Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur


yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).(1) Kehamilan ektopik terganggu
(KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan
kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas
ibu, khususnya pada trimester pertama. Sebagian besar kehamilan ektopik
berlokasi di tuba fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang
terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter. (2)
Kehamilan ektopik ovarium adalah salah satu jenis kehamilan ekstrauterin yang
paling langka yang memiliki prevalensi mulai dari 1: 7000 hingga 1: 70.000 yang
mencakup hampir 3% dari semua kasus ektopik. (3) Menurut World Health
Organization, kehamilan ektopik adalah penyebab hampir 5% kematian di negara
maju. Namun kematian akibat kehamilan ektopik di Amerika Serikat kini semakin
jarang terjadi sejak tahun 1970-an. Kematian kasus kehamilan ektopik turun tajam
dari tahun 1980 hingga 1992.(2) Pada penelitian oleh Budi Santoso pada tahun
2008-2010 didapatkan penderita kehamilan ektopik berjumlah 99 dari 2090
wanita hamil yang pernah berobat ataupun periksa di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dengan persentase sebesar 4,73%. Riwayat infeksi tuba atau penyakit
menular seksual, salpingitis, penggunaan IUD merupakan faktor risiko terjadinya
KE.(1,4)) Temuan klinis yang dinilai adalah riwayat amenore, perdarahan
pervaginam dan nyeri perut bawah. Ketika nyeri semakin berat yang disertai
pemeriksaan cavum douglass menonjol maka didiagnosis dengan KET. Terapi
medis dengan metotreksat (MTX) menjadi pilihan utama setelah diagnosis KE. (4)
Indikasi pemberian MTX dapat diberikan pada pasien stabil, asimtomatik, kadar
βHCG ≤3000 – 5000 mlU/mL dan tanpa bukti hemoperitonium maupun aktivitas
jantung janin pada USG.(5,6). Mereka yang diperkirakan ruptur karena kehamilan
ektopik perlu segera menjalani terapi pembedahan.(3)

1
Keterlambatan diagnosis KE dapat meyebabkan meningkatkan mortalitas
ibu. Biasanya ibu datang ke RS dengan keadaan hemoperitoneum dan telah terjadi
ruptur (KET). Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai seorang wanita 32
tahun dengan KET ovarium.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
(saluran tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut akan berimplantasi
(melekat) pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik,
telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak
semestinya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.
Sering disebut juga kehamilan ekstrauterin. 1

Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi


berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan
ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini berbahaya
bagi wanita tersebut.2

Kehamilan ovarium adalah salah satu jenis kehamilan ekstrauterin yang


paling langka yang memiliki prevalensi mulai dari 1: 7000 hingga 1: 70.000 yang
mencakup hampir 3% dari semua kasus ektopik [1]. Biasanya diakhiri oleh ruptur
pada trimester pertama dan karena peningkatan vaskularisasi jaringan ovarium
menyebabkan perdarahan internal dan status syok hipovolemik (3).

2.2 Lokasi Kehamilan Ektopik1,2

Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%)


1. Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
2. Ampula tubae ( 55%)
3. Isthmus tuba falopii (25%)
4. Pars interstitsialis tuba falopii (2%)
Dapat juga terjadi pada ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut),
serviks (leher rahim), tetapi lebih jarang ditemukan dibandingkan di daerah tuba.

3
Gambar 2.1. Lokasi Kehamilan Ektopik
2.3 Epidemiologi
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun
secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangan alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik
terjadi pada 1 dan 64 hingga 1 dan 241 kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan
ektopik didapatkan pada multigravida.1 Pada penelitian oleh Budi Santoso pada
tahun 2008-2010 didapatkan penderita kehamilan ektopik berjumlah 99 dari 2090
wanita hamil yang pernah berobat ataupun periksa di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dengan persentase sebesar 4,73%. Hasil prasurvey melalui data medical
record, angka kejadian kehamilan ektopik di RSIA Anugerah Medical Centerpada
tahun 2015 terdapat 112 kasus (9,02%) kehamilan ektopik dari 1.241 ibu bersalin

4
Kehamilan ovarium adalah salah satu jenis kehamilan ekstrauterin yang
paling langka yang memiliki prevalensi mulai dari 1: 7000 hingga 1: 70.000 yang
mencakup hampir 3% dari semua kasus ektopik.
2.4 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum
diketahui secara jelas. Beberapa faktor yang berisiko untuk terjadinya kehamilan
ektopik:1,2
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopiii.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
 Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional2
 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal.
 Refluks menstruasi.
 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron.

