PENDAHULUAN
1
Keterlambatan diagnosis KE dapat meyebabkan meningkatkan mortalitas
ibu. Biasanya ibu datang ke RS dengan keadaan hemoperitoneum dan telah terjadi
ruptur (KET). Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai seorang wanita 32
tahun dengan KET ovarium.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
(saluran tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut akan berimplantasi
(melekat) pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik,
telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak
semestinya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.
Sering disebut juga kehamilan ekstrauterin. 1
3
Gambar 2.1. Lokasi Kehamilan Ektopik
2.3 Epidemiologi
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun
secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangan alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik
terjadi pada 1 dan 64 hingga 1 dan 241 kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan
ektopik didapatkan pada multigravida.1 Pada penelitian oleh Budi Santoso pada
tahun 2008-2010 didapatkan penderita kehamilan ektopik berjumlah 99 dari 2090
wanita hamil yang pernah berobat ataupun periksa di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dengan persentase sebesar 4,73%. Hasil prasurvey melalui data medical
record, angka kejadian kehamilan ektopik di RSIA Anugerah Medical Centerpada
tahun 2015 terdapat 112 kasus (9,02%) kehamilan ektopik dari 1.241 ibu bersalin
4
Kehamilan ovarium adalah salah satu jenis kehamilan ekstrauterin yang
paling langka yang memiliki prevalensi mulai dari 1: 7000 hingga 1: 70.000 yang
mencakup hampir 3% dari semua kasus ektopik.
2.4 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum
diketahui secara jelas. Beberapa faktor yang berisiko untuk terjadinya kehamilan
ektopik:1,2
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain:
Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopiii.
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.
Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional2
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal.
Refluks menstruasi.
Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron.
5
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain, seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
2.5 Patogenesis
Proses implantasi ovum pada ovarium maupun tuba pada dasarnya sama
dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi
interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan
masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.3
6
hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah:1
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh
vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna,
seluruh hasil konsepsi dikeluarkan rnelaui ujung fimbrae tuba ke dalarn
kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.2
3. Ruptur
Penyebab utama dan ruptur tuba adalah penembusan dinding viii korialis
ke dalam lapisan tempat nidasi embrio terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering
terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada parsi
ntersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan
vagina.
Hipotesis terjadinya kehamilan ovarim adalah
a. terlambatnya proses pelepasan sel telur
b. Penebalan tunika albuginea.
c. Disfungsi tuba.
d. Alat kontrasepsi intrauterin (misalnya, IUD).
2.6 Faktor Resiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:4
7
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15%
setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.
8
Faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik ovarium ialah : riwayat penggunaan
IUCD, penyakit radang panggul (PID), infeksi menular seksual (IMS),
penggunaan teknologi reproduksi yang dibantu, operasi panggul sebelumnya,
endometriosis, kehamilan ektopik sebelumnya, salpingitis, usia ibu lanjut,
multiparitas, dan lebih jarang, infertilitas Penyebab aktual implantasi abnormal
tidak jelas. Beberapa teori menyatakan bahwa implantasi abnormal yang terjadi
pada OEP adalah hasil dari yang berikut:
9
4. Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
a. Gejala
Nyeri ─ Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat. Nyeri dapat
bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar. Nyeri subdiafragma
atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
10
b. Tanda-tanda
Ketegangan abdomen
Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada
80% kasus kehamilan ektopik terganggu
Nyeri goyang potrio (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75%
kasus kehamilan ektopik.
Masa adneksa ─ Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½
kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi
(hematocele)
2.8 Diagnosis
11
Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi
kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).
Tanda Cullen
Sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
Pada pemeriksaan ginekologik terdapat :
o Adanya nyeri goyang. Dengan menggerakkan porsio ibu akan merasa
sangat nyeri.
o Douglas crise, yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
o Kavum Douglasi teraba menonjol. Hal ini terjadi karena terkumpulnya
darah.
o Teraba massa retrouterina (massa pelvis).
o Pervaginam keluar decidual cast.
o Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan intra
abdominal (shifting dullness).
3. Pemeriksaan laboratorium:5
Pemeriksaan Hb seri tiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
Adanya leukositosis
4. Pemeriksaan penunjang lainnya:5
a. Tes kehamilan (plano test)
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG
positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali
lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya
peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya
peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan
adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
b. Dialatasi dan kerokan
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik. Biasanya
kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorrhea terjadi perdarahan yang cukup
lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan
abortus inkompletus, perdarahan disfungsional, dan lain-lain.Ditemukan desidua
12
tanpa villus korialis dari sediaan yang diperoleh dari kerokan, dapat membawa
pikiran ke arah kehamilan ektopik.
c. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.
Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-
perubahan pada tuba.
d. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Akan tetapi pemeriksaan
ini memerlukan orang yang berpengalaman dalam menginterpretasikan hasilnya.
Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa
di kanan atau kiri uterus, apakah kavum Douglasi berisi cairan.
e. Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak
besar di Kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks ditarik
ke atas dan keluar. Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa, maka hal ini
dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina. Bila
darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif
karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk. Jika hasil
kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh karena dengan
tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah yang terkumpul di
kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.
f. Histerosalpingografi dan tes pitosin
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.
Diagnosis KE Ovarium cukup sulit dilakukan mengingat gejala klinis hampir
sama dengan KE pada tuba. Sehingga diagnosis KE Ovarium biasanya ditegakkan
intra operatif dengan menggunakan kriteria dengan Kriteria Spigelberg
13
digunakan untuk diagnosis intraoperatif yaitu : tuba fallopi utuh pada sisi yang
terkena, kantung janin harus menempati posisi ovarium pada sisi yang terkena,
ovarium terhubung ke rahim oleh ligamentum ovarium, jaringan ovarium harus
diletakkan di dinding kantung, yang dikonfirmasi oleh histopatologi.
14
5) Salpingitis akut
Salpingitis adalah inflamasi pada tuba fallopi. Salpingitis (biasanya bilateral)
menjalar ke ovarium hingga juga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis
diberi nama adnexitis. Salpingitis akut, tuba menjadi merah dan bengkak dan
sekretnya banyak hingga dinding dalam tuba dapat menempel jadi satu. Paling
sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococus,
streptococus dan bakteri TBC. Kasus salpingitis yang ringan mungkin tidak ada
gejala. Saat gejala muncul, biasanya muncul setelah periode menstruasi. Gejala
yang biasa muncul adalah:
Suhu tubuh tinggi
Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan
Mual dan muntah, ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsangan
peritoneum
Toucher: nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus,
kadang-kadang ada penebalan dari tuba, tuba yang sehat tidak dapat
diraba.
Nyeri saat menstruasi
Nyeri saat coitus
Secret purulen di ostium serviks pada pemeriksaan inspekulo
15
pelvis sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang berarti selama
kehamilannya.
6) Appendicitis akut
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.
Sumber : FKUI,2001
2.10 Penatalaksanaan
16
a. Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75%
pasien pada kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar β-hCG.
Penurunan kadar β-hCG diobservasi ketat dengan penatalaksanaan ekspektasi,
kehamilan ektopik dini dengan kadar stabil atau cenderung turun. Oleh sebab itu,
tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan
seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut: 1)
kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan tuba, 3)
tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik
tidak melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG awal harus
kurang dari 1000 mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm.
Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan
tuba.1,6
b. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas
nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam
rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak
memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan
intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang
normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara
medis.1,6
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya
17
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya,
kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula
bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka
kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di
atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien
harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan
terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya
methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara
lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.
Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan
dalam literatur antara lain kadar -hCG, progesteron, aktivitas jantung janin,
ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga
peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar -hCG-lah
yang bermakna secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan
-hCG serial dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian
methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomenyang diakibatkan
pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan
hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgetik nonsteroidal. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan
tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma,
sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Kadar -hCG umumnya tidak
berhasil terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian methotrexate. Setelah
terapi β-hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya dibawah 5
mIU/mL.5
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari
18
pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin
ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg
(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate
dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat
pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.6
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5
hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan
kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.6
3. Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan
melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam
menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap
lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa
tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.6
c. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba,
yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan
pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif
mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Pada
kehamilan ektopik ovarium dapat dilakukan pembedahan radikal yaitu
oovorectomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat
19
dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien syok atau
tidak stabil, maka tidak dapat dilakukan pembedahan per laparoskopi.1,6
1. Salpingostomi
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.6
3. Salpingektomi
20
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan
ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau
manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6)
perdarahan berlanjut pasca salpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8)
kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi
massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan
penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan
pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan
massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.1
2.11 Pencegahan
21
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang
merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan
mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman
akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya
dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat
menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko
terjadinya kehamilan ektopik.5
Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat
mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan
tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk
mencegah komplikasi kehamilan ektopik.
2.12 Prognosis
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat
melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui
saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka
terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga.
Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka
kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian
spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat.6
BAB 3
22
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny.LB
Agama : Kristen
Alamat : Bakunase
No RM : 386975
Pasien datang sendiri dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 13 jam
SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Keluhan keluar
darah dari jalan lahir (-). 15 hari SMRS pasien mengaku sempat keluar darah
lewat jalan lahir, yang menurut pasien seperti darah haid, berwarna merah segar.
Riwayat trauma (-). Pasien mengaku tidak mengetahui bahwa sedang hamil.
