas yang mudah, sedang, bahkan
memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku dimana individu
Bandura (2008: 3-6) memaparkan proses self efficacy, antara lain proses kognitif,
proses motivasi, proses afketif dan proses seleksi. Berikut akan dijelaskan uraian
a) Proses Kognitif
Semakin kuat self efficacy yang dirasakan, semakin tinggi tujuan dan
keyakinan akan memikirkan rencana dan banyak hal yang salah oleh
b) Proses Motivasi
tugas melalui latihan. Mereka membentuk keyakinan tentang apa yang bisa
c) Proses Afektif
mengatasi stres dan depresi dalam situasi yang sulit. Self efficacy
mereka dapat mengontrol diri, maka pola pikir mereka tidak akan
terganggu. Tapi orang yang yakin bahwa mereka tidak dapat mengontrol
semakin parah dengan khawatir bila sesuatu akan terjadi. Pemikiran sperti
itu akan menyusahkan dan merusak mereka. Dalam hal ini, self efficacy
hanya dipengaruhi oleh self efficacy tetapi juga dipengaruhi oleh pikiran
mereka.
d) Proses Seleksi
Orang adalah bagian dari produk lingkungan, oleh karena itu, self efficacy
Tapi mereka mau melakukan tugas menantang dan menilai yang sekiranya
individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality.
pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada
tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia
keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada
individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun
pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah
Ketiga, Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang
kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau
pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.
41
Aspek ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang harus diselesaikan
yang sulit sebagai tantangan untuk dikuasai dibanding sebagai ancaman untuk
juang yang rendah. Aspek kesulitan tugas dijabarkan dalam pelatihan menjadi
Aspek ini merupakan aspek yang berkaitan dengan luas bidang tugas yang
menghindari kebingungan dan bekerja dalam batas waktu yang singkat. Pada
mempunyai potensi untuk menangani sumber cemas dan stres lebih efektif
dibandingkan dengan efikasi diri yang rendah. Individu dengan efikasi diri
yang tinggi akan mampu menghadapi masalah secara aktif dan cenderung
c) Tingkat kekuatan
keyakinannya (Bandura, 1986). Efikasi diri merupakan salah satu dasar untuk
melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Efikasi diri
dihadapi.
Berikut ini adalah beberapa strategi yang bagus untuk meningkatkan efikasi diri
mereka.
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek terutama membantu siswa untuk
Dukungan positif dapat datang dari guru, orangtua, dan teman sebaya. Kadang-
kadang seorang guru hanya perlu mengatakan kepada siswa, ”kamu dapat
melakukannya”.
Ketika siswa terlalu khawatir dan merasa menderita mengenai prestasi mereka,
guru dan teman sebaya yang secara efektif mengatasi serta menguasai
mereka.
yang bersifat algoritmik. Sehingga tidak sedikit banyak siswa atau mahasiswa
komunikasi matematik memiliki peran: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam
merumuskan konsep dan strategi matematik; (2) modal keberhasilan bagi siswa
matematika; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk
dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Hal ini menunjukan bahwa
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan
pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui
peristiwa dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana
46
terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari siswa. Misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian
suatu masalah.
Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara self-
efficacy dan orientasi sasaran (goal orientasi). Self-efficacy dan achievement siswa
meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek,
dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah
hal yang baik seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan
sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa
yang harus dilakukan seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes
bahwa seseorang yang memiliki tingkat kecemasan berbicara yang tinggi biasanya
tidak dianggap secara positif oleh orang lain. Mereka dianggap tidak responsif,
tidak komunikatif, sulit untuk mengerti, tidak memiliki ketertarikan sosial dan
seksual, tidak homogen, tidak dapat dipercaya, tidak berorientasi pada tugas, tidak
suka bergaul, tidak suka menjadi pemimpin dan tidak produktif dalam kehidupan
seseorang tersebut dalam berdiskusi secara aktif dan kreatif, responsif, dan
Hal ini senada dengan hasil penelitian Indi (2009) yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi.
matematika. Di sisi lain, proses komunikasi yang terjalin dengan baik dapat
menghasilkan hasil (outcomes) yang positif, yakin dan percaya bahwa mereka
dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukannya. Lebih lanjut, dengan
pada umumnya.