5
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain, seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.

2.5 Patogenesis

Proses implantasi ovum pada ovarium maupun tuba pada dasarnya sama
dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi
interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan
masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.3

Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat


implantasi, tebalnya dinding tuba dan peningkatan vaskularisasi di ovarium
menyebabkan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah
pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi
desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel
luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang
ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai
reaksi AriasStella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang
dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan
pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan terganggu pada
umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena bukan tempat pertumbuhan

6
hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah:1
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh
vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna,
seluruh hasil konsepsi dikeluarkan rnelaui ujung fimbrae tuba ke dalarn
kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.2
3. Ruptur
Penyebab utama dan ruptur tuba adalah penembusan dinding viii korialis
ke dalam lapisan tempat nidasi embrio terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering
terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada parsi
ntersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan
vagina.
Hipotesis terjadinya kehamilan ovarim adalah
a. terlambatnya proses pelepasan sel telur
b. Penebalan tunika albuginea.
c. Disfungsi tuba.
d. Alat kontrasepsi intrauterin (misalnya, IUD).
2.6 Faktor Resiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:4

7
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15%
setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan


kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim. Diyakini bahwa AKDR memicu
peradangan ringan yang mengganggu aktivitas siliaris dari endosalpinx dan
mengarah ke keterlambatan transpor ovum dan implantasi ektopik

Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut


sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh ditempat lain. Beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan gangguan transpor ovum diantaranya adalah:2

 Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali


dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena
merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari
indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan
penurunan kekebalan tubuh
 Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran
tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena
infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea
 Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
 Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul,
pengobatan infertilitas seperti bayi tabung –> menyebabkan parut pada
rahim dan saluran tuba.

8
Faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik ovarium ialah : riwayat penggunaan
IUCD, penyakit radang panggul (PID), infeksi menular seksual (IMS),
penggunaan teknologi reproduksi yang dibantu, operasi panggul sebelumnya,
endometriosis, kehamilan ektopik sebelumnya, salpingitis, usia ibu lanjut,
multiparitas, dan lebih jarang, infertilitas Penyebab aktual implantasi abnormal
tidak jelas. Beberapa teori menyatakan bahwa implantasi abnormal yang terjadi
pada OEP adalah hasil dari yang berikut:

1. Migrasi terkait dengan adanya kondisi tertentu yang menyebabkan


kerusakan epitel tuba fallopi yang mengganggu motilitas tuba.
2. gangguan pelepasan sel telur dari folikel.
3. penebalan dari tunica albuginea akibat inflamasi

2.7 Klasifikasi KET

Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:2


a. Tuba fallopii
1. Pars interstisialis
Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4 bulan atau lebih,
kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdarahan yang
banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
2. Isthmus
Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.
3. Ampulla
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
4. Infundibulum
5. Fimbriae
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornu

9
4. Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

2.8 Gejala Klinis

Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda


seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah
lelah, dan perabaan keras pada payudara.1-4

a. Gejala

Nyeri ─ Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat. Nyeri dapat
bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar. Nyeri subdiafragma
atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.

Perdarahan ─ Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak


perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya
sebagian desidua, pada kasus KET tertentu juga tidak terdapat perdarahan per
vagina.

Amenorea ─ Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE


mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang
dugaan kehamilan hampir tidak ada.

Sinkope ─ Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi


pada 1/3 sampai ½ kasus KET, biasanya akibat syok hipovolemik.

