Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI ASAM NUKLEAT

Kireyna Angela – 1806148492

Biologi Molekuler 01

ABSTRAK

Asam nukleat adalah makromolekul biokimia yang kompleks dan tersusun atas rantai nukleotida yang
mengandung informasi genetik. Dalam semua sel hidup, asam nukleat dapat berupa asam
deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). Pengaplikasian asam nukleat dalam kehidupan
makhluk hidup dilakukan melalui perekayasaan gen yang bertujuan untuk merubah sifat biologis suatu
organisme sehingga dapat menghindari atau memberikan tindakan preventif pada kelainan genetik
pada keturunan. Beberapa teknik di bidang biologi molekuler yang mendasar telah dikembangkan
untuk melacak adanya urutan DNA yang spesifik dari mikroorganisme tertentu yang mana hal ini
memungkinkan untuk dipakai sebagai sarana diagnostik. Bidang-bidang dalam aplikasi asam nukleat,
antara lain bidang pertanian dan peternakan; bidang kedokteran dan farmasi; serta bidang forensik.

Kata kunci: Asam nukleat, nukleotida, DNA, RNA, genetik, organisme, diagnostik, forensik

1. Bidang Pertanian dan Peternakan


1.1 Genetically Modified Organism (GMO)
Genetically Modified Organism (GMO), atau organisme transgenik adalah organisme
yang genomnya telah direkayasa untuk mendukung ekspresi sifat fisiologis yang diinginkan
atau produksi produk biologi yang diinginkan. Dalam produksi konvensional peternakan,
pertanian tanaman pangan, dan bahkan peternakan hewan peliharaan, GMO
dikembangbiakkan untuk menghasilkan keturunan yang memiliki sifat unggul yang
diinginkan. Teknologi genetik rekombinan yang digunakan untuk menghasilkan organisme
yang genomnya telah diubah pada tingkat molekuler. Biasanya dengan cara memasukkan
gen dari spesies yang tidak terkait dengan organisme tersebut, untuk mengkode sifat-sifat
baru.
GMO menggunakan metode ilmiah yang mencakup teknologi DNA rekombinan dan
kloning reproduksi. Teknologi DNA rekombinan melibatkan penyisipan satu atau lebih gen
individu dari suatu organisme ke dalam DNA spesies lain. Sedangkan teknologi kloning
reproduksi menghasilkan keturunan yang secara genetik identik dengan oran gtua dengan
transfer donor seluruh inti ke dalam sitoplasma dari telur inang.
GMO yang lebih spesifik terkait makanan dan pangan disebut Genetically Modified
Food (GMF). GMF secara umum dikembangkan dengan tujuan yang hampir sama dengan
tanaman transgenik. Contohnya seperti buah tomat yang direkayasa dengan antisens
sehingga memperlambat pembusukan. Setelah mengklon gen tomat yang mengkode
enzim yang bertanggung jawab atas pematangan, para peneliti mempersiapkan suatu gen
yang untai cetakannya memiliki urutan basa yang komplementer dengan gen normal –
dengan kata lain, versi antisens gen tersebut. Ketika disambung ke dalam DMA tumbuhan
tomat, gen antisens ditranskripsi menjadi RNA yang komplementer dengan gen
pematangan mRNA. RNA antisens terikat dengan mRNA normal yang menghalangi
sintesis enzim tersebut. Tomat hasil rekayasa ini menghasilkan hanya sekitar 1% dari
jumlah normal enzim dan jarang sekali matang sebelum sampai di pasar.

1.2 Kloning
Kloning mengacu pada produksi jumlah besar molekul DNA identik dan biasanya
melibatkan penggunaan sel bakteri sebagai sel host untuk DNA, walaupun kloning dapat
dilakukan dalam sel eukariotik juga. kloning cDNA mengacu pada produksi suatu
perpustakaan DNA kloning (DNA library) yang mewakili semua mRNA dalam sel atau
jaringan tertentu (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997). Kloning genom mengacu pada
produksi suatu perpustakaan DNA kloning mewakili seluruh genom suatu organisme
tertentu. Dari salah satu dari jenis DNA library dapat berasal dari isolat (dengan berbagai
protokol skrining) suatu cDNA clone tunggal atau gen.
Dalam rangka untuk mengkloning baik cDNA atau salinan gen vektor diperlukan untuk
membawa DNA kloning. Vektor yang digunakan dalam biologi molekul dari dua kelas
dasar. Satu kelas vektor berasal dari plasmid bakteri, plasmid adalah DNA circuler
ditemukan pada bakteri yang bereplikasi secara autosomal dari genom inang. DNA ini
pertama kali diidentifikasi karena plasmid membawa gen resistensi antibiotik. Gen-gen
resistensi antibiotik ditemukan pada plasmid digunakan dalam modern plasmid vitro
direkayasa untuk memungkinkan pemilihan bakteri yang telah diambil plasmid yang berisi
DNA yang menarik. Plasmid terbatas di dalam bentuk fragmen umum pasangan basa DNA
kurang dari 10.000 (pb) dapat digandakan. Dalam fragmen praktek sekitar 5.000 bp adalah
batas (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997).