Schunck (1995) menyebutkan bahwa ada beberapa strategi yang dapat dilakukan
ide, dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain, maka semakin tinggi
matematiknya.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu sarana untuk
terbentuk interaksi yang efektif antara peserta didik dengan pendidik, sehingga
salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik sebagai
fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun dapat dirancang dan
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan
lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Trianto (2009 :
222) mendefinisikan bahwa LKPD adalah panduan peserta didik yang digunakan
melaksanakan pembelajaran, bagi peserta didik akan belajar mandiri dan belajar
LKPD termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi cetak yang berupa
buku dan berisi materi visual, seperti yang diungkapkan oleh Azar Arsyad (2004 :
29). Menurut Surachman yang dikutip oleh Sumarni ( 2004 : 15 - 16), LKPD
merupakan jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik
belajar secara terarah. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992 :
40), LKPD merupakan sarana pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam
mengajar. Pada umumnya, LKPD berisi petunjuk praktikum, percobaan yang bisa
dilakukan di rumah, materi untuk diskusi, teka teki silang, tugas portofolio, dan
soal-soal latihan, maupun segala bentuk petunjuk yang mampu mengajak peserta
(RPP). LKPD berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal
(pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKPD ini sangat
baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik
perhatian peserta didik. Paling tidak LKPD sebagai media kartu. Sementara isi
51
efektif.
Menurut Dhari dan Haryono (1998: 22) yang dimaksud dengan LKPD adalah
lembaran yang berisi pedoman bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan yang
terprogram. Setiap LKPD yang berisikan antara lain uraian singkat materi, tujuan
kegiatan, alat atau bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja
didik sebagai pedoman dalam proses pembelajaran, serta berisi tugas yang
dikerjakan oleh peserta didik baik berupa soal maupun kegiatan yang akan
LKPD adalah lembar – lembar berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta
didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah – langkah untuk
menyelesaikan tugas (Poppy, 2009 : 32). Untuk pembuatan LKPD ada dua hal
pembelajaran.
lembaran yang berisi uraian singkat materi dan soal-soal yang disusun langkah
demi langkah secara teratur dan sistematis yang harus dikerjakan oleh peserta
terhadap materi pelajaran yang didapat. LKPD merupakan bahan cetak yang
52
didesain untuk latihan, dapat disertai pertanyaan untuk dijawab, daftar isian atau
diagram untuk dilengkapi. LKPD harus disusun dengan tujuan dan prinsip yang
didik.
Selain itu, penggunaan LKPD dalam pembelajaran dapat membantu guru untuk
merupakan salah satu jenis media cetakan yang banyak digunakan dalam kegiatan
dalam arti bahwa peserta didik hanya memiliki akses untuk melihat dan membaca
teks yang diinginkan langkah demi langkah. Teks informasi ini merupakan
a) Peserta didik dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-
masing.
b) Selain dapat mengulang materi dalam media cetakan, peserta didik akan
c) Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak sudah merupakan hal
yang biasa, hal ini dapat menambah daya tarik serta dapat memperlancar
visual.
d) Jika tidak dirawat dengan baik, media cetakan cepat rusak atau hilang.
Tujuan penggunaan LKPD dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
peserta didik.
disajikan.
54
Dari tujuan di atas maka LKPD yang telah dirancang memiliki kegunaan bagi
1992/1993 : 2)
didik agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode
yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan
LKPD adalah dengan menerapkan metode SQ3R (survey, Question, Read, Recite,
mengulang).
pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca materi
yang diberikan.
55
kurung pada ide utama, menggaris bawahi rincian yang menunjang ide
sendiri pada saat membaca dan peserta didik diminta untuk meringkas
keterampilan proses
pembelajaran.
yaitu:
LKPD tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi
pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk
tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan
b) LKPD berstruktur.
dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau
mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing
dan pengarahannya, LKPD ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam
kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar
dan memberi bimbingan pada setiap peserta didik . Lembar kerja dapat
topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep.
Dalam membuat LKPD agar tepat dan akurat, maka harus dipenuhi syarat – syarat
sebagai berikut:
pembelajaran.