“Desidual cast”─ 5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual


cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.

10
b. Tanda-tanda

Ketegangan abdomen
 Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada
80% kasus kehamilan ektopik terganggu
 Nyeri goyang potrio (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75%
kasus kehamilan ektopik.

Masa adneksa ─ Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½
kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi
(hematocele)

Perubahan pada uterus ─ Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi


pada kehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan
muda

2.8 Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan melalui:1


1. Anamnesis1,2
Dari anamnesis diketahui adanya :
 Amenorrhea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai
keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya.
 Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET): Pada abortus keluhan dan
gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa sakit di perut dan
perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan abortus biasa.
Pada ruptur, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan jiwa
si ibu.
 Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan pisau
disertai muntah dan bisa jatuh pingsan.
2. Pemeriksaan Fisik1,2,4
 Tanda-tanda akut abdomen

11
Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi
kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).
 Tanda Cullen
Sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
 Pada pemeriksaan ginekologik terdapat :
o Adanya nyeri goyang. Dengan menggerakkan porsio ibu akan merasa
sangat nyeri.
o Douglas crise, yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
o Kavum Douglasi teraba menonjol. Hal ini terjadi karena terkumpulnya
darah.
o Teraba massa retrouterina (massa pelvis).
o Pervaginam keluar decidual cast.
o Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan intra
abdominal (shifting dullness).
3. Pemeriksaan laboratorium:5
 Pemeriksaan Hb seri tiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
 Adanya leukositosis
4. Pemeriksaan penunjang lainnya:5
a. Tes kehamilan (plano test)
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG
positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali
lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya
peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya
peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan
adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
b. Dialatasi dan kerokan
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik. Biasanya
kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorrhea terjadi perdarahan yang cukup
lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan
abortus inkompletus, perdarahan disfungsional, dan lain-lain.Ditemukan desidua

12
tanpa villus korialis dari sediaan yang diperoleh dari kerokan, dapat membawa
pikiran ke arah kehamilan ektopik.
c. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.
Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-
perubahan pada tuba.
d. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Akan tetapi pemeriksaan
ini memerlukan orang yang berpengalaman dalam menginterpretasikan hasilnya.
Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa
di kanan atau kiri uterus, apakah kavum Douglasi berisi cairan.
e. Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak
besar di Kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks ditarik
ke atas dan keluar. Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa, maka hal ini
dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina. Bila
darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif
karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk. Jika hasil
kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh karena dengan
tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah yang terkumpul di
kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.
f. Histerosalpingografi dan tes pitosin
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.
Diagnosis KE Ovarium cukup sulit dilakukan mengingat gejala klinis hampir
sama dengan KE pada tuba. Sehingga diagnosis KE Ovarium biasanya ditegakkan
intra operatif dengan menggunakan kriteria dengan Kriteria Spigelberg

13
digunakan untuk diagnosis intraoperatif yaitu : tuba fallopi utuh pada sisi yang
terkena, kantung janin harus menempati posisi ovarium pada sisi yang terkena,
ovarium terhubung ke rahim oleh ligamentum ovarium, jaringan ovarium harus
diletakkan di dinding kantung, yang dikonfirmasi oleh histopatologi.

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosa diferensial dari kehamilan ektopik yaitu:1,5


1) Infeksi pelvik
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah mengenai amenorrhea. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat
diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik
perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,50C, selain itu leukositosis lebih
tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan
hasil negatif.
2) Abortus imminens/ inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah
sesudah amenorrhea, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih
menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan
gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3) Tumor ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4) Ruptur korpus luteum
Ruptur korpus luteum merupakan fenomena umum dengan presentasi mulai dari
tanpa gejala sampai gejala meniru abdomen akut dan sekuele bervariasi. Resolusi
mungkin spontan (paling sering); perdarahan intraperitoneal dan kematian dapat
terjadi. Meskipun kebanyakan pasien hanya membutuhkan observasi, beberapa
membutuhkan laparoskopi atau laparotomi untuk mencapai hemostasis.

