Anda di halaman 1dari 297

101 Praktik

Asuransi
September 2019

oleh: afrianto budi


KUMPULAN
Soal-Jawaban Ujian LSPP AAMAI
K.651210.101.01

MENERAPKAN PENGELOLAAN PRAKTIK ASURANSI


PADA PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI

Maret 2006 s.d. Maret 2019

untuk Persiapan ujian LSPP September 2019

Disusun oleh:
Afrianto Budi Purnomo, SS, MM

Copyright © 2019 oleh www.AkademiAsuransi.org


Edisi 12, Cetakan ke-2 pada April 2019

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG.


DILARANG MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH
ISI BUKU TANPA IZIN TERTULIS DARI PENYUSUN/
PENERBIT
K ata P engantar

Mulai tahun 2014, Gelar profesi ujian Asuransi untuk gelar AAAIK dan AAIK sudah
tidak diselenggarakan lagi oleh Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia
(AAMAI), namun akan diadakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Profisiensi
AAMAI (LSPP AAMAI). Menanggapi hal tersebut, saya berusaha menyusun
kembali Buku Kumpulan Soal – Jawaban LSPP AAMAI 101 (atau dengan kode baru
K.651210.101.01) yang bertopik “Praktik Asuransi” untuk ujian LSPP AAMAI.
Buku Kumpulan Soal Jawaban LSPP AAMAI 101: Praktek Asuransi ini disajikan
untuk mempersiapkan ujian LSPP AAMAI pada bulan September 2019. Kumpulan
Soal Jawaban LSPP AAMAI 101: Praktek Asuransi ini diambil dari berbagai sumber
lalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
Meskipun buku Buku Kumpulan Soal Jawaban LSPP AAMAI 101: Praktek Asuransi
merupakan panduan belajar pribadi, sangat senang apabila kumpulan soal yang
saya susun ini dapat bermanfaat bagi teman-teman. Terimakasih untuk para
pengguna website www.akademiasuransi.org dan para pelanggan artikel harian yang
bisa didapat dengan memasukkan email melalui kotak pelanggan feed burner. Saya
berharap bahwa website tersebut tidak hanya menjadi website pribadi, melainkan
berguna bagi masyarakat banyak. Buku ini diterbitkan untuk memperkaya konten
www.akademiasuransi.org sebagai media belajar asuransi online terbesar di dunia.
Terimakasih untuk sumbangan materi dan juga semangat untuk penerbitan buku
ini, terutama kepada orang tuaku yang senantiasa memberi cinta dan semangat
yang tak terkira. Kebaikan Anda sangat bermanfaat untuk pengembangan website
www.akademiasuransi.org dan buku-buku yang akan terus diterbitkan satu demi
satu. Segala kritik dan saran sungguh saya harapkan. 2

Bogor, 2 April 2019


Salam,
Afrianto Budi Purnomo, SS MM

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
D aftar I si
Kata Pengantar ............................................................................................ 2

Daftar Isi ....................................................................................................... 3

BAB I: Relationship Between Risk and Insurance ........................................... 4

BAB II: General Nature of Insurance .............................................................. 35

BAB III: Insurance Coverage .......................................................................... 52

BAB IV: Marketing and Agency ...................................................................... 55

BAB V: How Insurance Operate ..................................................................... 65

BAB VI: Underwriting Insurance and Risk Sharing ......................................... 98

BAB VII: General Feature of Claim Procedure ............................................... 129

BAB VIII: Supervision of Insurance ................................................................ 174

Soal LSPP AAMAI, Maret 2019 ...................................................................... 177

Lampiran-lampiran ........................................................................................ 180


3
• POJK No. 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN
PRODUK ASURANSI

• Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014 TENTANG PERASURANSIAN

• Penjelasan Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014 TENTANG PERASURANSIAN

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

BAB I: RELATIONSHIP BETWEEN RISK


AND INSURANCE

1.1. Uraikan 3 (tiga) komponen utama yang terdapat dalam definisi Risiko (Mar 2008
No. 1, Sept 2009 No. 1, Mar 2012 No. 1)

Jawaban:
 Risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak menguntungkan
 Risiko adalah satu kombinasi dari bahaya- bahaya
 Risiko adalah sesuatu yang tidak dapat diduga kecenderungan membawa
hasil yang berbeda dengan hasil yang diduga sebelumnya
 Risiko adalah ketidakpastian kerugian
 Risiko adalah kemungkinan kerugian
Dari definisi di atas, ketidakpastian (uncertainty) lebih difokuskan menjadi definisi
dari risiko sesuai dengan praktek asuransi sehari -hari.

4
1.2. Berkaitan dengan konsep risiko, uraikan 3 (tiga) pengertian terminologi risiko
dalam asuransi. (Sept 2016, No. 1).

Jawaban:
Lihat di atas

1.3. Berkaitan dengan konsep risiko, uraiakan 3 (tiga) konteks penggunaan


terminology risiko dalam penutupan asuransi. (Mar 2019, No. 1).

Jawaban:
Lihat di atas

1.4. Uraikan pengertian uncertainty sebagai salah satu komponen utama dalam
definisi risiko (Sept 2013, No. 1).

Jawaban:

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

UNCERTAINTY (ketidakpastian):
Ketidak-pastian berarti sesuatu keraguan tentang waktu yang akan datang
didasarkan pada kurang pengetahuan, ketidaksempurnaan dan pengetahuan.
Dalam hal ini, uncertainty terjadi tanpa memandang apakah keraguan tersebut
sudah diketahui sebelumnya oleh orang yang terlibat didalamnya.

1.5. Uraikan 2 (dua) jenis attitude seseorang terhadap risiko (Mar 2013 No. 1).

Jawaban:
Perilaku risiko (risk atitude) seseorang atau institusi mempengaruhi keputusan yang
hendak diambil terhadap risiko yang dihadapi.
Ada tiga sikap yang mungkin terhadap resiko, yaitu:
1) Menghindari resiko
2) Sikap netral terhadap resiko
3) Preferensi akan resiko

1) Penghindaran resiko, mencirikan pada individu yang lebih menyukai untuk


menghindari atau meminimumkan resiko.
- Penghindaran resiko merupakan preferensi pada proyek-proyek yang beresiko
rendah untuk mengurangi potensi kerugian.
5

2) Netralitas resiko, mencirikan para pengambil keputusan yang berfokus pada


pengembalian yang diperkirakan dan mengabaikan penyebaran pengembalian
- Penilaian proyek berdasarkan pengabdian yang diperkirakan, bukan resiko.

3) Pencarian resiko, mencirikan para pengambil keputusan yang lebih menyukai


resiko.
- Preferensi pada proyek-proyek yang beresiko tinggi untuk meningkatkan potensi
perolehan.

1.6. Berkaitan dengan konsep risiko, uraikan 2 (dua) parameter pokok yang digunakan
dalam mengukur tingkat risiko. (Sept 2017 No. 2)

Jawaban yang disarankan:


Parameter pokoknya adalah frekuensi (seberapa sering accident terjadi) dan
severity (seberapa besar efek yang ditimbulkan).
Frekuensi

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Bayangkan sebuah rumah yang lokasinya dipinggir sungai yang akan terkena banjir
apabila sungai tersebut meluap, dalam hal ini tidak dapat diketahui kapan pastinya
sungai akan meluap tetapi dari fakta diketahui bahwa meluapnya sungai akan
meningkatkan kemungkinan rumah tersebut terkena banjir.
Kita bayangkan lagi rumah kedua yang lokasinya 100m lebih jauh dari sungai dan
berlokasi di pinggir tebing, rumah ini semakin kecil kemungkinan terkena banjir dari
meluapnya air sungai.
 
Severity
Severity lebih kearah potensial amount of loss atau jumlah yang dikeluarkan untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi, severity berbeda-beda tergantung dari tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh risiko.

1.7. Uraikan perbedaan antara profil risiko high frequency - low severity dengan low
frequency­high severity. (Mar 2009 No. 1)

Jawaban yang disarankan:


High frequency - low severity
Risiko yang frekuensi terjadinya tinggi (tingkat keseringannya tinggi), namun dampak
kerugian yang ditimbulkan rendah. Misalnya:
 Pencopetan 6
 Kebocoran beras dalam karung sewaktu proses bongkar muat sebagai kargo
Semakin sering terjadi, risiko semakin dapat diprediksi hasilnya; semakin berkurang
tingkat ketidakpastiannya, semakin tidak dapat diprediksi hasilnya. Risiko semacam
ini lebih disarankan untuk dikelola sendiri daripada diasuransikan
Low frequency - high severity
Risiko yang frekuensi terjadinya rendah (jarang), namun dampak kerugian yang
ditimbulkan tinggi. Misalnya :
 Kecelakaan pesawat terbang
 Letusan gunung berapi
Karena jarang terjadiya maka lebih sulit untuk diprediksikan hasilnya

1.8. Berkaitan dengan konsep risiko, uraikan pengertian low frequency high severity,
serta berikan contoh jenis risiko yang memiliki karakteristik tersebut. (Mar 2017 No.
2)

Jawaban yang disarankan:


Risiko yang frekuensi terjadinya rendah (jarang), namun dampak kerugian yang
ditimbulkan tinggi. Misalnya :

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

 Kecelakaan pesawat terbang


 Letusan gunung berapi
Karena jarang terjadiya maka lebih sulit untuk diprediksikan hasilnya

1.9. Berkaitan dengan konsep risiko, uraikan pengertian high frequency and low severity,
serta contoh jenis asuransi yang mempunyai karakteristik tersebut. (Sept 2014 No.
2)

Jawaban yang disarankan:


Lihat jawaban atas dan juga di bawah ini.

1.10. Dalam kaitan dengan tingkat risiko, uraikan : (Mar 2013 No. 10)
a. relevansi frequency dan severity terhadap pengukuran tingkat risiko
b. 2 (dua) bentuk profil frequency dan severity
c. Pentingnya profil frekuensi dan severity bagi penanggung

Jawaban yang disarankan: 7


a. relevansi frequency dan severity terhadap pengukuran tingkat risiko
• Frekwensi adalah kombinasi kemungkinan terjadi kejadian sedangkan
severitas adalah besarnya kerugian bila terjadi. Dalam contoh diatas,
rumah yang berada dekat sungai, frekwensi terjadinya banjir akan lebih
besar dari rumah di lereng bukit. Sedangkan rumah yang dilereng bukit bila
terjadi banjir akan lebih besar kerugiannya dari pada rumah dekat sungai
(severitas).
• Shop-lifting (Pengutilan) adalah contoh atas risiko dengan berfrekwensi tingi.
Di banyak toko frekwensi atas pengutilan sangat tinggi. Risiko pengutilan
dapat diprediksi dalam arti pemilik toko dapat mengetahui berapa banyak
barang tertentu yang dicuri setiap tahunnya sehingga ketidakpastian bisa
dikurangi atas frekwensi kejadian. Perusahaan asuransi dapat memprediksi
kejadian lebih akurat, bila frekwensi kejadian tinggi. Artinya besarnya premi
yang akan dibayar lebih besar dari pada risiko yang frekwensinya rendah.
• Hubungan antara Frekwensi dengan tingkat keparahan (Frequency dan
Severity) risiko dalam asuransi, menyatakan bahwa :
 Pada Frequency tinggi, umumnya mempunyai nilai kerugian yang
rendah.
 Pada Frekwensi rendah, umumnya dengan nilai kerugian yang besar.

b. 2 (dua) bentuk profil frequency dan severity


o High frequency – low severity: kerugian kebakaran pada rumah-rumah
tinggal

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

o Low frequency – high severity: Kerugian kebakaran pada bangunan-2 pabrik.

c. Pentingnya profil frekuensi dan severity bagi penanggung


Dengan melihat profil frekuensi dan severity, penanggung dapat melakukan:
1. Identifikasi risiko
2. Evalasi risiko
3. Pengendalian risiko

1.11. Uraikan hubungan antara frequency dan severity terhadap tingkat risiko dalam
kaitan dengan proses akseptasi asuransi oleh penanggung.(Mar 2019, No. 2)

Jawaban yang disarankan:


Frekwensi adalah kombinasi kemungkinan terjadi kejadian sedangkan severitas
adalah besarnya kerugian bila terjadi. Dalam contoh diatas, rumah yang berada
dekat sungai, frekwensi terjadinya banjir akan lebih besar dari rumah di lereng bukit.
Sedangkan rumah yang dilereng bukit bila terjadi banjir akan lebih besar kerugiannya
dari pada rumah dekat sungai (severitas).
Shop-lifting (Pengutilan) adalah contoh atas risiko dengan berfrekwensi tingi.
Di banyak toko frekwensi atas pengutilan sangat tinggi. Risiko pengutilan dapat
diprediksi dalam arti pemilik toko dapat mengetahui berapa banyak barang tertentu
yang dicuri setiap tahunnya sehingga ketidakpastian bisa dikurangi atas frekwensi 8
kejadian. Perusahaan asuransi dapat memprediksi kejadian lebih akurat, bila
frekwensi kejadian tinggi. Artinya besarnya premi yang akan dibayar lebih besar
dari pada risiko yang frekwensinya rendah.
Hubungan antara Frekwensi dengan tingkat keparahan (Frequency dan Severity)
risiko dalam asuransi, menyatakan bahwa :
- Pada Frequency tinggi, umumnya mempunyai nilai kerugian yang rendah.
- Pada Frekwensi rendah, umumnya dengan nilai kerugian yang besar.
Dengan melihat profil frekuensi dan severity, penanggung dapat melakukan:
1. Identifikasi risiko
2. Evalasi risiko
3. Pengendalian risiko

1.12. Uraikan pengertian frequency dan severity serta pentingnya profil tingkat risiko
tersebut bagi underwriter.(Sept 2016, No. 3)

Jawaban yang disarankan:


Lihat di atas

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

1.13. Berkaitan dengan frequency dan severity dalam kontrak asuransi, uraikan: (Mar
2014, No. 10)
a. relevansi frequency dan severity terhadap pengukuran tingkat risiko.
b. 2 (dua) bentuk profil frequency dan severity.
c. pentingnya profil frequency dan severity bagi penanggung.

Jawaban yang disarankan: Lihat atas

1.14. Berkaitan dengan konsep frequency dan severity dalam manajemen risiko, uraikan
apa yang digambarkan oleh Heinrich Triangle. (Mar 2018, No. 3)

Jawaban yang disarankan:


Dalam situasi dimana terdapat sejumlah besar risiko yang berbeda, ada frekuensi
yang tinggi dan severity yang rendah dimana ada sejumlah besar kerugian-kerugian
kecil dan kerugian besar yang relatif sedikit. Hal ini diilustrasikan pada gambar di
bawah. Ini bisa dikaitkan pada polis comprehensive private car, dimana banyak
terjadi kerugian atas kerusakan kendaraan tertanggung, sedangkan hanya ada
sedikit kasus untuk klaim personal injury pihak ketiga yang bernilai besar.
Hubungan antara frekuensi tinggi dan severity rendah tidak terbatas pada kerusakan
harta benda. Faktanya, riset pada kecelakaan kerja juga menunjukkan pola serupa. 9
Segitiga Heinrich, yang dikembangkan tahun 1931, menunjukkan bahwa, pada
saat itu, untuk setiap satu kecelakaan parah saat kerja, ada 30 kecelakaan ringan
dan 300 kecelakaan tanpa cedera. Segitia Heinrich diciptakan sebagai hasil dari
penelitian pada ribuan insiden di tempat kerja dan studi serupa juga menunjukkan
hasil yang mirip. Pola dari segitiga Heinrich menunjukkan adanya sedikit insiden
serius dan sangat banyak insiden minor.

Riset serupa telah dilakukan di area kecelakaan kendaraan bermotor (oleh Frank

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

E Bird pada 1969) menggunakan data statistik dari 2 juta kecelakaan dan nyaris
kecelakaan. Dari perspektif penanggung, hubungan antara insiden serius dan minor
merupakan hal yang penting.
Dalam beberapa kasus, terjadi situasi dimana frekuensi rendah namun severity
tinggi, yang diilustrasikan pada gambar di atas.

1.15. Dalam kaitan dengan hazard (Mar 2008 no 11, Sept 2009 No. 11, Mar 2011 No. 14,
Sept 2014 No. 10)
a. Jelaskan perbedaan antara perils dan hazard
a. Jelaskan perbedaan antara physical hazard dan moral hazard
b. Sebutkan masing-masing 2(dua) contih physical hazard dalam asuransi:
 Harta Benda
 Tanggung Gugat
 Kendaraan bennotor
c. Sebutkan 3(tiga) contoh moral hazard

Jawaban yang disarankan:


a. Perbedaan antara perils dan hazard
Peril adalah penyebab kerugian, sesuatu yang akan menimbulkan kerugian.
Peril sering terjadi di luar kontrol seseorang yang mungkin terlibat. Misalnya:
10
 Kebakaran, badai
 Gempa, kecelakaan, sakit

Hazard adalah suatu kondisi yang dapat atau meningkatkan kemungkinan


kerugian yang timbul dari peril tertentu
Misalnya:
 Sikap sembrono
 Jalan rusak
 Pekerjaan yang berbahaya
 Mesin yang kurang perawatan

b. Perbedaan antara physical hazard dan moral hazard


Physical hazard adalah suatu kondisi fisik yang dapat menambah
kemungkinan terjadinya kerugian. Misalnya:
 Bahan bakar, bahan peledak
 Kondisi kapal
 Konstruksi bangunan
 Lokasi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Moral hazard adalah suatu karakter dan tingkah laku individu tertanggung yang
dapat menambah atau menimbulkan kemungkinan kerugian. Misalnya:
 Sikap tendensi untuk memperoleh keuntungan dalam asuransi
 Sikap sembrono / kurang hati-hati dalam menjalankan pekerjaan

c. Masing-masing 2 (dua) contoh physical hazard dalam asuransi :


Harta Benda
1. Peralatan pengaman
2. Menyimpan bahan berbahaya
3. Konstruksi bangunan

Tanggung Gugat
1 Adanya bahan berbahaya di tempat kerja
2. System kerja yang tidak aman
2 Karyawan kecelakaan akibat tugas dari majikannya
3 Dekat dengan properti atau fasilitas umum

Kendaraan bermotor
1. Usia kendaraan 11
2. Kendaraan pribadi atau komersial

d. Sebutkan 3 (tiga) contoh moral hazard


 Kurangnya kesadaran Tertanggung untuk menjaga keselamatan objek
pertanggungan
 Ketidakjujuran Tertanggung
 Kurangnya kebersihan
 Tidak adanya larangan merokok

1.16. Uraikan pengertian physical hazard dan moral hazard; masing-masing disertai satu
contohnya. (Mar 2006 No. 2; Sept 2007 No. 6; Mar 2009 No. 2)

Jawaban yang disarankan:


Physical hazard
Risiko yang berkaitan dengan karakter fisik suatu objek asuransi, contohnya:
 Pada asuransi harta benda : jenis konstruksi bangunan
 Pada asuransi tanggung gugat : adanya bahan-bahan yang berbahaya di

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

lingkungan kerja

Moral hazard
Risiko yang berkaitan dengan perilaku atau sikap atau karakter Tertanggung,
contohnya:
 kurangnya kesadaran Tertanggung untuk menjaga keselamatan objek asuransi,
 ketidakjujuran Tertanggung
 Kecerobohan dan kekuranghati-hatian

1.17. Berkaitan dengan konsep hazard, uraikan perbedaan antara physical hazard dan
moral hazard dalam asuransi kendaraan bermotor. (Sept 2017, No. 4)

Jawaban yang disarankan:


Lihat di atas.

1.18. Berkaitan dengan konsep hazard, uraikan perbedaan antara physical hazard dengan
moral hazard dalam asuransi harta benda. (Mar 2016, No. 4)
12
Jawaban yang disarankan:
Lihat di atas.

1.19. Uraikan dasar penghitungan rateable proportion dalam asuransi harta benda (Sept
2013, No. 5)

Jawaban:
Perhitungan rateable proportion dapat dibagi dua cara, yaitu proporsi terhadap
harga pertanggungan dan limit of liability
1.Proporsi terhadap harga pertanggungan
Contoh:
Polis A HP : Rp 1 M
Polis B HP : Rp 2 M
Polis C HP : Rp 3 M
Polis A bayar :                    Rp 1 M                X   Loss
                        Rp 1 M + Rp 2 M + Rp 3 M          1

Dan seterusnya untuk polis B & C

2.Proporsi terhadap liability atas loss


Contoh :

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Loss Rp 1,5 M; Liability A Rp 0,5 M; Liability B Rp 1 M; Liability C Rp 1 M


Setelah dikenakan average:
Polis A membayar :
                                  Rp 0,5 M                         X  Rp 1,5 M = Rp 0,3 M
                Rp 0,5 M + Rp 1 M + Rp 1 M                       1

Dst untuk polis B dan C. Pendekatan ini disebut “The Independent Liability
Method”

1.20. Uraikan hubungan antara peril dan hazard disertai contohnya (Mar 2008 No. 2; Sept
2006 No. 5; Mar 2010 No. 1)

Jawaban: Lihat atas

1.21. Jelaskan perbedaan antara: (Sept 2006 No. 12; Sept 2007 No. 11; Sept 2008 No.
9, Mar 2013 No. 9)
a. Risiko financial dan non financial
b. Risiko mumi dan spekulatif
c. Risiko fundamental dan parikular

13
Jawaban:
a. Risiko financial dan non financial

Financial Risk adalah satu risiko yang terjadi yang menimbulkan kerugian dapat
diukur dengan uang. Contohnya, risiko terjadi pencurian, kebakaran dan kehilangan
keuntungan setelah kebakaran.

Non financial risk : Dalam situasi lain, pengukuran dengan uang adalah tidak
mungkin. Contohnya risiko ketika terjadi salah memilih karir, salah memilih pasangan
atau teman hidup dan juga menyesal karena telah mengadopsi anak.

b. Risiko murni dan spekulatif


Risiko Murni (pure risk)
Terdapat kemungkinan hasil berupa kerugian, atau setinggi-tingginya berupa situasi
impas (break event); Hasil bisa merugikan bagi kita, atau menempatkan kita pada
posisi yang sama seperti yang kita nikmati sesaat sebelum terjadinya suatu peristiwa.
Risiko ini umumnya dapat diasuransikan.
Contohnya: risiko kecelakaan lalu lintas, risiko kebakaran, dll

Risiko Spekulatif (Speculative risk)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Selain kerugian dan impas, juga terdapat kemungkinan untuk mendapatkan


keuntungan (gain)
Risiko ini umumnya tidak dapat diasuransikan
Misalnya: risiko investasi

c. Risiko fundamental dan partikular


Risiko partikular
Risiko yang berasal dari suatu pihak/seseorang dan efeknya dirasakan hanya oleh
orang/pihak tertentu. Risiko ini jauh lebih bersifat personal, baik dari segi penyebab
maupun akibatnya
Contoh : kebakaran, pencurian, kecelakaan ke1j a, kecelakaan lalu lintas

Risiko fundamental
Risiko yang timbul dari sebab-sebab di luar kendali suatu individu atau sekelompok
individu; efeknya dirasakan oleh sejumlah besar orang
Contoh: gempa bumi, banjir, kelaparan, letusan gunung berapi, tsunami, perubahan
sosial, intervensi politik, perang

1.22. Uraikan perbedaan antara pure risk dan speculative risk. (Mar 2007 No. 1; Mar
2008 No. 3; Sept 2009 No. 2) 14

Jawaban: Lihat atas

1.23. Uraikan perbedaan antara risiko Financial dan non Financial (Sept 2011 No. 1)

Jawaban: Lihat atas

1.24. Uraikan perbedaan antara risiko partikular dan fundamental (Mar 2009 No. 3)

Jawaban: Lihat atas

1.25. Uraikan pengertian risiko fundamental dan alasan mengapa pada umumnya jenis
risiko tersebut dikecualikan dalam polis asuransi. (Sept 2012 No. 1)

Jawaban: Lihat atas

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

1.26. Jelaskan (Mar 2009 No. 10)

a. perbedaan antara:
 Risiko financial dan non financial
 Risiko mumi dan spekulatif
 Risiko fundamental dan partikular
b. Risiko-risiko mana saja yang secara umum dapat diasuransikan

Jawaban:
a. Jawaban lihat di atas
b. Risiko-risiko mana saja yang secara umum dapat diasuransikan
1. Pure risk (risiko mumi)
2. Risiko partikular
3. Risiko finansial
Perluasan :
Risiko fundamental
Uraian lihat di atas
15

1.27. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko : (Mar 2014, No. 9; Mar 2017, No. 9)
a. Jelaskan perbedaan antara:
• risiko finansial dan non-finansial.
• risiko murni dan spekulatif .
• risiko partikular dan fundamental.
b. Dari tiap-tiap kategori risiko pada butir a. di atas, jelaskan risiko-risiko
mana saja yang secara umum dapat diasuransikan berikut alasannya.

Jawaban: lihat di atas

1.28. Disadari atau tidak, dampak dari terjadinya risiko mengakibatkan kerugian
besar. Hal ini dapat dilihat dari 3 hal, yaitu:

Jawaban:
 frekuensi risiko

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

 besarnya kerugian yang ditimbulkan (severitas)


 Human cost (penderitaan)

1.29. Uraikan 3 (tiga) faktor penilaian atas suatu risiko dalam proses underwriting (Sept
2013, No 7)

Jawaban:
 frekuensi risiko
 besarnya kerugian yang ditimbulkan (severitas)
 Human cost (penderitaan)

1.30. Berkaitan dengan sifat risiko dan loss ratio klaim terhadap premi, uraikan 3 (tiga) hal
yang selalu dinilai atau dipertimbangkan dalam proses underwriting asuransi. (April
2015, No 7)

Jawaban:
 frekuensi risiko
 besarnya kerugian yang ditimbulkan (severitas) 16
 Human cost (penderitaan)

1.31. Dalam kaitan dengan manajemen risiko: (Mar 2010 No. 10)
a. Uraikan pengertian manajemen risiko
b. Jelaskan 4 (empat) unsur penting yang terkandung dalam pengertian
manajemen risiko
c. Uraikan pengendalian risiko secara:
1. Fisik
2. Finansial

Jawaban:
a. Pengertian Manajemen risiko
Suatu proses identifikasi, analisa, dan pengendalian secara ekonomis atas
risiko-risiko yang membahayakan aset atau kemampuan menghasilkan
pendapatan dari suatu usaha (enterprise)

b. 4 (empat) unsur penting yang terkandung dalam pengertian manajemen risiko

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

1. identifikasi risiko
 Mengenali potensi dan ancaman-ancaman tersebut dalam
menghancurkan perusahaan dan stake holder perusahaan
 Mengenali frekuensi terjadinya risiko
2 Evaluasi / analisa risiko
Menilai risiko yang dapat ditanggung perusahaan dan risiko yang tidak dapat
ditanggung oleh perusahaan
3 Kontrol risiko dan dampaknya
Mengambil tindakan alas risiko yang tidak dapat ditanggung perusahaan:
a) Dengan mengurangi freknensi risiko
b) Dengan mengurangi dampak atas karyawan, pengoperasian, dan
keuangan
c) Mentransfer risiko kepada perusahaan lain
d) Mempersiapkan contingency Plan
4
Mengupdate dan memelihara tingkat risiko yang diterima untuk
perkembangan & perubahan perusahaan, Mengkomnnikasikan
informasi tentang risiko kepada semua pihak yang berkepentingan.

c. Pengedalian risiko secara


1. Fisik
Ada 2 cara pengendalian fisik;
17
(1) Eliminasi
Loss prevention dapat dilakukan dengan mengeliminasi risiko.
Contohnya:
 Usahawan yang ingin membuat pabrik baru pasti akan
berhadapan dengan suatu risiko. Risiko tersebut bisa
dieliminasi dengan tidak membuat pabrik baru.
Meski demikian, dalam bisnis, tidak semua risiko bisa dihilangkan.
Contohnya:
 seperti pabrik di atas, walaupun ada risiko terbakar,
namun karena seluruh nasib perusahaan tergantung
pada pabrik baru tersebut dan karenanya pabrik tersebut
harus dibangun, maka berarti risiko terhadapnya tidak bisa
dieliminasi seluruhnya. Namun, bisa diminimisasi dengan
membangun pabrik di tempat yang aman/tidak rawan
kebakaran.
(2) Minimisasi
Ada 2 cara:
pre loss minimisation
Dampak dari kerugian diantisipasi dan langkah-langkah yang
diambil adalah untuk meyakinkan bahwa frekuensi dan severity-
nya telah ditekan seminimum mungkin.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Contoh : penggunaan sabuk pengaman di mobil pribadi,


penempatan penjagaan mesin-mesin berbahaya untuk
mengantisipasi kecelakaan pekerja, dsb.
post loss minimisation
Bahkan setelah risiko terjadi, masih ada langkah-langkah yang
dapat diambil untuk meminimumkan kerugian.
Contoh : menyelamatkan barang pada saat kebakaran dan harta
benda lain yang memiliki nilai sisa dapat dijual untuk
mengurangi kerugian, sprinkler untuk meminimalkan
dampak kebakaran.

2. Finansial
Ada 2 cara pengendalian finansial:
(1) Retensi
Tujuan asuransi adalah untuk mengalihkan risiko yang tidak dapat
diperkirakan. Namun bila berdasarkan pengalaman tingkat risiko
dapat diperkirakan, jumlah perkiraan tersebut bisa diantisipasi dan
ditanggung sendiri. Kerugian yang dapat diperkirakan tersebut
dapat dibayar dari penghasilan saat itu dan dibebankan sebagai
biaya produksi. Alternatif lainnya adalah diadakan dana terpisah
yang dibentuk untuk mengatasinya atau untuk risiko-risiko lain
yang dapat ditanggung sendiri (retain) sepenuhnya.

Macam-macam cara retensi: 18


 full; risiko ditanggung sendiri, tidak melibatkan pihak lain
sebagian; semacam perlakuan deductible, di mana lebih
dari jumlah tertentu ditanggung pihak lain/asuransi.
 sebagian yang bukan deductible; di mana risiko tertentu tidak
diasuransikan, tapi risiko yang lain diasuransikan.
 captive; mendirikan perusahaan asuransi sendiri dengan
tujuan untuk mengelola risiko usahanya sendiri

(2) Transfer
Metode ke-2 adalah di mana perusahaan mengalihkan
dampak kerugian kepada organisasi I perusahaan lain.
Contohnya adalah asuransi atau kontrak sewa rumah di mana
pemilik mengalihkan tanggung jawab atas bangunan tersebut
kepada penyewa.
Tendensi dalam beberapa tahun mendatang adalah untuk retain
risiko yang memiliki high frequency, low severity dan me-retain
sebagian dari kerugian yang besar dengan deductible atau captive
insurance.

1.32. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan definisi manajemen risiko

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

serta prinsip dasar dari suatu manajemen risiko yang baik (Sept 2014 No. 1, Maret
2016, No.1)

Jawaban:
a. Pengertian Manajemen risiko
Suatu proses identifikasi, analisa, dan pengendalian secara ekonomis atas
risiko-risiko yang membahayakan aset atau kemampuan menghasilkan
pendapatan dari suatu usaha (enterprise)

b. 4 (empat) unsur penting yang terkandung dalam pengertian manajemen risiko


1. identifikasi risiko
 Mengenali potensi dan ancaman-ancaman tersebut dalam
menghancurkan perusahaan dan stake holder perusahaan
 Mengenali frekuensi terjadinya risiko
2 Evaluasi / analisa risiko
Menilai risiko yang dapat ditanggung perusahaan dan risiko yang tidak dapat
ditanggung oleh perusahaan

3 Kontrol risiko dan dampaknya


Mengambil tindakan alas risiko yang tidak dapat ditanggung perusahaan:
a) Dengan mengurangi freknensi risiko
19
b) Dengan mengurangi dampak atas karyawan, pengoperasian, dan
keuangan
c) Mentransfer risiko kepada perusahaan lain
d) Mempersiapkan contingency Plan

4 Mengupdate dan memelihara tingkat risiko yang diterima untuk perkembangan


& perubahan perusahaan, Mengkomnnikasikan informasi tentang risiko
kepada semua pihak yang berkepentingan.

1.33. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan pengertian status high net
worth seseorang dan pendekatan individu tersebut dalam memutuskan untuk
mengalihkan risiko yang dimiliki melalui asuransi. (Mar 2018, No. 2)

Jawaban:
High-net-worth individual ( HNWI ) adalah istilah yang digunakan oleh beberapa
segmen industri jasa keuangan untuk menunjuk orang yang aset investasinya
(seperti saham dan obligasi) melebihi jumlah yang diberikan. Biasanya, orang-orang
ini didefinisikan sebagai memegang aset keuangan (tidak termasuk tempat tinggal
utama mereka) dengan nilai lebih dari US $ 1 juta. Dengan jumlah asset yang begitu

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

besar, maka risiko kerugian / kehilangan keuntungan atas asset tersebut juga besar.
Di sinilah Asuransi sebagai alternatif pengalihan risiko diperlukan. Dengan membeli
Asuransi, akan timbul perasaan aman dan tenang karena asset yang diasuransikan
telah mendapat jaminan dari penanggung polis atau pihak perusahaan sehingga
segala kemungkinan resiko bisa dikurangi.

1.34. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan langkah selanjutnya setelah
risiko diidentifikasi dan dianalisa. (Mar 2017 No. 1)

Jawaban:
Setelah risiko diidentifikasi dan dianalisa, maka langkah selanjutnya adalah:
3 Kontrol risiko dan dampaknya
Mengambil tindakan alas risiko yang tidak dapat ditanggung perusahaan:
a) Dengan mengurangi freknensi risiko
b) Dengan mengurangi dampak atas karyawan, pengoperasian, dan
keuangan
c) Mentransfer risiko kepada perusahaan lain
d) Mempersiapkan contingency Plan
4 Mengupdate dan memelihara tingkat risiko yang diterima untuk perkembangan
& perubahan perusahaan, Mengkomnnikasikan informasi tentang risiko
kepada semua pihak yang berkepentingan. 20

1.35. Uraikan 2 (dua) aspek utama dalam pengukuran tingkat risiko. (Sept 2012 No. 2)

Jawaban: penjelasan lihat atas

1.36. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan 2 (dua) aspek utama
dalam pengukuran tingkat risiko. (April 2015 No. 2)

Jawaban: penjelasan lihat atas

1.37. Uraikan pengertian manajemen risiko. (Mar 2007 No. 2; Mar 2008 No. 4)

Jawaban: lihat atas

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

1.38. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, jelaskan: (April 2015, No. 9)
a. 3 (tiga) komponen utama yang terdapat dalam definisi risiko.
b. 2 (dua) bentuk profil frequency and severity.
c. perbedaan antara physical hazard dan moral hazard; masing-masing
diberikan 2 (dua) contoh.

Jawaban:
a. 3 (tiga) komponen utama yang terdapat dalam definisi risiko.
1. identifikasi risiko
 Mengenali potensi dan ancaman-ancaman tersebut dalam
menghancurkan perusahaan dan stake holder perusahaan
 Mengenali frekuensi terjadinya risiko
2 Evaluasi / analisa risiko
Menilai risiko yang dapat ditanggung perusahaan dan risiko yang tidak dapat
ditanggung oleh perusahaan

3 Kontrol risiko dan dampaknya


Mengambil tindakan alas risiko yang tidak dapat ditanggung perusahaan:
a) Dengan mengurangi frekuensi risiko 21
b) Dengan mengurangi dampak atas karyawan, pengoperasian, dan
keuangan
c) Mentransfer risiko kepada perusahaan lain
d) Mempersiapkan contingency Plan

4 Mengupdate dan memelihara tingkat risiko yang diterima untuk perkembangan


& perubahan perusahaan, Mengkomnnikasikan informasi tentang risiko
kepada semua pihak yang berkepentingan.

b. 2 (dua) bentuk profil frequency and severity.


High frequency – low severity: kerugian kebakaran pada rumah-rumah
tinggal
Low frequency – high severity: Kerugian kebakaran pada bangunan-2 pabrik.

c. perbedaan antara physical hazard dan moral hazard; masing-masing


diberikan 2 (dua) contoh.
Physical hazard adalah suatu kondisi fisik yang dapat menambah
kemungkinan terjadinya kerugian. Misalnya:
 Bahan bakar, bahan peledak

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

 Kondisi kapal
 Konstruksi bangunan
 Lokasi
Moral hazard adalah suatu karakter dan tingkah laku individu tertanggung yang
dapat menambah atau menimbulkan kemungkinan kerugian. Misalnya:
 Sikap tendensi untuk memperoleh keuntungan dalam asuransi
 Sikap sembrono / kurang hati-hati dalam menjalankan pekerjaan

Masing-masing 2 (dua) contoh physical hazard dalam asuransi :
Harta Benda
1. Peralatan pengaman
2. Menyimpan bahan berbahaya
3. Konstruksi bangunan

Tanggung Gugat
1 Adanya bahan berbahaya di tempat kerja
2. System kerja yang tidak aman
2 Karyawan kecelakaan akibat tugas dari majikannya
3 Dekat dengan properti atau fasilitas umum 22

Kendaraan bermotor
1. Usia kendaraan
2. Kendaraan pribadi atau komersial

1.39. Uraikan pengertian manajemen risiko dan 3 (tiga) manfaat utama bagi perusahaan.
(Sept 2013, No. 1)

Jawaban:
Manajemen risiko adalah suatu proses identifikasi, analisa, dan pengendalian
secara ekonomis atas risiko-risiko yang membahayakan aset atau kemampuan
menghasilkan pendapatan dari suatu usaha (enterprise)
Manfaat utama bagi perusahaan:
a) Manajemen resiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan, sebagian
besar hancurnya fasilitas yang dapat menyebabkan perusahaan ditutup,jika
perusahaan belum ada kesiapan ,belum ada kesiap sediaan menghjadapi
musibah itu,manajemen resiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari
keancuran.
b) Oleh karena laba data ditingkatkan dengan jalan mengurangi pengeluaran,maka

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

manajemen resiko menunjang secara langsung peningkatan laba misalnya :


manajemen resiko dapat mengurangi pengeluaran dengan jalan mengurangi
resiko kerugian perusahaan.
c) Manajemen resiko dapat menyumbang secara tidak langsung laba sedikitnya
dengan cara” berikut :
1. Jika sebuah perusahaan memanajeri resiko murninya dengan berhasil,
maka manajer akan bersikap tenang dan percaya diri dan membuka
pikiran untuk menyelidiki resiko spekulatif
2. Dengan membebaskan manajer umum dari memikirkan aspek resiko
murni dari proyek yang bersifat spekulatif, maka menejemen resiko dalam
hal ini menunjang peningkatan kualitas keputusan yang diambil
3. Bila keputusan telah diambil untuk menerima proyek yang bersifat
spekulatif, maka penanganan resiko spekulatif lebih efisien.
4. Manajemen resiko dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran
kas.
5. Melalui persiapan sebelumnya, manajemen resiko dalam banyak hal
dapat membuat perusahaan melanjutkan kegiatannya walaupun telah
mengalami kerugian, jadi dengan demikian mencegah langganan pindah
kepesaing.

d) Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya


perlindungan terhadap resiko murni, merupakan harta non material bagi
perusahaan itu.
e) Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko murni ,dan karna kreitur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka
23
secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

1.40. Berkaitan dengan fungsi manajemen risiko, uraikan 3 (tiga) alasan pentingnya
manajemen risiko bagi perusahaan. (Sept 2016, No. 2)

Jawaban:
Pentingnya manajamen risiko bagi perusahaan:
a) Manajemen resiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan, sebagian
besar hancurnya fasilitas yang dapat menyebabkan perusahaan ditutup,jika
perusahaan belum ada kesiapan ,belum ada kesiap sediaan menghjadapi
musibah itu,manajemen resiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari
keancuran.
b) Oleh karena laba data ditingkatkan dengan jalan mengurangi pengeluaran,maka
manajemen resiko menunjang secara langsung peningkatan laba misalnya :
manajemen resiko dapat mengurangi pengeluaran dengan jalan mengurangi
resiko kerugian perusahaan.
c) Manajemen resiko dapat menyumbang secara tidak langsung laba sedikitnya
dengan cara” berikut :
1. Jika sebuah perusahaan memanajeri resiko murninya dengan berhasil,
maka manajer akan bersikap tenang dan percaya diri dan membuka

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

pikiran untuk menyelidiki resiko spekulatif


2. Dengan membebaskan manajer umum dari memikirkan aspek resiko
murni dari proyek yang bersifat spekulatif, maka menejemen resiko dalam
hal ini menunjang peningkatan kualitas keputusan yang diambil
3. Bila keputusan telah diambil untuk menerima proyek yang bersifat
spekulatif, maka penanganan resiko spekulatif lebih efisien.
4. Manajemen resiko dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan aliran
kas.
5. Melalui persiapan sebelumnya, manajemen resiko dalam banyak hal
dapat membuat perusahaan melanjutkan kegiatannya walaupun telah
mengalami kerugian, jadi dengan demikian mencegah langganan pindah
kepesaing.

d) Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya


perlindungan terhadap resiko murni, merupakan harta non material bagi
perusahaan itu.
e) Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko murni ,dan karna kreitur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka
secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

1.41. Berkaitan dengan proses manajemen risiko, uraikan 3 (tiga) tahap yang harus
dilakukan dalam proses manajemen risiko. (Sept 2015, No. 2)
24
Jawaban:
1. identifikasi risiko
 Mengenali potensi dan ancaman-ancaman tersebut dalam
menghancurkan perusahaan dan stake holder perusahaan
 Mengenali frekuensi terjadinya risiko
2 Evaluasi / analisa risiko
Menilai risiko yang dapat ditanggung perusahaan dan risiko yang tidak dapat
ditanggung oleh perusahaan

3 Kontrol risiko dan dampaknya


Mengambil tindakan alas risiko yang tidak dapat ditanggung perusahaan:
a) Dengan mengurangi freknensi risiko
b) Dengan mengurangi dampak atas karyawan, pengoperasian, dan
keuangan
c) Mentransfer risiko kepada perusahaan lain
d) Mempersiapkan contingency Plan

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

4 Mengupdate dan memelihara tingkat risiko yang diterima untuk perkembangan


& perubahan perusahaan, Mengkomnnikasikan informasi tentang risiko
kepada semua pihak yang berkepentingan.

1.42. Berkaitan dengan proses manajemen risiko, jelaskan: (Sept 2014 No. 9; Sept 2017
No. 9)
a. 3 (tiga) manfaat utama manajemen risiko bagi perusahaan.
b. 3 (tiga) tahapan proses manajemen risiko.
c. perbedaan antara physical control dan financial control.

Jawaban: lihat atas

1.43. Berkaitan dengan manajemen risiko, jelaskan: (Sept 2016 No. 9; Mar 2018, No. 9)
a. Pengertian risk-seeking dan risk-avers
b. 3 (tiga) prinsip pelaksanaan manajemen risiko yang baik
c. 3 (tiga) tahapan proses manajemen risiko

Jawaban: 25
a. Pengertian risk-seeking dan risk-averse
Risk averse
Prinsip ini mengatakan, ”When all else is equal, people prefer higher return and lower
risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternatif dengan rasio keuntungan
(return) dan risiko (risk) terbesar. Misalnya, proyek A dan B memiliki risiko yang
sama, tetapi A menjanjikan keuntungan lebih besar, maka investor akan memilih
proyek A karena memiliki rasio keuntungan dan risiko yang paling besar.
Prinsip ini juga mengasumsikan bahwa orang dikategorikan sebagai ”risk-averse”
atau enggan terhadap risiko. Lawan risk-averse adalah ”risk seeking” atau risk
lover”. Contoh risk seeking adalah judi.
Risk seeking
Jika dihadapkan pada dua portofolio yang memiliki ekspektasi return yang sama,
investor ini akan memilih portofolio yang memiliki risiko yang lebih besar.
b. 3 (tiga) prinsip pelaksanaan manajemen risiko yang baik --> lihat di atas
c. 3 (tiga) tahapan proses manajemen risiko --> lihat di atas

1.44. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan perbedaan antara risk-seeking
dan risk-averse. (Sept 2017, No. 1)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Jawaban:
Lihat jawaban di atas.

1.45. Berkaitan dengan kebutuhan dasar asuransi, uraikan masing-masing 2 (dua)


manfaat Asuransi bagi tertanggung berbentuk perusahaan dan bagi masyarakat
secara luas. (April 2015, No. 1)

Jawaban:
Manfaat asuransi bagi perusahaan:
1. Stimulus to business enterprise
Fungsi sebagai pendorong usaha tergambar dalam kegiatan asuransi
melakukan investasi yang berasal dari dana asuransi. Selain itu dengan
asuransi dapat memberikan keberanian para investor untuk membangun
usaha baru atau mengembangkan usahanya.
2. Loss control
Rekomendasi dari surveyor asuransi bukan saja terbatas pada pencegahan
kerugian tetapi juga memberikan rekomendasi cara untuk mengurangi
kerugian.
Saran memenuhi persyaratan konstruksi bangunan, pemasangan sprinkler,
alarm, merupakan upaya untuk mengendalikan kerugian apabila resiko
terjadi.

26
Manfaat asuransi bagi masyarakat luas:
1. Manfaat social (social benefits)
Klaim yang dibayarkan oleh asuransi memungkinkan pengusaha dapat
membangun kembali pabrik/usahanya, sehingga dapat menghindari adanya
pemutusan hubungan kerja akibat pabrik terbakar.
2. Tabungan (savings)
Dalam produk asuransi jiwa khususnya endowment insurance menjamin
pembayaran baik meninggal atau hidup di akhir kontrak, pembayaran
yang diterima tertanggung pada akhir kontrak pada dasarnya merupakan
akumulasi premi ditambah dengan bunga.

1.46. Uraikan perbedaan antara pre-loss risk reduction dengan post-loss risk control,
masing-masing disertai satu contohnya. (Mar 2012 No. 3)

Jawaban: lihat atas

1.47. Uraikan pengertian economic control pada pengendalian risiko (Okt 2010 No. 2)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Jawaban: lihat atas

1.48. Dalam kaitan dengan manajemen risiko: (Sept 2008 No. 10)
a. 2(dua) hal terpenting agar proses identifikasi risiko lebih efektif
b. Pengendalian risiko secara
 Fisik
 Finansial

Jawaban:
a. 2 (dua) hal terpenting agar proses identifikasi risiko lebih efektif
1. Di sini risiko dipandang dari cakupan yang luas, tidak terbatas pada risiko­
risiko yang dapat diasuransikan.
2. Dengan menggunakan alat-alat indentifikasi risiko, langkah-langkah
diambil untuk melihat se/uruh aspek yang dapat menyebabkan perusahaan
menderita kerugian.

b. Pengedalian risiko secara


 Fisik
 Finansial
27
Jawaban : silakan lihat di atas

TAMBAHAN: JAWABAN

Teknik-teknik identifikasi risiko:


a. Bagan organisasi
Bagan ini menunjukkan struktur organisasi perusahaan secara keseluruhan. Bagan
ini memperlihatkan hubungan antar personil sehingga dapat memperlihatkan
kelemahan ­kelemahan dalam struktur organisasi yang dapat menimbulkan masalah
bagi risk management.
Contoh:
- pembagian tugas tidak memadai
- ability personil/kompetensi
Juga digunakan untuk melihat apakah bagan organisasi sudah sesuai untuk
diterapkan di perusahaan tersebut atau belum.

b. Flow chart
Flow chart ini berguna untuk perusahaan - perusahaan di mana sistem produksinya
melibatkan proses dari bahan baku sampai menjadi barang jadi. Flow chart

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

menunjukkan aliran (flow) operasi perusahaan serta dapat menunjukkan masalah­


masalah yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang tidak nampak.

c. Check List
Merupakan daftar pertanyaan tentang masing-masing bagian dalam perusahaan.
Contoh klasifikasi risiko yang ditanyakan dalam check list:

Risiko Kebakaran, erosi, peledakan, fraud, kerusakan struktural,


langsung perang
(direct)
Akibat-akibat Loss of profit akibat kebakaran, pencurian, pemogokan kar-
yawan
Sosial Moral liability, tekanan pelanggan
Hukum Civil liabilities, statutory liability, contractual liability
Politik lntervensi pemerintah, denda, peraturan pemerintah asing
Keuangan Ramalan inflasi yang tidak memuaskan, keputusan marketing
yang
salah

1.49. Uraikan 2 (dua) bentuk cost of risk akibat terjadinya suatu peristiwa risiko (Mar 2011
No. 2)
28
Jawaban: lihat financial risk
Tambahan :
Cost of risk adalah pengukuran kuantitatif dari total biaya (kerugian, biaya
pengendalian risiko, biaya risiko pembiayaan, dan biaya administrasi) yang
berhubungan dengan fungsi manajemen risiko, dibandingkan dengan penjualan
bisnis, aset, dan jumlah karyawan. Tujuan dari perbandingan seperti ini adalah
untuk menentukan apakah biaya total fungsi manajemen risiko meningkat, menurun,
atau tetap konstan sebagai fungsi kegiatan ekonomi bisnis. Setelah pengukuran
kuantitatif telah diturunkan, perbandingan dapat dibuat antara COR bisnis itu dan
Cors kelompok rekan-nya. Selain itu, COR akan memungkinkan bisnis untuk fokus
pada bidang operasi yang akan memiliki jangka panjang terbesar efek pada biaya
total fungsi manajemen risiko.