Pasien juga mengeluhkan mual sejak 4 jam SMRS. riwayat pingsan (-) Riwayat
merokok (-). Keluhan seperti ini baru dirasakan pertama kali
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), infeksi panggul (-),
IMS (-)
23
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat kontrasepsi :
Riwayat ANC : -
Riwayat Menstruasi :
Riwayat persalinan :
Status Generalis
S : 37,0°C
N : 80x/menit
RR : 18x/menit
SpO2 : 99%
24
• Leher : Pembesaran KGB -/-, pembesaran kel. tiroid (-)
• Thoraks :
– Cor : S1S2 T/R, gallop (-), murmur (-)
– Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
• Abdomen
Inspeksi : Cembung
• Ekstremitas
Status Ginekologi :
• VT : Fluxus (-), Fluor (-), Portio tertutup, licin, Nyeri goyang (+), Corpus
Uteri anteflexi, corpus uteri tidak membesar, adneksa parametrium massa
Pemeriksaan laboratorium
25
PT 10,3 detik 10,8-14,4
Kesipulan :
26
• Tampak uterus dengan kontur dan tekstur dalam batas normal, tak tampak
GS intrauterin, endometrial line (+)
• Tampak cairan bebas pada cavum douglas dan morisson pouch (+)
• Kesan : KET
3.5 Assesment
KET
3.6 Planning
CITO LAPAROTOMI EKSPLORASI
27
a b
Diagnosis post bedah :
3.8 Follow-up
28
Nadi : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,7°C
BAB 4
29
ektopik [1]. Biasanya diakhiri oleh ruptur pada trimester pertama dan karena
peningkatan vaskularisasi jaringan ovarium menyebabkan perdarahan internal dan
status syok hipovolemik.
Gejala klinis KET secara umum adalah nyeri tergantung ada atau tidaknya
perdarahan intra-abdominal, perdarahan, amenorea sekunder tidak selalu terdapat
dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti
sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada ,pusing, pandangan
berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus
KETbiasanya karena syok hipovolemik. Pada pemeriksaan ditemukan adanya
abdomen tegang karena perdarahan intraabdomen, nyeri goyang servik terdapat
pada 75% kasus kehamilan ektopik, dan teraba masa adneksa ─ Massa unilateral
pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat
ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele).
Pada kasus ini datang pasien wanita usia 35 tahun datang ke RS dengan
keluhan nyeri perut bawah hebat sejak ± 13 jam SMRS. Nyeri perut dirasakan
semakin memberat. Pasien lupa haid terakhirnya namun menurut pasien tanggal
pasien sempat keluar darah lewat jalan lahir yang menurut pasien merupakan
haid.saat datang pasien tidak mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir. Pasien
juga mengeluhkan mual sejak 13 jam SMRS. Kemudiaan dilakkan pemeriksaan
dalam ditemukan Fluxus (-), Fluor (-), Portio tertutup, licin, Nyeri goyang (+),
Corpus Uteri anteflexi, corpus uteri tidak membesar, adneksa parametrium massa
(-/-), nyeri adnexa (-), cavum douglas menonjol. Setelah dilakukan pemeriksaan
lab, didapatkan pemeriksaan PST (+) yang mendukung kecurigaan KET yaitu
plano test (+) kemudian dilakukan USG untuk memastikan kecurigaan KET
didapatkan uterus dengan kontur dan tekstur dalam batas normal, tak tampak GS
intrauterin, endometrial line (+), Tampak cairan bebas pada cavum douglas dan
morisson pouch (+) dengan Kesan : KET, sehingga diputuskan untuk dilakukan
laparotomi. Saat diinsisi daerah abdomen pfanelstein sampai cavum abdomn
terbuka, keluar darah ±600cc kedua tuba dalam batas normal. Dilakukan sterilisasi
(tubektomi), Tampak ovarium kiri ruptur, dilakukan partial ovorectomi sinistra.
30
Diagnosis kehamilan ovarium ditegakkan dengan Kriteria Spigelberg
digunakan untuk diagnosis intraoperatif: tuba fallopi utuh pada sisi yang terkena,
kantung janin harus menempati posisi ovarium pada sisi yang terkena, ovarium
terhubung ke rahim oleh ligamentum ovarium, jaringan ovarium harus diletakkan
di dinding kantung, yang dikonfirmasi oleh histopatologi.
BAB 5
PENUTUP
Telah dilaporkan pasien wanita berusia 35 tahun dengan diagnosis KET Ovarium.
Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien dirawat selama 3 hari setelah dilakukan
laparotomi eksplorasi dan pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 02
November 2019 dalam keadaan baik dan keluhan membaik.
31
Daftar Pustaka
32
1. Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21st ed. New
York: McGraw-Hills. 2001.p.883-910.
2. Anthonius BM. Kehamilan Ektopik. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2001.324-67.
3. Rustam MPH. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC.2003.h.226-35.
33