14
5) Salpingitis akut
Salpingitis adalah inflamasi pada tuba fallopi. Salpingitis (biasanya bilateral)
menjalar ke ovarium hingga juga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis
diberi nama adnexitis. Salpingitis akut, tuba menjadi merah dan bengkak dan
sekretnya banyak hingga dinding dalam tuba dapat menempel jadi satu. Paling
sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococus,
streptococus dan bakteri TBC. Kasus salpingitis yang ringan mungkin tidak ada
gejala. Saat gejala muncul, biasanya muncul setelah periode menstruasi. Gejala
yang biasa muncul adalah:
 Suhu tubuh tinggi
 Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan
 Mual dan muntah, ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsangan
peritoneum
 Toucher: nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus,
kadang-kadang ada penebalan dari tuba, tuba yang sehat tidak dapat
diraba.
 Nyeri saat menstruasi
 Nyeri saat coitus
 Secret purulen di ostium serviks pada pemeriksaan inspekulo

Infeksi dapat menyebar ke bagian lain lewat kelenjar limfe. Organisme


penyebab infeksi ini diperkirakan mencapai tuba falopii dan ovarium yang
sebelumnya sudah cidera tersebut lewat cairan limfe atau darah. Pada salah satu
dari dua kasus tubo-ovarium yang menjadi komplikasi dalam pertengahan
kehamilan dan dirawat di RS dilakukan histerektomi di samping salpingo-
ooforektomi bilateral. Pasien yang menderita salpingitis periodik akan timbul
kerusakan tuba yang irreversible sehingga menyebabkan hidrosalping, piosalping
atau abses tubo ovarium. Waktu yang terbaik untuk pembedahan adalah saat
proses inflamasi menghilang secara maksimal diantara rekurensi. Pasien dapat
disembuhkan setelah menjalani proses kesembuhan pasca bedah yang sangat
rumit. Walaupun terjadi perlekatan yang luas dalam rongga panggul akibat infeksi

15
pelvis sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang berarti selama
kehamilannya.

6) Appendicitis akut
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.

Tabel 1 Diagnosis Banding KET2

Sumber : FKUI,2001

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara


lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan
kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu,
perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu
dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan
kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien
dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok. Seorang pasien
yang terdiagnosis dengan kehamilan ektopik dan masih dalam kondisi baik dan
tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.6

16
a. Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75%
pasien pada kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar β-hCG.
Penurunan kadar β-hCG diobservasi ketat dengan penatalaksanaan ekspektasi,
kehamilan ektopik dini dengan kadar stabil atau cenderung turun. Oleh sebab itu,
tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan
seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut: 1)
kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan tuba, 3)
tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik
tidak melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG awal harus
kurang dari 1000 mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm.
Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan
tuba.1,6
b. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas
nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam
rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak
memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan
intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang
normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara
medis.1,6
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya

17
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya,
kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula
bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka
kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di
atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien
harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan
terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya
methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara
lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.
Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan
dalam literatur antara lain kadar -hCG, progesteron, aktivitas jantung janin,
ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga
peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar -hCG-lah
yang bermakna secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan
-hCG serial dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian
methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomenyang diakibatkan
pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan
hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgetik nonsteroidal. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan
tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma,
sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Kadar -hCG umumnya tidak
berhasil terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian methotrexate. Setelah
terapi β-hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya dibawah 5
mIU/mL.5
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari

18
pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin
ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg
(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate
dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat
pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.6

2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5
hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan
kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.6
3. Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan
melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam
menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap
lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa
tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.6
c. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba,
yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan
pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif
mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Pada
kehamilan ektopik ovarium dapat dilakukan pembedahan radikal yaitu
oovorectomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat

19
dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien syok atau
tidak stabil, maka tidak dapat dilakukan pembedahan per laparoskopi.1,6

1. Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang


berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per
laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan
pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup
methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih
singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah.
Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka
kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda
secara bermakna.1,6

2. Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.6

3. Salpingektomi

20
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan
ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau
manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6)
perdarahan berlanjut pasca salpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8)
kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi
massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan
penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan
pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan
massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.1

4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi


Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong
dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan.2
5. Oovorectomi
Bila terjadi kehamilan pada ovarium maka dapat dilakukan prosedur oovorectomi
partial atau bilateral, yaitu pengangkatan ovarium yang menjadi tempat nidasi dari
ovum.