1.50. Uraikan 4 (empat) kekurangan dari statistik kerugian dalam mengukur besarnya
cost of risk. (mar 2012 no 2)

Jawaban:
1. Tidak semua risiko dapat diasuransikan, hanya pure risk yang dapat
diasuransikan.
2. Asuransi hampir selalu tidak mampu memberi penggantian secara sempurna

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

yang dapat mengembalikan posisi keuangan pemegang polis ke posisi


semula sebelum terjadinya kerugian.
Hal ini disebabkan karena adanya under insurance dan penerapan limitation
of indemnity, yaitu:
• Sum insured
• Average karena adanya under insurance
• Excess
• Franchise
• Limits of liability (misalnya pada TPL)
• Deductible
3. Pembayaran premi, baik dalam hal jumlah maupun waktu pembayarannya,
juga tidak selalu dapat dipastikan. Hal ini terjadi jika premi ditetapkan secara
retrospective (misalnya dalam asuransi cash in transit dan stock insurance).
Selain itu, adanya faktor inflasi juga dapat menyebabkan premi di masa
datang berbeda dengan premi ditetapkan pada masa sekarang.
4. Bila terjadi kataspohik atau risiko yang jarang terjadi tetapi mempunyai
severity yang besar

1.51. Uraikan pengendalian risiko secara Financial . (Mar 2006 No. 1)

29
Jawaban: lihat atas

1.52. Dalam kaitan dengan manajemen risiko: (Sept 2007 No. 9)


a. Uraikan pengertian Manajemen risiko
b. Pengedalian risiko secara
1. Fisik
2. Finansial

Jawaban: lihat atas

1.53. Dalam kaitan dengan self-insurance. (Mar 2006 No. 9)


a. Jelaskan alasan seseorang melakukannya
b. Sebutkan 6 (enam) keuntungannya
c. Sebutkan 6 (enam) kemgiallllya

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Jawaban:
a. Alasan self-insurance antara lain: (Bobot 30%)
 Sebagai alternatif pembelian asuransi
 Sebagai tambahan di mana first layer atau proporsi dari suatu klaim tidak
diasuransikan dalam pasar konvensional
 Mereka merasa cukup kuat secara finansial untuk menanggung kerugian­
kerugian tersebut
 Biaya untuk itu, dengan cara memupuk dana, lebih rendah dibanding tingkat
premi komersial tidak harus menanggung biaya administrasi dan laba
perusahaan asuransi
 Exposure-nya terhadap kerugian melibatkan kejadian dalam jumlah
yang banyak tapi dengan tingkat kerugian yang cukup rendah (high frequency
- low severity) kerugiannya cukup dapat diprediksi (predictable)

b. Keuntungannya adalah sebagai berikut (Bobot 35%)


 Premi lebih murah
 Bunga basil investasi dana menjadi milik mereka sendiri
 Biaya preminya tidak mengalami kenaikan akibat pengalaman klaim yang
bumk dari perusahaan lain
 Terdapat insentif langsung untuk memperkecil dan mengendalikan risiko
kerugian
 Tidak akan ada perselisihan timbul dengan perusahaan asuransi tentang 30
klaim
 Mereka, sebagai organisasi yang besar pada umumnya, telah memiliki
personel bidang asuransi yang berkualifikasi untuk mengelola dana tersebut
 Keuntungan dari dana tersebut dimasukkan dalam pembukuan mereka

c. Kerugiannya adalah sebagai berikut (Bobot 35%)


 Sebuah kerugian katastropis dapat terjadi, menghabiskan seluruh dana
yang tersedia dan mungkin mengakibatkan organisasi/perusahaan
tersebut dilikuidasi
 Dampak agregat dari beberapa kerugian dalam satu tahun dapat
mempunyai pengaruh yang sama seperti kerugian katastropis, khususnya
pada awal-awal pemupukan dana tersebut
 Modal diikat untuk jangka pendek, sebagai investasi yang mudah dicairkan,
mungkin tidak dapat memberikan imbal hasil sebagus investasi yang lebih
baik rentangnya pada perusahaan asuransi
 Mungkin diperlukan peningkatan jumlah staf asuransi yang dipekerjakan
dengan suatu biaya tambahan
 Kehilangan kesempatan mendapatkan saran teknis dari perusahaan
asuransi dari wawasan/pengalaman yang lebih luas atas banyak
perusahaan dan bidang yang beragam
 Statistik klaim organisasi tersebut dibuat dari dasar yang terlalu sempit

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

untuk suatu prediksi dapat dibuat dengan mantap atas biaya klaim yang
akan datang
 Mungkin timbul kritikan dari pemegang saham dan departemen lain:
 atas transfer modal yang besar untuk memupuk dana dan atas biaya
dividen tahun tersebut
 atas hasil investasi yang rendah dari dana tersebut dibandingkan
dengan hasilyang dapat diperoleh jika jumlah modal tersebut
diinvestasikan dalam bidang produksi organisasi tersebut
 Dalam masa tekanan finansial, dapat timbul godaan untuk meminjam dari
dana tersebut, sehingga melemahkan keamanan yang telah diciptakannya
 Tekanan dapat terjadi pada manajer dana tersebut, untuk membayar
kerugian ­ kerugian di luar jaminan (pembayaran ex-gratia)
 Mengakibatkan berkurangnya dana bagi tujuan yang semula
ditetapkan membuat analisa statistik menjadi lebih sulit
 Prinsip dasar asuransi, yaitu penyebaran risiko akan menjadi hilang
 Kontribusi yang dibuat ke pundi dana tidak memenuhi syarat sebagai biaya
dalam hal pajak korporasi, sedangkan pembayaran premi diperbolehkan

1.54. Dalam kaitan dengan self insurance: (Mar 2009 No. 9)


a. uraikan perbedaannya dengan non-insurance (Bobot 25%)
b. uraikan alasan suatu organisasi memilih melakukannya (Bobot 25%) 31
c. sebutkan masing-masing 6 (enam) keunggulan dan kelemahannya (Bobot
50%)

Jawaban:
a. Self insurance
Suatu dana darurat dicadangkan untuk digunakan untuk menutup kerugian
akibat suatu peristiwa; tanpa membeli asuransi
Non-insurance
Tidak ada upaya pencadangan dana darurat maupun pengupayaan proteksi
asuransi untuk menutup kerugian akibat suatu peristiwa

b. Alasan melakukan self-insurance


Merasa sudah cukup besar secara finansial untuk menanggung kerugian-
kerugian tersebut. Biaya untuk penghimpunan dana khusus juga lebih murah
dibanding dengan tingkat premi komersial; karena tanpa beban ongkos
administrasi dan profit Perusahaan asuransi, profil risikonya bersifat high
frequency low severity
- predictable baginya dan juga bagi Perusahaan asuransi
- jika diasuransikan ke perusahaan asuransi, perusahaan asurans1 juga
akan memperhitungkan unsur profit dan biaya administrasi sehingga akan

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

menj adi lebih mahal dari biaya klaim yang predictable

c. Keunggulan dan kelemahan self insurance: Jawaban : lihat di atas

1.55. Dalam kaitan dengan self insurance: (Mar 2007 No. 9)


a. uraikan pengertian self insurance (bobot 25%)
b. jelaskan alasan suatu organisasi memilih melakukan self insurance (bobot
25%)
c. sebutkan masing-masing 6 (enam) keunggulan dan kelemahannya (bobot 50%)

Jawaban: lihat atas

1.56. Uraikan pengertian Perusahaan asuransi Captive (Mar 2008 No. 5)

Jawaban:
Perusahan asuransi sendiri dengan tujuan untuk mengelola risiko usahanya sendiri
(Lengkapi dengan penjelasan self Insurance di atas) 32

1.57. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi, uraikan 3 (tiga) keuntungan dari
pengoperasian perusahaan asuransi captive. (Mar 2014, No. 1)

Jawaban:
Asuransi Captive sebagai anak perusahaan dibentuk untuk memberikan perlindungan
asuransi bagi perusahaan induk dan afiliasinya. Sebuah perusahaan asuransi
captive merupakan pilihan bagi banyak perusahaan dan kelompok-kelompok yang
ingin mengambil kontrol keuangan dan mengelola risiko dengan underwriting
asuransi mereka sendiri daripada membayar premi kepada perusahaan asuransi
pihak ketiga. Keuntungan akan captive adalah:

• Jaminan asuransi disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan itu


sendiri
• Mengurangi biaya operasi
• Peningkatan arus kas
• Peningkatan jaminan/coverage dan kapasitas
• Pendapatan investasi untuk mendanai kerugian/klaim
• Akses langsung ke pasar reasuransi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

• Fleksibilitas pendanaan dan underwriting


• Kontrol yang lebih besar terhadap klaim
• Deductible yang lebih kecil untuk unit operasi
• Keleluasaan negosiasi tambahan dengan underwriter
• Insentif untuk kontrol kerugian

1.58. Berkaitan dengan usaha perasuransian, uraikan pengertian usaha asuransi


umum berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. (Mar 2016,
No. 2).

Jawaban:
Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

1.59. Berkaitan dengan UU no. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian: (Mar 2019, No.
11).
a. Sebutkan 7 (tujuh) jenis perusahaan asuransi
33
b. Uraiakan perbedaan peran antara pialang asuransi dengan agen asuransi
c. Uraikan perbedaan antara pemegang polis dengan tertanggung
d. Uraiakan ruang lingkup usaha peasuransian asuransi umum

Jawaban:
a. Sebutkan 7 (tujuh) jenis perusahaan asuransi
Perusahaan Perasuransian adalah
- perusahaan asuransi,
- perusahaan asuransi syariah,
- perusahaan reasuransi,
- perusahaan reasuransi syariah,
- perusahaan pialang asuransi,
- perusahaan pialang reasuransi, dan
- perusahaan penilai kerugian asuransi.

b. Uraiakan perbedaan peran antara pialang asuransi dengan agen asuransi

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 1: Relationship between Risk and Insurance

Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang


asuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau
mewakili Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan
penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim.

Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan
usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan
produk asuransi atau produk asuransi syariah.

c. Uraikan perbedaan antara pemegang polis dengan tertanggung


Pemegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri berdasarkan
perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk
mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya,
tertanggung, atau peserta lain.

Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur


dalam perjanjian Asuransi atau perjanjian reasuransi.

d. Uraiakan ruang lingkup usaha peasuransian asuransi umum


Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:
34
a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan
lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan
b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

BAB II: GENERAL NATURE OF


INSURANCE

2.1. Jelaskan 7 (tujuh) karakteristik dari risiko yang dapat diasuransikan (insurable risks).
(Mar 2007 No. 10; Mar 2006 No. 10; Mar 2010 No. 10)

Jawaban yang disarankan:

(1) Fortuitous
Terjadinya peristiwa / kejadian harus sepenuhnya tidak terduga dan di luar
sepengetahuan Tertanggung
Tidak mungkin untuk mengasuransikan suatu peristiwa yang pasti akan
terjadi dan tidak melibatkan ketidakpastian (uncertainty) kerugian, sehingga
tidak berlangsung pengalihan risiko
Contoh:
 keausan (wear and tear) dan depresi
 tindakan sengaja Tertanggung
35
Kedua risiko tersebut tidak dapat diasuransikan.
Catatan: Meskipun kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi, namun
kapan
terjadinya itu bersifat tidak dapat diduga (fortuitous), maka tetap dapat
diasuransikan.

(2) Finansial value


 Hakikat asuransi adalah suatu mekanisme pengalihan risiko dan pemberian
kompensasi finansial atas kerugian asuransi tanpa tidak menghilangkan
risiko, tetapi menjamin perlindungan finansial terhadap konsekuensi dari
risiko tersebut.
 Risiko yang diasuransikan harus menimbulkan suatu kerugian yang dapat
diukur secara finansial
Contoh : segala kerusakan material pada, atau pencurian atas, harta benda
 Dalam hal kerugian atau kerusakan harta benda, nilai moneter dari harta
benda yang mengalami kerugian tersebut dapat ditentukan,
sehingga kompensasi dapat diberikan
 Semua kerusakan materiil atau pencurian terhadap harta benda termasuk
dalam kelompok ini
 Dalam asuransi jiwa, besarnya kompensasi finansial ditetapkan pada awal
kontrak

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

(3) Insurable interest


 Hubungan finansial yang diakui secara hukum antara Tertanggung dan
obyek pertanggungan di mana Tertanggung mengambil manfaat jika obyek
pertanggungan tersebut tidak mengalami kerugian atau kerusakan, namun
sebaliknya, akan menderita kerugian atau tanggung jawab yang timbul
 Seseorang tidak dapat mengasuransikan harta benda orang lain dengan
harapan jika harta benda tersebut mengalami kerugian atau kerusakan
dia akan mendapatkan kompensasi di luar yang diterima pemilik harta
benda tersebut
 Demikian juga seorang tidak dapat mengasuransikan jiwa orang lain yang
tidak ada hubungan insurable interest dengannya

(4) Homogeneous exposures


 Melihat adanya exposure yang serupa dalam jumlah yang cukup besar,
Penanggung dapat membuat perkiraan tingkat kerugian yang akan
dihadapinya
 Tanpa itu, tugasnya menjadi lebih sulit dan premi yang dihasilkan akan
cenderung sebagai hasil perkiraan (guesstimate) dibanding perhitungan
matematis bisa tepat atau tidak. Tetapi, bagaimanapun juga Penanggung
tetap akan memproteksi dirinya dengan menerapkan premi yang cukup
untuk menghadapi kemungkinan kejadian yang terburuk. Dalam hal ini,
kompetisi tidak terlalu penting, karena tidak banyak risiko yang dicarikan
proteksinya
36
(5) Pure risks
 Situasi dimana hanya ada kemungkinan kerugian; tidak ada kemungkinan
keuntungan; atau bisa juga ada pada posisi yang sama seperti sebelum
peristiwa tersebut terjadi (break event).
 Speculative risk umumnya diambil dengan harapan akan suatu
keuntungan; dan
 penyediaan asuransi dapat menjadi disinsentifuntuk berupaya
 Asuransi berfokus pada risiko murni
 Risiko spekulatif umumnya diambil dengan harapan untuk memperoleh
keuntungan; dan asuransi terhadap risiko spekulatif dapat menjadi kontra­
insentif yang besar bagi usaha untuk memperoleh keuntungan
 Jika dimungkinkan mengasuransikan profit yang dihasilkan dari suatu
usaha, maka orang tersebut mungkin tidak termotivasi untuk berusaha
menghasilkan keuntungan, karena polis akan memberikan kompensasi
jika tidak tercapai keuntungan tersebut
 Risiko murni sebagai konsekuensi dari risiko spekulatif dapat diasuransikan,
tetapi risiko spekulatif itu sendiri tidak
Misalnya: risiko kebakaran atau pencurian terhadap suatu pabrik adalah
risiko murni, tetapi timbul akibat risiko spekulatif sesorang mengambil
keputusan untuk melakukan investasi mendirikan pabrik tersebut

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

(6) Particular risks


Adalah risiko yang sifatnya personal, baik dari segi sebab maupun
dampaknya
Contoh : kebakaran, kecelakaan kerja, kecelakaan kendaraan bermotor

Fundamental risk
Penyebabnya di luar kendali manusia; dan dampaknya dirasakan banyak
orang. Umumnya fundamental risk tidak dapat diasuransikan
 Beberapa gejala alam dapat diasuransikan secara selektif; berdasarkan
letak geografis. (Misalnya: risiko gempa per daerah)
 Risiko fundamental timbul dari sebab-sebab di luar kendali seseorang
secara individu atau sekelompok individu, dan dampak yang ditimbulkan
juga dirasakan banyak orang
 Risiko partikular lebih bersifat personal baik dari sudut penyebab
maupun akibatnya. Umumnya risiko partikular dapat diasuransikan
 Tidak tepat bila dikatakan bahwa semua risiko fundamental tidak
dapat diasuransikan
 Penanggung akan bersikap sangat selektif atas jenis risiko fundamental
yang hendak dikover.
 Risiko fundamental yang timbul dari sifat masyarakat (perang,
perubahan adat atau inflasi) umumnya tidak dapat diasuransikan
 Risiko fundamental akibat sebab fisik seperti angin topan, gempa
bumi dan badai dapat diasuransikan; meskipun tergantung lokasinya
37

(7) Public policy


 Suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan apa yang dianggap
masyarakat sebagai suatu hal yang benar dan secara moral harus
dilakukan
 Perbuatan kriminal yang dilakukan seseorang tidak dapat
diasuransikan
 Kontrak untuk membunuh seseorang tidak dapat diterima; demikian
juga kontrak untuk menimbulkan kerusakan pada harta benda milik
orang lain
 Tidak dapat diterima mengasuransikan kegagalan suatu tindakan
kriminal misalnya : seorang pencuri membeli polis asuransi untuk
memberi ganti rugi atas hasil yang seharusnya dia peroleh dari
usaha pencurian jika sebelum usahanya tersebut berhasil dia sudah
tertangkap oleh polisi
 Masyarakat tidak akan dapat menerima jika seseorang akan terhindar
dari hukuman atas perbuatannya yang melanggar hukum hanya
karena orang tersebut mengasuransikannya.
Misal: asuransi atas denda atau putusan pengadilan alas pelanggaran
hukum yang dilakukannya

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

2.2. Berkaitan dengan konsep risiko, jelaskan 6 (enam) karakteristik risiko yang harus
dipenuhi agar suatu objek atau kepentingan dapat diasuransikan. (Mar 2019, No. 9)

Jawaban: lihat di atas

2.3. Uraikan pengertian fortuitous dari suatu risiko agar dapat diasuransikan (Mar 2013
No. 2)

Jawaban: lihat di atas

2.4. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraikan pengertian insurable interest
dan kapan insurable interest tersebut harus ada dalam kontrak asuransi kebakaran
(Sept 2014 No. 4).

Jawaban:
 Hubungan finansial yang diakui secara hukum antara Tertanggung dan
obyek pertanggungan di mana Tertanggung mengambil manfaat jika obyek
pertanggungan tersebut tidak mengalami kerugian atau kerusakan, namun 38
sebaliknya, akan menderita kerugian atau tanggung jawab yang timbul
 Dalam asuransi kebakaran, seseorang tidak dapat mengasuransikan harta
benda orang lain dengan harapan jika harta benda tersebut mengalami
kerugian atau kerusakan dia akan mendapatkan kompensasi di luar yang
diterima pemilik harta benda tersebut.
 Insurable interest ada dalam kontrak asuransi kebakaran jika:
- Tertanggung mempunyai hubungan finansial dengan obyek yang
diasuransikan
- Mendapat manfaat apabila harta benda / kepentingan tersebut tidak
hilang atau rusak
- Menderita kerugian atas hilang atau rusaknya; atau timbulnya tanggung
jawab

2.5. Uraikan kaitan antara prinsip hukum bilangan besar (the law of the large
number) dengan tingkat objektivitas suatu risiko bagi underwriter. (Mar 2013 No.
2)

Jawaban:
Risiko yang dapat diasuransikan harus memenuhi prinsip hukum bilangan besar
(the law of large number) di mana risiko yang diasuransikan harus homogen dan

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

dalam jumlah yang banyak. Dengan melihat adanya exposure yang serupa dalam
jumlah yang cukup besar, underwriter dapat membuat perkiraan tingkat kerugian
yang akan dihadapinya.

Tanpa itu, tugas underwriter menjadi lebih sulit dan premi yang dihasilkan akan
cenderung sebagai hasil perkiraan (guesstimate) dibanding perhitungan matematis
bisa tepat atau tidak. Tetapi, bagaimanapun juga Penanggung, melalui underwriter,
tetap akan memproteksi dirinya dengan menerapkan premi yang cukup untuk
menghadapi kemungkinan kejadian yang terburuk. Dengan demikian, underwriter
dapat lebih objektif dalam menentukan keputusan dalam menerima suatu risiko.

2.6. Berkaitan dengan insurable interest sebagai salah satu prinsip dasar asuransi,
uraikan: (April 2015 No. 11; Maret 2016 No. 10)
a. 3 (tiga) unsur utama dan definisi insurable interest.
b. 3 (tiga) cara timbulnya insurable interest.
c. 4 (empat) situasi dimana insurable interest timbul pada tertanggung yang
bukan pemilik dan objek pertanggungan.

Jawaban yang disarankan:


a. 3 (tiga) unsur utama dan definisi insurable interest.
Unsur-unsur pokok dari insurable interest adalah: 39
1. benda, hak, kepentingan dan sebagainya harus merupakan objek
yang diasuransikan (subject matter of insurance)
2. tertanggung harus mempunyai hubungan dengan objek yang
dipertanggungkan di mana dia memperoleh manfaat atas keutuhannya,
dan mengalami kerugian atas rusaknya atau hilangnya subject matter
of insurance
3. hubungan antara tertanggung dan subject matter of insurance harus
diakui/sah secara hukum

b. 3 (tiga) cara timbulnya insurable interest.


Insurable Interest dapat timbul dari berbagai sumber sebagai berikut :
a.    Berdasarkan Hukum (Common Law)
Kepemilikan (Ownership) atas harta benda, atau tanggung gugat
seseorang kepada orang lain dalam hal kelalaian (Pasal 1365 & 1369
K.U.H.Perdata)
b.    Berdasarkan Perjanjian (Contract)
Kontrak yang menempatkan suatu pihak dalam hubungan yang diakui
secara Hukum dengan harta-benda atau tanggung jawab yang menjadi
pokok perjanjian.
misal :
-.   Dalam  kontrak sewa sebuah bangunan,  didalam kontrak tersebut 

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

menyatakan bahwa si penyewa bertanggung jawab atas perawatan


atau perbaikan bangunan itu. Kontrak seperti ini memberi si penyewa
Insurable Interest pada bangunan tersebut, karena kontrak itu
menciptakan hubungan yang diakui secara Hukum antara si Penyewa
dengan si Pemilik bangunan yang disewanya.
Seseorang dengan adanya kontrak harus bertanggung jawab apabila
tidak memenuhi apa yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut.
c.    Berdasarkan Undang-undang (Statue)
Di Inggris, beberapa undang-undang memberikan insurable Interest
kepada sese-orang atau suatu pihak tertentu seperti :
-.    Marine Insurance Act 1745
Tidak dibenarkan menutup asuransi Marine kepada siapapun
juga tanpa adanya Insurable Interest, apabila dikemudian hari
ditemukan hal tersebut, maka perjanjian asuransi dinyatakan batal
dan dianggap tidak pernah ada perjanjian.
-.    Married women’s Property Act 1882
-.    Repair of Benefice Building Measure 1972
-.    Industrial Assurance & Friendly Society Act 1948.

c. 4 (empat) situasi dimana insurable interest timbul pada tertanggung yang


bukan pemilik dan objek pertanggungan.
c.1 Kepemilikan sebagian atau kepemilikan bersama
Seseorang yang hanya memiliki kepentingan sebagian (partial
40
interest) pada suatu benda berhak mengasuransi nilai penuh benda
itu, walaupun kepentingan sebenarnya orang itu pada benda tersebut
sebagian saja.
Namun demikian apabila kerugian terjadi, benda tersebut musnah
seluruhnya, dan menerima ganti rugi yang melebihi kepentingan
keuangannya, maka ia hanya berhak atas jumlah sebesar
kepentingannya tersebut, sedangkan sisanya menjadi hak pemilik
atau para pemilik lainnya.
c.2 Mortgagees & Mortgagors
Pemberian hipotek lazim dilakukan dalam pembelian rumah, harta
benda lain. Pemberi hipotek (Mortgagees) selaku pihak penjual, dan
Mortgagor selaku pihak pembeli. Kedua pihak tersebut mempunyai
Insurable Interest, dimana :
Mortgagee : sebatas uang pinjaman atau kridit yang diberikan.
Dalam praktek seperti ini biasanya pihak pemberi kredit/penjual
mengharus-kan pihak pembeli mengasuransikan barang tersebut
dengan nama bersama antara Pihak Penjual dan pihak Pembeli.
c.3. Pengurus, Juru sita & Trusstee
Orang-orang atau Badan Hukum yang menjalankan tugas seperti
diatas, bertanggung jawab atas barang-barang atau kepentingan yang
berada dibawah pengawasannya atau kekuasaannya, dengan adanya
tanggung jawab ini maka memberikan pada mereka Insurable Interest
atas barang-barang tersebut.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

c.4 Bailees
Bailees adalah orang-orang yang secara legal memegang atau
mengawasi langsung barang-barang milik orang lain, baik atas
pembayaran suatu uang imbalan untuk itu atau secara gratis,
misal : Bengkel; Binatu; Reperasi Tv dll.
Pihak-pihak ini bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan
atau menjaga barang-barang yang berada dalam pengawasannya,
tanggung jawab inilah memberikan mereka Insurable Interest pada
barang-barang yang bersangkutan.
c.5 Agent
Seorang Agen bertanggung jawab atas barang-barang milik prinsipalnya
yang berada dibawah kekuasaan agen tersebut. Agen tersebut berhak
mengasu-ransikan barang yang bersangkutan, karena ada tanggung
jawab terhadap barang tersebutlah yang memberikannya Insurable
Interest.
c.6 Suami - Istri
Setiap Istri mempunyai Insurable Interest pada harta benda atau jiwa
Suaminya, dan Suami mempunyai Insurable Interest pada harta benda
atau jiwa Istrinya.

2.7. Uraikan fungsi primer asuransi sebagai suatu mekanisme pengalihan risiko (Mar
2009 No. 4)
41
Jawaban yang disarankan:
 Merupakan fungsi utama dari asuransi sebagai mekanisme pengalihan risiko
 Risiko selalu ada tetapi tidak seorang pun tahu apakah akan terjadi atau
tidak;
 seandainya pun terjadi berapa besar biayanya juga tidak dapat diketahui
dengan pasti
 terlebih dahulu
 Merupakan ketidakpastian (uncertainty)
 Tertanggung dapat menukarkan ketidakpastian risiko untuk suatu
kepastian (certainty) dalam bentuk premi
 Sebagai imbalan atas suatu kerugian/kehilangan yang sudah pasti, dalam
bentuk premi, Tertanggung akan terbebas dari ketidakpastian akan potensi
kerugian yang jauh lebih besar
 Risiko tidak dipindahkan, tetapi sebagian konsekuensi finansialnya sekarang

2.8. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi yang terkait dengan perjanjian asuransi,
uraikan: (Mar 2017 No. 11)
a. Pengertian insurable interest

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

b. Perbedaan antara subject matter of insurance dan subject matter of contract


c. 3 (tiga) cara timbulnya insurable interest

Jawaban yang disarankan:


a. Pengertian insurable interest
 Hubungan finansial yang diakui secara hukum antara Tertanggung
dan obyek pertanggungan di mana Tertanggung mengambil manfaat
jika obyek pertanggungan tersebut tidak mengalami kerugian atau
kerusakan, namun sebaliknya, akan menderita kerugian atau tanggung
jawab yang timbul
 Seseorang tidak dapat mengasuransikan harta benda orang lain dengan
harapan jika harta benda tersebut mengalami kerugian atau kerusakan
dia akan mendapatkan kompensasi di luar yang diterima pemilik harta
benda tersebut
 Demikian juga seorang tidak dapat mengasuransikan jiwa orang lain
yang tidak ada hubungan insurable interest dengannya
Ada juga pengertian lain, yaitu hak untuk mengasuransikan yang timbul dari
suatu hubungan keuangan antara tertanggung dan yang diasuransikan dan
diakui oleh hukum.Jadi yang diasuransikan bukanlah bangunan, kapal, atau
jiwa, melainkan kepentingan keuangan tertanggung atas barang-barang tsb.
Timbulnya Insurable Interest Pada Asuransi Kerugian adalah jika terjadi klaim.
Dan untuk Asuransi Jiwa pada awal penutupan Asuransi.

b. Perbedaan antara subject matter of insurance dan subject matter of contract 42


Subjek matter of Insurance : berupa barang/property atau kejadian yang
secara hukum dapat menimbulkan kerugian atau tanggung jawab hukum.
Contoh:rumah, kapal, jiwa atau TJH

Subjek matter of Contract: kepentingan keuangan yang dimiliki oleh seseorang


dalam subject matterof insurance.
Hal ini ditegaskan dlm kasus Castellain + Preston 1883, dimana “ apa yg di
Asuransikan dlm polis as kebakaran, bukan batu bara & material yg digunakan
untuk membangun, tetapi kepentingan keuangan atas subject matter of
insurance/barang tersebut yang diasuransikan.

c. 3 (tiga) cara timbulnya insurable interest


Insurable Interest dapat timbul dari berbagai sumber sebagai berikut :
a.    Berdasarkan Hukum (Common Law)
Kepemilikan (Ownership) atas harta benda, atau tanggung gugat
seseorang kepada orang lain dalam hal kelalaian (Pasal 1365 & 1369
K.U.H.Perdata)
b.    Berdasarkan Perjanjian (Contract)
Kontrak yang menempatkan suatu pihak dalam hubungan yang diakui
secara Hukum dengan harta-benda atau tanggung jawab yang menjadi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

pokok perjanjian.
misal :
Dalam  kontrak sewa sebuah bangunan,  didalam kontrak tersebut 
menyatakan bahwa si penyewa bertanggung jawab atas perawatan
atau perbaikan bangunan itu. Kontrak seperti ini memberi si penyewa
Insurable Interest pada bangunan tersebut, karena kontrak itu
menciptakan hubungan yang diakui secara Hukum antara si Penyewa
dengan si Pemilik bangunan yang disewanya.
Seseorang dengan adanya kontrak harus bertanggung jawab apabila
tidak memenuhi apa yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut.
c.    Berdasarkan Undang-undang (Statue)
Di Inggris, beberapa undang-undang memberikan insurable Interest
kepada sese-orang atau suatu pihak tertentu seperti :
-.    Marine Insurance Act 1745
Tidak dibenarkan menutup asuransi Marine kepada siapapun
juga tanpa adanya Insurable Interest, apabila dikemudian hari
ditemukan hal tersebut, maka perjanjian asuransi dinyatakan batal
dan dianggap tidak pernah ada perjanjian.
-.    Married women’s Property Act 1882
-.    Repair of Benefice Building Measure 1972
-.    Industrial Assurance & Friendly Society Act 1948.

43
2.9. Uraikan pengertian asuransi sebagai suatu mekanisme pengalihan risiko. (Mar
2006 No. 1)

Jawaban yang disarankan:


Asuransi adalah suatu mekanisme pengalihan risiko di mana suatu organisasi /
perusahaan dapat menukarkan ketidakpastian (uncertainty) dengan kepastian
(certainty).
Uncertainty
Apakah kerugian akan terjadi atau tidak, kapan akan terjadi,
seberapa parah akibatnya, berapa kali akan terj adi dalam setahun, dsb semuanya
itu tidak jelas dan menyulitkan untuk membuat anggaran (budget).
Perusahaan / perorangan sepakat untuk membayar sejumlah premi yang telah
ditetapkan (certainty) dan sebagai imbalannya perusahaan asuransi akan memberi
ganti rugi atas kerugian yang terjadi (uncertainty) sepanjang memenuhi ketentuan
polis.

2.10. Jelaskan fungsi asuransi sebagai risk transfer (Mar 2008 No. 9)

Jawaban yang disarankan:

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

Fungsi asuransi adalah sebagai transfer risiko dari tertanggung kepada penanggung
atau dari orang per orang, organisasi ataupun perusahaan kepada perusahaan
asuransi.

Contoh 1.
Mobil senilai USD 15,000 merupakan investasi yang termasuk besar, akan
menghadapi ancaman kerusakan atau kehilangan. Mobil tersebut bisa saja dicuri
ataupun terbakar ataupun juga rusak akibat kecelakaan. Bagaimana pemilik
kendaraan tersebut bisa mengatasi semua risiko yang potensial tersebut dan
konsekuensi keuangan yang ditimbulkan? Dalam situasi ini, pemilik mobil dapat
mengalihkan / mentransfer konsekuensi keuangan atas risiko - risiko tersebut
kepada perusahaan asuransi dengan membayar premi.

Contoh 2.
Demikian juga kepada industri, di mana seorang direktur perusahaan menyadari
bahwa perusahaan menghadapi sejumlah risiko. Perusahaan tidak mengetahui
apakah risiko-risiko tersebut akan terjadi dan kapan akan terjadi. Dalam situasi yang
demikian, fungsi asuransi sebagai transfer risiko ini sangat berperan.
Managing Director dapat menukarkan ketidakpastian menjadi kepastian. Kerugian
yang pasti diganti dengan premi, mereka akan bebas dari ketidakpastian atas
kerugian yang besar.

2.11. Uraikan pengertian common pool sebagai salah satu fungsi primer asuransi (Sept
2009 No. 3)
44
Jawaban yang disarankan:
 Dahulu sebelum adanya asuransi marine cargo / pengangkutan laut, saat
sebelum kapal berangkat, para pedagang yang memiliki barang dagangan
diangkut setuju untuk saling berkontribusi kepada siapa saja yang mengalami
kerugian atas kerusakan barang yang diangkut. Hal ini membuat setiap
pedagang terhindar dari kerugian total karena masing- masing pedangan ikut
menanggung beban atas setiap kerugian.
 Dana sebagai kontribusi para pedagang dikumpulkan sebagai pool bersama.
 Demikian juga dalam asuransi kebakaran, premi polis asuransi rumah tinggal
akan dipoolkan pada Common pool, pool asuransi rumah tinggal yang lain. Dan
premi polis kendaraan bermotor akan dipool bersamaan dengan polis -polis
kendaraan bermotor lainnya.
 Premi asuransi yang dikumpulkan haruslah cukup untuk mendanai kerugian
total untuk setiap tahun dan juga beban biaya dan keuntungan perusahaan
asuransi.

2.12. Uraikan pengertian dari reinsurance pools (Mar 2010 No. 7)

Jawaban yang disarankan:

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

Di beberapa negara, untuk mencegah banyaknya bisnis yang direasuransikan


ke perusahaan asing maka pemerintah setempat membentuk pusat perusahaan
reasuransi/pools di mana setiap perusahaan asuransi harus menempatkan sebagian
atau seluruh dari penempatan reasuransinya kemudian beberapa anggota akan
menjadi shareholders di mana dia akan menerima share dari polo tersebut. Konsep
ini hampir sama dengan regional reassurance polis yang dilakukan beberapa
negara sedang berkembang di mana tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah
kapasitas underwriting di pasar regional dan menahan sebanyak mungkin ke
dalam pools. Pools ini dikelola oleh salah satu dari anggota (Misal ARAB Pools
& & African Re) yang menerima compulsory Quota Share yang dicesikan oleh
beberapa perusahaan yang berada di region tersebut.

2.13. Uraikan pengertian equtable premium

Jawaban yang disarankan:


Penerapan besarnya premi haruslah seimbang. Hal ini mengacu pada faktor tingkat
risiko dan hazard pada obyek pertanggungan itu sendiri dan juga terhadap nilai
pertanggungan.
Contoh:
Premi bangunan rumah tinggal dengan konstruksi kelas I tidak akan sama dengan
premi bangunan rumah tinggal dengan konstruksi kelas 2.

45
2.14. Berkaitan dengan konsep asuransi, jelaskan:(Sept 2016 No. 10; Mar 2018 No. 10)
a. Fungsi asuransi sebagai pool of risks
b. Manfaat prinsip the law of large numbers dalam pengoperasian pool of risks
c. Pengertian equitable premiums dalam pengoperasian pool of risks

Jawaban:
a. Dahulu sebelum adanya asuransi marine cargo / pengangkutan laut, saat
sebelum kapal berangkat, para pedagang yang memiliki barang dagangan
diangkut setuju untuk saling berkontribusi kepada siapa saja yang mengalami
kerugian atas kerusakan barang yang diangkut. Hal ini membuat setiap
pedagang terhindar dari kerugian total karena masing- masing pedangan
ikut menanggung beban atas setiap kerugian. Dana sebagai kontribusi para
pedagang dikumpulkan sebagai pool bersama. Demikian juga dalam asuransi
kebakaran, premi polis asuransi rumah tinggal akan dipoolkan pada Common
pool, pool asuransi rumah tinggal yang lain. Dan premi polis kendaraan bermotor
akan dipool bersamaan dengan polis -polis kendaraan bermotor lainnya. Premi
asuransi yang dikumpulkan haruslah cukup untuk mendanai kerugian total
untuk setiap tahun dan juga beban biaya dan keuntungan perusahaan asuransi.

b. Asuransi menganut prinsip hukum bilangan besar (the law af large number) dan
dalam menentukan tarif premi asuransi harus mempertimbangkan frekuensi
dan severity atas pengalaman ganti rugi (claim) untuk jenis risiko yang sama.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

Prinsip the law of large numbers sangat erat kaitannya degan prinsip pool of
risks. Premi untuk risiko-risiko yang homogen dikumpulkan dalam suatu pool
untuk mengkover kerugian yang dialami oleh para anggotanya. Oleh karena
itu, diperlukan suatu jumlah bilangan yang besar agar kerugian itu dapat
dikover. Jika tidak menganut prinsip bilangan besar dalam pool of risk, maka
dikhawatirkan bahwa jumlah dana yang terkumpul tidak dapat mengkover
kerugian yang terjadi.

c. Equitable premiums: Dengan asumsi bahwa pengalihan resiko telah dilakukan


melalui common pool, fungsi utama yang ketiga adalah kontribusi yang harus
dibayar oleh masing-masing peserta harus fair. Tingkat resiko yang dialami oleh
setiap peserta bisa berbeda, misalnya untuk bangunan yang terbuat dari kayu
memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan dari
batu. Pengemudi yang berumur 18 tahun lebih tinggi resikonya dibandingkan
dengan pengemudi yang berumur 50 tahun.
Demikian juga nilai barang yang dipertanggungkan tidak selalu sama.
Perbedaan mengenai tingkat hazard dan nilai itu akan membawa konsekuensi
besarnya kontribusi (premi) yang dibebankan. Hal-hal semacam ini yang
sekarang menjadi dasar para underwriter dalam menetapkan tingkat premi.

2.15. Jelaskan asuransi sebagai risk transfer, common pool, equitable premium (Sept
2006 No. 14, Sept 2013 No. 9)

Jawaban: Lihat di atas 46

2.16. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan alasan mengapa pembatalan polis
secara mid-term seharusnya dikenakan short-term premium (Sept 2015, No. 8)

Jawaban:
Kadang kala polis berlaku untuk waktu kurang dari 12 bulan, dan bila normal
struktur tarif digunakan, penanggung tidak akan menerima full loading untuk
expenses bila ‘pro rata’ premi digunakan, dan biaya penanggung dapat kurang
lebih sama dengan 12 bulan.
Dalam beberapa hal, misal polis kebakaran, penanggung menghitung
premi tahunan, premi pro rata dan 5% dari selisih antara dua premi tersebut
ditambahkan ke premi pro rata untuk mendapatkan short period premium.

Contoh:
Premi tahunan Rp 120
Pro rata untuk 3 bln Rp 30
Selisih Rp 90
5% dari selisih Rp 4.50
Short period premium : Rp 34.50

Pada kasus pembatalan polis, proporsi tertentu dari premi tahunan dikenakan
untuk satu bulan atau tiga bulan atau berapa saja sesuai dengan periode asuransi
yang telah digunakan. Untuk resiko 6 atau 9 bulan dapat dikenakan satu tahun

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

premi. Ini biasanya dilakukan bila kenaikan pada resiko bersifat seasonal. Misal,
jumlah motor vehicle pada musim panas, atau bila pengalaman menunjukkan
kejadian klaim pada short period policies secara proporsional lebih tinggi dari pada
polis tahunan.

2.17. Jelaskan 5 (lima) manfaat utama yang diberikan asuransi kepada para tertanggung,
masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. (Sept 2007 No. 10, Mar. 2009
No. 10)

Jawaban:
(1) Peace of mind
 Dengan mengetahui bahwa telah ada asuransi untuk menanggulangi
akibat finansial dari risiko-risiko tertentu, maka timbul ketenangan (peace
of mind) bagi Tertanggung; baik perorangan maupun perusahaan.
 Jika banyak risiko yang dapat menimbulkan hilangnya modal, maka
orang tidak mau berinvestasi dalam dunia usaha.
 Lapangan kerja terbatas, pasokan barang berkurang, kebutuhan impor
meningkat, kesejahteraan masyarakat umum menurun.
 Dengan berasuransi, sebagian risiko dialihkan ke perusahaan asuransi
 Insentif bagi pengusaha untuk lebih berinvestasi

47
(2) Loss control
 Perusahaan asuransi mempunyai kepentingan untuk menurunkan
frekuensi dan tingkat keparahan risiko kerugian; bukan hanya untuk
meningkatkan profitabilitas mereka sendiri tapi juga berkontribusi bagi
penurunan secara umum atas kerugian ekonomi akibat peristiwa kerugian.
 Banyak perusahaan asuransi mengembangkan keahlian di bidang teknologi
yang beragam dari pengendalian risiko.
 Melalui pengalamannya dalam menghadapi risiko-risiko yang ditutup
perusahaannya, surveyor perusahaan asuransi umumnya memberikan
saran­saran (advices) tentang pengendalian risiko kepada Tertanggung

(3) Social benefits


 Dengan berasuransi, pengusaha mempunyai dana untuk memulihkan
usahanya setelah terjadinya suatu kerugian; hal ini menjadi pemacu
aktivitas usaha
 Lapangan kerja dapat dipertahankan; pasokan barang atau jasa dapat
dijamin; sumber pendapatan bagi masyarakat secara umum tetap terjamin

(4) Investmet of funds


 Dana pertanggungan yang dikumpulkan perusahaan asuransi dari
banyak

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

 Tertanggung, baik perorangan maupun perusahaan, be1jum!ah cukup


besar,
 sementara itu terdapat jarak waktu antara saat dana terkumpul dan
saat pembayaran klaim
 Rentang waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
sebagian dana tersebut dalam berbagai bentuk investasi

(5) Invisible earnings


 Seperti halnya terjadi penyebaran risiko oleh perorangan maupun
perusahaan yang dimungkinkan oleh adanya asuransi, juga terjadi
penyebaran risiko yang melintasi batas negara.
 Pendapatan premi yang diperoleh dari negara lain tidak melibatkan
arus barang fisik.
 Hal ini merupakan penghasilan yang tidak terlihat (invisible eamings) bagi
negara tersebut

2.18. Berkaitan dengan konsep asuransi, jelaskan: (Mar 2019, No. 10)
a. 3 (tiga) manfaat asuransi bagi masyarakat secara umum
b. 2 (dua) cara penanggung berbagi risiko dengan pihak lain
c. pengertian self insurance
48
Jawaban: Lihat di atas. Silakan dibahasakan ulang.
a. 3 (tiga) manfaat asuransi bagi masyarakat secara umum
(1) Peace of mind
 Dengan mengetahui bahwa telah ada asuransi untuk menanggulangi
akibat finansial dari risiko-risiko tertentu, maka timbul ketenangan (peace
of mind) bagi Tertanggung; baik perorangan maupun perusahaan.
 Jika banyak risiko yang dapat menimbulkan hilangnya modal, maka
orang tidak mau berinvestasi dalam dunia usaha.
 Lapangan kerja terbatas, pasokan barang berkurang, kebutuhan impor
meningkat, kesejahteraan masyarakat umum menurun.
 Dengan berasuransi, sebagian risiko dialihkan ke perusahaan asuransi
 Insentif bagi pengusaha untuk lebih berinvestasi

(2) Loss control


 Perusahaan asuransi mempunyai kepentingan untuk menurunkan
frekuensi dan tingkat keparahan risiko kerugian; bukan hanya untuk
meningkatkan profitabilitas mereka sendiri tapi juga berkontribusi bagi
penurunan secara umum atas kerugian ekonomi akibat peristiwa kerugian.
 Banyak perusahaan asuransi mengembangkan keahlian di bidang teknologi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

yang beragam dari pengendalian risiko.


 Melalui pengalamannya dalam menghadapi risiko-risiko yang ditutup
perusahaannya, surveyor perusahaan asuransi umumnya memberikan
saran­saran (advices) tentang pengendalian risiko kepada Tertanggung

(3) Social benefits


 Dengan berasuransi, pengusaha mempunyai dana untuk memulihkan
usahanya setelah terjadinya suatu kerugian; hal ini menjadi pemacu
aktivitas usaha
 Lapangan kerja dapat dipertahankan; pasokan barang atau jasa dapat
dijamin; sumber pendapatan bagi masyarakat secara umum tetap terjamin

b. 2 (dua) cara penanggung berbagi risiko dengan pihak lain


Cara penanggung berbagi risiko dengan pihak lain yaitu reasuransi dan koasuransi.
- Reasuransi adalah asuransi kembali / ulang
- Koasuransi adalah asuransi bersama
Kedua – duanya adalah merupakan cara dalam “ Spreading of Risk “ atau penyebaran
risiko.
Suatu risiko adakalanya demikian besar sehingga tidak dapat ditanggung sendiri
oleh satu perusahaan asuransi saja, sehingga Perusahaan Asuransi tersebut
memerlukan dukungan dari Perusahaan – Perusahaan Asuransi lainnya.
Cara membaginya seperti disebutkan di atas adalah dengan system Koasuransi 49
atau Reasuransi tersebut.
Adakalanya kedua system tersebut dipakai secara bersamaan, sebagai suatu
gabungan kombinasi cara yang perlu dipakai sekaligus.
Dalam reasuransi telah jelas, bahwa Perusahaan Asuransi yang menutup
asuransinya yang pertama mengasuransikan kembali sebagian daripada risiko
yang ditutupnya itu kepada perusahaa lain.
Dalam hal ini Perusahaan yang menjadi Reinsurer-nya tidak ada hubungan
langsung dengan pihak Tertanggung, atau sebaliknya. Karena itu dalam segala
urusan Tertanggung hanya akan berhubungan dengan Perusahaan Asuransi
yang menutupnya langsung saja ( Perusahaan yang menerbitkan Polisnya ),
termasuk dalam hal masalah klaim, walaupun dalam pelaksanaannya risiko yang
ditutup asuransinya itu direasuransikan. Dengan demikian masalah pembayaran
klaimnya pun perusahaan asuransi bertanggung jawab secara penuh 100%
kepada Tertanggung, dalam pada itu Reinsurer hanya bertanggung jawab kepada
perusahaan asuransi Ceding Company untuk bagiannya dalam klaim tersebut.
Dalam hubungan ini apabila sebuah risiko yang besar ditutup sendiri oleh
satu perusahaan asuransi, maka perusahaan asuransi tersebut akan menjadi
bertanggung jawab untuk suatu jumlah yang besar seperti yang ditutupnya itu
terhadap Tertanggung, yang berarti untuk suatu pembayaran klaim perusahaan
asuransi itu pun harus menyiapkan sejumlah dana yang besar sendiri, yang dalam
banyak hal tidaklah semudah yang diperkirakan dalam keadaaan seperti dewasa
ini.
Karena itu, sejak semula adakalanya Perusahaan Asuransi telah memikirkan suatu
cara koasuransi dulu sebelum menjalankan reasuransi.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 2: General Nature of Insurance

Dan apabila koasuransi itu telah dilakukan, maka perusahaan asuransi tersebut
hanya akan memikirkan reasuransi untuk bagian yang ditutupnya sendiri itu, yang
dalam hal tersebut suatu klaim maka hal itu tidak akan terlalu membebaninya,
terutama dalam hal mengusahakan dana untuk pembayaran klaim tersebut sebelum
“ recovery “ dari Reinsurer telah diperoleh.
Cara koasuransi ada 2 macam pula, yaitu koasuransi yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan asuransi dengan menggunakan 1 polis saja, dan koasuransi yang
dilakukan dengan menggunakan polisnya masing – masing untuk sebesar bagian
yang ditutupnya, yang dalam hal ini dikenal dengan penutupan koasuransi secara
polis jalan bersama ( run in conjunction ).
Mengenai kedua cara tersebut mempunyai kelebihan serta kelemahannya masing
– masing, tergantung pada kesepakatan yang dapat dicapai oleh perusahaan –
perusahaan asuransi yang saling berkoasuransi tersebut.

c. pengertian self insurance


Pengertian self insurance:
- suatu dana disisihkan sendiri oleh suatu organisasi untuk membayar
kerugian-kerugian yang dapat diasuransikan
- sebagai alternatif dari membeli proteksi asuransi di pasar komersial atau
sebagai pelengkap dimana bagian pertama suatu risiko tidak diasuransikan
pada pasar komersial

Alasan untuk self insurance:


- merasa sudah cukup besar secara finansial untuk menanggung kerugian- 50
kerugian tersebut,
- biaya, dalam pemupukan dana khusus, lebih murah dibanding dengan
tingkat premi komersial; karena tanpa beban ongkos administrasi dan profit
Perusahaan asuransi,
- profil risikonya bersifat high frequency low severity: predictable baginya dan
juga bagi Perusahaan asuransi; jika diasuransikan ke perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi juga akan memperhitungkan unsur profit dan biaya
administrasi sehingga akan menjadi lebih mahal dari biaya klaim yang
predictable.

2.19. Berkaitan dengan kebutuhan dasar asuransi, uraikan 3 (tiga) faktor yang menjadi
dasar pertimbangan seseorang atau suatu organisasi dalam memutuskan untuk
berasuransi atau tidak. (Sept 2015, No. 1; Mar 2018, No. 1)

Jawaban: Lihat di atas. Silakan dibahasakan ulang.

2.20. Berkaitan dengan usaha perasuransian, uraikan ruang lingkup usaha perusahaan
asuransi umum berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. (Sept

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 2: General Nature of Insurance

2017, No. 3)

Jawaban:
Bab II, Pasal 2 ayat 1
Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:
a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini
usaha asuransi kecelakaan diri; dan
b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain.

2.21. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi, sebutkan 5 (lima) bidang jasa usaha
perasuransian berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian.(Mar
2018, No. 4)

Jawaban:
Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut:
• jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko,
• pertanggungan ulang risiko,
• pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah,
• konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau 51
reasuransi syariah, atau
• penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

2.22. Uraikan manfaat asuransi sebagai peace of mind (Mar 2008 No. 6, Mar 2013 No. 4)

Jawaban: Lihat di atas

2.23. Uraikan masing-masing 2 (dua) manfaat asuransi bagi tertanggung korporat dan
bagi masyarakat secara umum

Jawaban: Lihat di atas, silakan dipilah-pilah

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 3: Insurance Coverage

BAB III: INSURANCE COVERAGE

3.1. Uraikan luas jaminan yang diberikan dalam asuransi CAR (Contactors All Risk)
(Sept 2007 No. 1)

Jawaban:
Contractors All Risks (merupakan asuransi yang menjamin suatu pengerjaan di
mana pekerjaan sipil lebih banyak daripada pengerjaan non-sipil). Luas jaminan:
1. Pekerjaan
2. Tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga

3.2. Sebutkan 4 (empat) obyek asuransi engineering.

Jawaban:
1. Contractors All Risks (lebih banyak pekerjaan sipil) atas : pekerjaan, tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga
2. Erection All Risks (lebih banyak pekerjaan nonsipil) atas pemasangan mesin 52
dan instalasi listrik, dll.
3. Machinery Breakdown: menanggung kerusakan akibat mesin itu sendiri. Misal:
Arus pendek pada mesin
4. Boiler : menjamin kerusakan pada broiler, juga kerusakan lain akibat meledak-
nya boiler
5. Electronic Equipment: Misal: mesin USG
6. Computer Insurance
7. Contractors’ Plant & Machinery

3.3. Uraikan 2 macam luas jaminan asuransi product liability (Sept 2006 No. 6)

Jawaban:
Asuransi Product Liability ini biasanya menggunakan ‘claims made basis’ (bisa juga
menggunakan occurence basis) dan terdiri dari:
1. Tanggung gugat untuk cedera atau kerusakan
2. Perbaikan dan penggantian produk polis jaminan produk menjamin:
Penggantian, pengerjaan ulang, pemulihan produk yang gagal, memberikan
fungsi yang diinginkan karena cacat disain, manufaktur, pemasangan, dsb

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 3: Insurance Coverage

setelah produk sampai kepada konsumen.


