Anda di halaman 1dari 2

1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan industri kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan permintaan atas penyediaan minyak
nabati dan penyediaan biofuel bersumber dari crude palm oil (CPO) yang berasal dari kelapa sawit.
Kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar lebih tinggi dibandingkan
dengan kedelai yang hanya 2 ton/hektar. Potensi ini terjadi karena Indonesia memiliki lahan yang
luas, ketersediaan tenaga kerja, dan kesesuian agroklimat. Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit
telah mendorong tumbuhnya industri-industri pengolahan, diantaranya pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang menghasilkan CPO. Pabrik minyak kelapa sawit merupakan industri pengolahan yang
menghasilkan residu pengolahan berupa limbah. Menurut Naibaho (1996), PMKS hanya
menghasilkan 25-30% produk utama berupa 20-23% CPO dan 5-7% inti sawit (kernel). Sementara
sisanya sebanyak 70-75% adalah limbah.
Limbah yang dihasilkan oleh pengolahan PMKS berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah
gas yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berkisar
antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS) (Naibaho, 1999). Dengan perkiraan nilai di atas,
limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS di Indonesia dapat mencapai ratusan juta ton. Limbah ini
merupakan sumber pencemaran potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut
untuk melakukan pengolahan limbah melalui berbagai pendekatan teknologi pengolahan limbah.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh Indonesia beberapa tahun ini adalah keterbatasan bahan
bakar minyak (BBM) yang digunakan sebagai sumber energi. Peningkatan permintaan energi yang
disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia
memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi
terbarukan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun
2005 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif yang dimaksud adalah biogas.
Biogas adalah gas produk akhir degradasi bahan organik secara anaerobik oleh bakteri
metanogen. Bahan baku pembuatan biogas dapat berasal dari berbagai material organik, seperti feses
sapi, feses kuda, batang dan daun jagung, jerami dan sekam padi, bahkan limbah yang mengandung
material organik tinggi. Oleh karena itu, biogas merupakan salah satu cara pemanfaatan limbah yang
potensial dan dapat dikembangkan baik di negara maju maupun di negara berkembang melalui
berbagai teknologi pengolahan limbah. Pengolahan limbah menjadi biogas juga dapat dimanfaatkan
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB) dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari untuk lampu penerangan dan kegiatan memasak.
Proses fermentasi anaerobik berlangsung dalam suatu digester dengan bantuan bakteri untuk
menghasilkan biogas. Proses ini dapat dilakukan secara batch atau kontinyu. Pada proses secara
kontinyu, setiap harinya substrat dimasukkan dengan laju alir tertentu sesuai masa retensi. Substrat
berasal dari suatu material yang kaya akan bahan organik dan dicampurkan oleh lumpur aktif yang
berasal dari feses sapi segar sebagai aktivator. Salah satu bahan organik yang memiliki potensi cukup
besar adalah limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Reaksi pembentukan biogas terdiri dari empat
tahapan reaksi yang membutuhkan kondisi optimum berbeda-beda pada tiap tahapnya, kemudian
biogas akan terbentuk dan mendorong cairan sisa fermentasi keluar dari digester yang biasa disebut
sebagai sludge. Akibat dari perbedaan kondisi optimum ini seringkali pembentukan biogas menjadi
terhambat dan sludge yang dihasilkan masih berpotensi untuk menghasilkan biogas. Sebagai upaya
1
untuk mengoptimalkan produksi biogas, proses fermentasi dilakukan pada dua digester yang saling
berhubungan. Salah satunya dapat dilakukan dengan merangkai digester saling berhubungan secara
dua tahap, yaitu digester tahap I dan digester tahap II.
Untuk mewujudkan dan merealisasikan pengolahan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas
yang lebih optimal, maka diperlukan penelitian guna memproduksi biogas berbahan baku limbah cair
CPO menggunakan digester dua tahap. Limbah cair yang digunakan sebagai model dalam penelitian
ini diperoleh dari PTPN VIII Kertajaya, Banten. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi alternatif dalam mengatasi limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan CPO dan juga dapat
menghasilkan energi alternatif pengganti BBM secara lebih optimal.

1.2 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui volume gas yang dihasilkan oleh campuran limbah cair dan lumpur aktif dari feses
sapi segar, serta prosentase peningkatan produksi biogas pada digester tahap II dibandingkan
digester tahap I.
2. Mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi gas berbagai kombinasi (limbah cair
dan lumpur aktif) pada digester tahap I dan digester tahap II.
3. Mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap nilai pH berbagai kombinasi (limbah cair dan
lumpur aktif) pada digester tahap I dan digester tahap II.
4. Mengetahui pengaruh kombinasi limbah cair dan lumpur aktif terhadap nilai total volatile solid
(TVS) akhir pada digester tahap I dan digester tahap II.

Anda mungkin juga menyukai