2.11 Pencegahan

21
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang
merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan
mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman
akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya
dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat
menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko
terjadinya kehamilan ektopik.5

Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat
mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan
tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk
mencegah komplikasi kehamilan ektopik.

2.12 Prognosis

Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca


penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami
kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.2

Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat
melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui
saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka
terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga.
Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka
kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian
spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat.6

BAB 3

22
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Ny.LB

Tanggal lahir/Umur : 23 Maret 1984 (35 tahun)

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Kristen

Status pernikahan : Menikah

Alamat : Bakunase

Tanggal MRS : 31-11-2019 jam 11.30 WITA

No RM : 386975

3.2 Anamnesa (31-11-2019)

Keluhan utama : Nyeri perut hebat sejak 13 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang sendiri dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 13 jam
SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Keluhan keluar
darah dari jalan lahir (-). 15 hari SMRS pasien mengaku sempat keluar darah
lewat jalan lahir, yang menurut pasien seperti darah haid, berwarna merah segar.
Riwayat trauma (-). Pasien mengaku tidak mengetahui bahwa sedang hamil.
Pasien juga mengeluhkan mual sejak 4 jam SMRS. riwayat pingsan (-) Riwayat
merokok (-). Keluhan seperti ini baru dirasakan pertama kali

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), infeksi panggul (-),
IMS (-)

Riwayat penyakit keluarga :

23
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)

Riwayat kontrasepsi :

Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi

Riwayat ANC : -

Riwayat Menstruasi :

Menarche 15 tahun siklus 30 hari lama haid 3 hari

Riwayat persalinan :

1. 9 bulan/spontan/PKM/Bidan/2700 gram/L/15 tahun/Sehat


2. 9 bulan/spontan/PKM/Bidan/3200 gram/L/ (+) usia 1 tahun
3. 9 bulan/spontan /PKM/bidan/2800 gram/P/12 tahun/ sehat
4. 9 bulan/ spontan/RS/Bidan/3000/L/4 tahun/ sehat
5. Hamil ini :
HPHT : ibu lupa (ibu tidak tahu sedang hamil)

3.3 Pemeriksaan Fisik (30 Oktober 2019)

Status Generalis

• Keadaan umum : tampak lemas


• Kesadaran : (GCS E4V5M6)
• TTV :
TD : 110/70 mmHg

S : 37,0°C

N : 80x/menit

RR : 18x/menit

SpO2 : 99%

• Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

24
• Leher : Pembesaran KGB -/-, pembesaran kel. tiroid (-)
• Thoraks :
– Cor : S1S2 T/R, gallop (-), murmur (-)
– Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
• Abdomen

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : BU (+) kesan normal

Palpasi : tegang, nyeri tekan (+)

Perkusi : shifting dullnes (+)

• Ekstremitas

Akral hangat (+/+), Edema esktremitas inferior/superior -/- , CRT >2”

Status Ginekologi :

• VT : Fluxus (-), Fluor (-), Portio tertutup, licin, Nyeri goyang (+), Corpus
Uteri anteflexi, corpus uteri tidak membesar, adneksa parametrium massa

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Hb 12,8 g/dl 12.0-16.0

Hematokrit 37,6 % 37.0- 47.0

MCV 75,7 fL 81.0- 96.0

MCH 25,8 pg 27.0- 36.0

Leukosit 11,19 10^3/ul 4.0-10.0

Trombosit 225 10^3/ul 150-400

25
PT 10,3 detik 10,8-14,4

APTT 24,1 detik 26,4-37,6

USG (30 Oktober 2019)