Tanggung gugat yang timbul dari saran, disain dan konsultasi, di mana jasa ini
disediakan secara langsung sehubungan dengan suplai produk atau pekerjaan
dalam arti nyata dan produk ini telah gagal.

3. Kerugian finansial
Menjamin kerugian finansial yang diderita pihak ketiga sebagai akibat produk
gagal berfungsi seperti yang diinginkan

4. Penarikan produk
Menjamin biaya yang timbul bagi penyedia barang dalam menarik produk atau
mengatur pemusnahannya, karena barang tersebut diketahui memiliki kesala-
han yang berbahaya. Dasar penjaminannya adalah produk yang ditarik tersebut
dapat mengakibatkan cedera atau kerusakan dan kegagalan produk diakibat-
kan kesalahan dalam disain/manufaktur. Polis ini juga menjamin biaya penari-
kan produk yang tercemar asalkan itu tidak disengaja.
Biaya penarikan ini biasanya sangat mahal dan masih terdapat biaya tidak
langsung seperti kehilangan penjualan, rusaknya reputasi perusahaan dan
biaya disain ulang serta pengembangan ulang.

3.4. Uraikan perbedaan antara combined insurance dan comprehensive insurance (Sept
2007 No. 8; Mar. 2010 No. 2) 53
Jawaban:
Combined Insurances (Gabungan)
Gagasannya yaitu: menggabungkan beberapa polis sekaligus untuk dijual kepada
tertanggung

Dilakukan karena:
1. lebih mudah
2. nasabah akan lebih mudah karena cuma 1 polis (tagihannya cuma 1)
3. kemungkinan terlupakan kecil
4. penjualannya lebih mudah bagi perusahaan asuransi

Keuntungan:
1. biaya administrasi lebih ringan
2. one premium and one renewal
3. kemungkinan overlooking dari cover yg dibutuhkan sangat kecil
4. mudah untuk dipasarkan
(Contoh kombinasinya adalah: travel policy + PA + Medical Expenses + Cancellation
+ Delay)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 3: Insurance Coverage

Comprehensive Insurances (Package)


Gagasannya yaitu:Jaminan yang lebih luas dengan satu syarat dan kondisi polis
yang sama di bagian manapun dalam polis

3.5. Sebutkan 4 (empat) keuntungan combined insurance (Sept 2006 No. 8, Sept 2008
No. 8)

Jawaban: lihat di atas

3.6. Sebutkan 6 (enam) jenis jasa yang dapat diberikan suatu risk management consult-
ant. (Mar 2006 No. 7)

Jawaban:
Risk Management consultant membantu pengguna jasa tersebut mengidentifikasi
dan mengevaluasi risiko suatu organisasi dan mengusulkan metode pengendalian
risiko yang meliputi:
1 Broad risk management strategic reviews
2. Advise dalam teknik pengendalian risiko dan pengendalian secara fisik
54
3. Audit risiko dan asuransi
4. Disaster recovery planning
5. Studi kelayakan tentang captive
6. Manajemen atau audit captive
7. Prakiraan kerugian dan analisa cadangan
8. Program self-insurance
9. Studi interdependensi bisnis
10. Penggunaan data industrial untuk komparasi dan benchmarking

3.7. Sebutkan 4(empat) jenis layanan yang umunya disediakan risk management con-
sultans dari pialang asuransi intemational yang besar (Mar 2010 No. 4)

Jawaban: Lihat di atas

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 4: Marketing and Agency

BAB IV: MARKETING AND AGENCY

4.1. Sebut 5 (lima) pialang asuransi

Jawaban:
Broker asuransi
2. Llyoids broker
3. Agents
4. Konsultan asuransi
5 Home service insurance representative

4.2. Sebut 5 (lima) perusahaan asuransi

Jawaban:
1. Proprietary company
2. Mutual companies
55
3. Klasifikasi perusahaan asuransi
4. Direct writing company
5. Supermarket and others retailers

4.3. Uraikan pengertian dan perbedaan pialang asuransi dengan agen asuransi

Jawaban:
a. Broker (pialang) adalah agen calon tertanggung apabila :
 Pialang asuransi yang memberikan jasa dalam keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung
 Ia hanya menerima pembayaran dari penanggung berupa komisi (kasus
Bancroft v. Heath, 1900)
 Ada kerjasama dengan tertanggung untuk mengelabuhi penanggung
 Mengisi dan merubah atau menambah jawaban dalam formulir permintaan
penutupan asuransi dan tertanggung mengetahui hal ini (Newsholme Bros.
V. Road Transport & General, 1925)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 4: Marketing and Agency

 Melengkapi formulir atas nama tertanggung


 Memberikan saran kepada tertanggung atas perlunya asuransi dan memilih
penanggung untuk penempatan asuransinya
 Memberikan saran dalam penyelesaian klaim

b. Agen adalah agen penanggung apabila:


 Agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraaan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung
 memiliki express authority untuk menenma dan menangani permintaan
asuransi
 memiliki implied authority untuk menenma dan menangam permintaan
asuransi
 melakukan survey dan memberikan keterangan alas nama penanggung
 bertindak tanpa express authority, tetapi penanggung akan mengakuinya
atau berdasarkan kejadian yang lampau hal itu diakui oleh penanggung
 secara express dan implied authority ia mengumpulkan dan menerima
premi diperintahkan oleh penanggung untuk menanyakan dan mengisi
jawaban formulir permintaan asuransi, meskipun formulir tersebut berisi
pernyataan yang sebaliknya (Kasus Stone v. Reliance Mutual Ins. Soc. Ltd,
1972)

56
4.4. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi: (Sept 2018, No. 9)
a. Uraikan 5 (lima) karakteristik saluran distribusi langsung.
b. Sebutkan 5 (lima) ruang lingkup layanan perantara asuransi.
c. Uraikan mekanisme kerja binders.

Jawaban:
a. Uraikan 5 (lima) karakteristik saluran distribusi langsung.
Pemasaran langsung merupakan komunikasi langsung dengan pelanggan
individu yang dibidik secara seksama baik untuk memperoleh tanggapan
segera maupun membina hubungan pelanggan yang berlangsung
lama. Di dalam pemasaran langsung biasanya menggunakan salu-ran –
saluran langsung ke konsumen (Consumer direct) untuk menjangkau dan
menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan
perantara pemasaran. Saluran – salu-ran ini mencakup surat langsung,
catalog, telemarketing, tv interaktif, situs internet, dan lain-lain.
Karakteristik saluran distribusi langsung antara lain:
· Nonpublik , yaitu Pesan biasanya ditujukan kepada orang tertentu
· Disesuaikan , yaitu Pesan dapat disiapkan untuk menarik orang yang
dituju
· Terbaru, yaitu Pesan dapat disiapkan dengan sangat cepat

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 4: Marketing and Agency

· Interaktif , yaitu Pesan dapat diubah tergantung pada tanggapan orang


tersebut
· Murah, karena tidak melibatkan pihak lain dalam mendistribusikan
produknya

b. Sebutkan 5 (lima) ruang lingkup layanan perantara asuransi.


(1) Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha
Pialang Asuransi.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan
Usaha Pialang Reasuransi.
(3) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan
Usaha Penilai Keru-gian Asuransi.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) bertindak un-tuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung,
atau peserta.
(5) Perusahaan Pialang Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) bertindak un-tuk dan atas nama Perusahaan Ceding.

c. Uraikan mekanisme kerja binders.


Banyak perusahaan asuransi telah mendelegasikan beberapa kewenangan
kepada perantara untuk bertindak atas nama mereka. Contoh sederhananya
berupa penerbitan cover note un-tuk asuransi motor oleh perantara. Perantara
berwenang untuk menerbitkan cover asalkan bisnis baru atau perubahan 57
polis yang ada termasuk dalam kriteria yang ditetapkan. Beberapa skim
otoritas (sering disebut ‘binders’) memberikan banyak fleksibilitas kepada
perantara da-lam batas-batas yang ditentukan. Seringkali wording polis
telah dinegosiasikan secara khusus agar cocok dengan kategori tertentu
yang diminta oleh klien. Misalnya, kontrak pengangkutan, penjaga gudang,
para pelaku bisnis perhotelan. Ini akan sering disebut sebagai skim.
Tidak ada asuransi atau underwriter yang akan mendelegasikan wewenang
underwriting mereka tanpa memastikan bahwa kewenangan secara tegas
digambarkan dan ditegakkan dengan benar. Akan ada batasan ketat pada
kewenangan perantara itu yang secara khusus berhubungan dengan hal-hal
berikut:
• Apa risiko yang dapat dicoverdan apa yang tidak bisa, misalnya kelas
bisnis yang dapat di-cover, perdagangan (atau daftar perdagangan
yang dikecualikan) dll
• Tarif premi yang akan dibebankan, termasuk level minimum
• Batas, misalnya batas ganti rugi, setiap ekses minimum untuk
diterapkan dll
• Penutupan yang dapat diberikan dan wording yang akan digunakan.
Ini juga akan menjadi kebiasaan bagi otoritas untuk menetapkan batas
geografis bisnis untuk dicover.
Sebuah aspek penting dari otoritas adalah batas premium keseluruhan yang
dapat diterima oleh perantara dalam satu satu tahun / bulan / triwulan. Hal ini
untuk memastikan bahwa ka-pasitas akhir dari risk carrier (pembawa risiko)
tidak dilanggar.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 4: Marketing and Agency

Di mana otoritas penyelesaian klaim termasuk dalam delegated authority,


juga akan ada pa-rameter yang jelas yang ditetapkan dan sejauh mana
kewenangan penyelesaian klaim untuk disetujui.

4.5. Berkaitan dengan usaha perasuransian, uraikan perbedaan pialang asuransi dan
agen asuransi berdasarkan UU No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian. (Sept
2015, No. 3)

Jawaban:
Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan
memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi
syariah dan/atau penyelesaian klaim.

Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha,
yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk
asuransi syariah.

4.6. Uraikan ruang lingkup jasa yang diberikan pialang asuransi dan agen asuransi 58
berdasarkan Undang-Undang no. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. (Sept
2016, No. 4)
Jawaban:
Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan
memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi
syariah dan/atau penyelesaian klaim.

Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha,
yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk
asuransi syariah.

4.7. Berkaitan dengan keperantaraan dalam struktur pasar asuransi, jelaskan: (April
2015, No. 10; Mar 2017, No. 10).
a. perbedaan peran pialang asuransi dan agen asuransi.
b. 5 (lima) kewajiban agen asuransi terhadap principal.
c. 2 (dua) kewajiban plinsipal terhadap agen asuransi.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 4: Marketing and Agency

Jawaban:
a. Lihat atas

b. Kewajiban agen asuransi kepada prinsipal:


 Bertindak secara hati-hati dan dengan skill yang diperlukan. (Contoh: broker
harus memiliki keahlian di bidang asuransi).
 Bertindak sesuai dengan perjanjian sebagai agen.
 Bertindak jujur; menginformasikan secara lengkap mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kontrak. Ia tidak boleh menerima komisi yang bersifat rahasia.
Hal ini secara common law dianggap bahwa komisi asuransi diperoleh dari
penanggung, dan hal ini harus diungkapkan pula kepada tertanggung.
 Harus menyimpan uang yang menjadi milik prinsipalnya
 Tidak mendelegasikan wewenangnya kepada orang lain (delagus non palest
delegare), kecuali:
1. di mana nasabah memberikan sanksi pendelegasian
2. di mana pendelegasian itu diperlukan untuk melakukan kewajiban
agen
3. di mana suatu perjanjian express atau implied yang membolehkan
pendelegasian

c. Kewajiban prinsipal kepada pialang:


59
 Membayar upah yang dijanjikan
 Menanggung kerugian yang diderita agen karena kehilangan kewajiban dan
biaya yang terjadi dalam menjalankan pekerjaan. Biaya dalam kegiatan agen
atau broker asuransi pada umumnya merupakan bagian dari komisi. Di pihak
lain, broker sering membayar premi untuk atas nama nasabahnya dan untuk itu
ia berhak memperoleh pembayaran kembali

4.8. Uraikan masing-masing 2 (dua) kelebihan dan kekurangan direct marketing sebagai
salah satu saluran distribusi asuransi dari sudut pandang tertanggung (Sept 2013,
No. 4; Apr 2015, No 3).

Jawaban:
Direct marketing/penjualan secara langsung maksudnya tidak melibatkan pihak lain
dalam pendistribusiannya, beberapa keuntungan yang diperoleh antara lain:
1. menurunkan biaya pemasaran karena tidak memerlukan extra cost untuk
membayar pihak lain sehingga diharapkan premi dapat bersaing
2. dari sudut pandang pembeli, mereka dapat dengan langsung berinteraksi
dengan penjual sehingga merasa nyaman

Kerugian :

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 4: Marketing and Agency

1. Salah satu kelemahan dari sudut pembeli pandang adalah bahwa produk
hanya satu perusahaan tersedia , kecuali beberapa panggilan telepon yang
dibuat .
 2. Kerugian lebih lanjut dari sudut pembeli pandang adalah bahwa tidak ada
saran independen mengenai kesesuaian tersedia dan tidak ada bantuan yang
independen dalam hal klaim

4.9. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi, uraikan masing-masing 2 (dua) kelebihan
dan kekurangan direct marketing sebagai salah satu saluran distribusi pemasaran
asuransi dari sudut pandang tertanggung. (April 2015, No. 3).

Jawaban:
Lihat di atas

4.10. Uraikan perbedaan usaha asuransi dengan usaha penunjang usaha asuransi

Jawaban:
Jenis usaha perasuransian meliputi:
a. Usaha asuransi terdiri dari: 60
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
terhadap pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti
2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan
3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi perusahaan asuransi kerugian dan atau jiwa

b. Usaha penunjang asuransi terdiri dari:


1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa dalam keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung
2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa dalam keperantaraan
dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi
dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan
4. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria
5. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 4: Marketing and Agency

4.11. Berkaitan dengan usaha perasuransian dan berdasarkan SE OJK No 32 tahun 2015
tentang Bancassurance, uraikan (Sept 2017 No. 11):
a. Pengertian bancassurance
b. 3 (tiga) model bisnis kerjasama bancassurance
c. Pengertian produk asuransi PAYDI

Jawaban:
a. Pengertian bancassurance
Bancassurance adalah aktivitas kerja sama antara Perusahaan dengan
Bank dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank.

b. 3 (tiga) model bisnis kerjasama bancassurance


Kerja sama antara Perusahaan dan Bank dikategorikan sebagai
Bancassurance apabila mekanisme kerja sama tersebut menggunakan
salah satu dari ketiga model bisnis sebagai berikut:
a. Referensi
Dalam model bisnis ini, Bank berperan hanya mereferensikan atau
merekomendasikan suatu Produk Asuransi kepada calon pemegang polis,
tertanggung, atau peserta. Model bisnis referensi dapat dibedakan menjadi: 61
1) Referensi dalam rangka produk Bank
Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau merekomendasikan
Produk Asuransi kepada nasabah Bank yang akan menjadi calon
tertanggung atau peserta, yang merupakan persyaratan untuk
memperoleh suatu produk perbankan.
2) Referensi tidak dalam rangka produk Bank
Dalam model bisnis ini Bank mereferensikan atau merekomendasikan
Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu
produk perbankan.
b. Kerja Sama Distribusi
Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk Asuransi dengan
cara memberikan penjelasan mengenai Produk Asuransi tersebut secara
langsung kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
c. Integrasi Produk
Dalam model bisnis ini Bank berperan memasarkan Produk Asuransi kepada
calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta dengan cara modifikasi dan/
atau menggabungkan Produk Asuransi dengan produk perbankan (bundled
product). Peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan
atas Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi atas bundled product termasuk
yang terkait dengan Produk Asuransi kepada Perusahaan.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 4: Marketing and Agency

c. Pengertian produk asuransi PAYDI


Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI
adalah Produk Asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap
risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari
kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan
dalam bentuk unit maupun bukan unit.

4.12. 13. Berkaitan dengan prosedur underwriting dan sesuai dengan POJK No. 23
tahun 2015 tentang Produk Asuransi, uraiakan: (Mar 2019, No. 13)
a. pengertian produk asuransi pada perusahaan asuransi umum
b. 2 (dua) elemen dasar yang harus dimiliki produk asuransi
c. 3 (tiga) ketentuan yang harus dipenuhi produk asuransi bersama

Jawaban:
a. pengertian produk asuransi pada perusahaan asuransi umum
Produk Asuransi adalah program yang menjanjikan perlindungan terhadap
1 (satu) jenis atau lebih risiko yang dapat diasuransikan yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti dengan memberikan penggantian kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis, tertanggung,
62
atau peserta, atau pemberian jaminan pemenuhan kewajiban pihak yang
dijamin kepada pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut tidak
dapat memenuhi kewajibannya;

b. 2 (dua) elemen dasar yang harus dimiliki produk asuransi


Produk Asuransi harus memiliki:
a. Premi atau Kontribusi yang sesuai dengan manfaat yang dijanjikan, yang
ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak
diterapkan secara diskriminatif; dan
b. Polis Asuransi yang tidak mengandung kata, frasa, atau kalimat yang
dapat:
1. menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup,
kewajiban Perusahaan, dan kewajiban pemegang polis, tertanggung,
atau peserta; dan/atau
2. mempersulit pemegang polis, tertanggung, atau peserta mengurus
haknya.

c. 3 (tiga) ketentuan yang harus dipenuhi produk asuransi bersama


(1) Produk Asuransi Bersama dirancang untuk dipasarkan dan
ditanggung atau dikelola risikonya melalui mekanisme kerja sama
antara:

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 4: Marketing and Agency

a. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi


Umum lainnya;
b. Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa
lainnya; atau
c. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
(2) Pembagian risiko antara Perusahaan Asuransi Umum dan
Perusahaan Asuransi Jiwa dalam Produk Asuransi Bersama harus
sesuai dengan ruang lingkup usaha Perusahaan Asuransi Umum
dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
(3) Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak termasuk pertanggungan bersama yang dilakukan oleh 2 (dua)
atau lebih Perusahaan yang sejenis dalam rangka penyebaran risiko
untuk satu objek pertanggungan yang bersifat kasus per kasus.

4.13. Jelaskan kewajiban pialang kepada prinsipal dan prinsipal ke pialang

Jawaban:
Kewajiban pialang kepada prinsipal:
 Bertindak secara hati-hati dan dengan skill yang diperlukan. (Contoh: broker
harus memiliki keahlian di bidang asuransi).
 Bertindak sesuai dengan perjanjian sebagai agen. 63
 Bertindak jujur; menginformasikan secara lengkap mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kontrak. Ia tidak boleh menerima komisi yang bersifat rahasia.
Hal ini secara common law dianggap bahwa komisi asuransi diperoleh dari
penanggung, dan hal ini harus diungkapkan pula kepada tertanggung.
 Harus menyimpan uang yang menjadi milik prinsipalnya
 Tidak mendelegasikan wewenangnya kepada orang lain (delagus non palest
delegare), kecuali:
1. di mana nasabah memberikan sanksi pendelegasian
2. di mana pendelegasian itu diperlukan untuk melakukan kewajiban agen
3. di mana suatu perjanjian express atau implied yang membolehkan
pendelegasian

Kewajiban prinsipal kepada pialang:


 Membayar upah yang dijanjikan
 Menanggung kerugian yang diderita agen karena kehilangan kewajiban dan
biaya yang terjadi dalam menjalankan pekerjaan. Biaya dalam kegiatan agen
atau broker asuransi pada umumnya merupakan bagian dari komisi. Di pihak
lain, broker sering membayar premi untuk atas nama nasabahnya dan untuk itu
ia berhak memperoleh pembayaran kembali

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 4: Marketing and Agency

4.14. Uraikan Liabilities of agent

Jawaban:
 Bertanggung jawab atas breach of warranty of authority.
 Jika agen menyatakan bertindak sebagai agen tanpa adanya kewenangan, ia
bertanggung jawab untuk membayar kerugian kepada pihak yang berkontrak
dengannya
 Bertanggung jawab kepada prinsipalnya jika ia melakukan kesalahan yang
membuat prinsipalnya rugi. Ada beberapa kasus di mana agen / broker tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk yang berkaitan dengan penutupan
asuransi dan ia harus memberikan kompensasi kepada tertanggung untuk
kerugian yang tidak diasuransikan
 Bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak

4.15. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi, sebutkan 5 (lima) fungsi perantara
independen dalam transaksi asuransi. (Sept 2014 No. 3).

Jawaban:
 Membantu tertanggung untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai
produk asuransi yang diminta
 Memberikan saran kepada tertanggung atas perlunya asuransi danmemilih 64
penanggung untuk penempatan asuransinya jika diminta
 Memberikan saran dalam penyelesaian klaim
 Mengevaluasi informasi mengenai penempatan dalam mengelola premi dan
klaim
 Meningkatkan pengetahuan konsumen yang pada akhirnya membantu
meningkatkan permintaan untuk asuransi dan meningkatkan tingkat take-up
asuransi.
 Untuk lebih lengkapnya, silakan baca artikel di link berikut ini: https://www.ciab.
com/uploadedfiles/resources/roleofinsint.pdf

4.16. Berkaitan dengan usaha perasuransian, sebutkan 5 (lima) kelompok pihak utama
dalam struktur pasar asuransi non-tariff. (Mar 2017 No. 3)

Jawaban:
1. Pialang Asuransi,
2. Pialang Reasuransi,
3. Penilai Kerugian Asuransi,
4. Konsultan Aktuaria, dan
5. Agen Asuransi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

BAB V: HOW INSURANCE OPERATE

5.1. Uraikan pengertian Proposal Form

Jawaban:
Proposal form adalah dokumen yang dibuat oleh penanggung dengan maksud
untuk mencari jawaban terhadap segala fakta material atas risiko yang akan
diasuransikan.
Kewajiban tertanggung tidak terbatas kepada pertanyaan-pertanyaan yang
ditanyakan saja, tetapi Tertanggung juga harus mengungkapkan tambahan fakta
material yang mungkin berlaku.

5.2. Jelaskan fungsi Proposal Form

Jawaban:
1. Mencatat informasi yang penting buat underwriter untuk melakukan assesment
atas risiko yang diajukan: apakah risiko tersebut bisa diasuransikan atau tidak,
dan bila bisa, apa syarat-syarat atau kondisi serta berapa preminya. 65
2. Dasar perjanjian
Proposal Form berisikan deklarasi bahwa proposal adalah dasar perjanjian
dan bahwa tertanggung menjamin kebenaran atas jawaban-jawaban yang
ada di proposal form, sehingga setiap misrepresentation adalah merupakan
pelanggaran perjanjian dan menjadikan perjanjian dapat batal.
3. Advertising
Proposal form juga berisikan secara rinci jaminan yang ada. Kadang-kadang
jenis polis lain yang ada dari perusahaan juga dicantumkan. Bila proposal form
juga menyebutkan jaminan yang ada secara ringkas disebut “prospectus” atau
lebih tepatnya “proposal dan prospectus”.
Harus diingat bahwa penerbitan proposal form kepada potensial klien tidak
menyatakan perusahaan akan menerima proposal klien. Informasi yang
dikumpulkan dari form yang telah diisi lengkap tentang fisik dan/atau moral risk
yang sedang diajukan dapat berarti bahwa risiko tersebut tidak dapat diterima
oleh penanggung.
4. Dengan bentuknya yang sudah uniform (seragam), proposal form memungkinkan
pihak penanggung menangani permintaan penutupan asuransi dengan cepat
dan akurat.
5. Memudahkan pihak penanggung dalam mengevaluasi apakah telah terjadi
penyampaian fakta-fakta material atau fakta-fakta penting yang keliru.

5.3. Berkaitan dengan prosedur underwriting, jelaskan : (Sept 2014 No. 13, Mar 2016

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

No. 12)
a. perbedaan fungsi dari quotation dan proposal form.
b. prinsip kerja dari quotation.
c. implikasi dari deklarasi dan peringatan yang umumnya tercantum pada
bagian akhir dari proposal form.

Jawaban:
a. perbedaan fungsi dari quotation dan proposal form.
Proposal form adalah dokumen yang dibuat oleh penanggung dengan
maksud untuk mencari jawaban terhadap segala fakta material atas risiko
yang akan diasuransikan (lihat dan uraikan seperti pada soal sebelumnya).
Kewajiban tertanggung tidak terbatas kepada pertanyaan-pertanyaan yang
ditanyakan saja, tetapi Tertanggung juga harus mengungkapkan tambahan
fakta material yang mungkin berlaku.
Quotation biasanya diterbitkan oleh tertanggung/broker/agen asuransi.
Dalam quotation ini, diungkapkan secara jelas mengenai jenis asuransi yang
dikehendaki, nama tertanggung, objek pertanggungan, lokasi risiko, nilai
pertanggungan (TSI), dst.

b. Sebagaimana diungkapkan di atas, quotation biasanya diterbitkan oleh


tertanggung, broker, maupun agen. Quotation berisi infomasi risiko beserta
jaminan-jaminan yang diajukan oleh broker/agen untuk disetujui oleh
penanggung/perusahaan asuransi. Quotation tersebut lalu dianalisis dan 66
dinilai oleh underwriting untuk mendapatkan persetujuan. Jika tertanggung
bersedia atas jaminan asuransi yang sudah disetujui oleh penanggung, maka
broker/agen akan menerbitkan placing slip sebagai dasar dari diterbitkannya
polis asuransi.

c. Bagaian terakhir dari proposal form biasanya merupakan suatu pernyataan


bahwa informasi yang tertuang dalam proposal form adalah benar dan sesuai
dengan kenyataan. Jika ternyata proposal form memiliki suatu kesalahan
yang dapat mempengaruhi keputusan underwriter dalam menyetujui sebuah
polis asuransi, maka perjanjian asuransi menjadi tidak sah dan batal sejak
semula.

5.4. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan perbedaan quotation dan proposal
forms (Sept 2018 No. 4)

Jawaban:
Proposal form adalah dokumen yang dibuat oleh penanggung dengan maksud
untuk mencari jawaban terhadap segala fakta material atas risiko yang akan
diasuransikan (lihat dan uraikan seperti pada soal sebelumnya).
Kewajiban tertanggung tidak terbatas kepada pertanyaan-pertanyaan yang
ditanyakan saja, tetapi Tertanggung juga harus mengungkapkan tambahan fakta

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

material yang mungkin berlaku.


Quotation biasanya diterbitkan oleh tertanggung/broker/agen asuransi. Dalam
quotation ini, diungkapkan secara jelas mengenai jenis asuransi yang dikehendaki,
nama tertanggung, objek pertanggungan, lokasi risiko, nilai pertanggungan (TSI),
dst.

5.5. Sebutkan 6 (enam) informasi yang secara umum ditanyakan dalam Surat
Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA) yang tidak spesifik menunjuk pada
produk asuransi tertentu (Sept 2008 No. 3)

Jawaban:
Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat ditemukan di kebanyakan
proposal form terlepas dari class of insurance.
1. Nama proposer
2. Alamat proposer
3. Alamat risiko
4. Pekerjaan proposer
5. Riwayat asuransi
6. Claim or loss history
67
PENJELASAN :
1. Nama proposer
Selain diperlukan untuk mengidentifikasi tertanggung, nama juga dapat
menunjukkan nature of the physical dan moral hazard. Nama perusahaan
yang mengajukan asuransi juga dapat menunjukkan nature of their trade
(contohnya: PT Telkomsel bergerak di bisnis telekomunikasi, PT Wingsfood
bergerak di bisnis makanan) atau nama seseorang di mana perusahaan tidak
ingin melakukan bisnis karena doubtful integrity (misalnya karena pengalaman
klaimnya yang buruk).
Bila nama proposer adalah perusahaan asing, perusahaan asuransi harus
berhati-hati karena tidak diketahui pasti bagaimana keadaan/kondisi perusahaan
induknya.

2. Alamat proposer
Alamat adalah faktor penting di dalam mengunderwrite motor insurance, theft
insurance dan semua risiko asuransi di mana perbedaan wilayah geografis
dapat juga menyebabkan perbedaan kemungkinan kerugian. Alamat juga
digunakan untuk tujuan korespondensi.

3. Alamat risiko
Dalam kasus tertentu, alamat risiko berbeda dengan alamat rumah tertanggung
atau alamat perusahaan. Alamat risiko dapat menjadi material dalam asuransi

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

fire, theft, motor, properti dan liability.


Alamat risiko harus ditulis dengan benar, karena bila alamat tidak benar, klaim
bisa ditolak karena alamat di proposal form yang akan ditulis di polis.
Bila terjadi kesalahan harus segera dilaporkan (sebelum klaim), supaya bisa
diganti.

4. Pekerjaan proposer
Pekerjaan-pekerjaan tertentu menghadirkan abnormal hazards, misal: dalam
asuransi jiwa dan kecelakaan diri: miners, airline crew dalam asuransi kebakaran
: plastic manufacturers & woodworking.

5. Riwayat asuransi
Jika penanggung lain memberlakukan syarat atau premi khusus, atau menolak
proposer di masa lalu, hal ini sangat penting buat penanggung baru untuk
menyelidiki keadaannya secara seksama sebelum memutuskan sehubungan
dengan acceptance and terms.

6. Claim or loss history


Underwriter ingin mengetahui kerugian-kerugian sebelumnya, apakah
diasuransikan atau tidak, yang akan dijamin oleh asuransi yang sedang diajukan.

68
5.6. Berkaitan dengan prosedur underwriting, sebutkan masing-masing 3 (tiga) informasi
umum dan informasi khusus yang dinyatakan dalam proposal forms. (Mar 2018, No.
5)

Jawaban:
Informasi umum:
• Nama proposer
• Alamat proposer
• Alamat risiko
Informasi khusus:
• Asuransi kebakaran: konstruksi, penggunaan, dan nilai bangunan
• Asuransi kendaraan bermotor: jenis jaminan yang diinginkan dan penggunaan
kendaraan
• Public liability Insurance: sifat pekerjaan yang dilakukan, jumlah karyawan

5.7. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan 3 (tiga) tingkatan pada paramida
informasi dalam perusahaan asuransi. (Sept 2016 No. 7)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Jawaban:
Piramida informasi adalah suatu alat pengkategorian data. Suatu piramida berisi 3
baris dari informasi:
a. Fondasi: pada dasar piramida ini sumber makroekonomi memberikan konteks
dalam informasi.
b. Pusat: pada bagian tengah piramida data industri membuat rangka
pengungkapan perusahaan/korporasi.
c. Puncak: pada level teratas piramida data peusahaan berisi informasi tertentu
perusahaan.

5.8. Berkaitan dengan proses underwriting, uraikan 3 (tiga) bentuk laporan dalam
piramida informasi yang umumnya terdapat pada perusahaan asuransi. (Sept 2017
No. 6)

Jawaban:
Lihat di atas

5.9. Berkaitan dengan proses underwriting, uraiakan 3 (tiga) tingkatan dalam piramida 69
informasi yang berkorelasi dengan tingkatan pengambilan keputusan pada
perusahaan asuransi. (Mar 2019, No. 6)

Jawaban:
Lihat di atas

5.10. Sebutkan 4 (empat) hal utama yang ditanyakan dalam proposal form asuransi
personal accident (Sept 2006 No. 3)

Jawaban:
1. Nama proposer
2. Alamat proposer
3. Usia proposer
4. Pekerjaan proposer
5. Riwayat kesehatan atas jiwa yang dipertanggungkan
6. Tinggi, berat badan

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

5.11. Uraikan isi pernyataan yang umumnya terdapat pada akhir setiap surat permohonan
Penutupan Asuransi (SPPA). (Mar 2008 No. 7, Sept 2009 No. 4)

Jawaban:
Proposal form biasanya juga memuat juga deklarasi yang menegaskan bahwa
proposal dan isinya adalah dasar dari kontrak dan proposer akan menerima bentuk
kontrak penanggung. Proposer menjamin kebenaran jawaban-jawabannya, namun
pada saat ini jaminan dimaksud dibatasi dengan kata-kata: “To the best knowledge
and belief of proposer”

5.12. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan isi deklarasi dan peringatan
(attestation clause) yang umumnya terdapat pada bagian akhir dari Surat
Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA). (April 2015, No. 5)

Jawaban:
Proposal form biasanya juga memuat juga deklarasi yang menegaskan bahwa
proposal dan isinya adalah dasar dari kontrak dan proposer akan menerima bentuk
kontrak penanggung. Proposer menjamin kebenaran jawaban-jawabannya, namun
pada saat ini jaminan dimaksud dibatasi dengan kata-kata: “To the best knowledge
and belief of proposer”
Attestation clause merupakan bagian dari polis yang memuat tanda tanda 70
penanggung sebagai persetujuan atas pengalihan risiko

5.13. Berkaitan dengan prosedur underwriting dan sesuai dengan SE OJK No 23 tahun
2015 tentang produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi, uraikan (Sept 2017
No. 13)
a. Pengertian polis asuransi
b. 7 (tujuh) ketentuan yang harus dicantumkan dalam polis asuransi
c. Ketentuan tentang penggunaan bahasa dalam polis asuransi

Jawaban:
a. Pengertian polis asuransi
Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi,
yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan
asuransi dan pemegang polis.

b. 7 (tujuh) ketentuan yang harus dicantumkan dalam polis asuransi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

(Pasal 11) Polis Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b


harus memuat ketentuan paling sedikit mengenai:
a. saat berlakunya pertanggungan;
b. uraian manfaat yang diperjanjikan;
c. cara pembayaran Premi atau Kontribusi;
d. tenggang waktu (grace period) pembayaran Premi atau Kontribusi;
e. kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing
apabila pembayaran Premi atau Kontribusi dan manfaat dikaitkan
dengan mata uang rupiah;
f. waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran Premi atau
Kontribusi;
g. kebijakan Perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran Premi
atau Kontribusi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
h. periode pada saat Perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan
kontrak asuransi (incontestable period) pada Produk Asuransi jangka
panjang;
i. tabel nilai tunai, bagi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan
Asuransi Jiwa yang mengandung nilai tunai;
j. perhitungan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis, bagi Produk
Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa yang
menjanjikan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis;
k. klausula penghentian pertanggungan, baik dari Perusahaan maupun
dari pemegang polis, tertanggung, atau peserta, termasuk syarat dan 71
penyebabnya;
l. syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang
relevan dan diperlukan dalam pengajuan klaim;
m. tata cara penyelesaian dan pembayaran klaim;
n. klausula penyelesaian perselisihan yang antara lain memuat mekanisme
penyelesaian di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dan
pemilihan tempat kedudukan penyelesaian perselisihan; dan
o. bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda
pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa
atau lebih.

c. Ketentuan tentang penggunaan bahasa dalam polis asuransi


Pasal 20
(1) Setiap Polis Asuransi yang diterbitkan dan dipasarkan di wilayah
hukum Indonesia harus dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal diperlukan, Polis Asuransi dapat diterbitkan dalam bahasa
asing atau bahasa daerah berdampingan dengan bahasa Indonesia.
Pasal 11. butir o. bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa
atau beda pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa
atau lebih.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

5.14. Uraikan pengertian Polis

Jawaban:
 Polis adalah suatu dokumen yang merupakan bukti akan adanya kontrak /
perjanjian, tetapi bukan perjanjian itu sendiri. Di dalam kontrak tersebut ada
offer and acceptance.
 Offer: tertanggung menyerahkan risiko untuk diambil alih oleh penanggung
(pada proposal form)
 Acceptance: penanggung menerima pengalihan tersebut dengan menerbitkan
polis (dalam polis)
 Yang menandatangani proposal form adalah tertanggung, sedangkan yang
menandatangani
 polis adalah penanggung.

5.15. Berkaitan dengan prosedur underwriting dan sesuai dengan SE OJK No. 23 tahun
2015 tentang produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi, uraikan (Sept
2018, No. 11):
a. 3 (tiga) kriteria utama yang harus dipenuhi produk asuransi.
b. Pengertian produk asuransi standar, disertai 3 (tiga) contohnya. 72
c. 3 (tiga) ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemberian nama produk
asuransi.

Jawaban:
a. 3 (tiga) kriteria utama yang harus dipenuhi produk asuransi.
1. Setiap Produk Asuransi harus memberikan perlindungan dari paling
sedikit 1 (satu) jenis risiko yang dapat diasuransikan.
2. Produk Asuransi harus memiliki premi atau Kontribusi yang sesuai
dengan manfaat yang dijanjikan, yang ditetapkan pada tingkat yang
mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif;
dan
3. Polis Asuransi yang tidak mengandung kata, frasa, atau kalimat yang
dapat:
a. menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang
ditutup, kewajiban Perusahaan, dan kewajiban pemegang polis,
tertanggung, atau peserta; dan/atau
b. mempersulit pemegang polis, tertanggung, atau peserta
mengurus haknya

b. Pengertian produk asuransi standar, disertai 3 (tiga) contohnya.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang memenuhi kriteria


sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, contoh:
- Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI)
- Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI)
- Polis Standar Asuransi Gempa Bumi Indonesia (PSAGBI)

c. 3 (tiga) ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemberian nama produk


asuransi.
Nama Produk Asuransi yang dipasarkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menggunakan kata asuransi atau kata lain yang semakna;
b. tidak menimbulkan tafsiran bahwa produk tersebut bukan Produk
Asuransi; dan
c. sesuai dengan nama Produk Asuransi pada saat dilaporkan ke
OJK.

5.16. Jelas 7 (tujuh) isi dari schedule form

Jawaban: 73
Di dalam bentuk polis di mana bagian-bagian yang berbeda dari dokumen dipisahkan
satu dari yang lainnya dan informasi tertentu yang berkaitan dengan perjanjian
dirinci dalam schedule atau list.
1. Heading
Nama dan alamat perusahaan disebut sebagai heading

2. Preambule /recital clause


Klausula ini adalah klausul pembukaan atas rincian jaminan dan menyatakan
keadaan di mana polis hendak berlaku. Klausul ini mencakup dua hal:
a. bahwa premi telah dibayar atau ada persetujuan bahwa premi akan dibayar
b. bahwa proposal form adalah dasar perjanjian dan merupakan satu
kesatuan dengan polis
Preambule menyatakan bahwa Penanggung akan menyediakan jaminan
sebagaimana dirinci dalam polis

3. Operative clause
Klausul ini merinci risiko-risiko apa saja yang dijamin di dalam polis tersebut.
Contoh : Dalam asuransi kebakaran, yang dijamin adalah fire, lightning,
explosion, aircraft dan smoke (FLEXAS)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

4. Pengecualian/exception
Klausula ini merinci risiko-risiko yang tidak dijamin dalam polis, baik yang
bersifat umum maupun yang khusus

5. Kondisi /conditions
Bagian dari polis yang memuat syarat-syarat yang harus ditaati selama periode
pertanggungan

6. The Schedule
Bagian dari polis yang mencatat rincian atas kontrak pertanggungan yang
bersangkutan, seperti:
 nama dan alamat tertanggung;
 jenis usaha tertanggung;
 pokok pertanggungan (the subject matter insured) jumlah pertanggungan
(the sum insured);
 periode pertanggungan;
 kondisi pertanggungan;
 dan lain-lain yang dianggap perlu

74
7. Tanda tangan pihak penanggung (Attestation clause)
Merupakan bagian dari polis yang memuat tanda tanda penanggung sebagai
persetujuan atas pengalihan risiko

8. Uraian (Specification)
Khusus untuk risiko-risiko besar di mana ruangan dalam schedule tidak
mencukupi, maka dibuatlah lembar-lembar lain untuk memuat ikhtisar
pertanggungannya. Biasanya berbunyi: “Forming part of and attaching to policy
number: ...”

5.17. Berkaitan dengan prosedur underwriting, jelaskan 7 (tujuh) bagian yang umumnya
terdapat pada struktur polis asuransi. (Mar 2017 No. 12)

Jawaban: lihat atas

5.18. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan pengertian attestation clause.


(Mar 2017, No. 4)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Jawaban:
Merupakan bagian dari polis yang memuat tanda tanda penanggung sebagai
persetujuan atas pengalihan risiko

5.19. Uraikan 7 (tujuh) bagian yang umumnya terdapat pada struktur suatu polis. (Sept
2006 No. 13; Sept 2007 No. 12; Sept 2009 No. 9; Sept 2015, No. 10)

Jawaban: lihat atas

5.20. Dalam kaitan dengan struktur suatu polis: (Mar 2009 No. 11)
a. uraikan 3 (tiga) hal pokok yang umunmya terdapat dalam preamble (Bobot 50%)
b. uraikan pengertian dari operative clause (Bobot 25%)
c. sebutkan 7 (tujuh) infmmasi pertanggungan yang umumnya dicantumkan dalam
ikhtisar polis (Bobot 25%)

Jawaban:
75
a. Biasanya, preamble bunyinya variatif, tapi pada umumnya mencakup tiga hal
pokok berikut:
(i) Bahwa proposal form menjadi dasar dari kontrak asuransi dan menjadi
satu kesatuan dari kontrak tersebut. Proposal form menjadi bagian
dari kontrak asuransi tersebut meskipun tidak ditulis ulang atau dicetak
bersama dengan dokumen polis. Tertanggung harus secara khusus
berhati-hati dalam mengisi proposal form, karena akan menjadi bagian
dari kontrak
(ii) Menyatakan bahwa premi telah dibayar atau telah disepakati untuk
dibayar oleh Tertanggung. Hal ini menjadi syarat dari berlakunya kontrak
polis.
(iii) Menyatakan bahwa Penanggung akan menyediakan jaminan
sebagaimana dirinci dalam polis

b. Operative clause :
Bagian dari polis yang menyatakan jaminan yang disediakan. Umumnya diawali
dengan kalimat “Penanggung akan ...” kemudian diikuti dengan hal-hal yang
dijanjikan Penanggung untuk dilakukan menurut jaminan polis tersebut

c. Informasi pertanggungan yang umumnya dicantumkan dalam ikhtisar polis :


(1) alamat Tertanggung
(2) jenis/bidang usaha tertanggung

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

(3) jangka waktu asuransi


(4) premi
(5) batas pemberian ganti rugi
(6) nomor polis
(7)
rujukan atas pengecualian khusus, ketentuan khusus atau jaminan
perlindungan

5.21. Sebutkan 7 (tujuh) informasi yang umumnya terdapat pada ikhtisar polis. (Mar 2006
No. 8, Sept 2007 No. 4, Mar 2010 No. 5)

Jawaban:
1. alamat tertanggung
2. bidang usaha
3. jangka waktu asuransi
4. premr
5. batas pemberian ganti rugi
6. nomor polis
7 rujukan atas pengecualian khusus, kondisi ataujaminan perlindungan
76

5.22. Uraikan 3 (tiga) hal pokok dalam preamble polis (Sept 2007 No. 3)

Jawaban: lihat di atas

5.23. Uraikan pengertian operative clause. (Mar 2007 No. 4, Sept 2008 No. 4)

Jawaban: lihat di atas

5.24. Berkaitan dengan konsep manajemen risiko, uraikan alasan mengapa keputusan
tertanggung individual untuk membeli polis asuransi umumnya tidak diambil melalui
proses formalized approach. (Sept 2018, No. 1)

Jawaban:
Kontrak asuransi untuk tertanggung individual merupakan kontrak yang sederhana.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Disebut sederhana karena cukup dengan Surat Permohonan Penutupan Asuransi


saja, atau bentuk permohonan tertulis lainnya, perusahaan asuransi dapat
menerbitkan polis yang ditandatangani oleh Penanggung saja. Tertanggung tidak
perlu tanda tangan di atas polis tersebut. Hal ini berbeda dengan kontrak-kontrak
pada umumnya. Kontrak tersebut mengikat Penanggung, terutama setelah terjadi
pembayaran premi.

5.25. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan 3 (tiga) hal pokok tentang polis
asuransi sebagai bentuk formalitas dari apa yang telah disepakati para pihak dalam
perjanjian asuransi. (April 2015, No 6; Mar 2016, No. 5)

Jawaban:
Offer: tertanggung menyerahkan risiko untuk diambil alih oleh penanggung (pada
proposal form)
Acceptance: penanggung menerima pengalihan tersebut dengan menerbitkan polis
(dalam polis)
Tanda tangan: Yang menandatangani proposal form adalah tertanggung,
sedangkan yang menandatangani polis adalah penanggung. Itu menjadi aspek
formal dari suatu perjanjian asuransi

5.26. Dalam kaitan dengan syarat-syarat polis (conditions): (Mar 2006 No. 11, Sept 2009 77
No. 10)
a. Sebutkan 8 (delapan) hal pokok yang tercakup dalam kondisi umum (general
conditions)
b. Jelaskan 2 (dua) contoh implied conditions
c. Jelaskan yang dimaksud dengan:
(i) conditions precedent to the contract
(ii) conditions subsequent to the contract
(iii) conditions precedent to liability

Jawaban:
a. Kondisi umum (general condition) dalam polis: (Bobot 40%)
1. Kondisi yang menyatakan bahwa Tertanggung akan mematuhi semua
ketentuan polis
2. Persyaratan bahwa Tertanggung memberitahu Penanggung atas setiap
perubahan risiko
3. Prosedur yang harus diikuti pada saat klaim (mis. batas waktu pelaporan
klaim)
4. Dampak dari kecurangan (fraud)
5. Tertanggung harus mengambil segala tindakan yang wajar untuk

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

memperkecil risiko kerugian atau kerusakan atau timbulnya tanggung


jawab
6. Pengaturan arbitrase (penyelesaian perselisihan)
7. Prinsip kontribusi
8. Pembatalan polis
9. Balas waktu penyampaian data akhir bagi perhitungan premi adjustable

b. dua contoh Implied conditions adalah sebagai berikut: (Bobot 30%)


1. Obyek yang diasuransikan nyata-nyata ada dan dapat diidentifikasi
2. Tertanggung mempunyai insurable interest
Tertanggung mempunyai hubungan finansial dengan obyek yang
diasuransikan
Mendapat manfaat apabila harta benda / kepentingan tersebut tidak hilang
atau rusak
Menderita kerugian alas hilang atau rusaknya; atau timbulnya tanggung-
jawab.
3. Utmost good faith
Kewajiban untuk mengungkapkan semua fakta yang material dalam
pembentukan suatu kontrak asuransi

c. (i) Conditions precedent to the contract (Bobot 30%)


78
kondisi yang harus dipenuhi sebelum pembentukan kontrak itu sendiri jika
dilanggar, terdapat keraguan atas validitas keseluruhan kontrak tersebut

(ii) Conditions subsequent to the contract


kondisi yang harus dipenuhi ketika kontrak tersebut berlaku.
misal. kondisi tentang penyesuaian premi, atau pemberitahuan pembahan
risiko

(iii) Conditions precedent to liability


kondisi yang berkaitan dengan klaim dan harus dipenuhi bagi keabsahan
(validitas) suatu klaim
mis. Pemberitahuan segera atas klaim dengan cara yang sesuai

5.27. Berkaitan dengan polis asuransi, uraikan: (Sept 2016, No. 14; Mar 2018, No. 12)
a. perbedaan antara implied conditions dan express conditions.
b. 3 (tiga) contoh implied conditions.
c. 7 (tujuh) hal pokok yang diatur dalam conditions

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Jawaban:
a. lihat di atas
b. lihat di atas
c. 7 (tujuh) hal pokok yang diatur dalam conditions

1. satu kondisi yang menegaskan bahwa tertanggung akan patuh atas semua
syarat – syarat polis.
2. persyaratan dimana tertanggung wajib memberitahukan penanggung setiap
adanya perubahan dalam resiko.
3. prosedur yang harus dilaksanakan segera setelah peristiwa terjadi, hal ini
memang tidak sama antara satu jenis asuransi dengan jenis yang lain.
4. efek penggelapan
5. berkenaan pada satu fakta bahwa tertanggung harus selalu bertindak
seolah – olah tidak diasuransikan sehingga selalu melakukan tindakan untuk
mengurangi kerusakan atau kerugian, dengan kata lain, dengan adanya polis
asuransi bukan berarti bisa berbuat kecerobohan.
6. terdapatnya satu kondisi yang mengatur masalah arbitrase. Kondisi Arbitrase
hanya menyangkut adanya ketidaksesuaian nilai ganti rugi bukan masalah
dijamin atau tidak. Dengan kata lain, Penanggung setuju bahwa klaim adalah
sah Namun tidak dapat menyetujui angka yang hendak dibayar.
7. kondisi yang mengatur tentang konsekwensi bila terjadinya pertanggungan
ganda, yaitu terdapatnya polis lain yang menjamin resiko / kerugian yang
79
sama. Hal ini menyangkut masalah doktrik Kontribusi.
8. kondisi yang mengatur tentang pembatalan polis dan bagaimana prosedurnya.
9. kondisi yang mengatur tentang penerapan perhitungan premi, apakah
berdasarkan estimated figure atau adjustable. Misalnya dalam asuransi
employers’ liability yang menghitung premi berdasarkan payroll.

5.28. Berkaitan dengan polis asuransi, uraikan: (Mar 2014, No. 13; Mar 2017, No. 13)
a. perbedaan antara implied conditions dan express conditions.
b. 3 (tiga) contoh implied conditions.
c. pengertian dari :
i. Conditions precedent to the contract.
ii. Conditions subsequent to the contract.
iii. Conditions precedent to liability.

Jawaban: lihat di atas

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

5.29. Sebutkan 5(lima) hal pokok yang tercakup dalam kondisi umum (general conditions)
(Sept 2006 No. 4)

Jawaban: lihat di atas

5.30. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan 3 (tiga) karakteristik polis asuransi
sebagai bentuk kontrak pertanggungan. (Sept 2017, No. 5)

Jawaban:
Polis adalah suatu dokumen yang merupakan bukti akan adanya kontrak /
perjanjian, tetapi bukan perjanjian itu sendiri. Di dalam kontrak tersebut ada offer
and acceptance.
Offer: tertanggung menyerahkan risiko untuk diambil alih oleh penanggung (pada
proposal form)
Acceptance: penanggung menerima pengalihan tersebut dengan menerbitkan polis
(dalam polis)
Tanda tangan: Yang menandatangani proposal form adalah tertanggung,
sedangkan yang menandatangani polis adalah penanggung. Itu menjadi aspek
formal dari suatu perjanjian asuransi

80
5.31. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraiakan penerapan prinsip offer and
acceptance dalam penerbitan quotation (Mar 2019, No. 5)

Jawaban:
Prinsip offer dan acceptance dalam asuransi adalah sebagai berikut:
Offer: tertanggung menyerahkan risiko untuk diambil alih oleh penanggung (pada
proposal form)
Acceptance: penanggung menerima pengalihan tersebut dengan menerbitkan polis
(dalam polis)

Dalam konteks penerbitan quotation, perusahaan asuransi menerbitkan penawaran


sebagai respon dari “Offer” yang disampaikan oleh tertanggung sesuai dengan yang
disampaikan tertanggung dalam suatu proposal form (jika ada). Quotation berisi
segala hal yang berkaitan dengan risiko yang hendak diasuransikan oleh tertanggung
dan terms/conditions yang disetujui oleh asuransi. Apabila tertanggung setuju
dengan terms/conditons tersebut, tertanggung dapat menadandatangani qotation
tersebut dan menyerahkan kepada tertanggung agar kemudian penanggung akan
menerbitkan polis sebagai suatu bentuk “Acceptance” dari penanggung.