(2) Menunjukkan bagian-bagian yang sudah diikuti dari awal hingga akhir;
Menurut Darmojo dan Kaligis (1994), LKPD yang baik haruslah memenuhi
teknis.
a) Syarat didaktik.
universal, dapat digunakan dengan baik untuk peserta didik yang lamban
atau yang pandai. LKPD lebih menekankan konsep, dan yang terpenting
dalam LKPD ada variasi stimulus melalui berbagi media dan kegiatan
efektif, yaitu:
baik itu adalah yang dapat digunakan baik oleh peserta didik yang
tahu;
peserta didik;
59
b) Syarat konstruksi.
bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang
pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh
peserta didik;
diisyaratkan LKPD;
60
(9) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari pelajaran itu
c) Syarat teknis.
(1) Tulisan: (a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf
latin atau romawi; (b) Menggunakan huruf tebal yang agak besar,
bukan huruf biasa yang diberi garis bawah; (c) Menggunakan tidak
lebih dari 10 kata dalam satu baris; (d) Menggunakan bingkai untuk
gambar serasi.
(2) Gambar Gambar yang baik untuk LKPD adalah yang dapat
penguna LKPD. Yang lebih penting adalah kejelasan isi atau pesan
(3) Penampilan Penampilan adalah hal yang sangat penting dalam sebuah
tidak mungkin karena pesannya atau isinya tidak akan sampai. Jadi
yang baik adalah LKPD yang memiliki kombinasi antara gambar dan
tulisan.
61
materi di kelas. Dengan demikian LKPD merupakan suatu media yang berupa
Mengenai format LKPD yang dikembangkan, Suyanto dan Sartinem (2009: 12)
telah mengembangkan suatu LKPD yang memperhatikan bekal ajar awal peserta
penyajian masalah oleh guru yang harus dipecahkan peserta didik, dan Kegiatan
direncanakan.
merupakan filosofi dasar dari pendidikan matematika realistik yaitu sebuah teori
belajar mengajar dalam pendidikan matematika yang pertama kali dikenalkan dan
Dalam filosofinya bahwa matematika haruslah dekat, terkoneksi dan harus relevan
dengan situasi peserta didik dengan kata lain bahwa sifat realistik harus
istilah “real word” yang secara umum diartikan sebagai dunia nyata. Pada
62
dasarnya penggunaan kata realistik berasal dari bahasa Belanda yaitu “zich
sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata tetapi lebih
siswa.
menyajikan matematika sebagai produk jadi, siap pakai, abstrak dan diajarkan
secara mekanistik. Guru mendiktekan rumus dan prosedur pada peserta didik.
Akibatnya, dari hasil pengamatan terlihat bahwa di dalam kelas peserta didik
bagi peserta didik. Senada dengan hal ini, Elaine B. Johnson dalam bukunya
arti penting atau maksud dari sesuatu. Pandangan para ahli mengenai pentingnya
kebutuhan alamiah syaraf manusia. Otak berusaha memberi arti bagi suatu
masalah ril yang dapat ditemukan langsung dalam keseharian peserta didik
melainkan juga menghadirkan hal-hal yang dapat dengan mudah dibayangkan dan
mudah diakses oleh pikiran peserta didik. Permainan, alat peraga, cerita atau
bahkan konsep matematika formal adalah beberapa hal yang dapat berperan
Realistik memiliki posisi yang jauh berbeda dengan penggunaan masalah realistik
sebagai bentuk aplikasi suatu konsep matematika sehingga sering juga disebut
Realistik adalah memberikan siswa suatu akses yang alami dan motivatif
dalam suatu kemasan yang bermakna bagi siswa sehingga konsep matematika
tersebut dapat dibangun atau ditemukan kembali secara alami oleh siswa.
sebagai alat untuk menerjemahkan konteks dan juga alat untuk mendukung
proses berpikir.
3. Penerapan (applicability)
Pada posisi ini peran konteks bukan lagu untuk mendukung penemuan dan
dalam hal ini adalah guru matematika untuk dapat meningkatkan kapasitas dalam
awal. Sedangkan untuk siswa SD tingkat atas dan siswa SMP mungkin
2. Guru perlu memikirkan pemilihan situasi yang relevan untuk suatu konsep
matematika yang sering dijumpai. Selanjutnya situasi yang telah ditetapkan ini
3. Menghindari isu-isu yang besifat sensitif yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
diberikan akses untuk menemukan kembali ide dan konsep dasar. Menurut
jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam
Bersinergi dengan hal ini, Van den Hoven berpendapat bahwa untuk
yaitu:
Pendidikan matematika realistik juga memiliki tiga prinsip untuk desain dan
adalah:
(progressive mathematization)
matematika.
proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang
mereka sendiri.
yakni:
(real) yang dekat dengan siswa atau sering dijumpai siswa sehari-hari.