Kesipulan :

26
• Tampak uterus dengan kontur dan tekstur dalam batas normal, tak tampak
GS intrauterin, endometrial line (+)

• Tampak cairan bebas pada cavum douglas dan morisson pouch (+)

• Kesan : KET

3.5 Assesment
KET
3.6 Planning
CITO LAPAROTOMI EKSPLORASI

3.7 Laporan Operasi


a. Pasien tidur di atas meja operasi dalam posisi anestesi
b. Aseptik antiseptik daerah tindakan
c. Tutup dengan duk steril
d. Insisi daerah abdomen pfanelstein diperdalam lapis demi lapis
samai cavum abdomn terbuka, keluar darah.
e. Tampak uterus dalam batas normal
f. Kedua tuabe dalam batas normal. Dilakukan sterilisasi
g. Tampak ovarium kiri ruptur, dilakukan partial ovorectomi sinistra
h. Ovarium kanan dbn
i. Rawat perdarahan
j. Cuci cavum abdomen
k. Tutup dinding abdomen lapis demi lapis

Gambar 3.1 A.Foto Durante Operasi (Tampak Ovarium Sinistra


Ruptur Dengan Perdarahan Aktif), B. Jaringan Ovarium Sinistra
Dan Jaringan Tuba Bilateral

27
a b
Diagnosis post bedah :

Post ovorectomi partial sinistra atas indikasi KET + MOW

3.8 Follow-up

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


31-10- S : Pasien mengeluhkan nyeri di bekas P:
2019 operasi, kentut (+)
- IVFD RL 20 tpm
O : Kesadaran compos mentis GCS 15 - Cefadroxil 2 x 500mg
- Inj. Ketorolac 3x30mg
(E4V5M6) - Inj. Kalnex 3 x 500mg
- Livron 2x1
Tekanan Darah : 110/80 mmHg - Sore aff DC dan infus
- A. Mefenamat 3x500
Nadi : 88 x/menit - Inj. Kalnex stop
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
Post oforectomi sinistra + MOW a/i KET H1
01-11- S: nyeri di bekas operasi berkurang P : Kaltrofen supp/8 jam
2019 O : Kesadaran compos mentis GCS 15
- Cefadroxil 2 x 500mg
(E4V5M6) - Livron 2x1
- A. Mefenamat 3x500
Tekanan Darah : 100/60 mmHg

28
Nadi : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,7°C

A : Post oforectomi sinistra + MOW a/i


KET H2
02-11- S: - P:
2019 O :. Kesadaran compos mentis GCS 15 - Rawat luka
(E4V5M6) BPL

Tekanan Darah : 120/80 mmHg


Nadi : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,6°C
SpO2 : 97%

A : Post oforectomi sinistra + MOW a/i


KET H3

BAB 4

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur


yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET)(1). Kehamilan ovarium adalah salah
satu jenis kehamilan ekstrauterin yang paling langka yang memiliki prevalensi
mulai dari 1: 7000 hingga 1: 70.000 yang mencakup hampir 3% dari semua kasus

29
ektopik [1]. Biasanya diakhiri oleh ruptur pada trimester pertama dan karena
peningkatan vaskularisasi jaringan ovarium menyebabkan perdarahan internal dan
status syok hipovolemik.

Gejala klinis KET secara umum adalah nyeri tergantung ada atau tidaknya
perdarahan intra-abdominal, perdarahan, amenorea sekunder tidak selalu terdapat
dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti
sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada ,pusing, pandangan
berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus
KETbiasanya karena syok hipovolemik. Pada pemeriksaan ditemukan adanya
abdomen tegang karena perdarahan intraabdomen, nyeri goyang servik terdapat
pada 75% kasus kehamilan ektopik, dan teraba masa adneksa ─ Massa unilateral
pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat
ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele).