5.32. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan perbedaan karakteristik dari

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

warranty dan representation (Sept 2015, No. 7)

Jawaban:
REPRESENTATION
adalah pernyataan lisan atau tertulis yang dibuat selama negosiasi untuk suatu
kontrak baik mengenai fakta-fakta penting(Material Facts) atau tidak, pernyataan
harus sungguh-sungguh benar (Substantially True) atau benar menurut keyakinan
terbaik dari calon Tertanggung.

WARRANTIES.
adalah suatu janji yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh
Tertanggung, jadi Warranty ini adalah subsider terhadap perjanjian pokok, bila
dilanggar maka pihak yang mengalami kerugian dapat menuntut gati rugi.

Dalam perjanjian asuransi, Warranty merupakan persyaratan bersifat fundamental


dan bila tidak dipenuhi, pihak yang dirugikan dapat menyangkal kontrak.

Warranty adalah jaminan bahwa :


-. Sesuatu akan dilakukan, atau
-. Sesuatu tidak akan dilakukan, atau
-. Suatu fakta tertentu ada, atau 81
-. Suatu fakta tertentu tidak ada.

Oleh sebab itu, Warranty dalam kontrak asuransi merupakan syarat fundamental
terhadap kontrak yang bersangkutan dan memberi pihak Penanggung hak untuk
menolak kontrak tersebut. Apabila hal ini dilanggar oleh Tertanggung, maka Asuradur
dapat menolak tanggung jawab atas suatu kerugian.

Tujuan Penanggung menetapkan / memberlakukan Warranties:


a. Untuk menjamin bahwa Tertanggung menjaga atau mengelola dengan baik
pokok pertanggungan.
contoh : Dalam Asuransi Kebakaran dapat diberlakukan Warranty bahwa sampah-
sampah harus dibersihkan/disingkirkan setiap lepas jam kerja.

b. Untuk menjamin bahwa risiko-risiko lebih besar tertentu tidak akan


ditimbulkan tanpa sepengetahuan atau tanpa seizin Penanggung, karena premi
yang telah diperhitungkan atau dibebankan berdasarkan pada fakta bahwa risiko-
risiko lebih besar tidak ada
contoh : Dalam asuransi Kebakaran dapat diberlakukan Warranty bahwa tidak ada
minyak-minyak yang berbahaya disimpan melebihi jumlah tertentu pada bangunan/
pabrik yang dipertanggungkan.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

Warranty dibagi dalam 2(dua) jenis, yaitu :


a. Express Warranty. adalah suatu warranty atau ketentuan yang dicantumkan
didalam polis. misal : Warranty Payment Clause dll.

Implied Warranty. adalah suatu warraty atauketentuan yang tidak secara tegas
tertulis atau dinyatakan dalam polis. misal : kapal harus dalam keadaan laik laut.

5.33. Berkaitan dengan prosedur penerbitan polis asuransi, jelaskan: (Sept 2015, No. 11;
Sept 2018, No. 12)
a. pengertian warranty dalam kontrak asuransi
b. konsekuensi pelanggaran warranty oleh tertanggung
c. perbedaan warranty dan condition dalam kontrak asuransi

Jawaban:
a. pengertian warranty dalam kontrak asuransi
WARRANTIES.
adalah suatu janji yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh
Tertanggung, jadi Warranty ini adalah subsider terhadap perjanjian pokok, bila
dilanggar maka pihak yang mengalami kerugian dapat menuntut gati rugi.
82
Dalam perjanjian asuransi, Warranty merupakan persyaratan bersifat fundamental
dan bila tidak dipenuhi, pihak yang dirugikan dapat menyangkal kontrak.

Warranty adalah jaminan bahwa :


-. Sesuatu akan dilakukan, atau
-. Sesuatu tidak akan dilakukan, atau
-. Suatu fakta tertentu ada, atau
-. Suatu fakta tertentu tidak ada.

Oleh sebab itu, Warranty dalam kontrak asuransi merupakan syarat fundamental
terhadap kontrak yang bersangkutan dan memberi pihak Penanggung hak untuk
menolak kontrak tersebut.

b. konsekuensi pelanggaran tertanggung terhadap warranty


Apabila hal ini dilanggar oleh Tertanggung, maka Asuradur dapat menolak tanggung
jawab atas suatu kerugian.

c. perbedaan warranty dan condition dalam kontrak asuransi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Conditon dalam kontrak Asuransi


Bagian dari polis yang memuat syarat-syarat yang harus ditaati selama periode
pertanggungan

Warranties dalam kontrak Asuransi


kondisi yang fundamental dalam kontrak, yang kalau terjadi pelanggaran pihak yang
dirugikan dapat membatalkan kontrak itu.

5.34. Prinsip utmost good faith merupakan salah satu implied conditions dalam polis
asuransi. Uraikan pengertian prinsip tersebut dan penerapannya dalam polis-polis
standar Indonesia yang dikeluarkan oleh AAUI. (Mar 2009 No. 5)

Jawaban:
Secara tradisional, kewajiban ini merupakan implied conditions pada penutupan
asuransi
 Kondisi yang tidak tertulis dalam polis
Dalam polis-polis standar keluaran AAUI, kondisi tersebut di tempat sebagai
bagian dari policy wordings --+ tercetak dalam polis
 Menjadi express conditions 83
dalam polis-polis standar keluaran AAUI, utmost good faith dijabarkan sebagai
kewajiban tertanggung untuk:
 mengungkapkan fakta material
 membuat pernyataan yang benar tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penutupan asuransi yang disampaikan:
o pada waktu pembuatan perjanjian asuransi; maupun
o selama jangka waktu pertanggungan

Dalam polis-polis standar keluaran AAUI, konsekuensi atas pelanggaran atas


prinsip utmost good faith ini:
a. Penanggung tidak wajib untuk membayar kerugian yang terjadi; dan
b. Penanggung berhak menghentikan pertanggungan tanpa wajib mengembalikan
premi.
Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal Penanggung telah mengetahui
pelanggaran tersebut dan dalam waktu 30 hari tetapi tidak mempergunakan
haknya untuk menghentikan pertanggungan

5.35. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraikan pengertian utmost good faith.
(Mar 2014, No. 2)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

Jawaban:
Pengertian Utmost Good Faith adalah suatu kewajiban yang positif dari Tertanggung
yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya penting (Material
Facts) secara lengkap dan akurat atas suatu risiko yang sedang dimintakan untuk
diasuransikan baik diminta oleh Underwriter ataupun tidak.
Suatu fakta dianggap penting (Material Facts) serta wajib untuk disampaikan
ialah fakta-fakta yang dapat mempengaruhi penilaian atau pertimbangan seorang
Penanggung dalam memutuskan apakah ia bersedia menerima atau menolak
pertanggungan yang diminta oleh Tertanggung, serta dalam hal menetapkan
besarnya suku premi atas risiko tersebut.
Sedangkan “Condition Precedent to the contract” adalah merupakan syarat atau
kondisi yang harus dipenuhi sebelum kontrak diadakan, yang dapat merupakan
Implied Condition, yaitu suatu kondisi yang tidak dinyatakan secara tertulis, namun
wajib untuk dilaksanakan atau dipenuhi, seperti :
a. Tertanggung harus ada Insurable Interest atas objek pertanggungan.
b. Kedua belah pihak melaksanakan atau menerapkan Prinsip Utmost Good
Faith didalam negosiasi hingga mencapai perjanjian.
c. Objek Pertanggungan (Subject Matter of Insurance) harus ada.
d. Objek pertanggungan (Subject matter of Insurance) dapat di-identifikasi-kan.

Dengan demikian, prinsip Utmost Good Faith adalah merupakan salah satu dari
Implied Conditions yang merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum kontrak
atau dapat dikatakan Prinsip Utmost Good Faith merupakan juga Conditions 84
Precedent to the Contract.

5.36. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi dalam perjanjian asuransi, uraikan
pengertian utmost good faith. (Sept 2015, No. 4)

Jawaban: lihat di atas

5.37. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraiakan pengertian uberrimae fides. (Mar
2019, No. 3)

Jawaban:
Kewajiban beritikad baik, utmost good faith (uberrima fides) adalah pusat atau inti
dalam membeli dan menjual asuran dan tentu saja, polis asuransi digambarkan
sebagai kontrak uberrima fides. Maksudnya dalam arti sederhana, penanggung dan
tertanggung yang melakukan kontrak asuransi punya kewajiban untuk saling berlaku
jujur dan terbuka pada saat negosiasi sehingga terbentuknya kontrak. Kewajiban ini
dapat berlanjut selama kontrak berlaku. Bila satu pihak melakukan pelanggaran
(breach) atas kewajibannya, pihak lain selalu punya hak untuk membatalkan kontrak
secara keseluruhan.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Doktrin Utmost Good Faith menentukan 2 kewajiban atas pihak – pihak dalam
kontrak:
- Satu kewajiban untuk tidak salah menyampaikan hal – hal pokok yang berhubungan
dengan asuransi, dalam hal ini semua pihak wajib menyampaikan kebenaran.
- Satu kewajiban untuk mengungkapkan semua fakta penting yang menyangkut
kontrak, dalam hal ini kewajiban untuk tidak menyembunyikan apa saja yang
berhubungan dengan kontrak.
Peraturan tentang misrepresentasi diterapkan pada semua jenis kontrak. Akan
tetapi, kewajiban untuk pengungkapan sekalipun tidak asing dalam kontrak asuransi,
juga berlaku pada beberapa jenis kontrak lain.

5.38. Jelaskan (Sept 2013, No. 10)


a. Pengertian fakta material
b. 6 (enam) jenis fakta yang tidak harus diungkapkan oleh tertanggung atau calon
tertanggung
c. Konsekuensi dari non-disclosure ataupun misrepresentation fakta material
oleh tertanggung atau calon tertanggung berdasarkan ketentuan dalam Polis
Standar Asuransi Kebakaran Indonesia

Jawaban:
a. Pengertian fakta material 85
Material Facts adalah keterangan-keterangan penting mengenai obyek
pertanggungan dan risiko-risiko yang akan dialihkan dari Tertanggung kepada
Penanggung, keterangan-keterangan tersebut diperlukan Penanggung untuk
menetapkan kebijakan akseptasi, penetapan Tarip Premi dan Menyusun Syarat-
syarat Pertanggungannya (Terms & Conditions).

b. 6 (enam) jenis fakta yang tidak harus diungkapkan oleh tertanggung atau calon
tertanggung:

1) Hal – hal tentang Hukum, Setiap orang harus tahu hukum.


2) Hal – hal tentang pengetahuan umum, Penanggung dianggap sudah tahu
tentang sesuatu proses normal atas aturan bisnis atau situasi / keadaan
perang.
3) Faktor – faktor yang mengurangi resiko, Tidak ada persyaratan untuk
mengungkapkan faktor yang mengurangi resiko. Contoh fungsi atau
kegunaan alarm dan otomotis sprinkler.
4) Fakta – fakta yang sudah jelas disampaikan, Fakta – fakta yang sudah
disampaikan pada proposal form, dalam hal ini penanggung tidak dapat
mengatakan adanya non-disclosure bila calon tertanggung sudah
mencatatnya dalam proposal form.
5) Fakta – fakta yang sudah jelas tertungkap oleh petugas surveyor
penanggung , Fakta – fakta yang sudah dicatat jelas oleh surveyor tidak
perlu lagi diungkapkan oleh calon tertanggung, namun dia tetap terikat untuk

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

menyampai hal lain yang berbahaya.


6) Fakta – fakta yang sudah termasuk dalam syarat – syarat polis, Contohnya
dalam asuransi personal accident, sudah jelas bahwa pengecualian
diberlakukan untuk luka akibat partisipasi olah raga yang berat / mengadung
bahaya, misalnya olah raga ski es. Calon tertanggung tidak perlu lagi
menyampaikan fakta tersebut kecuali secara khusus diminta.
7) Fakta – fakta yang sama sekali tidak diketahui oleh calon tertanggung,
sebagai aturan umum tidak diharuskan bagi calon tertanggung untuk
mengungkapkan sesuatu yang dia tidak tahu sama sekali. Contohnya dalam
kasus asuransi jiwa, Joel v. Law Union (1908) diputuskan oleh pengadilan
bahwa calon tertanggung tidak punya kewajiban untuk mengungkapkan
fakta dimana dia telah menderita depresi akut yang sama sekali belum
pernah dia sadari sebelumnya atas penyakit tersebut.
8) Penghukuman dengan sudah dijalani, sesuai dengan Undang – Undang the
rehabilitation of Offenders Act 1974 tidak harus diungkapkan.

c. Konsekuensi dari non-disclosure ataupun misrepresentation fakta material


oleh tertanggung atau calon tertanggung berdasarkan ketentuan dalam Polis
Standar Asuransi Kebakaran Indonesia

1) proposal boleh ditarik setelah premi dibayar.


2) polis tidak sah akibat adanya kesalahan (mistake) atau sebab tidak adanya
kesesuaian apa yang dimaksud oleh calon tertanggung
3) polis tidak sah sebab tidak adanya insurable interest. 86
4) Polis tidak berlaku dari awal oleh sebab terjadinya misrepresentation atau
non-disclosure.
5) Penanggung diwajibkan untuk mengembalikan premi penuh dalam situasi
diatas, kecuali terjadinya fraud oleh tertanggung.
6) Polis juga bisa tidak berlaku atas adanya illegality, dalam hal ini, tertanggung
biasanya tidak punya hak untuk pengembalian premi.

5.39. Berkaitan dengan duty of disclosure, uraikan: (Sept 2016, No. 12)
a. Pengertian fakta material
b. 3 (tiga) alasan sehingga penanggung berhak mengabaikan kontrak asuransi
dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap duty of disclosure oleh tertanggung
c. 7 (tujuh) jenis fakta yang tidak harus diungkapkan oleh calon tertanggung

Jawaban:
a. Pengertian fakta material --> lihat di atas
b. 3 (tiga) alasan sehingga penanggung berhak mengabaikan kontrak asuransi
dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap duty of disclosure oleh tertanggung:
- Duty of disclousre merupakan sebuah prinsip utama dalam kontrak.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Apabila duty of disclosure tersebut dilanggar, maka pada dasarnya


kontrak sudah batal sejak kontrak tersebut dibangun oleh kedua belah
pihak.
- Perusahaan asuransi menyusun terms dan kondisi dan menentukan
besarnya premi berdasarkan fakta yang disampaikan. Oleh karena
itu, apabila ada fakta yang material yang tidak diungkapkan, maka
penanggung berhak menolak untuk membayar klaim karena dasar
yang digunakan untuk menyusun terms dan kondisi dan menentukan
besarnya premi sudah salah.
- Kontrak asuransi selalu dilandasi oleh prinsip utmost good faith. prinsip
Utmost Good Faith adalah merupakan salah satu dari Implied Conditions
yang merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum kontrak atau
dapat dikatakan Prinsip Utmost Good Faith merupakan juga Conditions
Precedent to the Contract. Melanggar prinsip duty of disclosure sama
halnya dengan melanggar prinsip Utmost Good Faith juga.
c. 7 (tujuh) jenis fakta yang tidak harus diungkapkan oleh calon tertanggung -->
lihat di atas

5.40. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan 3 (tiga) fakta yang tidak harus
diungkapkan oleh calon tertanggung. (Mar 2016, No. 6)

Jawaban:
Lihat di atas 87

5.41. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraikan apa yang harus dilakukan calon
tertanggung jika ragu apakah informasi yang dimilikinya termasuk fakta material
atau tidak (Sept 2018, No. 3)

Jawaban:
Material Facts adalah keterangan-keterangan penting mengenai obyek
pertanggungan dan risiko-risiko yang akan dialihkan dari Tertanggung kepada
Penanggung, keterangan-keterangan tersebut diperlukan Penanggung untuk
menetapkan kebijakan akseptasi, penetapan Tarip Premi dan Menyusun Syarat-
syarat Pertanggungannya (Terms & Conditions). Dalam hal tertanggung ragu
apakah informasi yang dimilikinya termasuk material atau tidak, maka tertanggung
dapat menginformasikan fakta tersebut sekalipun tidak diminta. Adapun fakta-fakta
yang sebenarnya tidak perlu diungkapkan antara lain:
1) Hal – hal tentang Hukum, Setiap orang harus tahu hukum.
2) Hal – hal tentang pengetahuan umum, Penanggung dianggap sudah tahu
tentang sesuatu proses normal atas aturan bisnis atau situasi / keadaan
perang.
3) Faktor – faktor yang mengurangi resiko, Tidak ada persyaratan untuk
mengungkapkan faktor yang mengurangi resiko. Contoh fungsi atau
kegunaan alarm dan otomotis sprinkler.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

4) Fakta – fakta yang sudah jelas disampaikan, Fakta – fakta yang sudah
disampaikan pada proposal form, dalam hal ini penanggung tidak dapat
mengatakan adanya non-disclosure bila calon tertanggung sudah
mencatatnya dalam proposal form.
5) Fakta – fakta yang sudah jelas tertungkap oleh petugas surveyor
penanggung , Fakta – fakta yang sudah dicatat jelas oleh surveyor tidak
perlu lagi diungkapkan oleh calon tertanggung, namun dia tetap terikat untuk
menyampai hal lain yang berbahaya.
6) Fakta – fakta yang sudah termasuk dalam syarat – syarat polis, Contohnya
dalam asuransi personal accident, sudah jelas bahwa pengecualian
diberlakukan untuk luka akibat partisipasi olah raga yang berat / mengadung
bahaya, misalnya olah raga ski es. Calon tertanggung tidak perlu lagi
menyampaikan fakta tersebut kecuali secara khusus diminta.
7) Fakta – fakta yang sama sekali tidak diketahui oleh calon tertanggung,
sebagai aturan umum tidak diharuskan bagi calon tertanggung untuk
mengungkapkan sesuatu yang dia tidak tahu sama sekali. Contohnya dalam
kasus asuransi jiwa, Joel v. Law Union (1908) diputuskan oleh pengadilan
bahwa calon tertanggung tidak punya kewajiban untuk mengungkapkan
fakta dimana dia telah menderita depresi akut yang sama sekali belum
pernah dia sadari sebelumnya atas penyakit tersebut.
8) Penghukuman dengan sudah dijalani, sesuai dengan Undang – Undang the
rehabilitation of Offenders Act 1974 tidak harus diungkapkan.

5.42. Berkaitan dengan prinsip asuransi dan prosedur underwriting, uraikan: (April 2015,
No. 12) 88
a. pengertian prinsip utmost good faith.
b. masing-masing 3 (tiga) kewajiban tertanggung dan penanggung dalam
hal duty of disclosure.
c. status duty of disclosure pada saat mulai berlakunya polis, saat perpanjangan
polis dan saat terdapat perubahan alas objek pertanggungan selama jangka
waktu polis.

Jawaban:
a. pengertian prinsip utmost good faith.
Pengertian Utmost Good Faith adalah suatu kewajiban yang positif dari Tertanggung
yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya penting (Material
Facts) secara lengkap dan akurat atas suatu risiko yang sedang dimintakan untuk
diasuransikan baik diminta oleh Underwriter ataupun tidak.
Suatu fakta dianggap penting (Material Facts) serta wajib untuk disampaikan
ialah fakta-fakta yang dapat mempengaruhi penilaian atau pertimbangan seorang
Penanggung dalam memutuskan apakah ia bersedia menerima atau menolak
pertanggungan yang diminta oleh Tertanggung, serta dalam hal menetapkan
besarnya suku premi atas risiko tersebut.
Sedangkan “Condition Precedent to the contract” adalah merupakan syarat atau
kondisi yang harus dipenuhi sebelum kontrak diadakan, yang dapat merupakan
Implied Condition, yaitu suatu kondisi yang tidak dinyatakan secara tertulis, namun
wajib untuk dilaksanakan atau dipenuhi, seperti :

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

Tertanggung harus ada Insurable Interest atas objek pertanggungan.


Kedua belah pihak melaksanakan atau menerapkan Prinsip Utmost Good Faith
didalam negosiasi hingga mencapai perjanjian.
Objek Pertanggungan (Subject Matter of Insurance) harus ada.
Objek pertanggungan (Subject matter of Insurance) dapat di-identifikasi-kan.
Dengan demikian, prinsip Utmost Good Faith adalah merupakan salah satu dari
Implied Conditions yang merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum kontrak
atau dapat dikatakan Prinsip Utmost Good Faith merupakan juga Conditions
Precedent to the Contract.

b. masing-masing 3 (tiga) kewajiban tertanggung dan penanggung dalam


hal duty of disclosure.
Fakta-fakta apa saja yang harus diungkap Calon Tertanggung:
Fakta-fakta tentang situasi atau kondisi obyek pertanggungan yang secara internal
maupun eksternal memperbesar risiko. (Bangunan dengan konstruksi kayu, Barang-
barang stok yang terdiri dari bahan-bahan mudah terbakar, Lingkungan bangunan
yang rapat).
- Fakta-fakta tentang pengalaman klaim yang pemah ada.
- Pengalaman penutupan asuransi sebelumya.
- Fakta-fakta teknis lainnya yang berkaitan dengan obyek pertanggungan itu
sendiri (Konstruksi, Lokasi, Okupasi, dll).

89
Bagaimana dengan Kewajiban Penanggung?
Melalui para Agen atau secara langsung, Penanggung juga harus menunjukkan
itikad sangat baik sebagai timbal balik antara lain :

- Menjelaskan apa saja yang termasuk jaminan asuransi, bagaimana dengan


pengecualian-pengecualiannya.
- Memberikan pelatihan mengenai pengetahuan produk secara
berkesinambungan bagi para agen untuk meoghindari kesalahan
penyampaian informasi agen kepada nasabah.
- Menangani dengan baik setiap permasalahan yang dihadapi oleh para agen
termasuk menindak dengan tegas agen-agen yang bermasalah.
- Fakta-fakta Material dan penjelasan-penjelasan penting lainnya dapat
diberikan dalam bentuk lisan melalui konsultasi/interview atau secara tertulis
melalui surat atau pengisian SPPA (Surat Permintaan Penuiupan Asuransi).

c. status duty of disclosure pada saat mulai berlakunya polis, saat perpanjangan
polis dan saat terdapat perubahan alas objek pertanggungan selama jangka
waktu polis.
Sesuai hukum common law, kewajiban untuk pengungkapan dimulai saat
awal negosiasi kontrak asuransi dan berakhir bila kontrak sudah dibentuk.
Yaitu saat dimulainya penawaran dan sampai adanya acceptance. Tidak
ada kewajiban umum untuk pengungkapan selama kontrak berjalan. Aturan

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

ini sangat sensitif dimana penanggung menghitung premi atas dasar resiko
yang terlihat pada saat penutupan dan setuju mengcover untuk periode waktu
yang disepakati sekalipun baik atau buruknya kenyataan sesungguhnya.
Sementara tertanggung tidak punya hak untuk pengurangan premi jika
ternyata resiko di minta untuk diimprove / adanya perbaikan sesuai dengan
kondisi polis.

Bila penanggung mengirimkan pemberitahuan renewal, Kewajiban untuk


pengungkapan kembali dilakukan. Tertanggung punya kewajiban untuk
menyampaikan setiap adanya perubahan atas resiko atau keadaan –
keadaan yang penting selama periode kontrak yang sudah berjalan. Bila
tertanggung tidak membuat pernyataan apapun, maka dianggap fakta –
fakta yang berhubungan dengan resiko tidak mengalami perubahan.
Long – Term insurances.
Dalam asuransi jiwa dan sejenisnya, posisinya berbeda. Penanggung wajib
menerima premi bila tertanggung hendak memperpanjang kontrak. Tidak
ada kewajiban pengungkapan kembali dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa
kontrak jenis ini merupakan kontrak long term insurance.
Contohnya jika sesorang yang dicover dalam asuransi jiwa selama 10 tahun
diberitahu oleh dokter telah menderita satu penyakit yang serius, hal ini
tidak mesti dilaporkan kepada penanggung kecuali hendak mau mengurus
klaimnya.

5.43. Berkaitan dengan duty of disclosure, uraikan: (Sept 2014, No. 12) 90
a. pengertian fakta material.
b. kewajiban tertanggung dan penanggung dalam hal duty of disclosure.
c. konsekuensi pelanggaran tertanggung atas duty of disclosure menurut Polis
Standar Asuransi Kebakaran Indonesia; serta pengecualian dari konsekuensi
tersebut.

Jawaban:
lihat di atas

5.44. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan kewajiban untuk mengungkapkan


fakta berdasarkan Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia, serta konsekuensi
dari pelanggaran terhadap kewajiban tersebut. (Sept 2016, No. 5)

Jawaban:
lihat di atas, berdasarkan penjelasan utmost good faith

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

5.45. Uraikan konsekuensi dari prinsip non-disclosure. (Mar 2014, No. 3)

Jawaban:
lihat di atas, berdasarkan penjelasan utmost good faith

5.46. Uraikan perbedaan antara express condition dan implied condition (Sept 2007 No.
5, Sept 2009 No. 5)

Jawaban:
Bagian dari polis yang memuat syarat-syarat yang harus ditaati selama periode
pertanggungan Ada dua macam conditions:

1. Implied conditions
Ada 4 kondisi yang dinyatakan secara tidak langsung oleh hukum yang berlaku
terhadap seluruh perjanjian asuransi walaupun kondisi tersebut tidak dinyatakan
secara tertulis, misal:
 Bahwa tertanggung mempunyai insurable interest terhadap subject matter
of insurance
 Bahwa kedua belah pihak telah menjalankan utmost good faith di dalam
91
negosiasi hingga mencapai perjanjian
 Bahwa subject matter of insurance benar-benar ada
 Bahwa subject matter of insurance dapat diident’ijikasi

2. Express conditions
 Express conditons adalah kondisi yang dinyatakan atau disebutkan di dalam
polis
 Kondisi ini dapat dibagi ke dalam;
o General conditions adalah kondisi yang dicetak di atas polis dan
berlaku untuk semua polis yang diterbitkan oleh penanggung
o Particular conditions adalah kondisi yang dibuat dan diketik di atas
polis khusus

5.47. Uraikan pengaturan grace period dalam Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia
(PSAKBI) yang dikeluarkan oleh AAUI. (Mar 2009 No. 6)

Jawaban:
Merupakan prasyarat pertanggungan bahwa setiap premi terhutang harus sudah
dibayar dalam tenggang waktu:

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

 30 hari kalender terhitung dari tanggal mulai berlakunya pertanggungan, jika


jangka waktu pertanggungan tersebut 30 hari kalender atau lebih.
 Sesuai perjanjian antara Penanggung dan Tertanggung, jika jangka waktu
pertanggungan kurang dari 30 hari kalender

Konsekuensi dari pelanggaran alas prasyarat tersebut : Pertanggungan menjadi


batal dengan sendirinya:
 Terhitung sejak tanggal berakhirnya tenggang waktu tersebut
 Penanggung tetap memberikan jaminan terhadap risiko sebelum tanggal
tersebut

Tertanggung tetap mempunyai kewajiban untuk membayar premi:


 Dalam hal jangka waktu pertanggungan 30 hari kalender atau lebih, sebesar
20% dari premi tahunan
 Dalam hal jangka waktu pertanggungan kurang dari 30 hari kalender, sebesar
jumlah premi yang tercantum dalam polis kecuali diperjanjikan lain

5.48. Uaikan pengertian Day of grace period (Mar 2008 No. 8)

Jawaban: 92
 Tertanggung diperbolehkan membayar premi 15 hari setelah tanggal renewal.
Konsensus ini disebut “days of grace”
 Pertanggungan akan tetap berjalan dan bila klaim terjadi antara tanggal renewal
dan tanggal pembayaran, tertanggung akan mendapatkan recovery.
 Bila tertanggung tidak berniat untuk melakukan renewal, konsensi tersebut
hilang dan polis batal pada tanggal renewal.
Catatan: untuk menghindari kerugian dari pihak penanggung untuk membayar
klaim di luar periode asuransi, penanggung melekatkan klausul: non automatic
renewal clase.

Polis di mana days of grace tidak berlaku


 Selain polis-polis jangka pendek di mana renewal biasanya tidak diterbitkan,
menjadi kebiasaan bahwa pembayaran premi dilakukan pada atau sebelum
tanggal renewal untuk asuransi marine dan live stock.
 Days of grace tidak diberikan pada renewal motor insurance di mana premi
harus dibayar pada atau sebelum tanggal berakhimya polis untuk mendapatkan
full cover.

5.49. Berkaitan penetapan premi asuransi, jelaskan: (Mar 2013 No. 12, Sept 2014 No. 14;
Sept 2015, No. 13; Sept 2017, No. 14)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

a. pengertian premium rate dan premium base.


b. perbedaan adjustable premium dan flat premium.
c. konsekuensi dari non-payment of premium.

Jawaban:
a. pengertian premium rate dan premium base.
Premium Rate
Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagi imbalan
jasa atas pengalihan resiko kepada penanggung.
Fungsi premi asuransi :
- Mengembalikan tertanggung kepada posisi seperti sebelum terjadi kerugian.
- Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan, sehingga mampu pada
posisi seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian.
suku premi
- umumnya dalam % atau %o
- mewakili tingkat risikonya
- makin tinggi risikonya, makin tinggi tingkat suku preminya

Premi dasar / premium base


93
Adalah premi yang dibebankan kepada tertanggung ketika polis dibuat/dikeluarkan,
yang perhitungannya didasarkan :
- Data dan keterangan yang diberikan oleh tertanggung kepa-da penanggung
pada waktu penutupan asuransi yang pertama.
- Luasnya resiko yang dijamin oleh penanggung sesuai yang
dikehendaki oleh tertanggung.

Premi dasar biasanya terdiri dari 3 kelompok, yaitu:


1. Komponen premi untuk membayar kerugian yang mungkin terjadi.
2. Komponen premi untuk membiayai operasi perusahaan
3. Komponen sebagi bagian keuntungan perusahaan

b. perbedaan adjustable premium dan flat premium.


Adjustable premium
adalah premi yang didapatkan dengan perkalian antara suku premi terhadap
harga pertanggungan yang pada saat awal penutupan masih berupa angka
perkiraan/estimasi; yang kemudian pada akhir jangka waktu pertanggungan akan
disesuaikan berdasarkan laporan/deklarasi berkala (umumnya setiap bulan) atas
nilai sesungguhnya. Contoh : asuransi atas stok atau upah
Seringkali sifat risiko yang akan berjalan di tahun yang akan datang hanya

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

dapat diestimasikan pada permulaan karena volume bisnis atau pekerjaan yang
dilaksanakan akan beragam dari tahun ke tahun.
Dalam hal demikian premi pertama atau renewal didasarkan atas estimasi
tingkat faktor tarif, dan tertanggung memberikan pengembalian pada akhir tahun
pengeluaran, nilai dll. Contoh asuransi tersebut adalah employers’ liability (wage
expenditure); fire insurance on stock (stock value per month); contractors’ works
damage (final value of contract); money insurance annual carryings).

Flat Premi
Bila ada limit of liability sebagai pengganti harga pertanggungan, dalam praktek
sering dikenakan level atau unit premi. Contoh umum adalah motor insurance di
mana basic atau unit premium utuk medium sized family car sebesar GBP 250.
Pengurangan akan didapat untuk klaim free driving, dan skala paling umum adalah
30%, 40%, 50% atau 60% untuk 1,2,3,4 atau lebih tanpa klaim. Diskon yang lain
untuk restricted driving dan untuk menanggung sejumlah pertama dari kerugian.

c. konsekuensi dari non-payment of premium.


Jika premium karena di bawah kontrak ini belum begitu dibayarkan kepada
Penanggung sejak hari dari dimulainya kontrak asuransi ini (dan, dalam hal premi
angsuran, dengan tanggal jatuh tempo masing-masing), Penanggung wajib memiliki
hak untuk membatalkan kontrak ini dengan memberitahukan Tertanggung melalui
broker secara tertulis. Dalam hal terjadi pembatalan, premium dibayarkan kepada
Penanggung secara pro rata untuk periode yang berjalan (on risk) tetapi premi
penuh harus dibayarkan ke Penanggung dalam hal klaim atau kejadian sebelum
tanggal pembatalan yang menimbulkan klaim yang sah di bawah kontrak ini.
94
Penanggung akan memberikan pemberitahuan pembatalan ke Tertanggung melalui
broker dalam beberapa waktu yang ditentukan (misal: 30 hari). Jika premium
karena dibayar penuh untuk Penanggung sebelum periode pemberitahuan berakhir,
pemberitahuan pembatalan secara otomatis dicabut. Jika tidak, kontrak secara
otomatis akan berakhir pada akhir periode pemberitahuan.

5.50. Jelaskan: (Sept 2013, No. 13)


a. Pentingnya tanggal perpanjangan polis bagi penanggung dan tertanggung
b. 2 (dua) keuntungan bagi penanggung atas perpanjangan polis asuransi
c. Fungsi dan mekanisme surat pemberitahuan perpanjangan polis

Jawaban:
silakan sarikan dari kalimat di bawah ini. Jawablah sesuai dengan pengalaman
 Kebanyakan polis berperiode selama 12 (dua belas) bulan. Penanngung jelas
menginginkan tertanggung memperpanjang pertanggungan. Dengan kata lain
menginginkan kontrak diperpanjang. Memang tidak ada kewajiban diharuskan
untuk memperpanjang bagi kedua pihak, namun dibanyak kasus penanggung
punya kepentingan untuk mempertahankan bisnis untuk tahun berikutnya.
Apalagi pada saat terjadinya soft market dan kompetisi yang ketat.
 Biasanya penanggung akan mengeluarkan surat perpanjangan kepada

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

tertanggungn yang dikenal dengan pemberitahuan perpanjangan yang


mengingatkan tertanggung bahwa periode asuransi akan berakhir dan juga
premi yang akan dibayar untuk polis perpanjangan. Sekali lagi bukan keharusan
bagi penanggung untuk mengeluarkan surat pemberitahuan perpanjangan
namun hanya semata – mata untuk kepentingan penanggung mengamankan
polis perpanjangan.
 Terdapat satu atau dua hal penting yang harus dicatat berhubungan dengan
bisnis perpanjangan.

5.51. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraikan 2 (dua) alasan pentingnya


perpanjangan polis bagi perusahaan asuransi. (Sept 2016, No. 6)

Jawaban:
a. Perpanjangan polis merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan asuransi
untuk mempertahankan bisnis dan profitnya. Harus diakui bahwa perusahaan
asuransi harus dapat meyakinkan dirinya bahwa polis yang expired harus
segera diperpanjang agar keuntungan perusahaan juga tetap bertahan.
b. Perpanjangan polis juga dilakukan untuk memastikan bahwa klaim yang
dilakukan tertanggung selalu dapat dicover sehingga tidak menimbulkan
dispute.
(jawaban ini dapat dirubah menurut pengalaman Anda)

95
5.52. Uraikan fungsi dari cover notes dalam penutupan asuransi (Sept 2007 No. 1, Sept
2008 No. 6, Sept 2009 No. 6)

Jawaban:
 Cover notes merupakan dokumen penutupan asuransi yang bersifat sementara
(sampai waktu tertentu) sampai polis resmi diterbitkan. Hal ini terjadi karena
informasi belum lengkap atau survey sedang dilakukan atau tertanggung
membutuhkan dokumen yang menunjukkan bukti tentang penutupan asuransi.
 Dokumen cover notes diperlukan karena:
o untuk menerbitkan polis karena perlu waktu pertanggungan memerlukan
bukti diterbitkan sebelum polis resmi terbit informasi yang diperlukan belum
lengkap
o penanggung masih melakukan survey
o cover notes merupakan dokumen yang sifatnya sementara (biasanya 30
hari) dan berakhir saat polis terbit. Bisa batal sebelum 30 hari (polis jadi
sebelum 30 hari) akan bisa diperpanjang (bila polis belum selesai)
o ada kemungkinan untuk dibatalkan bila informasi tidak memuaskan
Bila ada cover notes tetapi belum ada polis, maka bila terjadi klaim, tetap akan
diganti.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 5: How Insurance Operate

5.53. Jelaskan tujuan isi dan penggunaan Cover note dan sertificate asuransi (Sept 2006
No. 9)

Jawaban:
Cover Note: Lihat di atas

Certificate asuransi :
Sertifikat asuransi merupakan dokumen yang menegaskan bahwa telah terjadi
penutupan asuransi. Pada umumnya sertifikat diberikan berkait dengan jumlah
peserta yang sangat besar dan diwajibkan oleh UU dan pihak penanggung cukup
mengeluarkan master polis sedangkan pesertanya diberikan dokumen dalam
bentuk sertifikat.

5.54. Berkaitan dengan prosedur underwriting, sebutkan 5 (lima) hal pokok yang
dinyatakan dalam cover notes. (Mar 2019, No. 4)

Jawaban:
5 hal pokok yang dinyatakan dalam cover notes:
• Nama tertanggung 96
• Periode asuransi
• Objek pertanggungan dan deskripsinya
• Nilai pertanggungan
• Pernyataan masa berlakunya cover note

5.55. Uraikan fungsi cover notes. (Mar 2014, No. 4)

Jawaban: Lihat di atas

5.56. Jelaskan fungsi dari:


a. Polis asuransi
b. Cover note
c. Sertifikat asuransi

Jawaban:

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 5: How Insurance Operate

a. Polis asuransi berfungsi:


Fungsi polis bagi nasabah (tertanggung) :
• Sebagai bukti tertulis atas jaminan penanggungan untuk mengganti
kerugian yang mungkin dideritannya yang ditanggung oleh polis.
• Sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung.
• Sebagai bukti otentik untuk menuntut penanggung bila lalai atau tidak
memenuhi jaminannya.

Fungsi polis bagi Penanggung (perusahaan asuransi) :


• Sebagai bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung.
• Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada tertanggung
untuk membayar ganti rugi yang mungkin di derita oleh tertanggung.
• Sebagai bukti otentik, untuk menolak tuntutan ganti rugi atau klaim bila
penyebab kerugian tidak memenuhi syarat polis.

b. Cover note: lihat di atas


c. Sertifikat asuransi: lihat di atas

97
5.57. Uraikan pengertian Long-Term Agreements. (Mar 2007 No. 5)

Jawaban:
 Perjanjian antara Penanggung dan Tertanggung di mana Penanggung akan
memberikan potongan (diskon) terhadap premi jika Tertanggung setuju untuk
memperpanjang bisnisnya kepada Penanggung selama beberapa tahun ke
depan
 Kedua belah pihak diuntungkan: Tertanggung menikmati penurunan premi;
Penanggung mendapat kepastian bahwa bisnis tersebut akan terus diperpanjang

5.58. Uraikan tujuan penggunaan klausul tambahan dalam polis (Sept 2008 No. 5)

Jawaban:
Perancangan polis merupakan satu tugas yang membutuhkan keahlian yang tinggi.
Satu standar polis akan dibuat sesuai dengan maksud penggunaannya, tanpa
harus ada modifikasi. Akan tetapi tidak mungkin untuk selalu memenuhi kebutuhan
tertanggung tanpa adanya perubahan pada wording untuk perluasan. Untuk
itu perubahan dibuat dengan penambahan klausul khusus dan endorsements/
amandement.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

BAB VI: UNDERWRITING INSURANCE


AND RISK SHARING

6.1. Uraikan apa yang disebut dengan seorang underwriter

Jawaban:
 Apabila suatu risiko ditawarkan kepada Lloyd’s atau perusahaan asuransi,
seseorang atas nama penanggung harus memutuskan apakah risiko dimaksud
dapat diterima atau tidak.
 Jika dapat diterima, underwriter harus memutuskan rate premi yang akan
dikenakan beserta syarat dan kondisi yang akan dibebankan.
 Di Lloyd’s, slip yang dicap dan ditandatangani menunjukkan keikutsertaan
(dalam persentase). Seseorang yang menandatangani slip itulah yang disebut
“underwriter.” Proses menilai syarat dan kondisi yang dibebankan pada kontrak
asuransi disebut sebagai underwriting asuransi.

6.2. Berkaitan dengan usaha perasuransian, jelaskan peranan para professional berikut
dalam perusahaan asuransi: (Sept 2016, No. 11; Mar 2018, No. 11) 98
a. Underwriter
b. Aktuaris
c. Risk manager
d. Compliance officers

Jawaban:
a. Underwriter
a. Menilai risiko yang dibawa seseorang ke dalam pool
b. Memutuskan untuk menerima suatu Riko atau menolak risiko tersebut,
atau menilai seberapa banyak yang akan diterimanya
c. Menentukan ketentuan, kondisi dan cakupan jaminan perlindungan
yang ditawarkan
d. Menetapkan premi yang sesuai

b. Aktuaris
1. perhitungan kerja secara tekhnik baik produk baru dan existing .
2. menghitung cadangan klaim
3. menghitung persyratan RBC

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

4. analisa risiko investasi & dana untuk mendukung cadangan tekhnik

c. Risk manager
Seorang individu yang bertanggung jawab untuk mengelola risiko organisasi
dan meminimalkan dampak negatif dari kerugian atas pencapaian tujuan
organisasi. (1) Secara tradisional, manajer risiko telah berfokus pada
risiko peristiwa, tetapi beberapa organisasi telah memperluas peran untuk
menyertakan jenis lain dari risiko (misalnya, risiko operasional). Manajer risiko
dibebankan dengan mengidentifikasi risiko, mengevaluasi risiko, memilih
teknik terbaik untuk mengelola risiko yang teridentifikasi, menerapkan
teknik manajemen risiko yang dipilih, dan secara teratur mengevaluasi
dan memantau program. Orang ini juga terlibat dalam proses manajerial
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan kegiatan-
kegiatan dalam bisnis yang berhubungan dengan berbagai jenis risiko. (2)
Tipe lain dari manajer risiko adalah mengelola dampak dari risiko keuangan
pada organisasi. Individu ini biasanya karyawan departemen treasury yang
harus mempertahankan metrik keuangan kritis tertentu dalam parameter
yang dapat diterima. Misalnya, risiko suku bunga adalah risiko keuangan
yang paling penting bagi bank. Menggunakan berbagai alat lindung nilai dan
teknik seperti derivatif, manajer risiko memastikan bahwa eksposur bank
terhadap fluktuasi suku bunga dikelola secara memuaskan.

d. Compliance officers
Seorang Compliance officers adalah karyawan yang tanggung jawabnya
termasuk memastikan perusahaan mematuhi persyaratan peraturan eksternal
(pemerintah dan regulator) dan kebijakan internal. Seorang Compliance
officers dapat meninjau dan menetapkan standar untuk komunikasi dengan
99
pihak luar dengan mengharuskan disclaimer dalam email atau mungkin
memeriksa fasilitas untuk memastikan email dapat diakses dengan aman.
Seorang Compliance officers juga dapat merancang atau memperbarui
kebijakan internal untuk mengurangi risiko perusahaan melanggar undang-
undang dan peraturan, dan memimpin prosedur audit internal.

6.3. Sebutkan 4 (empat) peran utama seorang underwriter. (Mar 2006 No. 3, Mar 2007
No. 6, Sept 2008 No. 7, Sept 2009 No. 7, Mar 2013 No. 5)

Jawaban:
a. Menilai risiko yang dibawa seseorang ke dalam pool
b. Memutuskan untuk menerima suatu Riko atau menolak risiko tersebut, atau
menilai seberapa banyak yang akan diterimanya
c. Menentukan ketentuan, kondisi dan cakupan jaminan perlindungan yang
ditawarkan
d. Menetapkan premi yang sesuai

6.4. Dalam kaitan dengan risk survey report: (Mar 2007 No. 12, Sept 2009 No. 12)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

a. uraikan 5 (lima) hal pokok yang diuraikan di dalanmya.(bobot 60%)


b. hitung nilai MPL untuk risiko kebakaran pada suatu bangunan
dengan kondisi sebagai berikut: (bobot 30%)
- bangunan empat persegi panjang terbagi dalam 3 (tiga) ruangan yang sama
besar.
- Nilai keseluruhan bangunan dan isi adalah Rp. 3 Miliar dan terbagi sama
besar pada masing-masing ruang tersebut.
- Antara ruang pertama (kiri) dan ruang kedua (tengah) dibatasi dengan fire
wall.
- Antara ruang kedua (tengah) dan ruang ketiga (kanan) dibatasi dengan
tembok biasa dengan pintu penghubung.

Jawaban:
a. Hal pokok dalam survey report
1. Deskripsi lengkap tentang risiko
Dapat meliputi gambar / denah lokasi dalam hal risiko harta benda, proses
yang dikerjakan pada lokasi tersebut, keterangan tentang Tertanggung,
dan sebagainya.
1. Penilaian tingkat risiko
Memperhitungkan semua faktor berbahaya yang ada, baik moral hazard
maupun physical hazard.
Memberi gambaran kepada Underwriter tentang tingkat risiko yang 100
ditawarkan
Memberi ulasan tentang lingkungan sekitar, okupasi, kegunaan bangunan,
dsb misalnya dalam hal asuransi kebakaran, yang mempengaruhi tingkat
risiko
2. Penentuan Maximum Probable Loss (MPL)
• Istilah lainnya adalah Estimated Maximum Loss (EML)
• Besaran maksimal kerugian yang dapat terjadi menurut penilaian
Surveyor.
• Tanpa memperhitungkan keberadaan fitur-fitur yang baik pada risiko
• tersebut
• Misalnya: alat-alat pemadaman kebakaran.
• Underwriter yang akan menilainya sendiri
• Hanya untuk risiko kebakaran saja
• Surveyor dan Underwriter dapat berdiskusi tentang fitur-fitur positif
dan negatif yang ada, serta bersepakat atas besar nilai MPL atau
EML-nya
3. Rekomendasi atas pencegahan kerugian
• Surveyor memberitahu Underwriter langkah-langkah yang bisa
diambil untuk melindungi risiko

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

• Kadang-kadang rekomendasi tersebut dapat berupa persyaratan


yang harus dilaksanakan Tertanggung untuk memperoleh jaminan
asuransi

4. Pandangan Surveyor atas kecukupan harga pertanggungan yang diajukan


Di atas semuanya itu, tanggung jawab untuk memastikan bahwa jaminan
sudah mencukupi ada pada Tertanggung itu sendiri

b Perhitungan MPL :
 Total nilai bangunan dan isi IDR 3 Milyar
 Nilai tersebut tersebar merata pada 3 (tiga) ruangan; masing-masing IDR
1 Milyar
 Keberadaan fire wall yang menjadi batas antara ruang pertama (kiri) dan
kedua (tengah) membuat amat sangat sulit kebakaran menjalar dari satu
ruang ke ruang yang lainnya
 Keberadaan pintu penghubung pada dinding pembatas antara ruang
kedua (tengah) dan ketiga (kanan) memungkinkan kebakaran dapat
menjalar dari satu ruang ke ruang lainnya
 Potensi kerugian paling besar adalah jika terjadi kebakaran pada ruang
kedua (tengah) dan ketiga (kanan)
 Nilai kerugian maksimal = MPL = 2 x IDR 1 Milyar = IDR 2 Milyar

101
6.5. Uraikan pengertian estimated maximum loss (EML) disertai dengan contoh (Sept
2013, No. 8)

Jawaban: lihat atas

6.6. Jelaskan 5 (lima) hal pokok yang umumnya diuraikan seorang risk surveyor dalam
survey report yang dibuatnya. (Mar 2006 No. 12, Sept 2007 No. 13)

Jawaban:
5 hal pokok dalam survey report (Bobot masing-masing 20%)
(i) Deskripsi yang lengkap tentang risiko
Termasuk gambar denah lokasi, proses produksi, keterangan rinci tentang
Tertanggung, dsb

(ii) Penilaian tingkat risiko


Mempertimbangkan semua faktor bahaya (hazard) yang relevan, baik moral
hazard maupun physical hazard

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Memberi gambaran kepada underwriter atas tingkat risiko yang ditawarkan.