Karena sesuatu yang bermakna akan lebih mudah dipahami siswa dari
pada yang tidak bermakna. Dalam hal ini yang dimaksud bermakna
formal.
4) Interaktivitas.
peserta didik akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika peserta
dengan peserta didik. Selain itu diharapkan terjadi pula interaksi antara
5) keterkaitan.
Dalam pembelajaran, proses yang diharapkan terjadi adalah pertama siswa dapat
membuat model situasi yang dekat dengan siswa, kemudian dengan proses
generalisasi dan formalisasi model situasi diubah kedalam model tentang masalah
masalah berubah menjadi model untuk (model for). Setelah itu, dengan proses
matematika formal.
Proses pembelajaran tersebut oleh de Lange (1987: 72) digambarkan dalam suatu
Situasi Nyata
Menurut Ahmad Fauzan (2003), pendekatan PMR dicirikan oleh beberapa hal
sebagai berikut:
dalam pembelajaran.
mathematics).
fokus dari semua aktivitas di kelas. Kondisi ini mengubah otoritas guru
motivator.
Konteks dalam PMRI merujuk pada situasi dimana soal ditempatkan, sedemikian
adalah:
1. Pendahuluan
siswa.
2. Pengembangan
3. Penutup/Penerapan
Berikut ini diberikan salah satu contoh pemecahan masalah untuk siswa kelas VIII
SMP.
73
Dari contoh di atas nampak bahwa dalam pembelajaran dengan PMRI dimulai
(penilaian yang sebenarnya). Jika hal ini dilaksanakan secara kontinu pada
cukup hanya diberikan sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa, akan tetapi
Keterampilan pemecahan masalah perlu diberikan kepada siswa SMP agar mereka
dapat memecahkan masalah yang dihadapi baik masalah yang berkaitan dengan
pendekatan PMR adalah berfokus pada pemecahan masalah. Hal tersebut akan
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian tinjauan teoritis dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis
penelitian yang dilakukan oleh Pusfarini (2016). Adapun judul penelitian yang
mengakomodasi gender siswa SMP pada materi sains telah teruji dengan isi dan
terutama pada topik Indera Pendengaran dan Sistem Sonar pada Makhluk hidup.
77
F. Kerangka Pikir
data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, (3)
dari suatu masalah, dan (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
peserta didik. Hal ini mengindikasikan bahwa rancangan pembelajaran dan juga
ajar haruslah mengakomodasi dan memfasilitasi peserta didik untuk dapat belajar
harus relevan dengan situasi peserta didik dengan kata lain bahwa sifat realistik
masalah.
Rasa percaya diri peserta didik akan kemampuannya dalam menghadapi masalah-masalah
yang ditemui adalah komponen yang juga perlu dihadirkan dalam upaya
diri, dan bertindak. Bandura (2003) menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat
yang menantang.
Self efficacy terkait dengan penilaian seseorang akan kemampuan dirinya dalam
fokus pada hambatan, dan mempersiapkan diri untuk outcomes yang kurang baik.
bahkan cenderung akan menyerah. Individu yang mempunyai self efficacy tinggi
kemampuan.
individu maupun kelompok. Selain itu, dalam proses latihan pemecahan masalah,
interaksi yang terjadi antara peserta didik maupun guru juga berpotensi untuk
latihan pada pemecahan masalah juga berpeluang untuk dapat berkontribusi pada
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu sarana yang dapat
belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara peserta
didik dengan pendidik, sehingga dapat meningkatkan aktifitas peserta didik dalam
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan juga self efficacy peserta didik..
80
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and
(uji oleh diri sendiri), expert reviews (uji pakar), one-to-one (uji satu-satu), small
group (uji kelas kecil) kemudian uji terbatas. Produk yang akan dikembangkan
2016/2017. Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMPIT
C. Prosedur Penelitian
a. Tahap Preliminary
Tahap ini dibagi menjadi 2 tahapan yakni tahap persiapan dan tahap
pendesainan.