Gambar 3. Contoh cloning yang berhasil adalah domba dolly

1.3 Transfer Gen

2. Bidang Kedokteran dan Farmasi


2.1 Hormon Insulin
2.2 Diagnosis Kelainan Keturunan/Genetik
Diagnosis kelainan keturunan secara genetik tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan sel secara mikroskopis, karena kariotip dari individu yang terkena normal.
Adanya gen abnormal dapat dilacak denga mengamati sebuah sifat bawaan fenotipik yang
abnormal pada individu dan pada pohon keluarga. Populasi secara keseluruhan dari
frekuensi gangguan gen tunggal adalah sekitar 1% dengan 0,7% -> dominan 0,25% ->
resesif dan 0,04% terkait X.
Individu dengan anemia sel sabit mempunyai gen resesif abnormal yang homozigot
yang mengubah satu asam amino dalam rantai hemoglobin beta, sedangkan individu yang
mempunyai gen hemoglobin abnormal yang heterozigot, mempunyai sifaat bawaan sel
sabit dan tidak mempunyai gejala untuk penyakit ini.
Kemudian, unuk diagnosis keturunan secara umum (bukan kelainan) dibutuhkan dalam
proses identifikasi pelaku maupun korban kejahatan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk melakukan diagnosis keturunan adalah dengan melakukan tes DNA. Tes
DNA adalah istilah kesehatan untuk serangkaian tes pada sampel kromosom, gen, dan
protein untuk mengetahui perubahan dan kelainan dari komposisi gen seseorang.

2.3 Terapi Gen


Terapi gen merupakan upaya memperbaiki atau mengganti gen-gen yang mengalami
kelainan disebabkan oleh faktor keturunan dan mutasi genetik. Terapi ini dilakukan dengan
mengganti gen-gen yang tidak dapat bekerja dengan salinan gen yang normal ke dalam
sel. Ide untuk terapi gen cukup unik yaitu dengan menambahkan gen yang normal ke
bagian genom yang mengalami mutasi ataupun kerusakan sehingga fungsi gen tersebut
dapat diperbaiki (Kachroo &Gowder, 2016). Proses rekayasa genetik pada teknologi terapi
gen meliputi tahapan berikut: isolasi gen target, penyisipan gen target ke vektor transfer,
transfer vektor yang telah disisipi gen target ke organisme yang akan diterapi,
transformasi pada sel organisme target. Gen target yang telah disisipkan pada organisme
yang diterapi tersebut diharapkan mampu menggantikan fungsi gen abnormal yang
mengakibatkan penyakit pada penderita.
Sebelum seseorang melakukan terapi gen, harus diketahui terlebih dahulu penyakit
serta hubungan genetiknya. Sekuen basa tersebut yang nantinya akan menentukan jenis
dan fungsi protein yang diekspresikan. Ketika suatu gen engalami mutasi ataupun
perubahan dalam sekuen basa nitrogennya, maka protein yang dikode tidak akan bisa
melaksanakan fungsi normalnya dan meng-akibatkan suatu kelainan genetik. Terapi gen
hadir untuk menjadi solusi terapi terbaru pada penyakit baik yang diturunkan maupun yang
tidak. Dua pendekatan yang dilakukan dalam terapi gen, yaitu terapi sel reproduksi dan
terapi sel somatik.
Terapi sel reproduksi, yakni proses transfer gen normal ke dalam sel telur yang telah
dibuahi. Sel telur yang telah di koreksi secara genetik kemudian diimplantasi kembali ke
ibunya. Terapi ini secara teoritis dapat digunakan untuk mengobati semua jenis penyakit
genetik. Bila terdapat kelainan pada struktur organ pada suatu penyakit genetik, maka
terapi gen harus dilakukan melalui pendekatan terapi sel reproduksi.
Terapi sel somatik melibatkan koreksi gen pada sel somatik penderita. Pada umumnya
sel somatik di ambil dari penderita, ditransfer dengan gen normal, kemudian dikembalikan
de dalam tubuh penderita. Teknik ini lebih berhasil pada terapi penyakit darah turunan,
misalnya hemofilia atau thalasemia. Gen normal di transfer ke dalam sel induk (stem cell)
sumsum tulang yang akan berdiferensiasi menjadi semua tipe sel yang terspesialisasi
dalam darah. Pada cara ini ekstrak tulang yang mengandung jutaan sel ditransfer dengan
vektor berbasis retrovirus, kemudian di implantasi kembali ke dalam sel.