Informasi tentang harta benda sekitar yang dapat mempengaruhi tingkat
risiko

(iii) Pengukuran MPL (Maximum Probable Loss) a tau EML (Estimated Maximum
Loss)
Besaran maksimum kerugian yang diperkirakan oleh surveyor hanya
atas kerugiannya saja. Akibat kebakaran tanpa memperhitungkan adanya
fasilitas pemadaman kebakaran atau fitur bagus lainnya.
MPL ini berfungsi untuk memberikan gambaran kepada underwriter atas
maksimum kerugian yang mungkin terjadi dari suatu peristiwa kebakaran

(iv) Rekomendasi untuk pencegahan kerugian (loss prevention)


Surveyor menjelaskan kepada Tertanggung mengenai langkah-langkah
yang perlu diambil untuk melindungi risiko.
Bisa dalam bentuk persyaratan (requirement) di mana Tertanggung harus
memenuhinya agar jaminan perlindungan dapat diberikan

(v) Pandangan surveyor tentang kecukupan asuransi yang diminta


 Tanggung jawab terletak pada Tertanggung untuk memastikan bahwa
jaminan yang diminta telah memadai
 Dalam banyak cabang asuransi, berarti kecukupan harga pertanggungan 102
(property), batas ganti rugi (liability)
 Underwriter ingin memastikan bahwa Tertanggung tidak mengasuransikan
di bawah harga (under-insurance)

6.7. Sebagai mata dan telinga dari underwriter, risk surveyor akan menyampaikan hasil
surveynya kepada underwriter dalam bentuk survey report. Jelaskan 5(lima) hal
pokok yang diuraikan dalam survey report tersebut (Sept 2008 No. 12)

Jawaban: lihat di atas

6.8. Berkaitan dengan proses underwriting, sebutkan 5 (lima) jenis data atau informasi
yang perlu disampaikan dalam laporan kepada dewan direksi. (Sept 2014 No. 6)

Jawaban:
1. Karakter risiko yang ditutup selama satu tahun
2. Loss ratio masing-masing line of business

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

3. Penerapan/aplikasi regulasi, misalnya peraturan OJK dalam proses


underwriting
4. Berita underwriting di pasar asuransi
5. Big account yang perlu dibicarakan dengan direksi

6.9. Berkaitan dengan prosedur underwriting, sebutkan 5 (lima) indikator kerja


perusahaan asuransi dalam laporan kepada direksi. (Mar 2017 No. 5)

Jawaban:
1. Karakter risiko yang ditutup selama satu tahun
2. Loss ratio masing-masing line of business
3. Penerapan/aplikasi regulasi, misalnya peraturan OJK dalam proses
underwriting
4. Berita underwriting di pasar asuransi
5. Big account yang perlu dibicarakan dengan direksi

6.10. Berkaitan dengan proses underwriting, sebutkan 5 (lima) performance indicator


yang umumnya tercakup dalam laporan bulanan kepada dewan direksi. (Sept 2018
103
No. 5)

Jawaban:
1. Karakter risiko yang ditutup selama satu tahun
2. Loss ratio masing-masing line of business
3. Penerapan/aplikasi regulasi, misalnya peraturan OJK dalam proses
underwriting
4. Berita underwriting di pasar asuransi
5. Big account yang perlu dibicarakan dengan direksi

6.11. Berkaitan dengan proses underwriting, sebutkan 5 (lima) performance indicator


yang umumnya tercakup dalam laporan bulanan kepada underwriting manager.
(Mar 2018 No. 6)

Jawaban:
1. Jumlah polis baru untuk setiap line of business

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

2. Underwriting Cycle Time per Underwriter


3. Prosentase dari SPPA yang disetujui
4. SLA Adherence: Underwriting Decisions
5. Underwriting Expense Ratio

6.12. Dalam kaitan dengan penentuan premi yang sesuai, jelaskan: (Mar 2006 No. 13)
a. 5 (lima) aspek yang harus dipenuhi agar kontribusi premi tersebut wajar
dan mencerminkan tingkat risikonya
b. 4 (empat) pertimbangan bisnis yang harus diperhatikan

Jawaban:
a. 5 aspek dalam penentuan premi yang sesuai (Bobot 60%)

1. Cukup untuk membayar klaim yang diperkirakan (expected claims)


 Perusahaan asuransi memperkirakan tingkat klaim yang diperkirakan
dapat terjadi
 Tidak mungkin untuk mendapatkan suatu angka yang pasti
berapa yang harus dibayar untuk klaim berdasarkan jumlah
kejadian,
 Perusahaan asuransi dapat membuat penilaian yang cukup akurat 104
atas kemungkinan biaya klaim/kerugiannya
 Minimal, premi harus cukup untuk membayar klaim yang diperkirakan
tersebut

2. Cukup untuk membuat suatu estimasi dari klaim yang belum dibayar
(outstanding claims)
 Tidak semua klaim dapat dibayar dalam satu tahun yang sama
dengan tahun saat premi dibayarkan
 Premi harus memperhitungkan klaim yang masih harus diselesaikan
pada akhir tahun

3. Cukup untuk membentuk cadangan premi


Kemungkinan terdapat kondisi darurat (contigencies), di luar kendali
perusahaan asuransi, yang mungkin melibatkan suatu kewajiban
untuk membayar klaim pada suatu waktu di masa yang akan datang.
Perusahaan asuransi akan memupuk cadangan premi (reserves) untuk
keperluan ini.

4. Cukup untuk membayar semua biaya operasional perusahaan asuransi


termasuk:
 gaji karyawan

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

 biaya kantor dalam segala bentuk


 promosi dan iklan
 komisi
Premi yang terkumpul dari masing-masing Tertanggung secara agregat
harus cukup untuk menutup biaya operasional tersebut

5. Cukup untuk menghasilkan laba


 Umumnya perusahaan asuransi harus bisa mempertanggungjawabkan
kepada para pemegang saham dan memberikan imbalan yang layak
atas investasi mereka pada perusahaan tersebut
 Bagi perusahaan mutual, para anggota bagaimanapun tetap
mengharapkan suatu jumlah surplus yang layak

b. 4 pertimbangan bisnis dalam menetapkan premi yang sesuai (Bobot 40%)


(i) Inflasi
• Perusahaan asuransi harus waspada atas perubahan nilai mata
uang
• Klaim akan dibayarkan di kemudian hari, dari premi yang
diperoleh pada hari ini
• Biaya penyelesaian suatu klaim dapat meningkat, bukan karena
meningkatnya besaran klaim itu sendiri, tetapi semata-mata
karena turunnya nilai uang 105

(ii) Suku bunga pinjaman


• Perusahaan asuransi adalah investor dana yang cukup besar
• Dana ini akan menghasilkan pendapatan investasi yang cukup
besar yang mana perusahaan asuransi bergantung padanya

(iii) Nilai tukar mata uang


• Ketika terjadi lalu lintas uang antar batas negara, maka muncul
risiko nilai tukar mata uang
• Juga terjadi dalam hal premi yang dibayar Tertanggung tidak
sesuai dengan mata uang yang disepakati sebagai harga
pertanggungan (yang menjadi batas tanggung jawab atas
pembayaran klaim)

(iv) Kompetisi
• Penetapan premi yang terlalu tinggi akan berakibat kehilangan
bisnis, tetapi sebaliknya, penetapan premi yang terlalu rendah
tidak akan cukup untuk membayar klaim

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

6.13. Berkaitan dengan prinsip underiwriting dalam penetapan premi asuransi, jelaskan:
(April 2015 No 14)
a. tujuan analisa terhadap data / informasi klaim.
b. 5 (lima) aspek yang harus dipertimbangkan dalam menghitung premi risiko.
c. 5 (lima) komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
premi.

Jawaban:
a. tujuan analisa terhadap data / informasi klaim.
- Menentukan tingkat severity dan frequency dari suatu risiko sehingga
dapat diketahui apakah risikonya bagus atau tidak untuk ditutup pada
sebuah jaminan asuransi.
- Dari situ dapat ditentukan rate yang sesuai untuk risiko tersebut.
- Deductible / risiko sendiri juga dapat semakin besar jika loss rationya
menjadi besar.
- Underwriter dapat menolak risiko tersebut jika loss rationya sangat tinggi.
- Menentukan warranty atau tindakan yang diperlukan oleh tertanggung
selama periode asuransi agar risiko dapat diminimalisasi.

b. 5 (lima) aspek yang harus dipertimbangkan dalam menghitung premi risiko. 106

1. Cukup untuk membayar klaim yang diperkirakan (expected claims)


 Perusahaan asuransi memperkirakan tingkat klaim yang diperkirakan
dapat terjadi
 Tidak mungkin untuk mendapatkan suatu angka yang pasti berapa
yang harus dibayar untuk klaim berdasarkan jumlah kejadian
 Perusahaan asuransi dapat membuat penilaian yang cukup akurat
atas kemungkinan biaya klaim/kerugiannya
 Minimal, premi harus cukup untuk membayar klaim yang diperkirakan
tersebut

2. Cukup untuk membuat suatu estimasi dari klaim yang belum dibayar
(outstanding claims)
 Tidak semua klaim dapat dibayar dalam satu tahun yang sama
dengan tahun saat premi dibayarkan
 Premi harus memperhitungkan klaim yang masih harus diselesaikan
pada akhir tahun

3. Cukup untuk membentuk cadangan premi


Kemungkinan terdapat kondisi darurat (contigencies), di luar kendali

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

perusahaan asuransi, yang mungkin melibatkan suatu kewajiban


untuk membayar klaim pada suatu waktu di masa yang akan datang.
Perusahaan asuransi akan memupuk cadangan premi (reserves) untuk
keperluan ini.

4. Cukup untuk membayar semua biaya operasional perusahaan asuransi


termasuk:
 gaji karyawan
 biaya kantor dalam segala bentuk
 promosi dan iklan
 komisi
Premi yang terkumpul dari masing-masing Tertanggung secara agregat
harus cukup untuk menutup biaya operasional tersebut

5. Cukup untuk menghasilkan laba


 Umumnya perusahaan asuransi harus bisa mempertanggung-
jawabkan kepada para pemegang saham dan memberikan imbalan
yang layak atas investasi mereka pada perusahaan tersebut
 Bagi perusahaan mutual, para anggota bagaimanapun tetap
mengharapkan suatu jumlah surplus yang layak

c. 5 (lima) komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam menetapkan 107


premi.
(1) Expected claims
 Penanggung harus membuat perkiraan atau estimasi atas besarnya
klaim yang mungkin dialami di waktu yang akan datang
 Kerugian tidak mungkin dihitung secara tepat, namun dengan jumlah
klaim yang ada, perkiraan wajar yang mendekati dapat dibuat
 Paling tidak, premi yang diterapkan harus cukup untuk memenuhi
klaim yang diperkirakan

(2) Outstanding claims


 Tidak semua klaim dapat diselesaikan dalam tahun pembayaran
premi, sehingga premi harus diperhitungkan untuk klaim yang
belum diselesaikan pada akhir tahun
 dalam klaim personal injury, penyelesaian klaim dapat berlangsung
lama, sehingga perlu diperhitungkan dalam penetapan preminya

(3) Reserve
 Penanggung juga harus memperhitungkan bahwa terdapat
kemungkinan contingencies yang berada di luar kendalinya. Ada
tanggung jawab untuk membayar klaim pada suatu waktu di masa
yang akan datang.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

(4) All expenses


 biaya operasional dalam menjalankan usaha, termasuk:
 gaji karyawan
 biaya kantor
 iklan dan promosi
 komisi
 premi yang dikumpulkan harus cukup secara agregat untuk
memenuhi biaya­biaya operasional tersebut

(5) Profit
 Penanggung harus memastikan bahwa terdapat bagian untuk
profit yang wajar
 sebagai tanggung jawab terhadap pemegang saham untuk
memberikan hasil atas investasi mereka dalam perusahaan

6.14. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, uraikan:
(Mar 2019, No 14)
a. pengertian premi murni 108
b. 6 (enam) aspek yang mempengaruhi perhitungan premi murni
c. 3 (tiga) kelompok biaya variable dalam perusahaan asuransi

Jawaban:
a. Premi murni (pure premium) yaitu nilai premi yang belum melibatkan biaya-
biaya asuransi. Murni karena dihitung hanya berdasarkan risiko yang terjadi.
Dean and Mahler (2006) mendefinisikan premi murni sebagai kerugian
yang dibagi dengan eksposure. Premi murni merupakan hasil perkalian dari
frekuensi dan tingkat kegawatan, sebagai berikut.
Premi murni = kerugian / eksposure = (jumlah klaim / eksposure) (kerugian /
jumlah klaim) = (frekuensi) (tingkat kegawatan).
Variansi proses dari premi murni, jika frekuensi dan tingkat kegawatan
tidak saling bebas, dihitung dengan menggunakan momen pertama dan
momen kedua. Jika frekuensi dan tingkat kegawatan saling bebas, maka
variansi proses dari premi murni adalah (rata-rata frekuensi) (variansi tingkat
kegawatan) + (rata- rata tingkat kegawatan)2 (variansi frekuensi).

b. 6 (enam) aspek yang mempengaruhi perhitungan premi murni


- Karakterisitik objek pertanggungan dan risiko. Misalnya, untuk
kendaraan bermotor, maka aspeknya adalah: merk, usia, biaya
pertanggungan, dan jenis asuransi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

- Frekuensi kerugian selama periode tertentu


- Besarnya kerugian selama periode tertentu
- Biaya pertanggungan
- Jenis coverage / risiko yang dijamin dalam polis
- Jangka waktu pertanggungan
- Lokasi
- Hasil investasi

c. 3 (tiga) kelompok biaya variable dalam perusahaan asuransi


- Biaya klaim & cadangan klaim
- Biaya komisi
- Biaya lain2, seperti biaya marketing, biaya loss adjuster, dll

6.15. Berkaitan dengan prinsip dan praktek underwriting, uraikan pentingnya informasi
tentang klaim dalam pengelolaan portofolio asuransi. (Mar 2018 No 7)

Jawaban:
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ali Fikri (2009), bahwa rasio 109
beban klaim berpengaruh negatif terhadap laba. Informasi klaim yang akurat
akan mendorong perusahaan Asuransi melihat lebih dalam lini bisnis apa yang
memberikan rasio klaim rendah dan mana yang tinggi. Lini bisnis yang memberikan
rasio klaim rendah harus ditingkatkan penjualannya, sedangkan yang memberikan
rasio klaim yang tinggi akan dianalisis dan diantisipasi dengan berbagai kebijakan
underwriting sehingga portfolio Asuransi pada akhirnya diisi oleh account-account
yang menguntungkan perusahaan.
(Silakan jawaban ini dikembangkan sesuai pengalaman Anda)

6.16. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, uraikan
pengertian klaim Incurred But Not Reported (IBNR). (Mar 2017 No 8)

Jawaban:
IBNR (Incurred but not reported) adalah klaim-klaim yang telah terjadi selama
periode asuransi, tapi penanggung belum menerima laporannya dari tertanggung.
Untuk membuat cadangan klaim biasanya diberikan allowance untuk klaim tsb dan
besar cadangan direvisi dari waktu kewaktu agar data tsb lebih reliable.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

6.17. Berkaitan dengan loss ratio, uraikan fungsi IBNR dalam perhitungan loss ratio. (Mar
2019, No 7)

Jawaban:
IBNR (Incurred but not reported) adalah klaim-klaim yang telah terjadi selama
periode asuransi, tapi penanggung belum menerima laporannya dari tertanggung.
Untuk membuat cadangan klaim biasanya diberikan allowance untuk klaim tsb dan
besar cadangan direvisi dari waktu kewaktu agar data tsb lebih reliable.
Pada berakhirnya setiap periode asuransi tidak semua klaim yang telah terjadi
selama periode asuransi telah dilaporkan kepada penanggung. Bahkan, dalam
contoh kita, jumlah klaim tidak stabil hingga 48 bulan setelah dimulainya risiko.
Pelaporan klaim jarang seketika. Pemberitahuan terlambat terjadi karena berbagai
alasan seperti:
1) Insiden itu diperkirakan terjadi lebih satu bulan dan beberapa bulan kemudian
diajukan sehingga klaim menjadi jauh lebih mahal
2) Sejauh mana kerugian yang diderita tidak terlihat pada saat insiden;
3) Ada prosedur pelaporan panjang dan rumit di tempat yang menyebabkan
keterlambatan dalam klaim mencapai penanggung.
Untuk risiko liability tidak jarang untuk klaim harus dilaporkan beberapa bulan
atau bahkan bertahun-tahun setelah berakhirnya jangka waktu underwriting.
Pertimbangkan kasus penyakit laten yang mungkin berhenti atau yang belum
ditemukan selama bertahun-tahun sebelum didiagnosis atau ditemukan (asbestosis
misalnya).
Ketika mengalami sebuah klaim underwriter akan menggunakan `IBNR istilah 110
‘(artinya`Terjadi namun belum dilaporkan ‘) untuk menggambarkan kejadian yang
telah terjadi tetapi di mana klaim tersebut belum dilaporkan kepada penanggung.
IBNR menyebabkan masalah yang signifikan untuk underwriter ketika mereka
mengalami risiko klaim untuk individu atau portofolio. Mereka akan tahu bahwa
setiap klaim IBNR akan menampakkan diri pada suatu waktu di masa depan dan
harus membuat ketentuan bagi mereka ketika memproyeksikan pengalaman klaim
untuk kerugian akhir sebagai dasar untuk memperkirakan klaim di masa depan.
Dalam menghitung loss ratio, IBNR menjadi penting bagi underwriter karena data
loss ratio lebih reliable.

6.18. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, uraiakan
pengertian combined operating ratio. (Mar 2019, No 8)

Jawaban:
COR bisa didapatkan dari total incurred claim dan expenses lalu dibagi dengan
earned premium.
Hasilnya biasanya digambarkan dengan presentase yang akan menggambarkan
peforma dari bisnis asuransi disebuah perusahaan dan mengecualikan hasil investasi,
biaya kantor pusat dan pemasukan-pemasukan lain yang tidak berhubungan
langsung dengan operasional bisnis asuransi.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Jadi Misalnya..
Incurred claim USD 5,000,000
Expenses USD 3,000,000
Earned Premium USD 10,000,000
Maka COR nya adalah USD 8,000,000 / USD 10,000,000 = 80%

COR = 100% --> Menggambarkan bisnis break even atau impas, klaim dan expense
sesuai dengan jumlah premi
COR > 100% --> Menggambarkan bahwa klaim dan expense lebih besar dari premi,
jadi operasional menghasilkan kerugian underwriting
COR < 100% --> Menggambarkan bahwa klaim dan expense lebih kecil dari premi,
jadi operasional menghasilkan keuntungan underwriting
Perhitungan COR ini bisa digunakan untuk keseluruhan perusahaan asuransi, untuk
setiap produk berbeda atau divisional yang berbeda seperti divisi non marine dan
marine.
Tetapi sebelum anda menggunakan data COR tersebut, akan lebih baik jika anda
memastikan base data atau dasar data menggunakan basis yang sama.
Selain memahami prinsip loss ratio, anda harus memahami COR, agar dapat
mendapatkan gambaran lebih tepat mengenai keuntungan underwriting suatu
produk.
Karena bisa saja loss ratio hanya 70%, sedangkan COR bisa melebihi 100% karena
loss ratio dasarnya adalah gross klaim dibagi dengan gross premi, sedangkan COR
adalah net klaim + expense dibagi dengan net earned premi.
111

6.19. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, uraikan
pengertian risk premium. (Sept 2018, No 8)

Jawaban:
Premi Resiko (Risk Premium) adalah sejumlah uang (atau besaran lain) yang rela
dilepaskan oleh pengambil keputusan untuk dapat menghindari resiko dari suatu
kejadian tak pasti yang dihadapi.

6.20. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, uraikan:
(Mar 2016 No 14; Mar 2018 No 14)
a. pengertian premium rate dan premium base.
b. 5 (lima) aspek yang harus dipertimbangkan dalam menghitung premi risiko.
c. 5 (lima) komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
premi.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Jawaban:
a. pengertian premium rate dan premium base.

Premium Rate
Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagi imbalan
jasa atas pengalihan resiko kepada penanggung.
Fungsi premi asuransi :
- Mengembalikan tertanggung kepada posisi seperti sebelum terjadi kerugian.
- Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan, sehingga mampu pada
posisi seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian.
suku premi:
- umumnya dalam % atau %o
- mewakili tingkat risikonya
- makin tinggi risikonya, makin tinggi tingkat suku preminya

Premi dasar / premium base


Adalah premi yang dibebankan kepada tertanggung ketika polis dibuat/dikeluarkan,
yang perhitungannya didasarkan :
- Data dan keterangan yang diberikan oleh tertanggung kepa-da penanggung
pada waktu penutupan asuransi yang pertama. 112
- Luasnya resiko yang dijamin oleh penanggung sesuai yang dikehendaki
oleh tertanggung.

Premi dasar biasanya terdiri dari 3 kelompok, yaitu:


1. Komponen premi untuk membayar kerugian yang mungkin terjadi.
2. Komponen premi untuk membiayai operasi perusahaan
3. Komponen sebagi bagian keuntungan perusahaan

b. 5 (lima) aspek yang harus dipertimbangkan dalam menghitung premi risiko.


Jawaban lihat atas
c. 5 (lima) komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
premi. Jawaban lihat atas

6.21. Dalam kaitan dengan penetapan premi, uraikan: (Mar 2009 No. 12)
a. hubungan antara premi dengan hazard dan exposure dari suatu objek
pertanggungan (Bobot 30%)
b. pengertian adjustable premiums (Bobot 25%)
c. 5 (lima) komponen biaya yang secara memadai harus terpenuhi dalam premi

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

tersebut (Bobot 45%)

Jawaban:
a. Premi = suku premi X dasar perhitungan premi
Suku premi:
 umumnya dalam % atau %o
 mewakili tingkat risikonya
 makin tinggi risikonya, makin tinggi tingkat suku preminya
Dasar perhitungan premi:
 disebut juga harga pertanggungan
 mencerminkan besaran / ukuran exposure dari risiko tersebut
 misalnya : nilai bangunan, mesin, stok, inventaris

b. Adjustable premium
premi yang didapatkan dengan perkalian antara suku premi terhadap harga
pertanggungan yang pada saat awal penutupan masih berupa angka perkiraan
/ estimasi; yang kemudian pada akhir jangka waktu pertanggungan akan
disesuaikan berdasarkan laporan / deklarasi berkala (pada umumnya setiap
bulan) atas nilai sesungguhnya.
Contoh : asuransi atas stok atau upah 113
c. komponen biaya dalam premi :
(1) Expected claims
 Penanggung harus membuat perkiraan atau estimasi atas besarnya
klaim yang mungkin dialami di waktu yang akan datang
 Kerugian tidak mungkin dihitung secara tepat, namun dengan jumlah
klaim yang ada, perkiraan wajar yang mendekati dapat dibuat
 Paling tidak, premi yang diterapkan harus cukup untuk memenuhi
klaim yang diperkirakan

(2) Outstanding claims


 Tidak semua klaim dapat diselesaikan dalam tahun pembayaran
premi, sehingga premi harus diperhitungkan untuk klaim yang
belum diselesaikan pada akhir tahun
 dalam klaim personal injury, penyelesaian klaim dapat berlangsung
lama, sehingga perlu diperhitungkan dalam penetapan preminya

(3) Reserve
 Penanggung juga harus memperhitungkan bahwa terdapat
kemungkinan contingencies yang berada di luar kendalinya. Ada

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

tanggung jawab untuk membayar klaim pada suatu waktu di masa


yang akan datang.

(4) All expenses


 biaya operasional dalam menjalankan usaha, termasuk:
 gaji karyawan
 biaya kantor
 iklan dan promosi
 komisi
 premi yang dikumpulkan harus cukup secara agregat untuk
memenuhi biaya­biaya operasional tersebut

(5) Profit
 Penanggung harus memastikan bahwa terdapat bagian untuk
profit yang wajar
 sebagai tanggung jawab terhadap pemegang saham untuk
memberikan hasil atas investasi mereka dalam perusahaan

114
6.22. Dalam penetapan premi yang tepat (suitable premiums), uraikan : (Mar 2007 No. 11,
Sept 2009 No. 13, Mar 2008 No. 12)
a. 5 (lima) komponen biaya yang harus tercakup secara memadai premi tersebut
b. 4 (empat) aspek komersial yang harus dipertimbangkan

Jawaban:
a komponen biaya dalam premi: lihat di atas
b Aspek komersial yang harus dipertimbangkan: lihat di atas

6.23. Uraikan mengapa inflasi merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan
dalam penetapan premi. (Mar 2009 No. 7)

Jawaban:
 Penanggung harus mempertimbangkan perubahan nilai uang
 Biaya klaim dapat meningkat bukan karena meningkatnya besaran klaim itu
sendiri, tapi akibat turunnya nilai uang

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

6.24. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi, jelaskan
(Sept 2018, No. 14):
a. Pengertian premi.
b. Pengertian adjustable premium dan flat premium.
c. 5 (lima) ketentuan pembayaran premi berdasarkan Polis Standar Asuransi
Kebakaran Indonesia.

Jawaban:
a. Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagi
imbalan jasa atas pengalihan resiko kepada penanggung. (penjelasan
lengkapnya lihat atas).

b. Pengertian Adjustable premium dan Flat premium


Adjustable premium
adalah premi yang didapatkan dengan perkalian antara suku premi terhadap
harga pertanggungan yang pada saat awal penutupan masih berupa angka
perkiraan/estimasi; yang kemudian pada akhir jangka waktu pertanggungan
akan disesuaikan berdasarkan laporan/deklarasi berkala (umumnya setiap
bulan) atas nilai sesungguhnya. Contoh : asuransi atas stok atau upah
Seringkali sifat risiko yang akan berjalan di tahun yang akan datang hanya
dapat diestimasikan pada permulaan karena volume bisnis atau pekerjaan
yang dilaksanakan akan beragam dari tahun ke tahun.
115
Dalam hal demikian premi pertama atau renewal didasarkan atas estimasi
tingkat faktor tarif, dan tertanggung memberikan pengembalian pada akhir
tahun pengeluaran, nilai dll. Contoh asuransi tersebut adalah employers’ liability
(wage expenditure); fire insurance on stock (stock value per month); contractors’
works damage (final value of contract); money insurance annual carryings).
Flat Premi
Bila ada limit of liability sebagai pengganti harga pertanggungan, dalam praktek
sering dikenakan level atau unit premi. Contoh umum adalah motor insurance di
mana basic atau unit premium utuk medium sized family car sebesar GBP 250.
Pengurangan akan didapat untuk klaim free driving, dan skala paling umum
adalah 30%, 40%, 50% atau 60% untuk 1,2,3,4 atau lebih tanpa klaim. Diskon
yang lain untuk restricted driving dan untuk menanggung sejumlah pertama dari
kerugian.

c. 5 (lima) ketentuan pembayaran premi berdasarkan Polis Standar Asuransi


Kebakaran Indonesia:
1. Merupakan prasyarat dari tanggung jawab Penanggung atas jaminan
asuransi berdasarkan Polis ini, bahwa setiap premi terhutang harus
sudah dibayar lunas dan secara nyata telah diterima seluruhnya oleh
pihak Penanggung:
a. jika jangka waktu pertanggungan tersebut 30 (tiga puluh) hari
kalender atau lebih, maka pelunasan pembayaran premi harus
dilakukan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kalender

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

dihitung dari tanggal mulai berlakunya Polis;


b. jika jangka waktu pertanggungan tersebut kurang dari 30 (tiga
puluh hari) hari kalender, pelunasan pembayaran premi harus
dilakukan dalam tenggang waktu sesuai dengan jangka waktu
pertanggungan yang disebut dalam Polis.
2. Pembayaran premi dapat dilakukan dengan cara tunai, cek, bilyet giro,
transfer atau dengan cara lain yang disepakati antara Penanggung dan
Tertanggung.
3. Penanggung dianggap telah menerima pembayaran premi, pada saat :
a. diterimanya pembayaran tunai, atau
b. premi bersangkutan sudah masuk ke rekening Bank Penanggung,
atau
c. Penanggung telah menyepakati pelunasan premi bersangkutan
secara tertulis.
4. Apabila premi dimaksud tidak dibayar sesuai dengan ketentuan
dan dalam jangka waktu yang ditetapkan, Polis ini batal dengan
sendirinya tanpa harus menerbitkan endosemen pembatalan terhitung
mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu tersebut dan Penanggung
dibebaskan dari semua tanggung jawab atas kerugian sejak tanggal
dimaksud. Namun demikian Tertanggung tetap berkewajiban membayar
premi untuk jangka waktu pertanggungan yang sudah berjalan sebesar
20% (dua puluh per seratus) dari premi satu tahun.
5. Apabila terjadi kerugian yang dijamin oleh Polis dalam tenggang
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2.1.1.) dan (2.1.2.) di atas,
Penanggung hanya akan bertanggung jawab terhadap kerugian 116
tersebut apabila Tertanggung melunasi premi dalam tengggang waktu
bersangkutan.

6.25. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan: (Sept 2006 No. 10, Sept 2008 No. 12)
a. Pengertian reasuransi
b. 5 (lima) alasan perusahaan asuransi membeli proteksi reasuransi

Jawaban:
a. Pengertian reasuransi
 Reasuransi adalah persetujuan antara Penanggung (Ceding company)
dan reasuradur, di mana penanggung menyetujui untuk menyerahkan /
melimpahkan seluruh atau sebagian risiko atas suatu pertanggungan
yang ditutupnya (ditanggung) kepada reasuradur, dan dengan menerima
premi dari dari penanggung sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya,
reasuradur menyetujui untuk membayar ganti rugi kepada Penanggung
berhubung dengan kerugian yang terjadi atas pertanggungan yang
ditutupnya tersebut, semuanya itu berdasarkan atas syarat-syarat
sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian.
 Ceding Company atau reinsured biasanya adalah sebuah perusahaan
asuransi, sedangkan reasuradur atau reinsurer adalah sebuah perusahaan
asuransi atau sebuah perusahaan reasuransi profesional.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

 Menurut R.C. Reinarz, reasuransi adalah akseptasi oleh suatu Penanggung


yang dikenal sebagai reasuradur dari semua atau sebagian risiko kerugian
dari Penanggung yang disebut Ceding Company.

b. 5 (lima) alasan perusahaan asuransi membeli proteksi reasuransi

1. Meningkatkan kapasitas akseptasi


 Fasilitas reasuransi akan memperbesar kapasitas direct insurer tersebut,
sehingga memungkinkannya untuk menerima nilai pertanggungan yang
tinggi. Dalam hal seperti itu, reasuransi berfungsi sebagai “capacity
boosting”
 Problem:
Konsekuensi dari adanya peningkatan kapasitas tadi di mana sesuai
dengan mekanisme pasar, pada saat ada “kelebihan kapasitas’ di industri
asuransi dengan situasi lebih banyak asuradur dan reasuradur berlomba
memperebutkan risiko dengan jumlah yang sama, sementara itu premi
akan turun (tertanggung akan memperoleh manfaatnya). Di lain pihak,
klaim tidak berubah (tidak turun).
Akibatnya karena ditemukan situasi dengan loss ratio yang buruk, yaitu:
nilai klaim tetap sedangkan premi yang diterima turun dan tidak sesuai
dengan yang seharusnya untuk membentuk dana klaim tersebut.

2. Stabilisasi kondisi keuangan


117
Perusahaan asuransi menghadapi ketidakpastian mengenai frekuensi
terjadinya klaim dan berapa besar klaim yang harus dibayarnya.
Perusahaan asuransi dapat mengurangi fluktuasi biaya klaim yang mungkin
terjadi dengan membayar sejumlah premi yang pasti kepada reasuradur
dan reasuradur akan membantu direct insurer dalam menstabilkan tingkat
kerugiannya.

3 Confidence untuk ekspansi bisnis


Dengan dihilangkannya beberapa ketidakpastian melalui pengalihan risiko
kepada reasuradur, direct insurer mendapatkan rasa yakin (confidence)
untuk memperbesar bisnisnya. Ini terutama dimaksudkan untuk perusahaan
asuransi yang ingin menutup jenis pertanggungan yang masih baru
bagi mereka, namun karena belum punya pengalaman, mereka belum
mempunyai catatan atau statistik yang mengungkapkan tentang loss ratio
dari jenis pertanggungan tersebut. Karena itu dipilih bentuk asuransi Stop
Loss, sehingga bila loss ratio melebihi ratio tertentu, selebihnya akan
dibebankan kepada reasuradur, baik keseluruhannya atau hanya sebagian.

4 Catastrophe protection
Keadaan finansial direct Insurer dapat menjadi sangat buruk dalam hal
ia harus menanggung kerugian-kerugian yang luar biasa jumlahnya
(catastrophic losses). Reasuransi berfungsi sebagai suatu pengaman
untuk melindungi direct insurers terhadap keadaan seperti ini (catastrophe
protection).

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

5 Spread of risks
 Reasuransi adalah mekanisme pengalihan risiko dari direct insurer
kepada reasuradur. Oleh karena itu, reasuransi berfungsi sebagai alat
penyebar risiko (spread of risk).
 Asuradur mungkin tidak menginginkan untuk konsentrasi tanggung
jawabnya kepada setiap kelas bisnis, setiap jenis risiko, setiap area atau
dalam bentuk klasifikasi lainnya.
 Dengan mengatur fasilitas reasuransi secara tepat, maka akan dapat
disebarkan dampak yang potensial dari kerugian-kerugian yang akan
dihadapi di masa mendatang.

6.26. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan: (Sept 2007 No. 14)
a. 5 (lima) alasan perusahaan asuransi yang membeli proteksi reasuransi
b1. 4 (empat) pihak yang berperan sebagai pembeli
b2. 2 (empat) pihak yang berperan sebagai perantara
b3. 5 (1ima) pihak yang berperan sebagai penjual (seller)

Jawaban:
a. 5 (lima) alasan perusahaan asuransi membeli proteksi reasuransi 118
Jawaban: Lihat di atas

b1 4(empat) pihak yang berperan sebagai pembeli

1. Direct Insurers.
Kelompok ini menggambarkan penanggung biasa yang betransaksi
asuransi dengan Publik umum. Para penanggung membeli reasuransi
dengan sejumlah alasan sebagaimana sudah dijelaskan sebelunmya.

2. Captive Insurance Companies


Perusahaan dimiliki oleh satu induk perusahaan yang bukan asuransi.
Perusahaan ini melakukan transaksi di mana asuransi dapat menetapkan
satu anak perusahaannya. Captive Company tidak cukup besar untuk
menjamin resikonya sendiri sehingga proteksi reasuransi untuk jumlah
yang sangat besar biasanya dibutuhkan. Captive dapat menahan sekian
presentase risiko atau satu proporsi tetap dan seimbang dan biasaya
bagian yang terbesar dijamin.

3. Lloyd ‘s Syndicates.
Sebagaimana dipelajari sebelumnya tentang Lloyd, masing-masing

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

syndicate dibentuk oleh para member dan para members mempunyai


liability yang tak terbatas. Reasuransi juga merupakan satu cara di mana
mereka dapat menempatkan beberapa batas atas kerugian personal yang
mungkin dialami oleh masing- asing member.

4. Reinsurers.
Pembeli terakhir juga adalah reasuransi itu sendiri. Individual reasuransi
mencari proteksi yang sama seperti tertanggung dan direct esik. Mereka
tidak kebal dari esik yang tidak diharapkan dan mengamankan unsur
stabilitas keuangan dengan membeli proteksi reasuransi sendiri.

b2 2(dua) pihak yang berperan sebagai perantara


1. Broker Reasuransi
Reasuransi merupakan satu hal yang sangat kompleks dan spesialis dan
para pembeli benar-benar butuh bantuan dalam mengatur pertanggungan
yang benar dan memilih reasuradur yang paling pantas.
2. Management Companies.
Pertumbuhan perusahaan asuransi captive membuat satu pertumbuhan
terhadap jumlah captive management company. Perusahaan ini
menawarkan service management kepada organisasi yang memiliki
captives. Satu perusahaan management bisa menangani lebih dari satu/
beberapa captive dan area kerja management captive termasuk mengenai
penempatan reasuransi.
119
b3 5 (lima) pihak yang berperan sebagai penjual (seller)
1. Reinsurers.
Sejumlah besar bisnis reasuransi dijamin oleh perusahaan asuransi.
Terdapat beberapa perusahaan reasuransi besar yang spesialisasi dalam
reasuransi dan tidak menjamin bisnis direct/langsung. Mereka adalah
perusahaan internasional yang bertransaksi di banyak tempat di dunia ini.
Sejumlah perusahaan reasuransi dimiliki oleh satu perusahaan asuransi
composite yang besar namun bekerja secara independent.
2. Direct Insurers
Perusahaan asuransi biasa juga bisa bertransaksi reasuransi. Mereka bisa
saja diminta untuk menyediakan reasuransi bagi sesama perusahaan
asuransi lain dan bahkan bagi perusahaan reasuransi. Di pasar, mereka
bisa sebagai Bnyer dan juga sebagai Seller.
3. Captive Insurance companies
Captive insurance company, dapat juga sebagai penjual proteksi reasuransi
bila menjamin bisnis di luar bisnis perusahaan induk atau diistilahkan”
writing third party business”.
Pada banyak kasus hanya sebagian kecil saja dari jenis bisnis dijamin
reasuransinya oleh perusahaan captive, sebagian besarnya direasnransikan
kepada petusahaan captive lain atau perusahaan asuransi yang bukan
captive. Akhirnya Perusahaan captive bisa berperan sebagai Buyer dan
juga sebagai Seller.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

4. Pools
Dalam kasus di mana resik sangat besar, tidaklah mungkin menempatkan
semuanya pada reasuransi yang dibutuhkan. Untuk mengatasi masalah ini
dan menyediakan proteksi , pools dibentuk. Pools ini di dalamnya terdiri
dari beberapa organisasi yang mengalami masalah resiko yang sama.
Contohnya resiko oil rig operator, atau resiko khusus atas bahaya yang
natural seperti gempa bumi. Kontribusi kepada pool diasses oleh seorang
underwriter dengan cara ini para member mendapatkan banyak manfaat
atas common pool dengan pendekatan risk sharing.

5. Lloyd’s Svndicates
Lloyd’s syndicate bisa sebagai pembeli dan penjual dipasar yang sama.

6.27. Berkaitan dengan struktur pasar asuransi, uraikan peran aggregator. (Sept 2018,
No. 2)

Jawaban:
Agregator asuransi adalah situs web yang digunakan untuk mendapatkan
penawaran asuransi. Agregator akan memiliki beberapa jenis penawaran dalam
website mereka agar pelanggan dapat mengisi dan mendapatkan perkiraan tentang
berapa biaya asuransinya.
Baca blog ini untuk memperkaya jawaban Anda: https://www.akademiasuransi.
org/2018/10/agregator-asuransi-siapa-dan-bagaimana.html 120

6.28. Uraikan perbedaan antara reasuransi facultative dan treaty. (Mar 2006 no 4)

Jawaban:
Facultative
Setiap risiko ditawarkan kepada reasuradur oleh penanggung langsung, dan
reasuradur dapat memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Dalam hal ini,
beban administrasi dan biaya yang besar karena dibuat secara case per case.

Treaty
Perjanjian antara reasuradur dan penanggung langsung di mana semua risiko yang
termasuk dalam parameter tertentu akan ditawarkan (ceded) kepada reasuradur
Reasuradur tidak dapat menolak risiko yang ditawarkan kepadanya dan penanggung
langsung
tidak dapat memilih-milih risiko mana saja yang akan ditawarkan dan manasaja
yang akan ditahan sendiri
Reasuradur mendapatkan rentang yang luas atas tingkat risiko dan dapat mencapai
keseimbangan yang wajar antara risiko-risiko yang baik dan yang buruk.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Penanggung langsung mendapat fasilitas reasuransi otomatis dan tidak harus


mengatur secara individual nutuk setiap risiko

6.29. Dalam kaitan dengan reasuransi treaty, jelaskan. (Mar 2006 No. 14)

a. 2 (dua) bentuk reasuransi proporsional beserta metode perhitungan


preminya

b. 2 (dua) bentuk reasuransi non-proporsional beserta metode perhitungan


preminya

Jawaban:

a. 2 (dua) bentuk reasuransi treaty proporsional

(i) Quota share

Suatu proporsi yang pasti dari setiap risiko sebagaimana ditetapkan


dalam perjanjian treaty akan direasuransikan

Contoh:

Penanggung langsung (direct Office) sepakat untuk mereasuransikan


60% dari penutupan asuransi yang diterimanya; maka jika harga
pertanggungan suatu risiko adalah EUR 100.000 maka direct 121
office akan menahan / menanggung sendiri EUR 40.000 dan
mereasuransikan EUR 60.000

(ii) Surplus

* Direct office dapat menetapkan berapa besar dari suatu risiko


yang akan ditahan sendiri (retensi) dihitung berdasarkan
kerugian finansial yang diperkirakan

* Direct office dapat mencari fasilitas reasuransi yang


ditetapkan dalam lines

1 line = retensi direct office

fasilitas reasuransi adalah berupa kelipatan dari line tersebut

Contoh:

 Retensi direct office = USD 40.000 => 1 line

 retensi = 1 line = Treaty 10 lines USD 40.000

 surplus = 10 lines = USD 400.000

 Maka, kapasitas akseptasi risiko direct office = USD


440.000

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Penetapan premi:

• Straightforward

• Proteksi reasuransi berupa suatu proporsi yang


tetap

 klaim dan premi dibagi dalam proporsi yang


sama tersebut

• Overidding commission

 diberikan reasuradur kepada direct office


sebagai kompensasi atas biaya-biaya yang
dikeluarkan direct office: biaya survey,
promosi dan iklan, komisi perantara berupa
persentase dari premi asal

• Profit commission

 diberikan reasuradur kepada direct office jika


bisnis reasuransi tersebut ternyata bagus
hasilnya

b. Reasuransi non proporsional

Reasuradur setuju untuk membayar jumlah melebihi dan di atas (in excess
of) suatu jumlah yang direct office setuju untuk menahannya (reatain)
122
2 bentuk reasuransi treaty non proporsional

(i) Excess of loss

* Direct office membayar kerugian USD x pertama dari suatu


kejadian, dan reasuradur membayar USD y di atas USD x
tersebut

Contohnya di bawah ini:

Direct office membayar USD 5.000 atas setiap kerugian


yang timbul dari suatu kejadian dan mempunyai treaty yang
menjamin USD 45.000 di atas (in excess of) USD 5.000

(ii) Stop loss (excess of loss ratio)

* Rreasuransi melindungi suatu portfolio risiko secara


keseluruhan, bukan secara individual

* Ketika loss ratio suatu cabang asuransi lebih dari suatu


angka tertentu, reasuradur setuju untuk membayar.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

Loss ratio berupa klaim sebagai persentase terhadap premi.

Contoh:

Jika premi = USD 100 dan klaim = USD 50, maka loss
rationya adalah USD 50 : USD 100 x 100% = 50%

* Reasuradur tidak menanggung penuh jumlah kerugian di


atas loss ratio loss ratio yang disepakati

Hal ini agar menghindari hilangnya insentif bagai direct office


untuk berhati-hati dalam sisi underwriting maupun klaimnya.

Misal : reasuradur akan membayar 75% dari jumlah yang


melebihi loss ratio yang disepakati

Penetapan premi

* Biaya akhir yang ditanggung oleh reasuradur hanya


dapat diketahui ketika klaim telah dibayar; dan bisa
jadi sampai beberapa tahun sesudah peristiwa
kerugian terjadi.

* Premi yang dibebankan kepada direct office


harus cukup untuk menutup tingkat kerugian yang
diperkirakan, biaya administrasi termasuk komisi
broker/agen, dan laba bagi reasuradur

* Premi ditetapkan dengan perkalian antara suatu


suku premi (rate) atas premi langsung dari direct
123
office

* Suku premi (rate) berdasarkan pengalaman masa


lalu, yang juga digunakan sebagai dasar penetapan
premi di masa yang akan datang

6.30. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan : (Mar 2009 No. 13)
a. Perbedaan antara reasuransi facultative dengan treaty (Bobot 20%)
b. masing-masing 2 (dua) bentuk reasuransi proportional treaty dan non-
proportional treaty (Bobot 40%)
c. metode perhitungan premi reasuransi proportional treaty dan non-
proportional treaty(Bobot 40%)

Jawaban:
a. Reasuransi facultative
 Setiap risiko, secara individual, ditawarkan oleh Penanggung
Langsung (direct office = reinsured = ceding company) kepada
Penanggung Ulang (reinsurer)
 Penanggung Ulang dapat memutuskan apakah akan mengkasep

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

atau menolak risiko yang ditawarkan tersebut


 melibatkan beban administrasi yang cukup banyak dan biaya yang
lebih besar

Reasuransi treaty
- perjanjian dibuat antara Penanggung Langsung dan Penanggung
Ulang dimana semua risiko yang masuk dalam parameter tertentu
yang telah disepakati akan ditawarkan (ceded) kepada Penanggung
Ulang
- Penanggung Ulang tidak dapat menolak risiko yang ditawarkan
tersebut
- Penanggung Langsung tidak dapat memilih-milih risiko mana yang
akan ditawarkan dan mana yang akan ditahan sendiri
- Penanggung Ulang diuntungkan dengan menerima semua risiko,
tidak hanya melulu risiko-risiko yang buruk saja yang memang
memerlukan proteksi, dengan sebaran tingkat risiko yang cukup
luas, sehingga terdapat keseimbangan yang cukup baik antara
risiko-risiko yang bagus dan yang buruk
- Penanggung Langsung diuntungkan karena mempunyai fasilitas
reasuransi otomatis; tidak perlu membuat kontrak-kontrak reasuransi
secara individual

b. 2 (dua) bentuk proportional treaty


124
(i) Quota share treaty
Suatu bagian / proporsi yang tetap dari setiap risiko yang didefinisikan
dalam treaty akan direasuransikan/disesikan
Contoh: suatu Penanggung Ulang setuju mereasuransikan 70%;
maka atas risiko sebesar USD 1 juta, Penanggung Ulang akan
menahan sendiri USD 300 ribu dan mereasuransikan USD 700 ribu

(ii) Surplus treaty


Penanggung Ulang akan memutuskan berapa bagian dari setiap
risiko yang akan ditahannya sendiri (retensi) berdasarkan kerugian
finansial yang diperkirakan
Penanggung Ulang mengatur fasilitas reasuransi dalam bentuk lines
→ 1 line = retensi dari Penanggung Ulang, mis. USD
400 ribu
→ fasilitas reasuransi berupa kelipatan dari line tersebut,
mis. 10 lines
→ dalam treaty dengan 10 lines, misalnya, Penanggung
Ulang dapat mengaksep risiko sebesar USD 4,4 juta
(= retensi USD 400 ribu ditambah 10 x lines masing-
masing USD 400 ribu)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

2 (dua) bentuk non-proportional treaty


(i) Excess of loss
Penanggung Langsung akan membayar sejumlah USD x yang
pertama dari suatu kerugian yang timbul dari suatu kejadian dan
Penanggung Ulang akan membayar USD y sisanya di atas dari (in
excess of) USD x tersebut

(ii) Stop loss (excess of loss ratio)


Memberikan proteksi atas keseluruhan portofolio risiko ketimbang
untuk kerugian-kerugian individual
Jika loss ratio untuk suatu kelas asuransi melebihi suatu nilai tertentu,
Penanggung Ulang setuju untuk membayar kelebihan tersebut
Pada umumnya Penanggung Ulang tidak akan membayar 100%
kelebihan di atas loss ratio tersbut, karena akan menjadi kontra-
insentif bagi Penanggung Langsung untuk melakukan underwriting
yang prudent
Contoh: Penanggung Ulang akan membayar 75% dari setiap jumlah
yang melebihi suatu nilai ratio tertentu

c. Metode perhitungan premi untuk :


(i) Proportional treaty
straightforward 125
Proteksi reasuransi berupa suatu proporsi yang tetap. Klaim dan
premi dibagi dalam proporsi yang sama tersebut

Overiding commission
- diberikan reasuradur kepada direct office sebagai kompensasi
atas biaya-biaya yang dikeluarkan direct office : biaya survey,
promosi dan iklan, komisi perantara

Profit commission
- diberikan reasuradur kepada direct office jika bisnis reasuransi
tersebut ternyata bagus hasilnya

(ii) Non-proportional treaty


Ongkos keseluruhan yang dikeluarkan reasuradur hanya dapat
diketahui setelah klaim dibayarkan dan dapat memakan waktu
beberapa tahun setelah terjadinya peristiwa yang dijamin itu sendiri
Reasuradur tetap perlu untuk menagihkan suatu premi kepada direct
office sebelum terjadinya peristiwa yang dijamin tersebut
- harus cukup untuk meng-cover tingkat klaim yang diperkirakan,
biaya administrasi termasuk komisi broker dan sejumlah
keuntungan bagi reasuradur premi umumnya didapat dari

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

perkalian antara suku premi terhadap besar premi yang dihasilkan


oleh direct office
- umumnya, hasil statistik/pengalaman sebelumnya digunakan
sebagai dasar bagi penetapan premi selanjutnya

6.31. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan : (Mar 2009 No. 13)
a. perbedaan antara reasuransi facultative dan treaty (bobot 25%)
b. perbedaan antara proportional treaty dan non-proportional treaty (bobot
25%)
c. masing-masing 2 (dua) bentuk proportional treaty dan non-proportional
treaty (bobot 40%)

Jawaban: lihat di atas

6.32. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan : (Mar 2008 No. 13)
a. Pengertian reasuransi
b. Perbedaan antara reasuransi facultative dan treaty
b. Perbedaan antara proportional treaty dan non-proportional treaty 126
Jawaban:
lihat di atas

6.33. Dalam kaitan dengan reasuransi, jelaskan : (Mar 2008 No. 13)
a. perbedaan antara reasuransi facultative dengan treaty
b. masing-masing 2 (dua) bentuk reasuransi proportional treaty dan non-
proportional trearty
c. 5 (lima) alasan perusahaan asuransi membeli proteksi asuransi

Jawaban:
lihat di atas

6.34. Dalam kaitan dengan mekanisme pembagian risiko oleh perusahaan


asuransi, jelaskan: (Sept 2012 No. 10; Mar 2016 No. 9; Sept 2017 No. 10)
a. Mekanisme pertanggungan risiko secara koasuransi.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

b. perbedaan pokok antara koasuransi dan reasuransi dari sisi


tertanggung.
c. 4 (empat) manfaat utama reasuransi bagi penanggung langsung.

Jawaban:
a. Cara kerja Koasuransi (Collective Policies)
Dalam hal industrial fire risk, value at risk dan/atau potential hazards yang
sangat besar untuk ditutup oleh satu perusahaan saja, maka pialang akan
mencari beberapa perusahaan untuk menutupnya bersama-sama. Bila
pialang telah mendapatkan persetujuan dari perusahaan-perusahaan untuk
menjamin 100% of the total value, “leading office” akan melakukan survey
dan membuat perincian atas nama semua penanggung. Rincian bagian
masing-masing perusahaan, premi pertama dan lanjutan bersamaan dengan
salinan rincian akan dikirimkan ke perusahaan-perusahaan.

Bila perusahaan-perusahaan tersebut atau co-insurers setuju atas syarat-


syarat polis, perusahaan-perusahaan tersebut menerbitkan “signing slip”
kepada leading office yang memberikan wewenang kepada leading office
untuk memberikan tanda tangan atas nama mereka.

Leading office akan menyiapkan dan menandatangani “collective policy” atas


nama seluruh penanggung. Polis ini identik terhadap polis lainnya dengan 3 127
pengecualian:
a. tidak ada heading, yaitu nama dan alamat perusahaan tidak nampak
di muka polis
b. di mana saja di setiap klausula, kata “penanggung” digunakan
sebagai pengganti kata “perusahaan”
c. listing seluruh perusahaan yang on risk beserta bagiannya dalam
persentase dan nomor individu referensi perusahaan termasuk di
dalam polis

b. Perbedaan pokok antara koasuransi dan reasuransi dari sisi


tertanggung.
Bila terjadi klaim:
1. Tertanggung harus menunggu untuk mendapatkan beberapa
penanggung
2. Tertanggung tidak mendapatkan pembayaran penuh 100% setelah
klaim disetujui kedua belah pihak (menuggu pembayaran dari masing
co member)
3. Sering terjadi dispute diantara member bila leader kurang kompeten

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 6: Underwriting Insurance and Risk Sharing

c. 4 (empat) manfaat utama reasuransi bagi penanggung langsung.