dokumentasi berupa rancangan silabus, RPP dan nilai peserta didik tahun
82
Alur desain uji formatif yang akan dilaksanakan pada penelitian ini dapat
Revise Revise
Expert Review
One-to-one
83
Pada tahap ini dilakukan penilaian oleh diri sendiri terhadap hasil desain
2. Uji pakar
Hasil desain pada prototype pertama yang dikembangkan atas dasar uji
oleh peneliti, diberikan kepada pakar. Tahap ini dinamakan sebagai uji
terhadap desain yang telah dibuat ditulis pada lembar validasi sebagai
3. Uji perorangan
Pada tahap ini akan dilakukan uji coba kepada 3 orang peserta didik untuk
pembelajaran tersebut. Hasil validasi dan saran, serta hasil uji coba yang
diperoleh pada tahap ini akan dijadikan bahan untuk merevisi hasil
Pada tahap ini prototype 2 diujicobakan pada kelas kecil yang terdiri dari 9
orang peserta didik non objek penelitian. Peserta didik tersebut diberikan
5. Uji terbatas
D. Instrumen Penelitian
Instrumen ini disusun untuk mengukur self efficacy peserta didik. Instrumen
ini dibuat untuk melihat self efficacy peserta didik sebelum dan sesudah
tertutup lebih praktis, dan (3) keterbatasan biaya dan waktu penelitian. Peserta
dokumentasi.
yang digunakan.
4. Dokumentasi
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan analisis data
statistika deskriptif yaitu untuk menguji validasi perangkat dan instrumen yang
digunakan, data self efficacy dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah
matematis.
menelaah hasil validasi oleh pakar yang berupa deskripsi strategi scaffolding
Tabel 3.1
Ukuran Alternatif Jawaban Kuesioner
Bobot Nilai
Pilihan Jawaban
Pertanyaan Positif Pertanyaan Negatif
Selalu 5 1
Sering 4 2
Kadang-kadang 3 3
Hampir tidak Pernah 2 4
Tidak pernah 1 5
Angket kemandirian belajar peserta didik tersebut akan diberikan di awal
( S f )−( Si )
( g )=
S m−Si
Keterangan:
Sm = nilai maksimum
Ternormalisasi
(g) ≥ 0,70 Tinggi Efektif
0,30 ≤ (g) < 0,70 Sedang Cukup Efektif
(g) < 0,30 Rendah Kurang Efektif
Sumber (Hake, 1999:1)
pada indikator-indikator yang telah dibuat diberikan pada awal dan akhir
DAFTAR PUSTAKA
Akker J., Nieveen, N., dan McKenney, S. (2006). Education Design Research.
London and Newyork: Routledge.
Bandura, Albert. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H.
Freeman and Company.
89
Ellison, J.G. 2009. Incresing Problem Solving Skill in Fifth Grade Advanced
Mathematics Student. Journal of Curriculum and Instruction, 3(1): 1-17
Gist, M.E. dan Mitchell, T.R. 1992. Self-efficacy: A Theoretical Analysis of Its
Determinants and Malleability. Academy of Management Review, 17 (2).
29 halaman.
Hendro Darmodjo, Jenny R.E Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta :
Depdikbud, Dirjend Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Judge, T. A., & Bono, J. E. 2000. Five Factor Model of Personality and
Transformasional Leadership. Journal of Applied Psychology.
Kasman. 2008. Keefektifan Media Compact Disk (VCD) Disertai Lembar Kerja
Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
SiswaKelas X. Skripsi. Perpustakaan Jurusan Matematika.
Suyanto, Eko dan Sartinem. 2009. Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika
Siswa dengan Latar Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka
dan Keterampilan Proses untuk SMA Negeri 3 Bandar Lamung.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2009. Bandar Lampung: Unila.
----------------------------------------------
92
Fauzan, Ahmad. 2003. Rute Belajar dalam RME: Suatu Arah untuk Pembelajaran
Matematika. Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan
Matematika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 27-28 Maret
2003.
http://ejournal.ikippgrimadiun.ac.id/id/ejournal/term/33/_/taxonomy
%3Aterm%3A732 [Diakses 15 September 2015]
Prabawanto,2013. PeningkatanKemampuanPemecahanMasalah,
Komunikasi,DanSelf-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui
PembelajaranDenganPendekatanMetacognitiveScaffolding. Disertasi.
Universitas Pendidikan Indonesia. Tersedia di repository.upi.edu.
[diakses 23 September 2015]
Tahar I, dan Enceng. 2006. Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar
Pada Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan JarakJauh,
Volume. 7, Nomor 2, September 2006.Tersedia di
http://lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/tahar.pdf[diakses 24 April 2015]