Pada kasus ini datang pasien wanita usia 35 tahun datang ke RS dengan
keluhan nyeri perut bawah hebat sejak ± 13 jam SMRS. Nyeri perut dirasakan
semakin memberat. Pasien lupa haid terakhirnya namun menurut pasien tanggal
pasien sempat keluar darah lewat jalan lahir yang menurut pasien merupakan
haid.saat datang pasien tidak mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir. Pasien
juga mengeluhkan mual sejak 13 jam SMRS. Kemudiaan dilakkan pemeriksaan
dalam ditemukan Fluxus (-), Fluor (-), Portio tertutup, licin, Nyeri goyang (+),
Corpus Uteri anteflexi, corpus uteri tidak membesar, adneksa parametrium massa
(-/-), nyeri adnexa (-), cavum douglas menonjol. Setelah dilakukan pemeriksaan
lab, didapatkan pemeriksaan PST (+) yang mendukung kecurigaan KET yaitu
plano test (+) kemudian dilakukan USG untuk memastikan kecurigaan KET
didapatkan uterus dengan kontur dan tekstur dalam batas normal, tak tampak GS
intrauterin, endometrial line (+), Tampak cairan bebas pada cavum douglas dan
morisson pouch (+) dengan Kesan : KET, sehingga diputuskan untuk dilakukan
laparotomi. Saat diinsisi daerah abdomen pfanelstein sampai cavum abdomn
terbuka, keluar darah ±600cc kedua tuba dalam batas normal. Dilakukan sterilisasi
(tubektomi), Tampak ovarium kiri ruptur, dilakukan partial ovorectomi sinistra.

30
Diagnosis kehamilan ovarium ditegakkan dengan Kriteria Spigelberg
digunakan untuk diagnosis intraoperatif: tuba fallopi utuh pada sisi yang terkena,
kantung janin harus menempati posisi ovarium pada sisi yang terkena, ovarium
terhubung ke rahim oleh ligamentum ovarium, jaringan ovarium harus diletakkan
di dinding kantung, yang dikonfirmasi oleh histopatologi.

Perawatan medis dan konservatif juga telah diperkenalkan dalam beberapa


tahun terakhir untuk mencegah kehilangan jaringan ovarium, adhesi panggul dan
untuk menjaga kesuburan pasien. Ini termasuk pemberian mifepristone untuk
pasien yang didiagnosis menggunakan USG transvaginal, prostaglandin F2a
parenteral dan pengobatan MTX untuk kasus yang tidak pecah yang terdeteksi
dengan laparoskopi [11, 19]. Tinjauan data menunjukkan bahwa pengobatan
MTX dipilih setelah diagnosis dan deteksi yang jelas dari lokalisasi kasus ektopik
dengan laparoskopi dan oleh karena itu laparoskopi dinyatakan sebagai prosedur
diagnostik pendukung [22]. Dalam kasus di mana kantung kehamilan lebih rendah
dari 30 mm, tanpa aktivitas jantung janin, dan kurang dari 6 minggu, pengobatan
MTX didukung secara khusus dan lebih unggul daripada operasi karena tidak
mengganggu kesuburan [23].

Pada pasien ini dilakukan tatalaksana operatif mengingat telah terjadi


perdarahan intraabdomen akibat ruptur dari ovarium sinistra, sekaligus dilakukan
tindakan tubektomi.

BAB 5

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien wanita berusia 35 tahun dengan diagnosis KET Ovarium.
Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien dirawat selama 3 hari setelah dilakukan
laparotomi eksplorasi dan pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 02
November 2019 dalam keadaan baik dan keluhan membaik.

31
Daftar Pustaka

32
1. Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21st ed. New
York: McGraw-Hills. 2001.p.883-910.
2. Anthonius BM. Kehamilan Ektopik. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2001.324-67.
3. Rustam MPH. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC.2003.h.226-35.

4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Ilmu


Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.h. 323-338.
5. Bader TJ. Ectopic Pregnancy. Ob/Gyn Secrets. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier-Mosby.2005.p.109.
6. Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.
American Academy of Family Physician.2005.p.1707-14

33

Anda mungkin juga menyukai