Jawaban : lihat di atas (alasan membeli reasuransi)

6.35. Dalam kaitan dengan struktur pasar asuransi, jelaskan : (Mar 2014, No. 11)
a. cara kerja koasuransi.
b. perbedaan pokok antara koasuransi dan reasuransi dari sisi tertanggung.
c. (empat) manfaat utama reasuransi bagi penanggung langsung.

Jawaban: lihat di atas

128

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

BAB VII: GENERAL FEATURES OF CLAIM


PROCEDURE

7.1. Berkaitan dengan sifat risiko dan loss ratio klaim terhadap premi, uraikan
pentingnya informasi klaim bagi underwriter (Sept 2014 No. 7; Mar 2017 No. 6)

Jawaban:
Pentingnya informasi klaim berkaitan dengan sifat ratio dan loss ratio klaim:
- Menentukan tingkat severity dan frequency dari suatu risiko sehingga dapat
diketahui apakah risikonya bagus atau tidak untuk ditutup pada sebuah
jaminan asuransi.
- Dari situ dapat ditentukan rate yang sesuai untuk risiko tersebut.
- Deductible / risiko sendiri juga dapat semakin besar jika loss rationya menjadi
besar.
- Underwriter dapat menolak risiko tersebut jika loss rationya sangat tinggi.
- Menentukan warranty atau tindakan yang diperlukan oleh tertanggung
selama periode asuransi agar risiko dapat diminimalisasi.

129
7.2. Berkaitan dengan sifat risiko dan loss ratio, uraikan 3 (tiga) pertimbangan utama
underwriter dalam menilai risiko asuransi (Mar 2016, No. 7)

Jawaban:
- Menentukan tingkat severity dan frequency dari suatu risiko sehingga dapat
diketahui apakah risikonya bagus atau tidak untuk ditutup pada sebuah
jaminan asuransi. Dari situ dapat ditentukan rate yang sesuai untuk risiko
tersebut.
- Deductible / risiko sendiri juga dapat semakin besar jika loss rationya menjadi
besar. Underwriter dapat menolak risiko tersebut jika loss rationya sangat
tinggi.
- Menentukan warranty atau tindakan yang diperlukan oleh tertanggung
selama periode asuransi agar risiko dapat diminimalisasi.

7.3. Berkaitan dengan jenis data dan informasi yang diperlukan dalam proses
underwriting, uraikan: (Mar 2016, No. 13)
a. 5 (lima) jenis informasi yang perlu disajikan dalam laporan kepada manajer
underwriting.
b. pentingnya informasi klaim bagi manajer underwriting.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

c. 5 (lima) pertanyaan pokok yang umumnya diajukan manajer


underwriting dalam menganalisa data klaim.

Jawaban:
a. 5 (lima) jenis informasi yang perlu disajikan dalam laporan kepada manajer
underwriting.
1. Nama proposer
Selain diperlukan untuk mengidentifikasi tertanggung, nama juga dapat
menunjukkan nature of the physical dan moral hazard. Nama perusahaan
yang mengajukan asuransi juga dapat menunjukkan nature of their
trade (contohnya: PT Telkomsel bergerak di bisnis telekomunikasi, PT
Wingsfood bergerak di bisnis makanan) atau nama seseorang di mana
perusahaan tidak ingin melakukan bisnis karena doubtful integrity
(misalnya karena pengalaman klaimnya yang buruk). Bila nama proposer
adalah perusahaan asing, perusahaan asuransi harus berhati-hati karena
tidak diketahui pasti bagaimana keadaan/kondisi perusahaan induknya.

2. Alamat proposer
Alamat adalah faktor penting di dalam mengunderwrite motor insurance,
theft insurance dan semua risiko asuransi di mana perbedaan wilayah
geografis dapat juga menyebabkan perbedaan kemungkinan kerugian.
Alamat juga digunakan untuk tujuan korespondensi.

3. Alamat risiko 130


Dalam kasus tertentu, alamat risiko berbeda dengan alamat rumah
tertanggung atau alamat perusahaan. Alamat risiko dapat menjadi
material dalam asuransi fire, theft, motor, properti dan liability. Alamat
risiko harus ditulis dengan benar, karena bila alamat tidak benar, klaim
bisa ditolak karena alamat di proposal form yang akan ditulis di polis. Bila
terjadi kesalahan harus segera dilaporkan (sebelum klaim), supaya bisa
diganti.

4. Pekerjaan proposer
Pekerjaan-pekerjaan tertentu menghadirkan abnormal hazards, misal:
dalam asuransi jiwa dan kecelakaan diri: miners, airline crew dalam
asuransi kebakaran : plastic manufacturers & woodworking.

5. Riwayat asuransi
Jika penanggung lain memberlakukan syarat atau premi khusus, atau
menolak proposer di masa lalu, hal ini sangat penting buat penanggung
baru untuk menyelidiki keadaannya secara seksama sebelum memutuskan
sehubungan dengan acceptance and terms.
6. Claim or loss history
Underwriter ingin mengetahui kerugian-kerugian sebelumnya, apakah
diasuransikan atau tidak, yang akan dijamin oleh asuransi yang sedang
diajukan.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

b. pentingnya informasi klaim bagi manajer underwriting


- Menentukan tingkat severity dan frequency dari suatu risiko
sehingga dapat diketahui apakah risikonya bagus atau tidak untuk
ditutup pada sebuah jaminan asuransi.
- Dari situ dapat ditentukan rate yang sesuai untuk risiko tersebut.
- Deductible / risiko sendiri juga dapat semakin besar jika loss rationya
menjadi besar.
- Underwriter dapat menolak risiko tersebut jika loss rationya sangat
tinggi.
- Menentukan warranty atau tindakan yang diperlukan oleh tertanggung
selama periode asuransi agar risiko dapat diminimalisasi.

c. 5 (lima) pertanyaan pokok yang umumnya diajukan manajer


underwriting dalam menganalisa data klaim.
- Loss ratio selama 5 tahun terakhir untuk melihat frequency dan
severity
- Penyebab terjadinya klaim
- Berapa besar nilai klaim
- Deductible yang sudah ditetapkan
- Preventive action yang sudah dilakukan tertanggung untuk
mencegah klaim yang serupa terulang 131

7.4. Berkaitan dengan loss ratio klaim, sebutkan 5 (lima) aspek yang dianalisa
underwriters dari data klaim perusahaan asuransi. (Sept 2017, No. 7)

Jawaban:
- Loss ratio selama 5 tahun terakhir untuk melihat frequency dan severity
- Penyebab terjadinya klaim
- Berapa besar nilai klaim
- Deductible yang sudah ditetapkan
- Preventive action yang sudah dilakukan tertanggung untuk mencegah
klaim yang serupa terulang

7.5. Berkaitan dengan loss ratio, sebutkan 5 (lima) aspek yang umumnya dipelajari
underwriter dari data statistik klaim suatu perusahaan asuransi. (Sept 2018, No.
6)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
- Loss ratio selama 5 tahun terakhir untuk melihat frequency dan severity
- Penyebab terjadinya klaim
- Berapa besar nilai klaim
- Deductible yang sudah ditetapkan
- Preventive action yang sudah dilakukan tertanggung untuk mencegah
klaim yang serupa terulang

7.6. Berkaitan dengan konsep pemantauan kerja underwriting, uraikan perbedaan


konsep pemantauan berdasarkan underwriting year dan accounting year (Mar
2014, No. 7; Mar 2016, No. 8; Mar 2017, No. 7; Sept 2018, No. 7)

Jawaban:
1.  Underwriting year
Jenis periode pemantauan digunakan pada tingkat akun, dengan data polis individu
yang dikelompokkan ke dalam tahun underwriting ‘berdasarkan tahun di mana
incepts  polis  (atau memperbarui).
Dengan asumsi periode polis dua belas bulan panjangnya , dua tahun akan
berlalu antara awal tahun underwriting dan tanggal terakhir dari cover polis terakhir
yang melekat pada tahun itu. Namun, risiko tersebut akan menjadi tunduk pada
underwriting tertentu dan filsafat harga yang digunakan selama tahun underwriting. 132
periode pemantauan sehingga berfokus pada kedua tren klaim dan juga dampak
dari pengambilan keputusan karena berkembang dengan waktu.

2 Accounting Year
ini mirip dengan pendekatan tahun kalender, tetapi dengan modifikasi berikut:
- Periode akan tergantung pada tahun keuangan, misalnya 01/10-0/09,  bukan
01/01-31/12.
- premium prospektif dan perkembangan klaim dari akhir  tahun buku harus
diperkirakan.
Karena perkiraan digabungkan, tren lebih sulit untuk dideteksi, karena itu, informasi
ini hanya boleh digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan sebagai
upaya terakhir.

7.7. Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting, uraikan perbedaan


konsep pemantauan berdasarkan calendar year dan accounting year. (Mar 2018,
No. 8)

Jawaban:
Tahun kalender

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Satu tahun kalender hanyalah tahun konvensional yang dimulai pada 1 Januari dan
berakhir pada 31 Desember. Sebagian besar bisnis menggunakan tahun kalender
untuk perhitungan keuangan. Jika perusahaan seperti itu mengacu pada laba setahun
penuh tahun 2017, misalnya, maka secara otomatis kita berbicara tentang total
uang yang diperolehnya antara 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2017. Dengan
tidak adanya indikasi sebaliknya, harus selalu diasumsikan bahwa perusahaan
menggunakan tahun kalender. Namun, untuk menghilangkan kebingungan yang
mungkin terjadi, laporan tahunan kebanyakan perusahaan yang menggunakan
tahun kalender akan secara khusus dinyatakan tanggal awal dan akhir yang dicakup
oleh laporan laba rugi, bahkan jika hari-hari ini bertepatan dengan awal dan akhir
tahun kalender.
Tahun fiskal / tahun akuntansi
Di bidang keuangan, tahun fiskal adalah periode 12 bulan yang berakhir pada hari
terakhir setiap bulan kecuali Desember. Tahun fiskal dapat berakhir pada 30 April,
misalnya. Tahun fiskal seperti itu akan dimulai pada 1 Mei tahun sebelumnya, karena
harus mencakup 12 bulan berturut-turut. Misalnya, tahun fiskal perusahaan yang
telah berakhir pada 30 April 2017, akan dimulai pada 1 Mei 2016. Untuk menemukan
tanggal mulai dari tahun fiskal, tambahkan satu hari ke tanggal akhir dan kemudian
kembali penuh tahun. Jika hari terakhir tahun fiskal adalah 31 Agustus 2016,
menambahkan satu hari akan membawa kita ke 1 September 2016. Akan kembali
hasil setahun penuh pada 1 September 2015, yang merupakan hari awal dari tahun
fiskal tersebut.

7.8. Berikut adalah data kinerja underwriting dari Polis A dan Polis B: (Mar 2019, No. 12)

133

Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting, hitung loss ratio dari
kumpulan data kedua polis di atas berdasarkan:
a. policy year
b. underwriting year
c. accounting year dengan periode 1 Januari – 31 Desember

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
a. Policy Year
Loss Ratio Polis A (Klaim perpolis / premi perpolis)
Periode 01/02/2016 – 01/02/2017: 0 / 20.000.000 = 0% (Nil)
Periode 01/02/2017 – 01/02/2018: 15.0000.000 / 50.000.000 = 30%
Periode 01/02/2018 – 01/02/2019: 0 / 30.000.000 = 0% (Nil)

Loss Ratio Polis B (Klaim perpolis / premi perpolis)


Periode 10/03/2015 – 10/03/2016: 35.000.000 / 50.000.000 = 70%
Periode 10/03/2016 – 10/03/2017: 0 / 40.000.000 = 0% (Nil)
Periode 10/03/2017 – 10/03/2018: 100.000.000 / 50.000.000 = 200%
Periode 10/03/2018 – 10/03/2019: 32.000.000 / 50.000.000 = 64%

b. Underwriting Year
Underwriting Year = policy year, tergantung periode treaty masing-masing
Loss Ratio Polis A (Klaim perpolis / premi perpolis)
Periode 01/02/2016 – 01/02/2017: 0 / 20.000.000 = 0% (Nil)
Periode 01/02/2017 – 01/02/2018: 15.0000.000 / 50.000.000 = 30%
134
Periode 01/02/2018 – 01/02/2019: 0 / 30.000.000 = 0% (Nil)

Loss Ratio Polis B (Klaim perpolis / premi perpolis)


Periode 10/03/2015 – 10/03/2016: 35.000.000 / 50.000.000 = 70%
Periode 10/03/2016 – 10/03/2017: 0 / 40.000.000 = 0% (Nil)
Periode 10/03/2017 – 10/03/2018: 100.000.000 / 50.000.000 = 200%
Periode 10/03/2018 – 10/03/2019: 32.000.000 / 50.000.000 = 64%

c. Accounting Year
Periode 01/01/2015 – 31/12/2015: 10.000.000 / 50.000.000 = 20%
Periode 01/01/2016 – 31/12/2016: 25.000.000 / (20.000.000 + 40.000.000) = 41.67%
Periode 01/01/2017 – 31/12/2017: 102.500.000 / (50.000.000 + 50.000.000) =
102.5%
Periode 01/01/2018 – 31/12/2018: 44.500.000 / (30.000.000 + 50.000.000) = 55.6%

7.9. Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting, hitung loss ratio

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

berdasarkan tahun underwriting dari kumpulan data berikut: (Sept 2014 No. 8)

Jawaban:
Loss ratio dihitung dari Nilai kerugian dibagi dengan total premi
Polis A
Tahun 2011-2012: 10%
Tahun 2012-2013: 16,67%
Tahun 2013-2014: nil
Kesimpulan: Loss ratio 3 tahun terakhir: 7,78%

Polis B 135
Tahun 2011-2012: 20%
Tahun 2011-2012: 62.5%
Tahun 2012-2013: 200%
Tahun 2013-2014: 66.67%
Kesimpulan: Loss ratio 4 tahun terakhir: 89,19%

7.10. Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting: (Sept 2015, No. 14)
a. jelaskan pengertian claims loss ratio
b. jelaskan pengertian earned loss ratio
c. hitung loss ratio untuk tiap tahun underwriting dari kumpulan data
berikut:

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
a. jelaskan pengertian claims loss ratio
Claims loss ratio adalah klaim yang dibayarkan sebagai persentase dari
pendapatan premi. Ini adalah setara dengan marjin laba kotor untuk bisnis
asuransi. Pendapatan investasi perusahaan asuransi ini juga merupakan
bagian dari bisnis inti sehingga perbandingan dengan laba kotor tidaklah
tepat.
Rasio klaim dapat dikombinasikan dengan rasio biaya untuk menghasilkan
rasio gabungan.

b. jelaskan pengertian earned loss ratio


Earned loss ratio adalah rasio klaim yang dikeluarkan untuk premi bersih 136
yang diperoleh.

c. Loss ratio dihitung dari Nilai kerugian dibagi dengan total premi

Polis A
Tahun 2012-2013: Rp. 1,000.000 / Rp. 10.000.000 = 10%
Tahun 2013-2014: Rp. 25,000.000 / Rp. 12.500.000 = 50%
Tahun 2014-2015: Rp. 0 / Rp. 30.000.000 = nil
Kesimpulan: Loss ratio 3 tahun terakhir: Rp. 26,000.000 / Rp. 52.500.000 = 49.5%

Polis B
Tahun 2011-2012: Rp. 10,000.000 / Rp. 50.000.000 = 20%
Tahun 2012-2013: Rp. 25,000.000 / Rp. 40.000.000 = 62.5%
Tahun 2013-2014: Rp. 100,000.000 / Rp. 50.000.000 = 200%
Tahun 2014-2015: Rp. 32,000.000 / Rp. 50.000.000 = 64%
Kesimpulan: Loss ratio 4 tahun terakhir: Rp. 167,000.000 / Rp. 190.000.000 = 87.9%

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

7.11. Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting: (Mar 2017, No. 14)
a. jelaskan pengertian claims loss ratio
b. jelaskan pengertian earned loss ratio
c. hitung loss ratio untuk tiap tahun underwriting dari kumpulan data
berikut:

Jawaban:
a & b: lihat di atas.

c. Loss ratio dihitung dari Nilai kerugian dibagi dengan total premi

loss ratio: Loss / Premi


137

Polis A
Tahun 2014-2015: Rp. 2,500,000 / Rp. 20,000,000 = 12.5%
Tahun 2015-2016: Rp. 12,500,000 / Rp. 50,000,000 = 25%
Tahun 2016-2017: Rp. 0 / Rp. 30,000,000 = 0%

Kesimpulan: Loss ratio 3 tahun terakhir: Rp. 15,000.000 / Rp. 70.000.000 =


21.4%

Polis B
Tahun 2013-2014: Rp. 10,000,000 / Rp. 50,000,000 = 20%
Tahun 2014-2015: Rp. 25,000,000 / Rp. 40,000,000 = 62.5%
Tahun 2015-2016: Rp. 100,000,000 / Rp. 50,000,000 = 200%
Tahun 2016-2017: Rp. 32,000,000 / Rp. 50,000,000 = 64%

Kesimpulan: Loss ratio 4 tahun terakhir: Rp. 167,000.000 / Rp. 190.000.000


= 87.9%

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

7.12. Berkaitan dengan sifat risiko dan loss ratio klaim terhadap premi, uraikan 3 (tiga) hal
yang selalu dinilai atau dipertimbangkan dalam proses underwriting asuransi. (Mar
2015 no 7)

Jawaban:
Earned loss ratio adalah rasio klaim yang dikeluarkan untuk premi bersih yang
diperoleh. Klaim adalah “cost of production” untuk perusahaan asuransi dan analisa
yang akurat dari:
1 sejarah masa lalu klaim (dan mengalir dari ini, peramalan biaya masa depan
klaim) sangat penting untuk profitabilitas akun underwriting entitas asuransi.
2  Identifikasi tren adalah pertimbangan utama bagi manajer underwriting
ketika membuat keputusan mengenai hal underwriting dan premi.
3 Menganalisis informasi klaim dalam berbagai cara menyediakan manajer
underwriting dengan informasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa
prediksi dapat dibuat tentang pola hilangnya masa depan dan, pada
gilirannya, premi yang diperlukan untuk menutupi masa depan biaya klaim
diantisipasi.
Ada banyak cara yang berbeda bahwa analisis ini dapat dilakukan dan banyak
detail dari teknik analisis klaim berada di luar ruang lingkup matakuliah ini. Namun,
pentingnya informasi mengenai klaim dalam persyaratan underwriting dan tarif
premi dapat dihargai melalui pemahaman dari berbagai pertanyaan underwriter
akan bertanya ketika mempelajari data klaim. 138

7.13. Berkaitan dengan konsep pemantauan kerja underwriting, uraikan pengertian


earned premium dan rumusan earned loss ratio. (Sept 2017 no 8)

Jawaban:
Earned premium adalah jumlah total premi yang dikumpulkan oleh perusahaan
asuransi selama satu periode yang telah diperoleh berdasarkan rasio waktu yang
diteruskan pada polis-polis sepanjang efektivitas periode polis. Jumlah premi “bayar
di muka” pro-rated ini telah diperoleh dan sekarang menjadi milik perusahaan
asuransi.
Earned loss ratio lihat di atas.

7.14. Dalam kaitan dengan penanganan klaim, jelaskan peranan : (Sept 2012 No. 11;
Sept 2015, No. 9)
a. Petugas klaim perusahaan asuransi
b. Penilai kerugian
c. Ahli forensik

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
a. Petugas klaim perusahaan asuransi.
Departemen klaim hendaknya dikelola oleh personil yang kompeten dan
profesional. Hal ini sangat penting untuk memastikan pengelolaan dana
perusahaan asuransi dengan efektif dan baik. Peran personil klaim adalah
untuk:
• Menangani semua klaim yang diajukan dengan cepat dan adil
• Mampu menganalisa dan mengetahui antara klaim nyata dan palsu
• Menentukan biaya klaim yang realistis sebelum pembayaran (atau
disebut dengan Cadangan)
• Menentukan apakah pihak lain, seperti perusahaan adjuster asuransi,
perlu dilibatkan, dan
• Dapat menyelesaikan klaim dengan biaya seefektif mungkin.

b. Penilai kerugian (Loss accesor)


Penilai kerugian ditunjuk oleh tertanggung untuk mempersiapkan dan
menegosiasikan klaim atas nama mereka. Biaya penilai yang dibayar oleh
tertanggung tetapi biaya ini tidak membentuk bagian dari klaim tertanggung
dan tidak dapat pulih dari perusahaan asuransi.

139
c. Ahli forensik.
untuk menetapkan penyebab kerugian, misalnya, penyebab kebakaran,

Tambahan :
d. Medical practitions :
Berfungsi untuk menentukan apakah kondisi medis yang diklaim benar.
Biasanya ada pada asuransi jiwa.

e. Loss adjuster
Loss adjuster adalah pihak ahli untuk memproses klaim dari awal sampai
akhir. Klaim yang kecil biasanya dinegosiasikan dan diselesaikan secara
langsung. Namun, dalam kasus klaim yang lebih besar atau kompleks, jasa
seorang loss adjuster akan digunakan. Fungsinya adalah:
• Penyelidikan keadaan seputar klaim yang terjadi
• Menentukan apakah kerugian yang terjadi dijamin dalam polis
• Memfasilitasi segala tindakan darurat, termasuk mengenai salvage
dan penyelamatan harta benda yang masih bias diselamatkan.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

• Negosiasi atas jumlah diklaim


• Negosiasi dengan pemasok spesialis, dan
• Membuat rekomendasi atas penyelesaian klaim bagi perusahaan
asuransi. Perusahaan asuransi kemudian akan mempertimbangkan
jumlahnya dan menginformasikan jumlah ini kepada tertanggung.

Tujuan mereka adalah untuk merundingkan suatu penyelesaian, dalam hal


kebijakan, yang adil untuk kedua perusahaan asuransi dan tertanggung.
Adjuster asuransi Chartered adalah anggota dari Chartered Institute of Loss
Adjusters. Adjuster Kerugian bertindak sebagai pihak yang independen,
profesional, dan berkualitas. Mereka dibayar oleh perusahaan asuransi yang
memerintahkan mereka. Komisinya biasanya ditentukan oleh presentase
dari nilai kerugian.

f. Surveyor dan penyedia layanan forensik

Surveyor melakukan tugasnya atas nama perusahaan asuransi. Dalam hal


ini kita akan fokus pada peran surveyor dalam kaitannya dengan klaim.

Secara etimologis istilah ‘forensik’: artinya “untuk membawa kepada suatu


kejelasan dalam domain publik”. Penerapannya yang paling jelas terlihat
dalam kegiatan investigasi TKP untuk menemukan bukti-bukti pendukung 140
fisik. Pada prinsipnya, para ahli akan menggunakan teknik yang sama
dalam situasi klaim, untuk menentukan penyebab pasti dari kerugian atau
kerusakan. Penanggung akan mempekerjakan spesialis untuk daerah
investigasi yang berbeda. Daerah ini sangat luas dan mencakup:
- Meneliti penyebab dari kebakaran dan asal-usulnya
- Mengumpulkan bukti yang menunjukkan penipuan atau tindakan
yang disengaja
- Menentukan apakah ada sarana perambatan api yang digunakan
- Melihat apakah kurangnya pemeliharaan andil terhadap kerusakan
- Menentukan penyebab utama dari kerugian
- Membangun bukti yang menunjukkan bahwa penyecualian dalam
polis bekerja (misalnya keterlibatan karyawan dalam pencurian dari
perusahaan)
- Menentukan apakah ada kerusakan atau kegagalan mesin sebelum
kebakaran terjadi, dan
- Memeriksa dokumentasi akuntansi dalam kaitannya dengan klaim
Business Interruption

Beberapa peran surveyor (terkait dengan situasi klaim) dapat berupa:

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

• Memberikan saran mengenai tindakan sesegera mungkin yang


diperlukan setelah terjadi kerugian (misalnya mempekerjakan
penjaga malam)
• Membuat rekomendasi kepada underwriting untuk keputusan yang
cepat dan tepat bagi risiko yang diasuransikan (misalnya tidak dicover
pencurian sampai tempat yang lagi cukup terlindungi), dan
• Menetapkan apakah risk recommendation yang dibuat oleh
perusahaan asuransi telah dipenuhi oleh tertanggung.

7.15. Dalam kaitan dengan klaim asuransi: (Sept 2008 No. 13. Mar 2010 No. 12)
a. Sebutkan 7(tujuh) hal yang perlu diteliti oleh petugas klaim
b. Jelaskan peranan loss adjuster
c. Jelaskan perbedaan antara indemnity dan reinstatement dalam perhitungan
ganti rugi

Jawaban:
a. 7(tujuh) hal yang perlu diteliti oleh petugas klaim
1. Polis operative pada saat terjadi kerugian
2. Tertanggung benar mengasuransikan
141
3. Peril dicover dalam polis
4. Tertanggung telah merngambil langkah-langkah untuk mengurangi
kerugian
5 Segala kondisi/warranty telah dilengkapi oleh tertanggung
6. Tidak ada pengecualian yang tepat
7 Nilai kerugian reasonable
8 Premi sudah dibayar lunas

b. Jelaskan peranan loss adjuster


Dalam klaim asuransi kebakaran, penanggung biasanya menunjuk
perusahaan loss adjusters untuk melakukan investigasi atas klaim dan
memberikan rekomendasi tentang pembayaran klaim tersebut.

c Jelaskan perbedaan antara indemnity dan reinstatement dalam perhitungan


ganti rugi
Indemnity
Adalah kompensasi finansial yang pasti dan cukup menempatkan tertanggung
dalam posisi keuangan tertanggung sesudah kerugian sebagaimana yang ia
alami segera sebelum peristiwanya terjadi.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Reinstatement
Artinya pemulihan kembali harta benda yang dipertanggungkan kepada
kondisi sesaat sebelum kerugian.
Apabila terjadi total loss, indemnity dilakukan dengan cara rebuilding,
sedangkan apabila terjadi partial loss dilakukan repair.
Reinstatment bisa terjadi dalam keadaan sebagai berikut:
- oleh penanggung dalam terms of the policy
- oleh penanggung dalam UU
- oleh tertanggung dalam UU dan kontrak
Tertanggung harus memperhitungkan biaya pemulihan kembali
(reinstatement) pada saat dilakukannya reinstatement, dan dapat lebih tinggi
dibanding biaya penggantian saat ini.
Faktor keterlambatan pemesanan barang juga perlu diperhitungkan.

7.16. Uraikan peranan aktuaris dalam asuransi kerugian (non-life). (Sept 2012 No. 5)

Jawaban:
1. perhitungan kerja secara tekhnik baik produk baru dan existing . 142
2. menghitung cadangan klaim
3. menghitung persyratan RBC
4. analisa risiko investasi & dana untuk mendukung cadangan tekhnik

7.17. Uraikan apa yang dimaksud dengan proximate clause (Mar 2016, No. 3)

Jawaban:
The active, efficient cause that sets in motion a train of events which brings about a
result, without the intervention of any force started and working actively from a new
and independent source (Pawsey v Scottish Union and National, 1907). (Penyebab
yang aktif, efisien yang berlangsung dalam suatu rangkaian yang menimbulkan suatu
akibat, tanpa adanya intervensi dari setiap kekuatan, yang dimulai dan beroperasi
secara aktif dari sumber/sebab baru yang berdiri sendiri)
Untuk memudahkan memahaminya, cara kerja proximate cause ini sama dengan ‘efek
domino’ dalam permainan kartu domino yang ditegakkan dan disusun memanjang
seperti ular. Apabila kartu domino yang tertimpa kartu domino sebelumnya akan
terjatuh dan menimpa kartu berikutnya. Demikian seterusna hingga seluruh kartu
domino itu terjatuh sampai kartu domino terakhir. Sepanjang tidak ada intervensi
untuk menghentikan efek domino tersebut, dengan menahan atau mengambil kartu

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

domino dari tengah, maka proximate cause dari terjatuhnya kartu domino terakhir
adalah kartu domino yang paling awal dijatuhkan. Namun dalam praktek, terkadang
tidak semudah itu menentukan proximate cause dari suatu peristiwa. Sebagai
ilustrasi, kasus yang sering kali dijadikan rujukan dalam berbagai literatur asuransi
adalah kasus Leyland Shipping Co. V. Norwiich Union Fire Insurance Society Ltd
(1918).
Ketika itu sedang berkecamuk perang. Kapal milik Leyland Shipping Co mengalami
kerusakan parah dibagian tubuh lambung dsebabkan hantaman torpedo musuh.
Akibatnya kapal tersebut terancam tenggelam. Nahkoda kapal yang meyadari
bahaya tersebut, berupaya mengarahkan kapal ke pelabuhan terdeka untuk
diperbaiki. Usahanya berhasi, tapi baru saja pekerjaan perbaikan dimulai, badai
mulai berhembus dengan kuat dan mulai menerjang pelabuhan.
Syah Bandar menyadari kemungkinan kapal tersebut akan karam di pelabuhan
semakin pasti. Karena badai terus menghantam pelabuhan yang menyebabkan air
laut masuk ke dalam kapal melalui lubang yang menganga di lambung kapal yang
belum sempat diperbaiki. Dikhawatirkan jika kapal tersebut karam di pelabuhan,
maka akan menghalangi kapal-kapal lain untuk bersandar. Untuk menghindarkan hal
tersebut, Syah Bandar kemudian memaksa kapal tersebut ke luar dari pelabuhan.
Namun tak lama berselang setelah kapal berlayar menjauhi pelabuhan, akhirnya
karam dihantam badai. Dalam kasus peril manakah yang menjadiproximate cause
yang menyebabkan kerusakan pada lambung kapal atau karena badai yang
menyebabkan air laut masuk ke dalam kapal hingga tenggelam.Sepintas mungkin
akan menyimpulkan bahwa badailah yang menjadi penyebab tenggelamnya kapal
tersebut. Jadi badai adalah hakim House of Lord, UK dalam putusannya berpendapat
bahwa: “what does proximate here mean? To treat proximate cause as if it was the
cause which is proximate in time is, as I have said, out of the question. The cause 143
which is truly proximate is that which is proximate in efficiency. That efficiency may
have been preserved although other causes may meantime have sprung up which
have yet not destroyed remains the real efficient cause to which that can be ascribed
”. Proximate cause tidak semata-mata ditentukan oleh suatu sebab yang terjadi
dalam waktu dekat atau yang terdekat dari suatu peristiwa. Tapi ditentukan oleh
efisiensi dari suatu sebab.
Bisa saja efisiensi suatu sebab tetap eksis meski sebab lain timbul dalam rangkaian
peristiwa tersebut.Dalam kasus tersebut menjadi penting untuk menentukan
proximate cause-nya apakah karena perang atau badai. Karena polis asuransi
kapal tersebut mengecualikan peril yang disebabkan perang.
Memang benar bahwa pada saat air laut masuk melalui lubang dilambung kapal
yang menyebabkan kapal tenggelam. Tapi harus diingat bahwa kerusakan yang
ditimbulkan torpedo sama sekali belum sirna. Efektifitas peril masih terus berlangsung
hingga tenggelamnya kapal. Bahkan masuknya air laut adalah melalui kerusakan
kapal yang disebabkan torpedo. Dengan demikian klaim Leyland Shipping ditolak.
Karena peril perang yang dikecualikan dalam polis.

7.18. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraikan: (Sept 2016, No. 13)
a. Pengertian proximate cause
b. 2 (dua) tahapan utama dalam penerapan prinsip proximate cause

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

c. Cara memodifikasi penerapan prinsip proximate cause dalam policy wordings

Jawaban:
a. Pengertian proximate cause
Proximate cause adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan
suatu rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat, tanpa adanya
intervensi suatu kekuatan yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru
dan independent (berdiri sendiri). Definisi ini lahir dalam kasus Pawsey V.S
Scottish Union and National (1907).
Proximate cause bukanlah penyebab pertama atau terakhir, tetapi adalah
penyebab yang dominan (Leyland Shipping Co. VS Norwick Union 1918) atau
penyebab yang efisien, atau penyebab yang operatif (P. Samuel & Co. Vs
Dumas 1924 dan Forkshire Ball Steamsihip Co. Vs. Minister of War transport
1942).
Penyebab disebut aktif dan efisien, jika ada hubungan langsung antara sebab
(cause) dengan akibat (result), dan penyebab tersebut cukup kuat, sehingga
setiap tahap (stage) dalam rentetan kejadian (train of events) seseorang dapat
secara logis memperkirakan apa yang akan terjadi dalam rentetan kejadian,
sampai akibat (result) terjadi jika ada beberapa penyebab yang beroperasi,
Proximate cause adalah penyebab yang dominan atau yang paling kuat
menimbulkan akibat.

b. 2 (dua) tahapan utama dalam penerapan prinsip proximate cause 144


TRAIN (CHAIN) OF EVENTS
Merupakan rangkaian kejadian/peristiwa. Untuk memudahkan pemahaman,
dapat diilustrasikan dengan menggunakan kartu domino sebagai berikut :
6 buah kartu dengan posisi berdiri, jarak antara kartu kira-kira setengan
tingginya kartu. Jika kita tepuk ujung atas kartu no.1, akan menyebabkan
jatuhnya kartu no.2, dan seterusnya, sampai kartu terakhir no.6 jatuh.
Dari ilustrasi di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Train/Chain of events, proses jatuhnya kartu dari no.1 s/d no.6 yang
menimbulkan suatu akibat (result) yaitu jatuhnya kartu No.6, dan penyebab
aktif dan efisien adalah tindakan menepuk kartu no.1.
Namun, jika dalam train/chain of events di atas, ada orang lain yang menahan
kartu no.3, kemudian orang tersebut menepuk kartu no.4 yang menyebabkan
jatuhnya kartu no.5 dst, maka proximate cause dari jatuhnya kartu no.6 adalah
tindakan orang lain yang menepuk kartu no.4. Karena dalam train of events
tersebut telah terjadi intervensi dari sumber baru dan independen.

CAUSATION
Dalam praktek kadang-kadang sulit menetapkan penyebab yang efisien atas
suatu kerugian. Penyebab awal dan penyebab akhir seringkali sangat jelas,
namun kesulitan seringkali timbul dalam memutuskan :
• Apakah ada “direct chain of causation”

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

• Apakah ada kekuatan baru yang intevensi dan mengalahkan penyebab


awal

Ada 2 pendekatan untuk menentukan hal diatas yaitu :


Pertama:
• Mulai dari kejadian awal dalam rangkaian peristiwa
• Secara logis apa yang akan terjadi kemudian
• Jika kejadian awal menyebabkan kejadian kedua dst, dan proses tersebut
berulang sampai kejadian akhir,
• Maka kejadian awal merupakan proximate cause dari kejadian akhir.
• Jika dalam tahapan proses tersebut tidak ada hubungan antara satu
kejadian dengan kejadian berikutnya, maka rangkaian (chain) telah
terputus dan berarti ada kejadian lain sebagai penyebab kerugian.
Kedua:
• Mulai dari kerugian (kejadian akhir)
• Mundur mengikuti rangkaian (chain)
• Tanyakan dalam setiap tahap “mengapa ini terjadi”
• Pada rangkaian yang tidak terputus (unbroken chain), maka proses diatas
akan sampai pada kejadian awal
145
c. Cara memodifikasi penerapan prinsip proximate cause dalam policy
wordings
Fire Policy

* Wording polis kadang-kadang mengatur jaminan tidakmengikuti aplikasi normal dari


proximate cause, misalnya: Spontaneous combustion dikecualikan (excluded peril),
tetapi akibatnya dijamin.

Indirect causes

* Wording polis yang mengatur pengecualian-pengecualian, kadang-kadang


menggunakan kata-kata; : “directly or Inderectly”, contoh:

Dalam polis Personal Accident mengandung kalimat “excluding death directly or


indirectly causes by war”.

Dalam kasus “Coxe v. Employers” Liability Insurance Corporation Ltd (1916)”, polis
mengecualikan meninggal yang disebabkan “directly or indirectly” oleh perang.
Seorang officer yang sedang inspeksi prajurit disepanjang rel kereta api, tertabrak
kereta dan meninggal. Walaupun meninggalnya officer disebabkan langsung dan
proximate cause oleh kecelakaan, namun perang sebagai “indirect cause”, karena
jika tidak ada perang, officer tersebut tidak akan berada di rel kereta. Klaim tidak
dijamin.

7.19. Uraikan penyebab dari kerugian

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
• Single cause (penyebab tunggal)
• Chain of event (penyebabnya lebih dari satu atau sederetan penyebab)
Dua kriteria yang perlu diperhatikan adalah :
1. unbroken sequence (sederetan penyebab yang tidak terputus)
2. broken sequence (sederetan penyebab yang terputus):
• Concurrent causes: 2 kejadian yang timbul pada saat bersamaan, tetapi
masing-masing berdiri sendiri

7.20. Uraikan pengertian prinsip pemberian ganti rugi secara reinstatement. (Mar 2006
No. 5)

Jawaban: lihat di atas

7.21. Berkaitan dengan Principle of indemnity, jelaskan


a. Pengertian Indemnity 146
b. Pengertian dan perbedaan antara excess dan francisse disertai contoh
c. 4 (empat) metode dalam memberikan indemnity

Jawaban:
a. Pengertian Indemnity
Jawaban : Lihat di atas

b. Pengertian dan perbedaan antara excess dan francisse disertai contoh


Excess
 Adalah jumlah dari setiap claim yang merupakan faktor pengurang
dalam pembayaran klaim.
 Biasanya diperjanjikan dalam polis sebagai kesepakatan jumlah.
 Secara teori berarti tertanggung menahan sebagai risiko sendiri sendiri
yang konsekuensinya dia akan menerima penggantian kurang dari
indemnity

Franchise

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

 Adalah sejumlah tertentu yang disepakati bersama antara penanggung


dan tertanggung di mana apabila kerugian kurang dari jumlah tersebut
maka klaim tidak dibayar. Tapi apabila jumlah mencapai jumlah
minimum maka klaim akan diganti seluruhnya.

c. 4(empat) metode dalam memberikan indemnity


1. Payment (of money) atau cash (Bobot 25%)

 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara membayar


sejumlah uang tunai.
 Kontrak asuransi adalah janji akan membayar sejumlah uang
bila terjadi kerugian.
 Cara pembayaran menurut pengalaman: dengan uang kontan,
dengan cheque, dengan giro bilyet
 Jika menyangkut pihak ketiga pembayaran seperti tersebut di
atas langsung kepada pihak ketiga.
 Biasanya dilakukan untuk asuransi kebakaran, marine dan life

2. Repair (Bobot 25%)


 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara
memperbaiki obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
147
 Biasanya untuk asuransi kendaraan bermotor
 Penanggung dapat memberikan indemnity dengan cara ini,
biasanya dia menyediakan fasilitas bengkel atau bahkan bengkel
kepunyaan penanggung sendiri.
 Caranya tertanggung tinggal menarik mobil yang rusak ke
bengkel penanggung kemudian mengisi formulir, kendaraan
diperiksa oleh petugas bengkel dan pekerjaan perbaikan bisa
dimulai

3. Replacement (Bobot 25%)


 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara mengganti
barang obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
 Biasanya untuk asuransi glass insurance, perhiasan, mobil baru
 Penanggung memanfaatkan discount dari perusahaan yang
dibelinya.
 Menyimpang dari prinsip indemnity, pada motor insurance
ada “new for old” tapi hanya sedikit sekali perbedaannya dan
penanggung sudah mendapat discount waktu pembelian

4. Reinstatement (Bobot 25%)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban : lihat di atas

TAMBAHAN : Measurement of Indemnity


Pada asuransi non life berlaku unliquidated damages, artinya besarnya
claim yang akan dituntut tidak diketahui sebelumnya.
Untuk asuransi life, berlaku liquidated damages, artinya jumlah uang yang
akan diberikan sudah pasti sebelumnya.

7.22. Jelaskan (Mar 2013, No. 11)


a. Pengertian prinsip Indemnitas
b. 4 (empat) opsi bagi penanggung dalam penerapan prinsip indemnitas
c. pengukuran indemnitas menurut Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia

Jawaban:
a. Lihat di atas
b. Lihat di atas mengenai 4(empat) metode dalam memberikan indemnity
c. lihat metode dalam pemberian indemnity
148

7.23. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, jelaskan: (Sept 2014 No. 11)
a. pengertian prinsip indemnity.
b. 4 (empat) opsi bagi penanggung dalam penerapan prinsip indemnity.
c. penetapan nilai indemnity menurut Polis Standar Asuransi Kebakaran
Indonesia

Jawaban: lihat di atas

7.24. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi yang terkait dengan perjanjian asuransi,
jelaskan: (Sept 2017 No. 12)
a. pengertian prinsip indemnity.
b. 4 (empat) opsi bagi penanggung dalam penerapan prinsip indemnity.
c. 3 (tiga) jenis pertanggungan yang memodifikasi penerapan prinsip indemnity

Jawaban:
a. & b. lihat di atas

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

c. 3 (tiga) jenis pertanggungan yang memodifikasi penerapan prinsip indemnity


a.    Reinstatement.
Kadang-kadang penutupan asuransi dilakukan berdasarkan Nilai Pemulihan
Kembali (Reinstatement), jika terjadi suatu kerugian yang dijamin dalam
polis, maka ganti-rugi adalah sebesar jumlah kerugian yang benar-benar
dideritanya tanpa dikurangi dengan Wear & Tear dan atau Depresiasi, sampai
maksimum sebesar Nilai Pertanggungan. Contoh: penggantian klaim atas
building dalam Polis PAR.
Hal ini berarti bahwa Tertanggung akan menerima pembayaran ganti-rugi
yang lebih besar daripada perhitungan ganti-rugi berdasarkan Indemnitas.

b.    New for Old.


Jika terjadi kerugian dibawah polis asuransi “New for Old”; kebanyakan polis
Motor Car dan CPM.
misal : dalam asuransi Kendaraan bermotor, pembayaran ganti-rugi tanpa
dikurangi atau diperhitungkan dengan unsur Wear & Tear. Hal ini berarti
bahwa Tertanggung akan menerima pembayaran ganti-rugi yang lebih besar
daripada perhitungan ganti-rugi berdasarkan Indemnitas.
Sebuah sedan tahun 1998, mengalami tabrakan dan kerusakan pada
bumper kendaraan tersebut, maka bumper tersebut akan diganti dengan
bumper yang baru. Penggantian bumper ini tidak akan diperhitungkan
kembali dengan unsur wear & Tear atau penyusutan.

c.    Agreed Additional Cost. 149


Dalam asuransi Kebakaran, Tertanggung sering mengeluarkan biaya-biaya
tambahan karena terjadinya kebakaran atau kerusakan objek pertanggungan
lainnya,
misal : Biaya-biaya pembersihan puing-puing (Debris of Removal), Biaya-
biaya konsultasi, biaya-biaya arsitek dan lain-lain.
Biaya-biaya tersebut diatas dapat dimasukkan dalam jaminan polis.
Jaminan terhadap biaya-biaya ini akan mengakibatkan meningkatnya
pembayaran ganti-rugi berdasarkan indemnitas.

d.    Valued Policy.


Dalam Valued Policy, nilai barang atau benda yang diasuransikan telah
ditetapkan secara sepakat antara Tertanggung dengan Penanggung (Agreed
Value), pada saat asuransi ditutup atau diadakan. Contoh: Asuransi Jewelry
Block Insurance.

7.25. Uraikan 4 (empat) pilihan cara pemberian ganti rugi yang dapat diambil berdasarkan
Polis Standar Asuransi kebakaran Indonesia(PSAKI) (Okt 2010 No. 7)

Jawaban: lihat metode dalam pemberian indemnity

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

7.26. Berkaitan dengan prinsip asuransi dalam penyelesaian klaim, jelaskan (Sept
2018,No. 13):
a. Perbedaan dasar penyelesaian klaim secara indemnity dan reinstatement.
b. 5 (lima) pokok ketentuan dalam Reinstatement Value Clause yang diterbitkan
oleh AAUI
c. 4 (empat) cara pemberian ganti rugi berdasarkan Polis Standar Asuransi
Kebakaran Indonesia.

Jawaban:
a. Perbedaan dasar penyelesaian klaim secara indemnity dan reinstatement.
Indemnity
Adalah kompensasi finansial yang pasti dan cukup menempatkan tertanggung
dalam posisi keuangan tertanggung sesudah kerugian sebagaimana yang ia
alami segera sebelum peristiwanya terjadi.
Reinstatement
Artinya pemulihan kembali harta benda yang dipertanggungkan kepada
kondisi sesaat sebelum kerugian. Apabila terjadi total loss, indemnity dilakukan
dengan cara rebuilding, sedangkan apabila terjadi partial loss dilakukan repair.
Reinstatment bisa terjadi dalam keadaan sebagai berikut:
150
- oleh penanggung dalam terms of the policy
- oleh penanggung dalam UU
- oleh tertanggung dalam UU dan kontrak
Tertanggung harus memperhitungkan biaya pemulihan kembali (reinstatement)
pada saat dilakukannya reinstatement, dan dapat lebih tinggi dibanding biaya
penggantian saat ini.
Faktor keterlambatan pemesanan barang juga perlu diperhitungkan.

b. 5 (lima) pokok ketentuan dalam Reinstatement Value Clause yang diterbitkan


oleh AAUI
i. Pekerjaan penggantian atau pemulihan (yang dapat dilaksanakan
pada lokasi lain dan dengan cara-cara yang sesuai dengan permintaan
Tertanggung dengan syarat tanggung jawab Penanggung tidak naik
karenanya) harus dimulai dan dilaksanakan dengan cara yang wajar
namun harus sudah selesai seluruhnya dalam jangka waktu 12
(duabelas) bulan setelah terjadinya kehancuran atau dalam jangka
waktu yang lebih lama yang disetujui secara tertulis oleh Penanggung
(dalam jangka waktu 12 bulan tersebut) bila tidak, maka tidak ada
pembayaran di luar dari jumlah yang seharusnya dibayar di bawah Polis
ini seandainya memorandum ini tidak dilekatkan pada polis ini.
ii. Sebelum biaya-biaya untuk mengganti atau memulihkan kembali
harta benda yang hancur atau rusak dikeluarkan oleh Tertanggung,
Penanggung tidak bertanggung jawab atas setiap pembayaran yang

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

melebihi jumlah yang seharusnya dibayar dibawah Polis ini seandainya


memorandum ini tidak dilekatkan pada polis ini.
iii. Jika pada saat penggantian atau pemulihan, jumlah biaya yang
diperlukan untuk penggantian atau pemulihan bila seluruh harta
benda yang dipertanggungkan mengalami kehancuran melebihi
nilai pertanggungan pada saat terjadinya suatu kebakaran atau
pada permulaan terjadinya penghancuran atau kerusakan terhadap
harta benda tersebut yang disebabkan oleh sesuatu risiko lainnya
yang dijamin oleh Polis ini, maka Tertanggung dianggap menjadi
Penanggungnya sendiri atas kelebihannya dan oleh karenanya akan
menanggung secara prorata kerugian tersebut. Masing-masing bagian
dari Polis (jika lebih dari satu) atas mana memorandum ini berlaku harus
diaplikasikan sendirisendiri secara terpisah sesuai dengan persyaratan
yang disebutkan sebelumnya.
iv. Tidak akan ada pembayaran di luar jumlah yang seharusnya dibayar oleh Polis
ini seandainya memorandum ini tidak dilekatkan pada saat kehancuran
atau kerusakan terhadap harta benda yang dipertanggungkan jika harta
benda tersebut dijamin oleh pertanggungan lain yang diberlakukan oleh
atau atas nama Tertanggung yang tidak didasarkan pada nilai pemulihan
seperti yang diatur disini.
v. Memorandum ini tidak akan diberlakukan atau tidak mengikat jika :
(a) Tertanggung tidak memberitahukan kepada Penanggung dalam
waktu 6 (enam) bulan terhitung dari sejak tanggal terjadinya
penghancuran atau kerusakan atau dalam jangka waktu yang
lebih lama yang disetujui secara tertulis oleh Penanggung yang
memperkenankan niat Tertanggung untuk mengganti atau
memulihkan kembali harta benda yang hancur atau rusak tersebut.
151
(b) Tertanggung tidak sanggup atau tidak bersedia untuk mengganti
atau memulihkan kembali harta benda yang hancur atau rusak
pada tempat yang sama atau tempat lain.

c. 4 (empat) cara pemberian ganti rugi berdasarkan Polis Standar Asuransi


Kebakaran Indonesia.
i. pembayaran uang tunai;
ii. perbaikan kerusakan, di mana perhitungan besarnya kerugian adalah
sebesar biaya untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi dengan kondisi
yang sama seperti sesaat sebelum terjadinya kerugian atau kerusakan;
iii. penggantian kerusakan, di mana perhitungan besarnya kerugian adalah
sebesar biaya penggantian dengan barang sejenis dengan kondisi yang
sama seperti sesaat sebelum terjadinya kerugian atau kerusakan;
iv. membangun kembali, di mana perhitungan besarnya kerugian adalah
sebesar biaya membangun kembali ke kondisi yang sama seperti sesaat
sebelum terjadinya kerugian atau kerusakan.

7.27. Dalam kaitan dengan ketentuan penyelesaian klaim berdasarkan polis Standar
Asuransi Kebakaran Indonesia, jelaskan: (Sept 2013, No. 14)
a. Empat pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

b. batas penetapan ganti grugi


c. pengukuran indemnitas menurut Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia

Jawaban:
a. Lihat di atas.
b. Lihat jawaban di soal setelah soal ini.
c. Lihat jawaban di soal sebelum soal ini.

7.28. Jelaskan 5 (lima) hal yang membatasi besarnya indemnity yang menjadi hak dari
tertanggung dalam asuransi kerugian.

Jawaban:
1. Sum Insured :
 Maksimum batas penggantian kerugian
 Batas tanggung jawab penanggung

2. Average
 Average terjadi karena ada under-insurance
152
 Penanggung hanya menikmati premi penyelesaian claim sebagai
indemnity
 Tertanggung menerima kurang dari apa yang dideritanya tapi secara
implisit tertanggung mendanai sendiri karena under insurance or self-
insurance

3. Excess
 Adalah jumlah dari setiap claim yang merupakan faktor pengurang
dalam pembayaran klaim
 Biasanya diperjanjikan dalam polis sebagai kesepakatan jumlah
 Secara teori berarti tertanggung menahan sebagai risiko sendiri sendiri
yang konsekuensinya dia akan menerima penggantian kurang dari
indemnity

4. Franchise
Adalah sejumlah tertentu yang disepakati bersama antara penanggung dan
tertanggung di mana apabila kerugian kurang dari jumlah tersebut maka
klaim tidak dibayar. Tapi apabila jumlah mencapai jumlah minimum maka
klaim akan diganti seluruhnya.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

5. Limit
Adalah batas jumlah maksimum penggantian wardingnya “In the event of
loss not more than Rp 500.000,- akan dibayar setiap kejadian loss”
Jadi Rp 500.000,- adalah maksimum limit penggantian apabila kerugiannya
Rp 700.000,- maka jumlah yang dibayar adalah tetap Rp 500.000,-

6. Deductible
Pada prinsipnya sama dengan excess namun biasanya untuk jumlah yang
cukup besar. Seperti dalam marine insurance, deductible 1% of SI, dalam
pabrik Rp 150 juta.