2.4 Vaksin
Vaksin DNA merupakan vaksin generasi keempat yang diharapkan dapat mencegah
penyakit infeksi. Struktur dan elemen genetik dari suatu vaksin DNA terdiri dari dua unit
utama yaitu yang pertama adalah unit propagasi plasmid yang berfungsi sebagai
pengendali replikasi dan perbanyakan plasmid DNA secara in vitro dalam sel bakteri,
sesuai dengan jumlah dan volume yang diinginkan pada saat diproduksi. Sedangkan unit
yang kedua terdiri dari fragmen DNA yang mengandung gen vaksin yang telah dikloning ke
dalam plasmid DNA, dimana gen vaksin ini diharapkan mengekspresi protein asing di
dalam sel hospes (tubuh manusia). Elemen genetik dari vaksin DNA dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur dan elemen genetic dari vaksin DNA

Mekanisme vaksin DNA dalam merangsang sistem imun adalah setelah plasmid DNA
disuntikkan ke dalam jaringan maka plasmid DNA akan bereplikasi secara otonom dan
memproduksi protein asing atau antigen yang dikode oleh gen vaksin. Antigen ini langsung
dapat menstimulasi sel B yang kemudian dapat memproduksi antibodi terhadap entigen
atau protein asing yang dikode oleh plasmid DNA. Sel yang mengandung antigen asing
tersebut kemudian dapat bersifat sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cells),
yang kemudian dapat melalui jalur-jalur tertentu, baik melalui jalur major histocompatibility
complex (MHC) I pada sel CD8+T atau MHC II pada sel CD4+T, sehingga mengalami
proses yang berbeda dalam merangsang sistem imunutas tubuh. Protein asing juga dapat
langsung masuk ke dalam suatu sel penyaji lainnya misalnya sel dendritik, sehingga
dengan demikian selain dapat merangsang sistem imun humoral juga dapat merangsang
sistem imun selular. Karena proses pembentukan antigen oleh sel hospes setelah
vaksinasi DNA menyerupai produksi antigen pada saat terinfeksi dengan mikroorganisme
secara alamiah, maka respon imun yang terjadi akibat vaksinasi DNA sama dengan respon
imun yang diinduksi oleh mikroorganisme patogen.
Beberapa keuntungan vaksin DNA, selain dapat merangsung respon imun humoral dan
imun selular, vaksin DNA dapat diproduksi dalam skala besar lebih ekonomis dibandingkan
vaksin konvensional. Selain tidak memerlukan perlakukan khusus terhadap mikroba
patogen selama proses produksi, plasmid DNA sangat stabil dan dapat direkayasa
sedemikian rupa untuk memperoleh gabungan beberapa plasmid DNA yang mempunyai
spektrum luas yang bersifat multivalen. Walaupun saat vaksin DNA masih dalam fase uji
klinik terhadap manusia, akan tetapi vaksin DNA diharapkan dapat mengatasi berbagai
penyakit infeksi khususnya penyakit infeksi yang bersifat pandemik yang sangat sulit
diatasi dengan vaksin konvensional.

3. Forensik
3.1 Analisis PCR
PCR adalah teknik yang kuat digunakan untuk memperkuat DNA jutaan kali lipat,
dengan replikasi berulang template, dalam waktu singkat. Proses ini menggunakan set
tertentu dalam vitro oligonukleotida sintesis untuk sintesis DNA prima. Teknik ini dilakukan
melalui banyak siklus (biasanya 20-50) pencairan template pada suhu tinggi, yang
memungkinkan primer untuk anil untuk urutan gratis dalam template dan kemudian
mereplikasi template dengan DNA polimerase. Proses ini telah otomatis dengan
menggunakan DNA polimerase termostabil diisolasi dari bakteri yang tumbuh di ventilasi
termal di laut atau air panas. Selama putaran pertama replikasi satu salinan DNA
dikonversi menjadi dua salinan dan seterusnya mengakibatkan peningkatan eksponensial
jumlah salinan dari urutan yang ditargetkan oleh primer. Setelah hanya 20 siklus satu
salinan DNA diperkuat lebih dari 2.000.000 kali lipat.
Gambar 2. Jumlah copy DNA dari PCR
PCR dapat digunakan dalam analisis gen penyakit dengan memperkuat jumlah
terdeteksi fragmen spesifik DNA. Teknik PCR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat ekspresi gen dalam sampel yang sangat kecil bahan, misalnya jaringan atau sel-sel
dari tubuh. Teknik ini disebut reverse transcription-PCR (RT-PCR) (Peakman, TC. And
Page, MJ. 1997).
Contoh kelainan genetic yang terdeteksi oleh PCR:

Disease Affected Gene

Severe-combined
adenosine deaminase (ADA)
immunodeficiency, SCID

hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase
Lesch-Nyhan syndrome
(HGPRT)

α1-Antitrypsin deficiency α1-Antitrypsin

cystic fibrosis transmembrane conductance (CFTR)


Cystic fibrosis
protein

Fabry disease α-galactosidase

Gaucher disease acid β-glucosidase (glucocerebrosidase)

Sandhoff disease hexosaminidase A and B

Tay-Sachs disease hexosaminidase A

Familial hypercholesterolemia
(FH)
LDL receptor
Glucose-6-phosphate
dehydrogenase deficiency
glucose-6-phosphate dehydrogenase
Maple syrup urine disease branched-chain α-keto acid dehydrogenase

Phenylketonuria (PKU) phenylalanine hydroxylase

Ornithine transcarbamylase
deficiency
ornithine transcarbamylase
Retinoblastoma (Rb) RB gene product, pRB

Sickle-cell anemia point mutation in β-globin

mutations in β-globin gene that result in loss of


β-Thalassemia synthesis of protein

Hemophilia A Factor VIII

Hemophilia B Factor IX

von Willebrand disease von Willebrand factor (vWF)

3.2 DNA Fingerprint (Biosensor)


Definisi dari biosensor ialah suatu alat analitis yang dapat mengkonversi respon
biologis menjadi sinyal listrik. Suatu perangkat biosensor terdiri dari sensor biologis
maupun non-biologis dan transducer. Sensor memiliki peranan untuk berinteraksi dengan
senyawa yang ingin dideteksi, senyawa ini disebut analyte. Interaksi antara keduannya
begitu beragam, mulai dari diproduksinya cahaya, panas, perubahan pH, atau perubahan
massa; interaksi biologis ini disebut bio-recognition. Selanjutnya, energi dari interaksi
sensor dan analyte diubah oleh transducer menjadi energi listrik yang dapat dibaca oleh
perangkat elektronik dan menentukan nilai jumlah analyte atau keberadaanya di dalam
suatu sampel. Dengan adanya variasi pada bio-recognition, transducer juga beragam

tergantung kepada energi yang dikeluarkan. Gambar 1 menunjukan beberapa macam bio-
recognition dengan transducer yang cocok terhadapnya.
4.

Gambar 1. Pasangan biosensor dan transducer


(sumber: Bhalla et al., 2016)

Asam nukleat sebagai biosensor memiliki sub-divisi tersendiri, di mana lebih dari satu kelas
asam nukleat yang digunakan. NAB (Nucleic Acid Biosensor) mencakup deoxyribonucleic
acid (DNA), ribonucleic acid (RNA), peptide nucleic acid (PNA), dan aptamer. Dua kelas
terakhir yang disebutkan merupakan perkembangan baru dalam bidang pengaplikasian
asam nukleat, PNA merupakan mimik dari DNA dengan perbedaan yaitu menggantikan
rantai gula fosfat dengan N-(-2-aminoethyl) glycine (AEG). Substitusi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2, perubahan ini menciptakan semacam DNA yang jauh lebih tahan banting.

Gambar 2. Komparasi struktur DNA dan PNA


(sumber: biomers.net, n.d.)
Biosensor sebagai alat analisis terdiri dari tiga bagian: unsur pengenalan biologis,
biokimia atau kimia (bio-reseptor) yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara
langsung atau tidak langsung dengan analit target; transduser sinyal yang menyebabkan
konversi reaksi biologis menjadi sinyal listrik yang dapat diukur; dan penguat yang
mengarah ke amplifikasi sinyal. Biosensor menghasilkan integrasi sensitivitas dan
spesifisitas menarik biologi dengan transduser untuk menyampaikan format sederhana,
mudah untuk menuntut pengukuran bioanalitik yang kompleks. Mereka memiliki beragam
beragam aplikasi di berbagai bidang, termasuk lingkungan pemantauan, kontrol obat,
keamanan pangan, biodefense dan perlindungan.

4.1 RFLP
RFLP adalah prosedur enzimatik untuk pemisahan dan identifikasi fragmen DNA yang
diinginkan. Menggunakan restriksi enzim endonuklease fragmen DNA diperoleh dan
fragmen yang diinginkan dideteksi dengan menggunakan probe restriksi. Hibridisasi
selatan menggunakan enzim endonuklease restriksi untuk isolasi panjang fragmen DNA
yang diinginkan adalah contoh RFLP.
Langkah-langkah prosedur RFLP:

Anda mungkin juga menyukai