7.29. Uraikan penerapan ketentuan average dalam perhitungan jumlah ganti rugi. (Mar
2009 No. 8)

Jawaban:
Dalam hal harga pertanggungan lebih rendah dari nilai harta benda / kepentingan
yang diasuransikan, pembayaran atas suatu klaim akan berkurang secara
proporsional menurut perbandingan antara harga pertanggungan dengan nilai harta
benda/kepentingan tersebut 153
misal dalam asuransi kebakaran :
o harga pertanggungan : Rp. 40 Milyar
o nilai harta benda sebenarnya : Rp. 50 Milyar
o kerugian akibat peristiwa yang dijamin polis : Rp. 10 Milyar
o maka, pembayaran klaim :

Rp. 40.000.000.000
------------------------ x Rp. 10.000.000.000 = Rp. 8.000.000.000
Rp. 50.000.000.000

7.30. Dalam Kaitan dengan penyelesaian klaim, uraikan : (Mar 2011 No. 11)
a. Perbedaan antara indemnity dengan reinstatement
b. Penerapan ketentuan average dalam perhitungan ganti rugi
c. Kewajiban Tertanggung pada waktu terjadi kerugian atau kerusakan
berdasarkan Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
a. Lihat di atas
b. Lihat di atas
c. Kewajiban Tertanggung pada waktu terjadi kerugian atau kerusakan
berdasarkan Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia
 Tertanggung, sesudah mengetahui atau pada waktu ia dianggap
seharusnya sudah mengetahui adanya kerugian atau kerusakan atas
harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dalam Polis,
wajib :
- segera memberitahukan hal itu kepada Penanggungdalam waktu 7
(tujuh) hari kalender
- memberikan keterangan tertulis yang memuat hal ikhwal yang
diketahuinya tentang kerugian atau kerusakan tersebut. Keterangan
tertulis itu harus menguraikan tentang segala sesuatu yang terbakar,
musnah, hilang, rusak dan terselamatkan serta mengenai penyebab
kerugian atau kerusakan yang terjadi
- paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak terjadinya
kerugian dan atau kerusakan, mengajukan tuntutan ganti rugi
kepada Penanggung tentang besarnya jumlah kerugian yang
diderita.
• Pada waktu terjadi kerugian atau kerusakan, Tertanggung wajib :
- sedapat mungkin menyelamatkan harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan serta mengijinkan pihak lain
154
untuk menyelamatkan harta benda dan atau kepentingan tersebut
- mengamankan harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan yang masih bernilai
- memberikan bantuan sepenuhnya kepada Penanggung atau pihak
lain yang ditunjuk oleh Penanggung untuk melakukan penelitian
atas kerugian atau kerusakan yang terjadi.
- Segala hak atas ganti-rugi menjadi hilang apabila ketentuan dalam
pasal ini tidak dipenuhi oleh Tertanggung.

7.31. Uraikan pengertian average condition (Mar 2013 No. 6).

Jawaban: lihat di atas

7.32. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi dalam perjanjian asuransi, uraikan
pengertian average condition (April 2015, No. 4).

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban: lihat di atas

7.33. Berdasarkan Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI), jelaskan


ketentuan tentang: (Okt 2010 No. 11, Mar 2012 No. 12, Mar 2016 No. 11; Sept
2018, No. 10)
a. Ganti rugi pertanggungan rangkap
b. Pertangungan di bawah Harga
c. Penghentian pertangungan

Jawaban:
a. Ganti rugi pertangungan rangkap
a.1 Menyimpang dari Pasal 277 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, dalam hal terjadi kerugian atau kerusakan atas harta benda
dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dengan Polis ini, di
mana harta benda dan atau kepentingan tersebut sudah dijamin pula
oleh satu atau lebih pertanggungan lain.
Dan jumlah seluruh harga pertanggungan polis yang ada (berlaku)
lebih besar dari harga sebenarnya dari harta benda dan atau
kepentingan yang dimaksud itu sesaat sebelum terjadinya kerugian,
maka jumlah ganti rugi maksimum yang dapat diperoleh berdasarkan
Polis ini berkurang secara proporsional menurut perbandingan
antara harga pertanggungan polis ini dengan jumlah seluruh harga 155
pertanggungan polis yang ada (berlaku), tetapi premi tidak dikurangi
atau dikembalikan.
a.2 Ketentuan di atas akan dijalankan, biarpun segala pertanggungan
yang dimaksud itu dibuat dengan beberapa polis yang diterbitkan
pada hari yang berlainan, dengan tidak mengurangi ketentuan
pada Pasal 277 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu
jika pertanggungan atau semua pertanggungan itu tanggalnya
lebih dahulu daripada tanggal Polis ini dan tidak berisi ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (15.1.) di atas.
a.3 Dalam hal terjadi kerugian atau kerusakan, Tertanggung wajib
memberitahukan secara tertulis pertanggungan-pertanggungan lain
yang sedang berlaku atas harta benda dan atau kepentingan yang
sama pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan.
Dalam hal Tertanggung tidak memenuhi persyaratan ini maka
haknya atas ganti rugi menjadi hilang.
b. Pertangungan Dibawah Harga
b.1 Jika pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan yang disebabkan
oleh risiko yang dijamin Polis ini, di mana harga pertanggungan
keseluruhan harta benda lebih kecil daripada nilai sebenarnya dari
keseluruhan harta benda yang dipertanggungkan sesaat sebelum
terjadinya kerugian atau kerusakan, maka Tertanggung dianggap
sebagai penanggungnya sendiri atas selisihnya dan menanggung
sebagian kerugian yang dihitung secara proporsional.
b.2 Jika Polis ini menjamin lebih dari satu jenis barang , ketentuan ini

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

berlaku untuk masing-masing jenis barang tersebut secara terpisah.


Perhitungan ini dilakukan sebelum pengurangan risiko sendiri yang terdapat
dalam polis.

c. Penghentian pertangungan
c.1 Selain dari hal-hal yang diatur pada pasal 1 ayat (1.2.), Penanggung
dan Tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan
pertanggungan ini dengan memberitahukan alasannya.
Pemberitahuan penghentian dimaksud dilakukan secara tertulis
melalui surat tercatat oleh pihak yang menghendaki penghentian
pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang
diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan
Polis ini, 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal pengiriman
surat tercatat atas pemberitahuan tersebut.
c.2 Apabila terjadi penghentian pertanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (22.1.) di atas, premi akan dikembalikan secara prorata
untuk jangka waktu pertanggungan yang belum dijalani, setelah
dikurangi biaya akuisisi Penanggung. Namun demikian, dalam hal
penghentian pertanggungan dilakukan oleh Tertanggung di mana
selama jangka waktu pertanggungan yang telah dijalani, telah
terjadi klaim yang jumlahnya melebihi jumlah premi yang tercantum
dalam Ikhtisar Pertanggungan, maka Tertanggung tidak berhak atas
pengembalian premi untuk jangka waktu pertanggungan yang belum
dijalani.

156
7.34. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi dalam perjanjian asuransi,jelaskan
ketentuan dalam Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI) tentang:
(Mar 2014, No. 12)
a. ganti rugi pertanggungan rangkap.
b. pertanggungan di bawah harga.
c. penghentian pertanggungan.

Jawaban: lihat di atas

7.35. Berkaitan dengan proses underwriting, sebutkan 5 (lima) jenis data atau informasi
yang perlu disampaikan dalam laporan kepada dewan direksi. (Sept 2014, No. 5)

Jawaban: lihat di atas

7.36. Sebutkan 4 (empat) contoh fraud dalam klaim asuransi (Mar 2007 no 8)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
• Mengada-adakan suatu kejadian kerugian yang sebenarnya tidak terjadi;
Misal: Perampokan padahal sebenarnya bohong
• Membesar-besarkan jumlah barang yang hilang akibat suatu pencurian
yang secara jujur dilaporkan terjadi
• Secara sengaja menciptakan suatu kejadian yang dijamin; mis.
menumpahkan cat pada karpet di rumah
• Membesar-besarkan akibat dari suatu kejadian yang dijamin; mis.
berpura-pura seolah-olah terjadi cedera badan yang lebih parah dari yang
sebenarnya dialami untuk memperoleh kompensasi yang lebih besar

7.37. Berdasarkan Polis standar Asuransi Kebakaran Indonesia : (Mar 2010 No. 13)

a. Jelaskan ketentuan tentang fraudulent report


b. Uraikan 4 (empat) hal yang dapat menyebabkan hilangnya hak ganti rugi
c. 4 (empat) pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi

Jawaban:
a. ketentuan tentang fraudulent report
157
Tertanggung yang bertujuan memperoleh keuntungan dari jaminan Polis ini
, yang dengan sengaja :
1. Memperbesar jumlah kerugian yang diderita ;
2. Memberitahukan barang-barang yang tidak ada sebagai barang-
barang yang ada pada saat peristiwa dan menyatakan barang-
barang tersebut musnah
3. Menyembunyikan barang-barang yang terselamatkan atau barang-
barang sisanya dan menyatakan sebagai barang - barang yang
musnah
4. Mempergunakan surat atau alat bukti palsu , dusta atau tipuan
5. Melakukan atau menyuruh melakukan tindakan-tindakan yang
menimbulkan kerugian atau kerusakan yang dijamin Polis ini
6. Melakukan kesalahan atau kelalaian yang sangat melampaui batas
sehingga menimbulkan kerugian dan atau kerusakan yang dijamin
Polis ini ; tidak berhak memperoleh ganti rugi.

b. 4 (empat) hal yang dapat menyebabkan hilangnya hak ganti rugi


1. Tidak memenuhi kewajiban berdasarkan isi polis
2. Tidak mengajukan tuntutan ganti rugi dalam waktu 12 (dua belas)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

bulan sejak terjadinya kerugian atau kerusakan ;


3. Tidak mengajukan keberatan atau menempuh upaya penyelesaian
melalui arbitrase atau upaya hukum lainnya dalam waktu 6 (enam)
bulan sejak Penanggung memberitahukan secara tertulis bahwa
Tertanggung tidak berhak untuk mendapatkan ganti rugi.
4. Hak Tertanggung atas ganti rugi yang lebih besar dari yang disetujui
Penanggung akan hilang apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak
Penanggung memberitahukan secara tertulis, Tertanggung tidak
mengajukan keberatan atau menempuh upaya penyelesaian melalui
arbitrase atau upaya hukum lainnya.

c. 4 (empat) pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi:

1. Payment (of money) atau cash


 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara membayar
dengan sejumlah uang tunai.
 Kontrak asuransi adalah janji akan membayar sejumlah uang
bila terjadi kerugian.
 Cara pembayaran menurut pengalaman: dengan uang kontan,
dengan cheque, dengan giro bilyet
 Jika menyangkut pihak ketiga pembayaran seperti tersebut di
atas langsung kepada pihak ketiga
 Biasanya dilakukan untuk asuransi kebakaran, marine dan life
158

2. Repair
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara
memperbaiki obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
 Biasanya untuk asuransi kendaraan bermotor
 Penanggung dapat memberikan indemnity dengan cara ini,
biasanya dia menyediakan fasilitas bengkel atau bahkan
bengkel kepunyaan penanggung sendiri.
 Caranya tertanggung tinggal menarik mobil yang rusak ke
bengkel penanggung kemudian mengisi formulir, kendaraan
diperiksa oleh petugas bengkel dan pekerjaan perbaikan bisa
dimulai

3. Replacement
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara mengganti
barang obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
 Biasanya untuk asuransi glass insurance, perhiasan, mobil
baru
 Penanggung memanfaatkan discount dari perusahaan yang

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

dibelinya.
 Menyimpang dari prinsip indemnity, pada motor insurance
ada “new for old” tapi hanya sedikit sekali perbedaannya dan
penanggung sudah mendapat discount waktu pembelian

4. Reinstatement
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara membangun
kembali harta benda (obyek asuransi) yang mengalami
kerusakan.
 Artinya pemulihan kembali harta benda yang dipertanggungkan
kepada kondisi sesaat sebelum kerugian.
 Apabila terjadi total loss, indemnity dilakukan dengan cara
rebuilding, sedangkan apabila terjadi partial loss dilakukan
repair

7.38. Berkaitan dengan prinsip asuransi dalam penyelesaian klaim berdasarkan ketentuan
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia, jelaskan: (Sept 2015, No. 12)
a. 4 (empat) pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi
b. batas penetapan ganti rugi
c. ketentuan tentang laporan tidak benar 159

Jawaban:
a. 4 (empat) pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi
1. Payment (of money) atau cash
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara membayar
dengan sejumlah uang tunai.
 Kontrak asuransi adalah janji akan membayar sejumlah uang
bila terjadi kerugian.
 Cara pembayaran menurut pengalaman: dengan uang kontan,
dengan cheque, dengan giro bilyet
 Jika menyangkut pihak ketiga pembayaran seperti tersebut di
atas langsung kepada pihak ketiga
 Biasanya dilakukan untuk asuransi kebakaran, marine dan life

2. Repair
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara
memperbaiki obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
 Biasanya untuk asuransi kendaraan bermotor

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

 Penanggung dapat memberikan indemnity dengan cara ini,


biasanya dia menyediakan fasilitas bengkel atau bahkan
bengkel kepunyaan penanggung sendiri.
 Caranya tertanggung tinggal menarik mobil yang rusak ke
bengkel penanggung kemudian mengisi formulir, kendaraan
diperiksa oleh petugas bengkel dan pekerjaan perbaikan bisa
dimulai

3. Replacement
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara mengganti
barang obyek asuransi yang mengalami kerusakan.
 Biasanya untuk asuransi glass insurance, perhiasan, mobil
baru
 Penanggung memanfaatkan discount dari perusahaan yang
dibelinya.
 Menyimpang dari prinsip indemnity, pada motor insurance
ada “new for old” tapi hanya sedikit sekali perbedaannya dan
penanggung sudah mendapat discount waktu pembelian

4. Reinstatement
 Penanggung memberikan indemnitas dengan cara membangun
kembali harta benda (obyek asuransi) yang mengalami
160
kerusakan.
 Artinya pemulihan kembali harta benda yang dipertanggungkan
kepada kondisi sesaat sebelum kerugian.
 Apabila terjadi total loss, indemnity dilakukan dengan cara
rebuilding, sedangkan apabila terjadi partial loss dilakukan
repair

b. batas penetapan ganti rugi


1. Sum Insured :
 Maksimum batas penggantian kerugian
 Batas tanggung jawab penanggung

2. Average
 Average terjadi karena ada under-insurance
 Penanggung hanya menikmati premi penyelesaian claim sebagai
indemnity
 Tertanggung menerima kurang dari apa yang dideritanya tapi secara
implisit tertanggung mendanai sendiri karena under insurance or self-

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

insurance

3. Excess
 Adalah jumlah dari setiap claim yang merupakan faktor pengurang
dalam pembayaran klaim
 Biasanya diperjanjikan dalam polis sebagai kesepakatan jumlah
 Secara teori berarti tertanggung menahan sebagai risiko sendiri sendiri
yang konsekuensinya dia akan menerima penggantian kurang dari
indemnity

4. Franchise
Adalah sejumlah tertentu yang disepakati bersama antara penanggung dan
tertanggung di mana apabila kerugian kurang dari jumlah tersebut maka
klaim tidak dibayar. Tapi apabila jumlah mencapai jumlah minimum maka
klaim akan diganti seluruhnya.

5. Limit
Adalah batas jumlah maksimum penggantian wardingnya “In the event of
loss not more than Rp 500.000,- akan dibayar setiap kejadian loss”
Jadi Rp 500.000,- adalah maksimum limit penggantian apabila kerugiannya 161
Rp 700.000,- maka jumlah yang dibayar adalah tetap Rp 500.000,-

6. Deductible
Pada prinsipnya sama dengan excess namun biasanya untuk jumlah yang
cukup besar. Seperti dalam marine insurance, deductible 1% of SI, dalam
pabrik Rp 150 juta.

c. ketentuan tentang laporan tidak benar (fraudulent report)


Tertanggung yang bertujuan memperoleh keuntungan dari jaminan Polis ini
, yang dengan sengaja :
1. Memperbesar jumlah kerugian yang diderita ;
2. Memberitahukan barang-barang yang tidak ada sebagai barang-
barang yang ada pada saat peristiwa dan menyatakan barang-
barang tersebut musnah
3. Menyembunyikan barang-barang yang terselamatkan atau barang-
barang sisanya dan menyatakan sebagai barang - barang yang
musnah
4. Mempergunakan surat atau alat bukti palsu , dusta atau tipuan

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

5. Melakukan atau menyuruh melakukan tindakan-tindakan yang


menimbulkan kerugian atau kerusakan yang dijamin Polis ini
6. Melakukan kesalahan atau kelalaian yang sangat melampaui batas
sehingga menimbulkan kerugian dan atau kerusakan yang dijamin
Polis ini ; tidak berhak memperoleh ganti rugi.

7.39. Uraikan apa yang dimaksud dengan new for old

Jawaban:
 New for old berlaku dalam Household policy. Pada dasarnya asuradur setuju
untuk membayar kerusakan dengan barang yang baru sekalipun barang
tersebut telah dibeli beberapa tahun yang lalu tanpa dikurangi unsur wear
and tear.
 New for loss juga berlaku dalam Motor Car policy di mana kendaraan yang
masih dalam usia tertentu akan mendapatkan penggantian mobil baru
dengan merk dan spesifikasi yang sama jika terjadi total los.

7.40. Dalam kaitan dengan modifikasi terhadap prinsip indemnitas, uraikan


pengertian polis agreed value dan polis first loss (Sept 2012 No. 7).
162
Jawaban:
Agreed value
Pembayaran klaim sesuai dengan jumlah harga yang disepakati yang setara dengan
jumlah kerugian property pada waktu dan tempat kejadian.

First Loss Insurance


Misal, sebuah gudang berisi penuh barang-barang senilai Rp 1.000.000.000 dan
nampaknya tidak mungkin bahwa pencuri dapat mengambil seluruh isi gudang
tersebut. Tertanggung hanya menginginkan penutupan sebesar Rp 250 juta yang
menunjukkan maksimum first loss. Dalam hal demikian, penanggung akan
menerbitkan “first loss policy” dengan harga pertanggungan Rp 250 juta didasarkan
atas value at risk Rp 1.000.000.000 dan 80% atau 90% premi diperlukan dari nilai
penuh harga pertanggungan.

7.41. Berkaitan dengan subrograsi (subrogration) menurut Hukum Inggris, jelaskan: (Sept
2007 No. 12)
a. Definisi subrogasi
b. 3 (tiga) sumber timbulnya subrogasi)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

c. Penerapan prinsip subrogasi

Jawaban:
a. Definisi subrograsi
Subrogation is a right of one person, having indemnified another under a
legal obligation to do so, to stand in the place of that another and avail himself
of all rights and remedies of that other, whether already enforced or not.
Dalam kasus Burnand v. Rodonachi, prinsip subrogasi diketengahkan di
mana asuradur yang telah memberikan indemnity, berhak menerima kembali
dari tertanggung sesuatu yang diterima tertanggung dari sumber lain.
Hal yang mendasar adalah bahwa tertanggung berhak atas indemnity tapi
tidak boleh lebih dari itu. Subrogasi membolehkan asuradur menggantikan
kedudukan tertanggung dalam memperoleh keuntungan atas adanya
kejadian yang dijaminkan.

b. 3 (tiga) sumber timbulnya subrograsi


1. Tort
Kesalahan yang sifatnya perdata (civil wrong), yang merupakan
bagian dari common law Inggris, dan bukan merupakan tindakan
kriminal.
163
2. Contract
Salah satu bagian dari common law adalah kontrak. Dalam
hubungannya dengan subrogasi, ada kasus-kasus di mana:
- seseorang yang memiliki contractual right untuk kompensasi
atas kesalahan, dan
- dalam hukum kebiasaan dagang ada ketentuan bahwa bailees
tertentu bertanggung jawab, misalkan pemilik hotel

3. Statute
Dalam Riot Damage Act 1886 di mana seseorang menderita kerugian
/ kerusakan sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU tersebut
dan telah diberikan indemnity, maka asuradir mempunyai hak
subrogasi untuk memperoleh recovery dari pihak polisi.

Karena dalam Act tersebut dinyatakan bahwa asuradir harus


menyampaikan tuntutan subrogasinya kepada pihak kantor polisi
paling lama 14 hari sejak kejadian huru hara, maka pihak tertanggung
hanya diberikan batas waktu 7 hari untuk mengajukan indemnity atas
polis yang menutup huru hara tadi.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

Subject matter of insurance


Apabila terjadi total loss dan tertanggung telah menerima indemnity
sepenuhnya, tertanggung tidak lagi berhak atas salvage. Dengan demikian
jika asuradur menjual salvage, pada dasarnya ia telah melakukan hak
subrogasi dalam rangka mendukung prinsip indemnity.
Hak subrogasi yang timbul dari adanya subject matter of insurance ini tidak
berlaku dalam marine abandonment. Jika barang itu telah diabandon kepada
asuradir, maka asuradir berhak atas apa saja sisa barang, terlepas dari nilai
dan hak subrogasi.

c. Penerapan subrograsi dalam ex-gratia payments


Dalam hal asuradir memberikan pembayaran ex gratia asuradur tidak
berhak melakukan subrogasi dan tertanggung bisa memperoleh recovery
dari sumber lain. Hal ini disebabkan karena pembayaran ex gratia bukan
merupakan indemnity sedangkan hak subrogasi timbul untuk mendukung
konsep indemnity.

7.42. Uraikan pengertian klausul subrogation waiver (Mar 2013 No. 7)

Jawaban:
Isi klasulnya: In the event of a claim arising under this policy, the Insurers agree
164
to waive any rights, remedies or relief to which they might become entitled by
subrogation against any company standing in relation of subsidiary to or parent to
the insured as defined in section 102 of the company’s act 1997.
Tejemaannya: Dalam hal adanya klaim yang timbul di bawah polis ini, Penanggung
setuju untuk melepaskan segala hak, pemulihan atau keringanan yang mungkin
menjadi hak mereka melalui prinsip subrogasi yang berdiri atas perusahaan induk
dalam hubungannya dengan anak atau induk kepada tertanggung sebagaimana
didefinisikan dalam bagian 102 dalam the company’s act 1997.
Sesuai prinsip dasar asuransi, maka hak subrogasi baru bisa dipakai setelah
Penanggung melunasi kewajibannya kepada tertanggung, tetapi dengan klausul ini
penanggung tidak berhak menggunakan hak subrogasinya walaupun proses ganti
rugi telah selesai;

7.43. Berkaitan dengan prosedur penerbitan polis, uraikan pengertian klausul subrogation
waiver. (Sept 2015, No. 5)

Jawaban: lihat di atas

7.44. Hak subrograsi dalam perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 284 kitab undang

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

undang hukum Dagang (KUHD) (Sept 2009 No. 2)

Jawaban:
Penanggung telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh
semua hak yang sekiranya dimiliki tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan
dengan kerugian itu, dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan
yang mungkin merugikan hak penanggung, terhadap pihak ketiga itu.

7.45. Dalam kaitannya dengan ketentuan tentang klaim dalam polis asuransi, jelaskan
(Sept 2013, No. 12; Mar 2018, No. 13)
a. Pengertian contribution
b. Pengertian subrogation
c. Perbedaan antara excess, deductible, dan franchises

Jawaban:
a. Pengertian contribution
 Contribution is a right of an insurer to call upon others, similarly, but
neccesarily equally liable to the same insured, to share the cost of an
indemnity payment.
 Corollary of indemnity 165
Memfokuskan pada proporsi tanggung jawab penanggung yang bertanggung
jawab atas peril / subject matter of insurance yang sama, dalam hal terjadi
double insurance sehingga tertanggung tidak mendapatkan indemnity lebih
dari kerugian yang diderita.
 Hal yang pokok di sini adalah bila penanggung telah membayar ganti rugi
penuh, penanggung dapat menutup kerugiannya dari penanggung lain
dengan proporsi yang seimbang

b. Pengertian subrogation
 Subrogation is a right of one person, having indemnified another under
a legal obligation to do so, to stand in the place of that another and avail
himself of all rights and remedies of that other, whether already enforced
or not.
 Dalam kasus Burnand v. Rodonachi, prinsip subrogasi diketengahkan
di mana asuradur yang telah memberikan indemnity, berhak menerima
kembali dari tertanggung sesuatu yang diterima tertanggung dari sumber
lain.
 Hal yang mendasar adalah bahwa tertanggung berhak atas indemnity tapi
tidak boleh lebih dari itu. Subrogasi membolehkan asuradur menggantikan
kedudukan tertanggung dalam memperoleh keuntungan atas adanya
kejadian yang dijaminkan.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

c. Perbedaan antara excess, deductible, dan franchises


Excess:
 Adalah jumlah dari setiap claim yang merupakan faktor pengurang dalam
pembayaran klaim
 Biasanya diperjanjikan dalam polis sebagai kesepakatan jumlah
 Secara teori berarti tertanggung menahan sebagai risiko sendiri sendiri
yang konsekuensinya dia akan menerima penggantian kurang dari
indemnity

Deductible:
 Pada prinsipnya sama dengan excess namun biasanya untuk jumlah
yang cukup besar. Seperti dalam marine insurance, deductible 1% of SI,
dalam pabrik Rp 150 juta.

Franchises:
 Adalah sejumlah tertentu yang disepakati bersama antara penanggung
dan tertanggung di mana apabila kerugian kurang dari jumlah tersebut
maka klaim tidak dibayar. Tapi apabila jumlah mencapai jumlah minimum
maka klaim akan diganti seluruhnya.

7.46. Berkaitan dengan prinsip asuransi dalam penyelesaian klaim, jelaskan: (April 2015 166
No 13))
a. pengertian contribution .
b. pengertian subrogation .
c. perbedaan antara excess,deductibles dan franchises.

Jawaban: Lihat atas

7.47. Uraikan pengertian ex-gratia payment (Sept 2009 No. 8)

Jawaban:
Tertanggung tidak berhak untuk mengklaim suatu pembayaran apabila peristiwa
atau kejadian yang menyebabkan kerugian atau kerusakan pokok pertanggungan
tidak termasuk dalam scope jaminan polis. Namun demikian, untuk peristiwa atau
kejadian seperti itu, penanggung kadang-kadang tetap membayar sebagian atau
seluruh kerugian itu karena pertimbangan komersil demi nama baik penanggung;
pembayaran seperti ini disebut “ex gratia payment”.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

7.48. Berkaitan dengan prinsip kontribusi, Jelaskan : (Mar 2008 No. 13).
a. Definisi Contribution
b. Timbulnya kontribusi
c. Market agreement

Jawaban:
a. Definisi Contribution:
Contribution is a right of an insurer to call upon others, similarly, but neccesarily
equally liable to the same insured, to share the cost of an indemnity payment.

Corollary of indemnity
Memfokuskan pada proporsi tanggung jawab penanggung yang bertanggung
jawab atas peril / subject matter of insurance yang sama, dalam hal terjadi
double insurance sehingga tertanggung tidak mendapatkan indemnity lebih
dari kerugian yang diderita.
Hal yang pokok di sini adalah bila penanggung telah membayar ganti rugi
penuh, penanggung dapat menutup kerugiannya dari penanggung lain
dengan proporsi yang seimbang

b. Timbulnya kontribusi 167


Berdasarkan common law, kontribusi berlaku apabila terdapat hal-hal
sebagai berikut:
1. adanya dua atau lebih polis indemnity
1. polis-polis dimaksud menutup kepentingan bersama
(common interest)
Case North British & Mercantile v Liverpool & London & Globe
(1877) dikenal sebagai case “The King and Queen Granaries” .
Rodocanachi mendepositkan padi di lumbung yang dimiliki oleh
Barnett. Barnett mengasuransikannya. Pemilik mengasuransikannya
untuk melindungi interestnya sebagai pemilik.
Ketika terjadi kebakaran, penanggung penjamin/pengelola
membayar dan mencari recovery dari penanggung pemilik padi.
Karena interest berbeda, yang satu sebagai penjamin dan yang lain
sebagai pemilik, diputuskan bahwa kontribusi tidak berlaku.
Case tersebut membuktikan bahwa untuk kontribusi antara polis-
polis timbul di dalam hukum, interest in subject matter of insurance
harus sama.

2. polis-polis dimaksud menutup risiko bersama (common perils)


Risiko yang dijamin oleh masing-masing polis tidak harus identik

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

sepanjang common peril yang menyebabkan loss.


Case American Surety Co of New York v Wrightson (1910) asuransi
menjamin dishonesty of employees diputuskan berkontribusi
dengan asuransi yang menjamin dishonesty of employees dan
kebakaran dan burglary.
Dishonesty adalah common peril

3. polis-polis dimaksud menutup objek asuransi bersama (common


subject matter)
4. setiap polis harus membayar kerugian

a. Market agreements
Kadang kala oleh para penanggung di suatu negara (pasar) membuat
suatu perjanjian atau kesepakatan mengenai aturan / prinsip kontribusi.
Kesepakatan tersebut berisi modifikasi (perubahan) dari ketentuan kontribusi
berdasarkan kebiasaan dan bukan berdasarkan ketentuan hukum (legal
rule)

7.49. Sebutkan 3 (tiga) bentuk laporan tidak benar (fraudulent report) yang terdapat dalam
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (Mar 2011 No. 6).
168
Jawaban: lihat di atas

7.50. Berdasarkan Polis standar Asuransi Kebakaran Indonesia : (Sept 2011 No. 14)
a. 4 (empat) pilihan bagi penanggung dalam memberikan ganti rugi
b. Cara penetapan / perhitungan ganti rugi
c. ketentuan tentang fraudulent report

Jawaban: Lihat di atas

7.51. Dalam kaitan dengan penyelesaian perselisihan klaim, uraikan : (Mar 2007 No. 14)
a. perbedaan antara litigation dan arbitration (bobot 25%)
b. pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR) (bobot 20%)
c 3 (tiga) bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) (bobot 45%)

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban:
a Litigation
 Pengajuan tuntutan melalui pengadilan oleh Tertanggung atau Pemegang
Polis (Policyholder) atas klaim yang ditolak dibayar oleh Penanggung
atas perselisihan tentang dijamin atau tidaknya suatu klaim menurut
Polis, atau tentang timbul atau tidaknya kewajiban Penanggung untuk
membayar klaim.
 Tidak ada yang dapat menghalangi Tertanggung untuk mengajukan
tuntutan melalui pengadilan
 Tidak bersifat sukarela (voluntary)
 Jika sudah dimulai tidak ada pihak yang dapat menariknya tanpa
persetujuan pihak lawan

Arbitration
 Fasilitas penyelesaian perselisihan tentang jumlah yang harus dibayar
Penanggung atas suatu klaim yang sudah diakui tanggung jawabnya
oleh Penanggung
 Melibatkan penunjukan arbiter independen yang akan membuat suatu
keputusan yang bersifat final dan mengikat kedua pihak yang berselisih
 bersifat sukarela
 Kedua pihak mengambil jalan arbitrase atas dasar kesepakatan tanpa
paksaan
169
b Alternative Dispute Resolution (ADR)
 Suatu pihak luar atau pihak ketiga, yang benar-benar independen,
dilibatkan untuk membantu mencapai kesepakatan
 Sangat bersifat sukarela dalam kaitan tujuannya memfasilitasi suatu
kesepakatan yang dapat diterima bersama untuk mengakhiri perselisihan
 Tidak dapat memberlakukan suatu resolusi
kepada pihak-pihak yang berselisih
dapat mengajukan saran mereka sendiri untuk pemecahan masalah;
saran-saran yang Tidak mungkin diajukan pihak-pihak yang berselisih
tanpa merasa takut kehilangan muka

c 3 (tiga) bentuk ADR :


1. Mediation and conciliation
 Pihak ketiga memilih seorang mediator yang dibekali pernyataan
tertulis oleh kedua pihak
 Mereka mendiskusikan kasusnya secara mendalam dengan
masing-masing pihak dan menegaskan bahwa opini mereka
adalah murni berdasarkan tanpa-praduga
 Masing-masing pihak dapat meminta mediator tidak meneruskan
ke pihak lawan informasi yang dianggapnya rahasia

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

 Tujuan utama diskusi adalah untuk mengidentifikasi masalah


sebenarnya dari ketidaksepakatan dan kemudian menyempitkan
perselisihan itu sendiri
 Mediator akan menyarankan pemecahan yang konstruktif
 Umumnya proses mediasi dilakukan dalam waktu yang sama
dan pada tempat yang sama sehingga mediator dapat leluasa
berpindah dari satu pertemuan ke Pertemuan yang lain selama
para pihak belum secara formal mengadakan pertemuan
 Sangat penting bahwa pihak-pihak diwakili oleh orang-orang
yang mempunyai kuasa (authority) untuk membentuk suatu
kesepakatan pada hari itu

2. Mini-trial of structured settlement procedure


 Para pihak menunjuk seseorang yang netral untuk menjadi ketua
dalam “persidangan” yang terdiri dari seorang ketua dan wakil
senior dari masing-masing pihak
 Sangat penting bahwa para wakil tidak berkaitan langsung
dengan perselisihan tersebut tetapi juga mempunyai kuasa
untuk membentuk suatu kompromi saat dan jika mereka
menganggapnya sesuai
 Mereka bertindak sebagai panelis yang membaca semua detil
dari kasus yang disampaikan oleh kedua pihak
 Kemudian mereka bernegosiasi dengan masing-masing dan 170
arbiter independen untuk mencapai penyelesaian

3. Expert appraisal
 Para pihak merujukkan perselisihan kepada seorang ahli dalam
suatu bidang tertentu untuk mendapatkan opininya
 Meskipun opini tersebut tidak mengikat para pihak; namun dapat
mempengaruhi pendekatan dari para pihak menuju negosiasi
selanjutnya

7.52. Dalam kaitan dengan perselisihan antara tertanggung dan penanggung, jelaskan :
(Sept 2008 No. 14)
a. Perbedaan antara arbitratation dan litigation
b. Ketentuan arbritase menurut polis-polis standar Indonesia yang dikeluarkan
oleh AAUI.
c. Peran mediation and reconcillation sebagai salah satu metode alternative
Dispute Resolution

Jawaban:
a. Perbedaan antara arbitratation dan litigation

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

Jawaban : Lihat di atas

b. Ketentuan arbritase menurut polis-polis standar Indonesia yang dikeluarkan


oleh AAUI.
Pada umumnya polis asuransi standar Indonesia memuat klausula arbitrase
yang mengatur bahwa dalam hal terjadi perselisihan tentang klaim (claim
disputes), masalah itu akan diselesaikan melalui arbitrase.

Klausula arbitrase biasanya juga mengatakan bahwa putusan arbiter yang


ditunjuk untuk memeriksa perkara itu akan mengikat bagi kedua belah pihak
yang berperkara.

Polis-polis asuransi standar Inggris biasanya memuat klausula arbitrase yang


mengatur bahwa hanya perselisihan yang menyangkut soal jumlah klaim
saja yang diserahkan kepada arbitrase. Jadi perselisihan tentang klaim yang
diserahkan kepada arbitrase untuk diputuskan adalah perselisihan tentang
klaim yang liabilitynya telah diakui oleh penanggung dan hanya jumlah klaim
yang masih atau tidak diakui oleh penanggung.

Sebagian polis asuransi standar Indonesia emuat suatu klausula arbitrase
yang menyatakan bahwa bilamana terjadi perselisihan tentang klaim, baik
mengenai masalah apakah penanggung liable atau tidak maupun tentang
jumlah klaim, dapat diminta penyelesaiannya melalui arbitrase.
Klausula arbitrase dicantumkan dalam polis oleh penanggung dengan 171
alasan-alasan sebagai berikut:
- lebih cepat daripada penyelesaian melalui pengadilan
- putusan yang dihasilkan oleh arbiter didasarkan pada keahlian
(expert judgement) yang sesuai, keahlian mana yang kemungkinan
besar tidak dimiliki oleh hakim di pengadilan
- sidang arbitrase dilakukan secara tertutup sehingga penanggung
dapat terhindar dari publikasi yang jelek; sedangkan sidang
pengadilan dilakukan secara terbuka
- biaya arbitrase kemungkinan lebih rendah dibandingkan dengan
biaya berperkara di pengadilan

c. Peran mediation and reconcillation sebagai salah satu metode alternative


Dispute Resolution
Jawaban: lihat di atas

7.53. Uraikan perbedaan antara arbitrase dan litigation (Mar 2010 No. 8, Sept 2011 No. 7)

Jawaban: lihat di atas

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 7: General Features of Claim Procedure

7.54. Uraikan pengaturan penyelesaian sengketa melalui arbritase menurut polis-polis


standard AAUI. (Sept 2009 No. 14)

Jawaban:
Perselisihan diselesaikan melalui arbitrase dengan ketentuan:
1. Kedua belah pihak menunjuk 1 arbiter, maksud ini disampaikan secara tertulis
oleh yang bersangkutan ke pihak lainnya.
2. Bila tidak terlaksana dalam 15 hari, masing-masing menunjuk satu arbiter dan
kedua arbiter tersebut menunjuk arbiter ketiga
3. Bila tidak terlaksana dalam 60 hari, pihak yang lebih siap memohon kepada
DAI mengangkat 3 orang arbiter yang salah satunya menjadi Ketua Majelis
Arbitrase
4. Kematian salah satu pihak tidak membatalkan/mempengaruhi kekuasaan
arbiter. Bila arbiter meninggal, pihak yang menunjuk arbiter tersebut menunjuk
penggantinya.
5. Hak, kewajiban dan tanggung jawab serta tata cara perdagangan arbitrase
ditetapkan oleh para arbiter dan didasarkan kepada peraturan perundangan
yang berlaku

172
7.55. Jelaskan tentang arbitrase dalam Polis Standar Asuransi kebakaran Indonesia:
(Mar 2011 No. 12, Mar 2012 No. 14)

Jawaban:
 Apabila timbul perselisihan antara Penanggung dan Tertanggung sebagai
akibat dari penafsiran atas tanggung jawab atau besarnya ganti rugi dari Polis
ini, maka perselisihan tersebut akan diselesaikan melalui perdamaian atau
musyawarah dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak
timbulnya perselisihan.
 Perselisihan timbul sejak Tertanggung atau Penanggung menyatakan secara
tertulis ketidaksepakatan atas hal yang diperselisihkan. Apabila penyelesaian
perselisihan melalui perdamaian atau musyawarah tidak dapat dicapai,
Penanggung memberikan kebebasan kepada Tertanggung untuk memilih salah
satu dari klausul penyelesaian sengketa sebagaimana diatur di bawah ini, untuk
selanjutnya tidak dapat dicabut atau dibatalkan.
 Tertanggung wajib untuk memberitahukan pilihannya tersebut secara tertulis
kepada Penanggung dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tidak
tercapainya kesepakatan tersebut.
 Apabila Tertanggung tidak memberitahukan pilihannya dalam kurun waktu
tersebut, maka Penanggung berhak memilih salah satu klausul penyelesaian
sengketa dimaksud melalui arbritase atau pengadilan.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 7: General Features of Claim Procedure

KLAUSUL PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE


Dengan ini dinyatakan dan disepakati bahwa Tertanggung dan Penanggung akan
melakukan usaha penyelesaian sengketa melalui Arbitrase Ad Hoc sebagai berikut :
1. Majelis Arbitrase Ad Hoc terdiri dari 3 (tiga) orang Arbiter. Tertanggung dan
Penanggung masing-masing menunjuk seorang Arbiter dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender setelah diterimanya pemberitahuan, yang kemudian
kedua Arbiter tersebut memilih dan menunjuk Arbiter ketiga dalam waktu
14 (empat belas) hari kalender setelah Arbiter yang kedua ditunjuk. Arbiter
ketiga menjadi ketua Majelis Arbitrase Ad Hoc.
2. Dalam hal terjadi ketidaksepakatan dalam penunjukkan Arbiter ketiga,
Tertanggung dan atau Penanggung dapat mengajukan permohonan
kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya di mana termohon
bertempat tinggal untuk menunjuk para Arbiter dan atau ketua Arbiter.
3. Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama
180 (seratus delapan puluh) hari sejak Majelis Arbitrase Ad Hoc terbentuk.
Dengan persetujuan para pihak dan apabila dianggap perlu oleh Majelis
Arbitrase Ad Hoc, jangka waktu pemeriksaan sengketa dapat diperpanjang.
4. Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap
dan mengikat Tertanggung dan Penanggung. Dalam hal Tertanggung dan
atau Penanggung tidak melaksanakan putusan Arbitrase secara sukarela,
putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya di mana termohon bertempat tinggal atas permohonan
salah satu pihak yang bersengketa. 173
5. Untuk hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini berlaku ketentuan yang
diatur dalam undang-undang tentang arbitrase, yang untuk saat ini adalah
Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 1999 tanggal 12 Agustus
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 8: Supervision Of Insurance

BAB VIII: SUPERSVISION OF INSURANCE

8.1. Jelaskan 5 (lima) hal yang menjadi sasaran pengawasan Pemerintah terhadap
industri asuransi yang tujuannya untuk melindungi kepentingan masyarakat secara
umum. (sept 2006 no 11, mar 2008 no 14, mar 2009 no 14, mar 2010 no 14)

Jawaban:
1. Menjaga solvency
- Berkaitan dengan pendapatan premi
- Ditetapkan suatu rasio antara margin dan jumlah bisnis yang diaksep
- untuk mencegah orang-orang yang bertujuan penipuan (fraudulent)
dari menyediakan asuransi; dan bertindak sebagai pengawasan
berkesinambungan atas pihak-pihak yang telah melakukan transaksi
bisnis asuransi
2. Equity
- Juga diartikan morality, fairness atau reasonableness
- Mengimplikasikan fakta bahwa unsur fairness harus ada di antara
penanggung dan pemegang polis
- Kontrak asuransi cukup kompleks sehingga diperlukan alat kontrol 174
untuk melindungi pemegang polis
3 Competence
- Tidak ada barang nyata (tangible) yang diperjualbelikan dalam
kontrak asuransi; melainkan suatu janji untuk menyediakan indemity;
suatu kompensasi yang tepat / pasti
- Perlu dipastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis janji
tersebut adalah orang-orang yang kompeten dan dapat memenuhi
janjinya saat dibutuhkan
- Peraturan perundangan diperlukan dalam manajemen dari bisnis
asuransi dan investasi
4. Insurable Interest
- Perlu untuk menerbitkan peraturan perundangan untuk
menghilangkan unsur perjudian (gambling)
- Tidak dapat diterima jika seseorang akan mendapatkan keuntungan
dengan membeli polis asuransi dimana dia tidak mempunyai
kepentingan finansial dalam kerugian potensial melainkan
keuntungan yang akan diperolehnya jika kerugian tersebut terjadi
5 Penyediaan bentuk asuransi tertentu
- asuransi wajib, seperti asuransi jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek) di Indonesia, juga dapat diberlakukan sebagai intervensi
Pemerintah
- intervensi tidak dilakukan dengan bentuk Pemerintah yang

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Bab 8: Supervision Of Insurance

menyediakan secara langsung jaminan, tetapi mengatur bentuk


jaminan yang akan diberikan
6. National Insurance
- jaminan diberikan sepenuhnya oleh suatu Pemerintah
contoh : unemplyoment, sickness and widow’s benefits di Inggris
- Pemerintah menanggung risiko tersebut secara langsung di bawah
skema national insurance

8.2. Jelaskan 5 (lima) aspek yang menjadi objek pengawasan pemerintah terhadap
industri Asuransi untuk melindungi kepentingan masyarakat secara umum (Mar
2011 No. 13)

Jawaban: lihat di atas

8.3. Uraikan pengertian solvency margin. (Mar 2006 No. 6, Mar 2009 No. 7, sept 2011
No. 8)

Jawaban:
- Suatu jumlah dimana kekayaan (asset) harus melebihi kewajiban (liabilities)
175
- Setiap perusahaan harus menjaga suatu selisih minimum antara kekayaan
yang dimilikinya dan jumlah yang harus dibayarnya sebagai kewajiban
- Memperkecil risiko suatu perusahaanð asuransi dari tidak mempunyai
dana yang cukup untuk membayar klaim saat ini dan yang akan datang

8.4. Uraikan 3(tiga) alasan Pemerintah menetapkan asuransi wajib (Mar 2010 No. 3)

Jawaban:
1. Mewajibkan masyarakat untuk melakukan asuransi tertentu dengan maskud
dan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat.

Contoh yang tergolong sebagai program asuransi sosial berdasarkan


Undang-undang No 2/1992 adalah:
 Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU No 33 Tahun
1964)
 Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU No 34 Tahun 1964)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Bab 8: Supervision Of Insurance

 Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No 3 Tahun 1992)

2. Program asuransi untuk pegawai negeri sipil dan ABRI, yaitu meliputi
asuransi tabungan hari tua (THT) dan asuransi kesehatan (askes)

3. Diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang dan


hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk
khusus untuk itu

8.5. Insurance Companies Act 1982 banyak mengatur mengenai pengawasan


pemerintah terhadap perusahaan asuransi. Uraikan secara garis besar, peraturan-
peraturan yang terkait:

Jawaban:
1 Restriction on carrying on Insurance Business
Peraturan ini mengatur mengenai hal-hal yang harus dipenuhi jika ingin
menjalankan suatu Class of Business

2. Regulation of Insurance Companies


176
Peraturan ini mengatur hal-hal mengenai keuangan, seperti annual accounts,
aktuaris, dll.

3. Conduct of Insurance Business


Mengatur mengenai hal-hal yang sifatnya lebih ke operasional, seperti
advertisement, pemberitahuan cooling off pada asuransi jiwa, dll.

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Soal LSPP AAMAI, Maret 2019

SOAL LSPP AAMAI K.651210.101.01


MENERAPKAN PENGELOLAAN PRAKTIK
ASURANSI PADA PENYELENGGARAAN USAHA
ASURANSI
Maret 2019
BAGIAN I
Jawab seluruhnya DELAPAN pertanyaan pada bagian ini. Seluruh pertanyaan
memllikl bobot yang sama (equal marks).
Dianjurkan menggunakan waktu maksimum 45 menit untuk mengerjakan Bagian I.

1. Berkaitan dengan konsep risiko, uraiakan 3 (tiga) konteks penggunaan


terminology risiko dalam penutupan asuransi. (Jawaban di halaman 4)

2. Uraikan hubungan antara frequency dan severity terhadap tingkat risiko


dalam kaitan dengan proses akseptasi asuransi oleh penanggung. (Jawaban
di halaman 8)

3. Berkaitan dengan prinsip dasar asuransi, uraiakan pengertian uberrimae


fides (Jawaban di halaman 84) 177

4. Berkaitan dengan prosedur underwriting, sebutkan 5 (lima) hal pokok yang


dinyatakan dalam cover notes (Jawaban di halaman 96)

5. Berkaitan dengan prosedur underwriting, uraiakan penerapan prinsip offer


and acceptance dalam penerbitan quotation (Jawaban di halaman 80)

6. Berkaitan dengan proses underwriting, uraiakan 3 (tiga) tingkatan dalam


piramida informasi yang berkorelasi dengan tingkatan pengambilan keputusan
pada perusahaan asuransi. (Jawaban di halaman 69)

7. Berkaitan dengan loss ratio, uraikan fungsi IBNR dalam perhitungan loss
ratio (Jawaban di halaman 110)

8. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi asuransi,


uraiakan pengertian combined operating ratio (Jawaban di halaman 110)

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


Soal LSPP AAMAI, Maret 2019

BAGIAN II
Jawab EMPAT dari ENAM pertanyaan pada bagian ini. Apabila dijawab lebih
dari 4 (empat) soal, maka yang akan dlnilai hanyalah jawaban dengan urutan
pengerjaan 1(satu) sampal 4 (empat) tanpa memperhatikan nomor urut soal.
Seluruh pertanyaan memiliki bobot yang sama (equal marks)

9. Berkaitan dengan konsep risiko, jelaskan 6 (enam) karakteristik


risiko yang harus dipenuhi agar suatu objek atau kepentingan dapat
diasuransikan (Jawaban di halaman 38)

10. Berkaitan dengan konsep asuransi, jelaskan: (Jawaban di halaman


48)
a. 3 (tiga) manfaat asuransi bagi masyarakat secara umum
b. 2 (dua) cara penanggung berbagi risiko dengan pihak lain
c. pengertian self insurance

11. Berkaitan dengan UU no. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian: 178


(Jawaban di halaman 33)
a. Sebutkan 7 (tujuh) jenis perusahaan asuransi
b. Uraiakan perbedaan peran antara pialang asuransi dengan agen
asuransi
c. Uraikan perbedaan antara pemegang polis dengan tertanggung
d. Uraiakan ruang lingkup usaha peasuransian asuransi umum

12. Berikut adalah data kinerja underwriting dari Polis A dan Polis B:
(Jawaban di halaman 133)

Data Polis

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
Soal LSPP AAMAI, Maret 2019

Data Klaim

Berkaitan dengan konsep pemantauan kinerja underwriting, hitung


loss ratio dari kumpulan data kedua polis di atas berdasarkan:
a. policy year
b. underwriting year
c. accounting year dengan periode 1 Januari – 31 Desember

13. Berkaitan dengan prosedur underwriting dan sesuai dengan POJK


No. 23 tahun 2015 tentang Produk Asuransi, uraiakan: (Jawaban di
halaman 62)
a. pengertian produk asuransi pada perusahaan asuransi umum
b. 2 (dua) elemen dasar yang harus dimiliki produk asuransi
c. 3 (tiga) ketentuan yang harus dipenuhi produk asuransi bersama 179

14. Berkaitan dengan prinsip underwriting dalam penetapan premi


asuransi, uraikan: (Jawaban di halaman 108)
a. pengertian premi murni
b. 6 (enam) aspek yang mempengaruhi perhitungan premi murni
c. 3 (tiga) kelompok biaya variable dalam perusahaan asuransi

disusun oleh: Afrianto Budi Purnomo, SS MM - www.AkademiAsuransi.org


LAMPIRAN-LAMPIRAN
• POJK No. 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI
DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI
180
• Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014 TENTANG
PERASURANSIAN

• Penjelasan Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014 TENTANG

PERASURANSIAN

Soal-Jawab Ujian LSPP - AAMAI - 101 - Praktek Asuransi, 2006 s.d. Maret 2019
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN


NOMOR 23 /POJK.05/2015
TENTANG
PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa produk asuransi dan pemasaran produk asuransi


yang semakin beragam dan kompleks dapat
meningkatkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi maupun pemegang polis, tertanggung, atau
peserta;
b. bahwa penerapan tata kelola yang baik (good corporate
governance), manajemen risiko yang memadai, dan
praktik asuransi yang sehat pada perusahaan asuransi
serta pemberdayaan pemegang polis, tertanggung, atau
peserta perlu ditingkatkan sehingga risiko terkait produk
asuransi dan pemasaran produk asuransi dapat dikelola
dengan baik;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan akses masyarakat
berpenghasilan rendah terhadap produk asuransi
diperlukan pengaturan dan pengawasan yang dapat
mendukung perkembangan asuransi mikro;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c dipandang
perlu untuk menetapkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi;
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas


Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5253);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5618);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG
PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud
dengan:
1. Produk Asuransi adalah:
a. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1
(satu) jenis atau lebih risiko yang dapat
diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti dengan memberikan penggantian kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita pemegang polis,
tertanggung, atau peserta, atau pemberian jaminan
pemenuhan kewajiban pihak yang dijamin kepada
pihak yang lain apabila pihak yang dijamin tersebut
tidak dapat memenuhi kewajibannya;
b. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1
(satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan
meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan,
hidup dan meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa;
-3-

c. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1


(satu) jenis atau lebih risiko yang terkait dengan
keadaan kesehatan fisik seseorang atau
menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang
dipertanggungkan; dan/atau
d. program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1
(satu) jenis atau lebih risiko dengan memberikan
penggantian atau pembayaran kepada pemegang
polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang
berhak dalam hal terjadi kecelakaan.
2. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang
selanjutnya disebut PAYDI adalah Produk Asuransi yang
paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko
kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada
hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus
dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan
dalam bentuk unit maupun bukan unit.
3. Produk Asuransi Bersama adalah Produk Asuransi yang
dirancang untuk dipasarkan dan ditanggung atau
dikelola risikonya oleh 2 (dua) atau lebih perusahaan
asuransi.
4. Produk Asuransi Standar adalah Produk Asuransi yang
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
5. Produk Asuransi Mikro adalah Produk Asuransi yang
didesain untuk memberikan perlindungan atas risiko
keuangan yang dihadapi masyarakat berpenghasilan
rendah.
6. Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian
asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian
asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat
perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan
pemegang polis.
-4-

7. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh


perusahaan asuransi dan disetujui oleh pemegang polis
untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi atau
sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mendasari program
asuransi wajib untuk memperoleh manfaat.
8. Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh
perusahaan asuransi syariah dan disetujui oleh
pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian
asuransi syariah untuk memperoleh manfaat dari dana
tabarru’ dan/atau dana investasi peserta dan untuk
membayar biaya pengelolaan atau sejumlah uang yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk
memperoleh manfaat.
9. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan
perusahaan asuransi syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
10. Perusahaan Asuransi Umum adalah Perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi umum dan/atau
usaha asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
11. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah Perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa dan/atau usaha
asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
12. Aktuaris Perusahaan adalah aktuaris yang ditunjuk dan
merupakan karyawan Perusahaan.
13. Bancassurance adalah aktivitas kerja sama antara
Perusahaan dengan bank dalam rangka memasarkan
Produk Asuransi melalui bank.
14. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
-5-

dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang


Otoritas Jasa Keuangan.

BAB II
PRODUK ASURANSI

Bagian Kesatu
Jenis dan Kriteria Produk Asuransi

Pasal 2
Setiap Produk Asuransi harus memberikan perlindungan dari
paling sedikit 1 (satu) jenis risiko yang dapat diasuransikan.

Pasal 3
Produk Asuransi harus memiliki:
a. Premi atau Kontribusi yang sesuai dengan manfaat yang
dijanjikan, yang ditetapkan pada tingkat yang
mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan
secara diskriminatif; dan
b. Polis Asuransi yang tidak mengandung kata, frasa, atau
kalimat yang dapat:
1. menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai
risiko yang ditutup, kewajiban Perusahaan, dan
kewajiban pemegang polis, tertanggung, atau
peserta; dan/atau
2. mempersulit pemegang polis, tertanggung, atau
peserta mengurus haknya.

Pasal 4
(1) PAYDI harus memenuhi kriteria:
a. memiliki proporsi perlindungan terhadap risiko
kematian dan manfaat yang dikaitkan dengan
investasi;
b. memiliki masa pertanggungan tertentu; dan
c. memiliki strategi investasi yang spesifik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai PAYDI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Surat Edaran OJK.
-6-

Pasal 5
(1) Produk Asuransi Bersama dirancang untuk dipasarkan
dan ditanggung atau dikelola risikonya melalui
mekanisme kerja sama antara:
a. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan
Asuransi Umum lainnya;
b. Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi
Jiwa lainnya; atau
c. Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan
Asuransi Jiwa.
(2) Pembagian risiko antara Perusahaan Asuransi Umum
dan Perusahaan Asuransi Jiwa dalam Produk Asuransi
Bersama harus sesuai dengan ruang lingkup usaha
Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi
Jiwa.
(3) Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak termasuk pertanggungan bersama yang
dilakukan oleh 2 (dua) atau lebih Perusahaan yang
sejenis dalam rangka penyebaran risiko untuk satu objek
pertanggungan yang bersifat kasus per kasus.

Pasal 6
(1) Produk Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) harus dituangkan dalam suatu perjanjian
tertulis.
(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a. susunan keanggotaan, termasuk Perusahaan yang
menjadi ketua (leader) yang akan mengkoordinir
kegiatan pemasaran Produk Asuransi Bersama
dimaksud;
b. tugas ketua;
c. pembagian risiko untuk masing-masing Perusahaan
yang tergabung dalam pemasaran Produk Asuransi
Bersama sesuai dengan ruang lingkup usaha
masing-masing Perusahaan;
-7-

d. tata cara pembayaran Premi atau Kontribusi oleh


pemegang polis;
e. prosedur underwriting, prosedur penerimaan, dan
penerusan Premi atau Kontribusi, serta prosedur
penyelesaian dan pembayaran klaim; dan
f. prosedur penyelesaian perselisihan antara
Perusahaan yang tergabung dalam pemasaran
Produk Asuransi Bersama.

Pasal 7
Produk Asuransi Standar harus memenuhi kriteria yaitu
memiliki Polis Asuransi yang sama dengan polis standar
asuransi yang dibuat oleh asosiasi industri asuransi.

Pasal 8
(1) Produk Asuransi Mikro harus memiliki karakteristik:
a. sederhana;
b. mudah;
c. ekonomis; dan
d. segera.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Produk Asuransi Mikro
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Surat Edaran OJK.

Pasal 9
(1) Produk Asuransi yang dapat dipasarkan oleh Perusahaan
Asuransi Umum adalah Produk Asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, huruf c, dan
huruf d.
(2) Produk Asuransi yang dapat dipasarkan oleh Perusahaan
Asuransi Jiwa adalah Produk Asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, huruf c, huruf
d, dan angka 2.
(3) Produk Asuransi Mikro yang dapat dipasarkan oleh
Perusahaan Asuransi Jiwa adalah Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali anuitas
asuransi jiwa dan PAYDI.
-8-

(4) Produk Asuransi yang dapat dipasarkan oleh Perusahaan


Asuransi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dapat diperluas dengan
mengikuti perluasan ruang lingkup usaha asuransi.

Pasal 10
(1) Perusahaan harus memberi nama untuk setiap Produk
Asuransi yang dipasarkan.
(2) Nama Produk Asuransi yang dipasarkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. menggunakan kata asuransi atau kata lain yang
semakna;
b. tidak menimbulkan tafsiran bahwa produk tersebut
bukan Produk Asuransi; dan
c. sesuai dengan nama Produk Asuransi pada saat
dilaporkan ke OJK.
(3) Nama dari Produk Asuransi Mikro harus menggunakan
frasa “asuransi mikro” atau frasa lain yang semakna.

Bagian Kedua
Polis Asuransi

Pasal 11
Polis Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
harus memuat ketentuan paling sedikit mengenai:
a. saat berlakunya pertanggungan;
b. uraian manfaat yang diperjanjikan;
c. cara pembayaran Premi atau Kontribusi;
d. tenggang waktu (grace period) pembayaran Premi atau
Kontribusi;
e. kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata
uang asing apabila pembayaran Premi atau Kontribusi
dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah;
f. waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran
Premi atau Kontribusi;
-9-

g. kebijakan Perusahaan yang ditetapkan apabila


pembayaran Premi atau Kontribusi dilakukan melewati
tenggang waktu yang disepakati;
h. periode pada saat Perusahaan tidak dapat meninjau
ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period)
pada Produk Asuransi jangka panjang;
i. tabel nilai tunai, bagi Produk Asuransi yang dipasarkan
oleh Perusahaan Asuransi Jiwa yang mengandung nilai
tunai;
j. perhitungan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis,
bagi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan
Asuransi Jiwa yang menjanjikan dividen Polis Asuransi
atau yang sejenis;
k. klausula penghentian pertanggungan, baik dari
Perusahaan maupun dari pemegang polis, tertanggung,
atau peserta, termasuk syarat dan penyebabnya;
l. syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti
pendukung yang relevan dan diperlukan dalam
pengajuan klaim;
m. tata cara penyelesaian dan pembayaran klaim;
n. klausula penyelesaian perselisihan yang antara lain
memuat mekanisme penyelesaian di dalam pengadilan
maupun di luar pengadilan dan pemilihan tempat
kedudukan penyelesaian perselisihan; dan
o. bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa
atau beda pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak
dalam 2 (dua) bahasa atau lebih.

Pasal 12
Polis Asuransi untuk Produk Asuransi dengan prinsip syariah,
selain harus memuat ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, juga harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a. jenis akad yang digunakan;
b. hak, kewajiban, dan wewenang masing-masing pihak
berdasarkan akad yang disepakati;
c. besar Kontribusi yang dialokasikan ke dalam dana
tabarru’, ujrah, dan dana investasi;
- 10 -

d. besar, waktu, dan cara pembayaran bagi hasil investasi


dalam hal Produk Asuransi menggunakan akad
mudharabah atau mudharabah musytarakah;
e. alokasi penggunaan surplus underwriting untuk dana
tabarru’, dana peserta, dan/atau dana Perusahaan; dan
f. pemberian qardh oleh Perusahaan dalam hal dana
tabarru’ tidak cukup untuk membayar manfaat asuransi.

Pasal 13
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku
juga bagi Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Mikro,
kecuali huruf e, huruf i, huruf j, dan huruf n.

Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
12 berlaku juga bagi Polis Asuransi untuk Produk Asuransi
Mikro dengan prinsip syariah, kecuali Pasal 11 huruf e, huruf
i, huruf j, huruf n, dan Pasal 12 huruf b.

Pasal 15
(1) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 12, Polis Asuransi untuk Produk Asuransi
Bersama harus memuat bagian risiko yang akan
ditanggung oleh masing-masing Perusahaan yang
tergabung dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama.
(2) Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama
diterbitkan oleh Perusahaan yang ditunjuk menjadi ketua
dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama.
(3) Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama harus
ditandatangani oleh:
a. seluruh Perusahaan yang tergabung dalam
pemasaran Produk Asuransi Bersama; atau
b. Perusahaan yang menjadi ketua dalam pemasaran
Produk Asuransi Bersama.
(4) Dalam hal Polis Asuransi untuk Produk Asuransi
Bersama ditandatangani hanya oleh Perusahaan yang
menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi
- 11 -

Bersama, perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 ayat (1) dan Polis Asuransi untuk Produk
Asuransi Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memuat ketentuan bahwa Perusahaan yang
tergabung dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama
terikat sesuai porsi risiko masing-masing.

Pasal 16
(1) Ketentuan mengenai kurs yang digunakan untuk Polis
Asuransi dengan mata uang asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf e, harus berupa kurs
ekuivalen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada saat
pembayaran.
(2) Kurs ekuivalen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menghasilkan sejumlah mata uang asing yang
seharusnya diterima oleh penerima pembayaran tersebut
jika pembayaran dilakukan dengan mata uang asing
dimaksud.

Pasal 17
Perusahaan dilarang mencantumkan suatu ketentuan di
dalam Polis Asuransi yang dapat ditafsirkan:
a. bahwa pemegang polis, tertanggung, atau peserta tidak
dapat melakukan upaya hukum sehingga pemegang
polis, tertanggung, atau peserta harus menerima
penolakan pembayaran klaim; dan/atau
b. sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam
hal terjadi perselisihan mengenai ketentuan Polis
Asuransi.

Pasal 18
(1) Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai
penyelesaian perselisihan harus memuat penyelesaian
sengketa yaitu di luar pengadilan dan melalui pengadilan.
(2) Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai
penyelesaian perselisihan atas perjanjian asuransi yang
dilakukan di luar pengadilan, harus memberikan pilihan
- 12 -

alternatif penyelesaian sengketa yaitu melalui lembaga


alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai lembaga alternatif penyelesaian sengketa di
sektor jasa keuangan.
(3) Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai
penyelesaian perselisihan atas perjanjian asuransi yang
dilakukan melalui pengadilan, tidak boleh membatasi
pemilihan pengadilan hanya pada pengadilan negeri di
tempat kedudukan Perusahaan.

Pasal 19
(1) Polis Asuransi harus ditulis dengan jelas sehingga dapat
dibaca dengan mudah dan dimengerti oleh pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.
(2) Dalam hal Polis Asuransi terdapat perumusan yang dapat
ditafsirkan sebagai:
a. pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang
ditutup berdasarkan Polis Asuransi yang
bersangkutan; dan/atau
b. pengurangan, pembatasan, atau pembebasan
kewajiban Perusahaan,
bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak
dengan huruf tebal atau miring sehingga dapat dengan
mudah diketahui adanya pengecualian atau pembatasan
penyebab risiko atau adanya pengurangan, pembatasan,
atau pembebasan kewajiban Perusahaan.

Pasal 20
(1) Setiap Polis Asuransi yang diterbitkan dan dipasarkan di
wilayah hukum Indonesia harus dibuat dalam bahasa
Indonesia.
(2) Dalam hal diperlukan, Polis Asuransi dapat diterbitkan
dalam bahasa asing atau bahasa daerah berdampingan
dengan bahasa Indonesia.
- 13 -

Pasal 21
(1) Polis Asuransi diterbitkan dalam bentuk hardcopy atau
digital/elektronik.
(2) Dalam hal Polis Asuransi diterbitkan dalam bentuk
digital/elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan harus memperoleh persetujuan pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.

Pasal 22
Dalam pemasaran Produk Asuransi kumpulan, Perusahaan
wajib:
a. menerbitkan Polis Asuransi induk yang mencantumkan
nama tertanggung atau peserta asuransi dan masa
pertanggungan dari masing-masing tertanggung atau
peserta asuransi; dan
b. menerbitkan bukti kepesertaan bagi masing-masing
tertanggung/peserta asuransi.

Pasal 23
(1) Setiap polis standar asuransi yang dibuat oleh asosiasi
industri asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
harus dilaporkan oleh ketua asosiasi industri asuransi
kepada OJK untuk memperoleh surat persetujuan.
(2) Polis standar asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi ketentuan mengenai Polis Asuransi
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK ini.

Pasal 24
Dalam setiap penutupan asuransi, Polis Asuransi harus
sesuai spesimen Polis Asuransi yang dilaporkan oleh
Perusahaan atau polis standar asuransi yang dilaporkan oleh
ketua asosiasi industri asuransi kepada OJK.

Pasal 25
Dalam hal OJK menilai bahwa dalam ketentuan Polis
Asuransi atau polis standar asuransi terdapat hal-hal yang
dapat merugikan pemegang polis, tertanggung, atau peserta,
- 14 -

atau Perusahaan, OJK dapat meminta Perusahaan atau ketua


asosiasi industri asuransi untuk mengubah ketentuan Polis
Asuransi atau polis standar asuransi dimaksud sesuai dengan
rekomendasi OJK.

Bagian Ketiga
Premi atau Kontribusi

Pasal 26
(1) Perhitungan Premi atau Kontribusi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a harus didasarkan pada
asumsi yang wajar dan praktik asuransi yang berlaku
umum.
(2) Penetapan Premi atau Kontribusi Produk Asuransi yang
dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum harus
dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit
sebagai berikut:
a. Premi atau Kontribusi murni yang dihitung
berdasarkan profil kerugian (risk and loss profile)
jenis asuransi yang bersangkutan untuk paling
kurang 5 (lima) tahun terakhir; dan
b. biaya akuisisi, biaya administrasi, dan biaya umum
lainnya.
(3) Penetapan Premi atau Kontribusi Produk Asuransi yang
dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa harus
dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit
sebagai berikut:
a. Premi atau Kontribusi murni yang dihitung
berdasarkan profil risiko, tingkat bunga, tabel
mortalita, atau tabel morbidita;
b. perkiraan hasil investasi dari Premi atau Kontribusi;
dan
c. biaya akuisisi, biaya administrasi, dan biaya umum
lainnya.
- 15 -

Pasal 27
(1) Penghentian pertanggungan, baik atas kehendak
Perusahaan maupun pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, harus dilakukan dengan pemberitahuan secara
tertulis.
(2) Dalam hal terjadi penghentian pertanggungan pada
Produk Asuransi yang tidak memiliki unsur tabungan
dan/atau investasi, maka besar pengembalian Premi atau
Kontribusi paling sedikit sebesar jumlah yang dihitung
secara proporsional berdasarkan sisa jangka waktu
pertanggungan, setelah dikurangi bagian Premi atau
Kontribusi yang telah dibayarkan kepada perusahaan
pialang asuransi, agen asuransi, dan/atau tenaga
pemasar.
(3) Dalam hal terjadi penghentian pertanggungan pada
Produk Asuransi yang memiliki unsur tabungan
dan/atau investasi, Perusahaan harus membayar paling
sedikit sejumlah:
a. nilai tunai atau cadangan akumulasi dana bagi
Produk Asuransi selain Produk Asuransi dengan
prinsip syariah; atau
b. akumulasi dana investasi peserta bagi Produk
Asuransi dengan prinsip syariah,
pada saat penghentian tersebut.

BAB III
PERSETUJUAN DAN PENCATATAN
PRODUK ASURANSI

Bagian Kesatu
Kewajiban Pelaporan

Pasal 28
(1) Setiap Produk Asuransi baru yang akan dipasarkan wajib
dilaporkan kepada OJK untuk memperoleh surat
persetujuan atau surat pencatatan.
- 16 -

(2) Kriteria Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Produk Asuransi yang belum pernah dipasarkan
oleh Perusahaan yang bersangkutan; atau
b. Produk Asuransi tersebut merupakan perubahan
atas Produk Asuransi yang sudah dipasarkan, yang
perubahannya meliputi:
1. risiko yang ditanggung termasuk pengecualian
atau pembatasan penyebab risiko yang
ditanggung;
2. rumusan Premi atau Kontribusi;
3. perubahan kategori risiko;
4. asumsi yang terkait dengan pembentukan
rumusan Premi atau Kontribusi; dan/atau
5. metode perhitungan nilai tunai.
(3) Produk Asuransi baru yang akan dilaporkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tercantum
dalam rencana bisnis Perusahaan.

Pasal 29
(1) Pelaporan Produk Asuransi baru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) dilakukan oleh direksi
Perusahaan atau yang setara.
(2) Dalam hal Produk Asuransi baru yang dilaporkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
merupakan Produk Asuransi Bersama, pelaporan
dilakukan oleh direksi atau yang setara dari
Perusahaan yang ditunjuk menjadi ketua dalam
pemasaran Produk Asuransi Bersama.

Pasal 30
(1) Perusahaan yang akan melaporkan Produk Asuransi
baru harus:
a. memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan;
dan
b. tidak sedang dikenai sanksi administratif.
- 17 -

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


berlaku dalam hal pelaporan Produk Asuransi baru
dimaksud merupakan:
a. pengganti atau perbaikan atas Produk Asuransi yang
telah dipasarkan dan merupakan bagian dari
rencana penyehatan Perusahaan yang telah disetujui
oleh OJK; atau
b. salah satu upaya untuk dapat dicabutnya sanksi
administratif yang dikenakan karena Perusahaan
belum melaporkan Produk Asuransi yang sudah
dipasarkan.
(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bagi Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi
kredit dan/atau suretyship harus memenuhi
persyaratan/kriteria lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai persyaratan/kriteria
usaha asuransi kredit dan/atau suretyship.

Bagian Kedua
Persetujuan Produk Asuransi

Pasal 31
Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk
memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) adalah Produk Asuransi baru selain Produk
Asuransi Standar.

Pasal 32
(1) Pelaporan Produk Asuransi baru untuk memperoleh
surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31, harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan Produk Asuransi baru;
b. proyeksi pendapatan Premi atau Kontribusi dan
pengeluaran yang dikaitkan dengan pemasaran
Produk Asuransi baru untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun;
c. deskripsi Produk Asuransi baru;
- 18 -

d. spesimen Polis Asuransi; dan


e. surat pernyataan dewan pengawas syariah, khusus
untuk Produk Asuransi dengan prinsip syariah.
(2) Surat pernyataan dewan pengawas syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e harus menyatakan
kesesuaian Produk Asuransi yang dilaporkan dengan
prinsip syariah yang paling sedikit mencakup hal sebagai
berikut:
a. Polis Asuransi;
b. deskripsi Produk Asuransi;
c. brosur atau media pemasaran;
d. kebijakan dan prosedur pengelolaan kekayaan; dan
e. kebijakan akuntansi terkait dengan produk yang
akan dipasarkan.

Pasal 33
Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32, dalam hal pelaporan Produk Asuransi Bersama
merupakan pelaporan:
a. Produk Asuransi baru yang belum pernah dipasarkan
oleh Perusahaan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a, harus
dilengkapi dengan dokumen perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
b. Produk Asuransi baru yang merupakan perubahan atas
Produk Asuransi yang sudah dipasarkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b, harus
dilengkapi dengan surat persetujuan atau surat
pencatatan Produk Asuransi Bersama dimaksud.

Pasal 34
(1) Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32, untuk pelaporan Produk Asuransi kredit
dan/atau suretyship harus dilengkapi dengan dokumen
lain.
(2) Ketentuan mengenai dokumen lain untuk pelaporan
Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship diatur dalam
- 19 -

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai


pelaporan Produk Asuransi kredit dan/atau suretyship.

Pasal 35
OJK memberikan surat persetujuan atas pelaporan Produk
Asuransi baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara
lengkap dan benar.

Pasal 36
Perusahaan dilarang memasarkan Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sebelum
mendapatkan surat persetujuan dari OJK.

Bagian Ketiga
Pencatatan Produk Asuransi

Pasal 37
Produk Asuransi yang wajib dilaporkan kepada OJK untuk
memperoleh surat pencatatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1), adalah sebagai berikut:
a. Produk Asuransi baru yang berupa Produk Asuransi
Standar; dan
b. Produk Asuransi yang telah dipasarkan yang mengalami
perubahan selain perubahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b dengan ketentuan:
1. Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada
tertanggung orang perorangan; atau
2. Produk Asuransi dimaksud dipasarkan kepada
tertanggung selain orang perorangan, yang pernah
dihentikan pemasarannya.

Pasal 38
(1) Pelaporan Produk Asuransi baru yang berupa Produk
Asuransi Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
huruf a, harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. formulir pelaporan Produk Asuransi baru;
- 20 -

b. deskripsi Produk Asuransi baru; dan


c. surat pernyataan dewan pengawas syariah mengenai
kesesuaian Produk Asuransi yang dilaporkan
dengan prinsip syariah, khusus untuk Produk
Asuransi Standar dengan prinsip syariah.
(2) Surat pernyataan dewan pengawas syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus mencakup paling
sedikit:
a. Polis Asuransi;
b. deskripsi Produk Asuransi;
c. brosur atau media pemasaran;
d. kebijakan dan prosedur pengelolaan kekayaan; dan
e. kebijakan akuntansi terkait dengan produk yang
akan dipasarkan.

Pasal 39
Pelaporan perubahan atas Produk Asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, harus dilengkapi dokumen
sebagai berikut:
a. formulir pelaporan perubahan Produk Asuransi;
b. surat persetujuan atau surat pencatatan atas Produk
Asuransi sebelum perubahan;
c. deskripsi Produk Asuransi;
d. matriks perbandingan Produk Asuransi sebelum dan
sesudah perubahan; dan
e. spesimen Polis Asuransi setelah perubahan, khusus
untuk Produk Asuransi selain Produk Asuransi Standar.

Pasal 40
(1) Pelaporan Produk Asuransi Standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 huruf a yang merupakan
Produk Asuransi Bersama, selain harus memenuhi
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, juga harus dilengkapi dengan dokumen
perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1).
- 21 -

(2) Pelaporan perubahan atas Produk Asuransi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 37 huruf b yang merupakan
Produk Asuransi Bersama, selain harus memenuhi
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39, juga harus dilengkapi dengan surat persetujuan
atau surat pencatatan dari Produk Asuransi Bersama
dimaksud.

Pasal 41
OJK memberikan surat pencatatan atas pelaporan Produk
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap
dan benar.

Pasal 42
Produk Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
dapat dipasarkan oleh Perusahaaan setelah mendapatkan
tanda terima dari OJK atas penyampaian pelaporan Produk
Asuransi dimaksud.

Bagian Keempat
Pemenuhan Kelengkapan Dokumen
Pelaporan Produk Asuransi

Pasal 43
(1) Dalam hal pelaporan Produk Asuransi baru atau
perubahan atas Produk Asuransi yang telah dipasarkan
belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan atau belum memenuhi kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pasal 33, Pasal
34, Pasal 38, Pasal 39, dan/atau Pasal 40, OJK
menyampaikan pemberitahuan mengenai persyaratan
yang harus dipenuhi dan/atau dokumen yang harus
dilengkapi kepada Perusahaan melalui:
a. surat;
b. surat elektronik;
- 22 -

c. pertemuan dengan pihak Perusahaan di kantor OJK;


dan/atau
d. cara lain yang dapat ditelusuri dan disimpan
buktinya.
(2) Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja
sejak tanggal pemberitahuan dari OJK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perusahaan tidak memenuhi
persyaratan dan/atau melengkapi dokumen, Perusahaan
dianggap membatalkan pelaporan Produk Asuransi baru
atau perubahan atas Produk Asuransi yang telah
dipasarkan.
(3) Apabila Perusahaan tetap bermaksud memasarkan
Produk Asuransi baru atau melakukan perubahan atas
Produk Asuransi yang telah dipasarkan setelah melewati
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Perusahaan harus menyampaikan kembali pelaporan
Produk Asuransi baru atau perubahan atas Produk
Asuransi yang telah dipasarkan dimaksud kepada OJK.

Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, bentuk, dan format
pelaporan Produk Asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32, Pasal 38, dan Pasal 39 diatur dalam Surat Edaran
OJK.

BAB IV
SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

Pasal 45
(1) Perusahaan hanya dapat memasarkan Produk Asuransi
melalui saluran pemasaran sebagai berikut:
a. secara langsung (direct marketing);
b. agen asuransi;
c. Bancassurance; dan/atau
d. badan usaha selain bank.
- 23 -

(2) Pemasaran Produk Asuransi Mikro dapat dilakukan


melalui saluran pemasaran pada ayat (1) dan/atau
tenaga pemasar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai saluran pemasaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Surat Edaran OJK.

Pasal 46
Perusahaan yang akan memasarkan Produk Asuransi melalui
saluran pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d wajib memiliki
perjanjian tertulis dengan pihak yang melakukan pemasaran.

Pasal 47
(1) Saluran pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (1) dapat menggunakan media komunikasi jarak
jauh.
(2) Pemasaran Produk Asuransi melalui media komunikasi
jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memuat informasi mengenai identitas Perusahaan,
Produk Asuransi yang ditawarkan, serta syarat dan
ketentuan Polis Asuransi.
(3) Saluran pemasaran dengan menggunakan media
komunikasi jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk PAYDI wajib diikuti dengan pertemuan
langsung secara tatap muka.

Pasal 48
Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi melalui agen
asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
huruf b, wajib memastikan bahwa agen asuransi tersebut
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai agen asuransi.
- 24 -

Pasal 49
(1) Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi melalui
Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) huruf c harus terlebih dahulu memperoleh surat
persetujuan Bancassurance dari OJK.
(2) Perusahaan dilarang melakukan pemasaran melalui
Bancassurance sebelum mendapat surat persetujuan dari
OJK.

Pasal 50
Perusahaan yang memasarkan Produk Asuransi melalui
badan usaha selain bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (1) huruf d dengan kriteria tertentu harus terlebih
dahulu memperoleh surat persetujuan dari OJK.

Pasal 51
Pemasaran Produk Asuransi Mikro melalui tenaga pemasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) harus
dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan mengenai
asuransi dan Produk Asuransi Mikro.

Pasal 52
Dalam hal pemasaran Produk Asuransi dilakukan melalui
saluran pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan ayat (2), Perusahaan
wajib:
a. memastikan bahwa pihak yang melakukan pemasaran
dimaksud menyampaikan informasi yang akurat, jelas,
jujur, dan tidak menyesatkan mengenai Produk Asuransi
kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
sebelum calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
memutuskan untuk melakukan penutupan asuransi
dengan Perusahaan; dan
b. bertanggung jawab atas semua tindakan pihak yang
melakukan pemasaran dimaksud yang berkaitan dengan
Produk Asuransi yang dipasarkan.
- 25 -

BAB V
PERLINDUNGAN KONSUMEN ASURANSI

Pasal 53
(1) Perusahaan dan/atau perusahaan pialang asuransi wajib
menyampaikan informasi yang akurat, jelas, jujur, dan
tidak menyesatkan mengenai Produk Asuransi kepada
calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebelum
calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta
memutuskan untuk melakukan penutupan asuransi
dengan Perusahaan.
(2) Perusahaan yang memasarkan PAYDI wajib memiliki,
menerapkan, dan mengembangkan kebijakan dan
prosedur penilaian kesesuaian Produk Asuransi dengan
kebutuhan dan profil calon pemegang polis, tertanggung,
atau peserta yang menjadi target pemasaran (customer
risk profile assessment).
(3) Perusahaan wajib menyelesaikan setiap keluhan terkait
Produk Asuransi yang diajukan oleh pihak pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.

Pasal 54
(1) Perusahaan wajib menyampaikan Polis Asuransi kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam bentuk
hardcopy atau digital/elektronik.
(2) Dalam hal Polis Asuransi disampaikan dalam bentuk
digital/elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bagian Polis Asuransi yang berupa ikhtisar polis tetap
wajib disampaikan dalam bentuk hardcopy.

BAB VI
MANAJEMEN PRODUK ASURANSI

Bagian Kesatu
Perencanaan Produk Asuransi

Pasal 55
(1) Perusahaan wajib memiliki rencana pengembangan dan
pemasaran Produk Asuransi yang ditetapkan oleh direksi
atau yang setara.
- 26 -

(2) Rencana pengembangan dan pemasaran Produk Asuransi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
dari rencana bisnis Perusahaan.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, susunan, dan tata cara
penyusunan rencana pengembangan dan pemasaran
Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran OJK mengenai
rencana korporasi dan rencana bisnis perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.

Bagian Kedua
Pemantauan Kinerja Produk Asuransi

Pasal 56
(1) Perusahaan wajib melakukan pemantauan atas kinerja
setiap Produk Asuransi.
(2) Pemantauan atas kinerja setiap Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mengevaluasi antara lain:
a. embedded value atas Produk Asuransi dimaksud;
b. profit testing dan asset share dengan menggunakan
asumsi pada saat pemantauan; dan
c. analisis atas value new business (dampak new
business suatu Produk Asuransi terhadap
solvabilitas atau modal).
(3) Evaluasi pemantauan atas kinerja setiap Produk
Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara periodik oleh Aktuaris Perusahaan sesuai dengan
standar praktik dan kode etik yang dikeluarkan oleh
asosiasi profesi aktuaris Indonesia.
(4) Berdasarkan evaluasi pemantauan atas kinerja setiap
Produk Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Aktuaris Perusahaan memberikan rekomendasi untuk:
a. melanjutkan pemasaran Produk Asuransi;
b. mengubah asumsi yang digunakan dalam Produk
Asuransi; atau
c. menghentikan pemasaran Produk Asuransi.
- 27 -

(5) Perusahaan wajib mendokumentasikan hasil


pemantauan atas kinerja setiap Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Ketiga
Penghentian Pemasaran Produk Asuransi

Pasal 57
(1) OJK dapat memerintahkan Perusahaan untuk
menghentikan pemasaran Produk Asuransi, dalam hal:
a. Produk Asuransi yang dipasarkan berbeda dengan
Produk Asuransi yang telah memperoleh surat
persetujuan atau surat pencatatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1); dan/atau
b. Produk yang dipasarkan tidak lagi memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perusahaan wajib menghentikan seluruh kegiatan
pemasaran Produk Asuransi yang dikenakan penghentian
oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 58
(1) Perusahaan wajib melaporkan penghentian pemasaran
Produk Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
kepada OJK paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
penghentian pemasaran Produk Asuransi dimaksud.
(2) Perusahaan yang telah menghentikan pemasaran Produk
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat
memasarkan Produk Asuransi tersebut kembali setelah
Produk Asuransi tersebut telah mendapatkan surat
persetujuan atau surat pencatatan dari OJK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
(3) Pelaporan penghentian pemasaran Produk Asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan
oleh direksi Perusahaan atau yang setara dilengkapi
dengan:
a. penjelasan mengenai alasan penghentian pemasaran
Produk Asuransi; dan
b. data Polis Asuransi yang masih aktif.
- 28 -

Pasal 59
Penghentian pemasaran Produk Asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 tidak boleh mengurangi hak
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.

BAB VII
SANKSI

Pasal 60
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 17, Pasal 22,
Pasal 28 ayat (1), Pasal 36, Pasal 46, Pasal 47 ayat (2),
ayat (3), Pasal 48, Pasal 49 ayat (2), Pasal 52, Pasal 53,
Pasal 54, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), ayat (5),
Pasal 57 ayat (2), dan/atau Pasal 58 ayat (1), Peraturan
OJK ini dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda;
c. kewajiban bagi direksi atau yang setara untuk
menjalani penilaian kemampuan dan kepatutan ulang;
d. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
e. pencabutan izin usaha.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, dapat dikenakan
dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a.
(4) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara
bersama-sama dengan pengenaaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d,
dan/atau huruf e.
(5) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b ditetapkan OJK berdasarkan ketentuan
tentang sanksi administratif berupa denda yang berlaku
untuk Perusahaan.
- 29 -

(6) OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi


administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada masyarakat.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61
(1) Surat pencatatan atas Produk Asuransi yang telah
diterbitkan oleh OJK sebelum Peraturan OJK ini mulai
berlaku, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Proses pelaporan Produk Asuransi yang belum selesai
pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku tunduk pada
Peraturan OJK ini.
(3) Dalam hal OJK telah menyampaikan pemberitahuan
mengenai kelengkapan dokumen dan/atau persyaratan
yang harus dipenuhi oleh Perusahaan sebelum Peraturan
OJK ini berlaku, jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2) dihitung sejak Peraturan OJK ini
mulai berlaku.
(4) Asosiasi harus melaporkan spesimen polis standar
asuransi yang telah terbit sebelum Peraturan OJK ini
mulai berlaku kepada OJK paling lambat 20 (dua puluh)
hari kerja sejak Peraturan OJK ini mulai berlaku.
(5) Ketentuan mengenai PAYDI sebagaimana diatur dalam
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan Nomor KEP-104/BL/2006 tentang
Produk Unit Link dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan OJK ini sampai
dengan Surat Edaran OJK mengenai PAYDI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 62
Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai Produk Asuransi dan pemasaran Produk Asuransi
tunduk pada Peraturan OJK ini.
- 30 -

Pasal 63
Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2015

KETUA DEWAN KOMISIONER


OTORITAS JASA KEUANGAN,

ttd

MULIAMAN D. HADAD

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 287

Salinan sesuai dengan aslinya


Direktur Hukum 1
Departemen Hukum

ttd

Sudarmaji
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2014
TENTANG
PERASURANSIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat


diandalkan, amanah, dan kompetitif akan meningkatkan
pelindungan bagi pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, dan berperan mendorong pembangunan nasional;

b. bahwa dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi


perkembangan industri perasuransian serta
perkembangan perekonomian, baik pada tingkat nasional
maupun pada tingkat global, perlu mengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian dengan undang-undang yang baru;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perasuransian;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERASURANSIAN.

BAB I . . .
-2-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi
dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi
sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
2. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri
atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan
pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang
polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan
prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi
dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya peserta atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.

3. Prinsip . . .
-3-

3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam


kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
4. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut
jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko,
pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi
produk asuransi atau produk asuransi syariah,
konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi
syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau
penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.
5. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan
risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung
atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti.
6. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang
menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang
memberikan pembayaran kepada pemegang polis,
tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal
tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau
pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung,
atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
7. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan
ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
8. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha
pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna
saling menolong dan melindungi dengan memberikan
penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang
polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

9. Usaha . . .
-4-

9. Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan


risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong
dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang
didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau
pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam
perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
10. Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan
risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan
penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah
lainnya.
11. Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi
dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau
asuransi syariah serta penanganan penyelesaian
klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
12. Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi
dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi
atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan
penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas
nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan
penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah yang melakukan
penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.
13. Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa
penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek
asuransi.
14. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang
asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan
perusahaan penilai kerugian asuransi.
15. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum
dan perusahaan asuransi jiwa.
16. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan
asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa
syariah.

17. Pihak . . .
-5-

17. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang


berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk
badan hukum.

18. Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan Asuransi,


Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah yang merupakan
jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam hal
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah dilikuidasi.

19. Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidak


langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan
direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi atau dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama dan/atau
mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atau
yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama.

20. Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari


premi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yang
timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim
asuransi.

21. Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari


kontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannya
sesuai dengan perjanjian Asuransi Syariah atau
perjanjian reasuransi syariah.

22. Pemegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri


berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan
pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya,
tertanggung, atau peserta lain.

23. Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko


sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi atau
perjanjian reasuransi.

24. Peserta . . .
-6-

24. Peserta adalah Pihak yang menghadapi risiko


sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi Syariah
atau perjanjian reasuransi syariah.
25. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan
manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan/atau berkurang nilainya.
26. Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada
perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan
untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang
Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan
penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau
penyelesaian klaim.
27. Pialang Reasuransi adalah orang yang bekerja pada
perusahaan pialang reasuransi dan memenuhi
persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dalam melakukan penutupan
reasuransi atau reasuransi syariah dan/atau
penyelesaian klaim.
28. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau
bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan
atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk
mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau
produk asuransi syariah.
29. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh
Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan
disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan
berdasarkan perjanjian Asuransi atau perjanjian
reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mendasari program asuransi wajib untuk
memperoleh manfaat.

30. Kontribusi . . .
-7-

30. Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh


Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan
reasuransi syariah dan disetujui oleh Pemegang Polis
untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi
Syariah atau perjanjian reasuransi syariah untuk
memperoleh manfaat dari Dana Tabarru’ dan/atau dana
investasi Peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan
atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh
manfaat.
31. Afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan
hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum
lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka
dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dari
orang yang lain atau badan hukum yang lain atau
sebaliknya.
32. Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkan
peraturan perundang-undangan bagi seluruh atau
kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan
pelindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk program
yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan
pelindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme
subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau
Kontribusinya.
33. Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk oleh
Otoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alih
kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah.
34. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
35. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengatur dan
pengawas sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan.
36. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan
tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai otoritas jasa keuangan.
37. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.

38. Menteri . . .
-8-

38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang keuangan.

BAB II
RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN

Pasal 2

(1) Perusahaan asuransi umum hanya dapat


menyelenggarakan:
a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi
kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan
b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi
Umum lain.
(2) Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini
usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini
usaha asuransi kecelakaan diri.
(3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan
Usaha Reasuransi.

Pasal 3

(1) Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat


menyelenggarakan:
a. Usaha Asuransi Umum Syariah, termasuk lini usaha
asuransi kesehatan berdasarkan Prinsip Syariah dan
lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
b. Usaha Reasuransi Syariah untuk risiko Perusahaan
Asuransi Umum Syariah lain.
(2) Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah
termasuk lini usaha anuitas berdasarkan Prinsip
Syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan
Prinsip Syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri
berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Perusahaan reasuransi syariah hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Reasuransi Syariah.

Pasal 4 . . .
-9-

Pasal 4

(1) Perusahaan pialang asuransi hanya dapat


menyelenggarakan Usaha Pialang Asuransi.
(2) Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Pialang Reasuransi.
(3) Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.

Pasal 5

(1) Ruang lingkup Usaha Asuransi Umum dan Usaha


Asuransi Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan ayat (2) serta Usaha Asuransi Umum Syariah dan
Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
(2) Perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha
Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan
Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa penambahan manfaat yang
besarnya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan ruang
lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa,
Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi
Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III
BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEMILIKAN
PERUSAHAAN PERASURANSIAN

Pasal 6

(1) Bentuk badan hukum penyelenggara Usaha


Perasuransian adalah:
a. perseroan terbatas;
b. koperasi; atau
c. usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-
Undang ini diundangkan.

(2) Usaha . . .
- 10 -

(2) Usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c dinyatakan sebagai badan hukum berdasarkan
Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

(1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat dimiliki oleh:


a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung
sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;
atau
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
bersama-sama dengan warga negara asing atau
badan hukum asing yang harus merupakan
Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha
sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak
perusahaannya bergerak di bidang Usaha
Perasuransian yang sejenis.
(2) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat menjadi pemilik Perusahaan
Perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria badan hukum
asing dan kepemilikan badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepemilikan warga
negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
Perusahaan Perasuransian diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB IV
PERIZINAN USAHA

Pasal 8

(1) Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib


terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan.

(2) Untuk . . .
- 11 -

(2) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:
a. anggaran dasar;
b. susunan organisasi;
c. modal disetor;
d. Dana Jaminan;
e. kepemilikan;
f. kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan
Pengendali;
g. kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan
komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
dewan komisaris pada badan hukum berbentuk
koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas
syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal;
h. tenaga ahli;
i. kelayakan rencana kerja;
j. kelayakan sistem manajemen risiko;
k. produk yang akan dipasarkan;
l. perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan
kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usaha;
m. infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan
kepada Otoritas Jasa Keuangan;
n. konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal
pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung
pihak asing; dan
o. hal lain yang diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan usaha yang sehat.
(3) Persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberlakukan sesuai dengan jenis usaha yang akan
dijalankan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 9

(1) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak


permohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan
diterima secara lengkap.

(2) Dalam . . .
- 12 -

(2) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan


izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan
disertai alasannya.

Pasal 10

(1) Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap


pembukaan kantor di luar kantor pusatnya kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan mengenai
penerimaan atau penolakan pertanggungan dan/atau
keputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaim
setiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab
sepenuhnya atas setiap kantor yang dimiliki atau
dikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberi
izin menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yang
bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB V
PENYELENGGARAAN USAHA

Pasal 11

(1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tata kelola


perusahaan yang baik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 12 . . .
- 13 -

Pasal 12

(1) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang


setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, dan Pengendali
setiap saat wajib memenuhi persyaratan kemampuan
dan kepatutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.

Pasal 13

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu)
Pengendali.
(2) Dalam hal terdapat Pengendali lain yang belum
ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa Keuangan
berwenang menetapkan Pengendali di luar Pengendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Pengendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 14

(1) Setiap Pihak yang ditetapkan sebagai Pengendali


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Perubahan Pengendali wajib dilaporkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
(3) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidak
dapat berhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Ketentuan . . .
- 14 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara


memperoleh persetujuan berhenti sebagai Pengendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 15

Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.

Pasal 16

(1) Setiap Pihak hanya dapat menjadi pemegang saham


pengendali pada 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1
(satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan
reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1
(satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu)
perusahaan reasuransi syariah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila pemegang saham pengendali adalah
Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemegang saham
pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 17

(1) Perusahaan Perasuransian wajib mempekerjakan tenaga


ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan
lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka
memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik.
(2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah
yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang
diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai
dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak
keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.

(3) Ketentuan . . .
- 15 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, jumlah, dan


persyaratan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 18

(1) Perusahaan Perasuransian dapat bekerja sama dengan


pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau
melaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan
usahanya.
(2) Perusahaan Perasuransian wajib memastikan bahwa
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
izin untuk menjalankan usahanya dari instansi yang
berwenang.
(3) Perusahaan Perasuransian wajib memiliki dan
menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.

Pasal 19

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan
keuangan.
(2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib melakukan evaluasi secara berkala
terhadap kemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabarru’
untuk memenuhi klaim atau kewajiban lain yang timbul
dari polis.
(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib merencanakan dan menerapkan metode
mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.

(4) Ketentuan . . .
- 16 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan metode mitigasi
risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 20

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib membentuk Dana Jaminan dalam bentuk
dan jumlah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disesuaikan jumlahnya dengan perkembangan
usaha, dengan ketentuan tidak kurang dari yang
dipersyaratkan pada awal pendirian.
(3) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang diagunkan atau dibebani dengan hak apa pun.
(4) Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelah
mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

Pasal 21

(1) Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak


Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta wajib
dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah.
(2) Untuk perusahaan asuransi jiwa syariah, kekayaan dan
kewajiban Peserta untuk keperluan saling menolong
dalam menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaan
dan kewajiban Peserta untuk keperluan investasi.

(3) Perusahaan . . .
- 17 -

(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan
kesesuaian antara kekayaan dan kewajiban dalam
menginvestasikan kekayaan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan kekayaan
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dan investasi kekayaan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 22

(1) Perusahaan Perasuransian wajib menyampaikan laporan,


informasi, data, dan/atau dokumen kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui sistem data elektronik.
(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan kondisi kesehatan keuangan perusahaan
dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang
beredar secara nasional dan media elektronik.
(4) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib menyediakan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinya
kepada pihak yang berkepentingan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib mengumumkan laporan keuangan yang
telah diaudit paling lama 1 (satu) bulan setelah batas
waktu penyampaian laporan keuangan tersebut kepada
Otoritas Jasa Keuangan.

(6) Ketentuan . . .
- 18 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan


kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

Pasal 23

(1) Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak
dapat dibuka oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak
lain, kecuali kepada:
a. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyidikan;
b. hakim untuk kepentingan peradilan;
c. pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;
d. Bank Indonesia untuk pelaksanaan tugasnya; atau
e. pihak lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
memperoleh laporan tertentu dan hasil analisis atas
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 24

(1) Penutupan asuransi atas Objek Asuransi harus


didasarkan pada asas kebebasan memilih Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Penutupan Objek Asuransi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan daya
tampung Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah di dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan Objek
Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 25 . . .
- 19 -

Pasal 25

Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada


Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang
mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali
dalam hal:
a. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan atau
mengelola risiko asuransi atau risiko asuransi syariah dari
Objek Asuransi yang bersangkutan; atau
b. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia yang bersedia melakukan penutupan
asuransi atau asuransi syariah atas Objek Asuransi yang
bersangkutan.

Pasal 26

(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar


perilaku usaha yang mencakup ketentuan mengenai:
a. polis;
b. Premi atau Kontribusi;
c. underwriting dan pengenalan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta;
d. penyelesaian klaim;
e. keahlian di bidang perasuransian;
f. distribusi atau pemasaran produk;
g. penanganan keluhan Pemegang Polis, Tertanggung,
atau Peserta; dan
h. standar lain yang berhubungan dengan
penyelenggaraan usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 27

(1) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi


wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Pialang . . .
- 20 -

(2) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi


wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup serta memiliki reputasi yang baik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pendaftaran Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

Pasal 28

(1) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh


Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau
dibayarkan melalui Agen Asuransi.
(2) Agen Asuransi hanya dapat menerima pembayaran Premi
atau Kontribusi dari Pemegang Polis atau Peserta setelah
mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(3) Pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikat
para Pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusi
diterima oleh Agen Asuransi.
(4) Agen Asuransi dilarang menahan atau mengelola Premi
atau Kontribusi.
(5) Agen Asuransi dilarang menggelapkan Premi atau
Kontribusi.
(6) Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui
Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atau
Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu yang
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(7) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
timbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atau
Kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah
tersebut.

(8) Perusahaan . . .
- 21 -

(8) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah


wajib membayarkan imbalan jasa keperantaraan kepada
Agen Asuransi segera setelah menerima Premi atau
Kontribusi.

Pasal 29

(1) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh


Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau
dibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi.
(2) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan
reasuransi syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan
pialang reasuransi.
(3) Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atau
Kontribusi.
(4) Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi dilarang menggelapkan Premi atau Kontribusi.
(5) Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui
perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau melalui perusahaan pialang reasuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan
pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi
wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut
kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dalam jangka waktu yang diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(6) Dalam hal penyerahan Premi atau Kontribusi dilakukan
oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi setelah berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perusahaan
pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi
wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
timbul dari kerugian yang terjadi setelah berakhirnya
jangka waktu tersebut.

(7) Perusahaan . . .
- 22 -

(7) Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang


reasuransi mendapatkan imbalan jasa keperantaraan
dari Pemegang Polis atas jasa keperantaraannya.

Pasal 30

(1) Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan


penutupan asuransi atau penutupan asuransi syariah
pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang merupakan Afiliasi dari Pialang Asuransi
atau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutan.
(2) Perusahaan pialang reasuransi dilarang menempatkan
penutupan reasuransi atau penutupan reasuransi
syariah pada perusahaan reasuransi atau perusahaan
reasuransi syariah yang merupakan Afiliasi dari Pialang
Reasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yang
bersangkutan.
(3) Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi bertanggung jawab atas tindakan Pialang
Asuransi dan Pialang Reasuransi yang memberikan
rekomendasi kepada Pemegang Polis terkait penutupan
asuransi atau penutupan reasuransi.

Pasal 31

(1) Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,


dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan
segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam
melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
(2) Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Perusahaan Perasuransian wajib memberikan
informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidak
menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan
pembebanan biaya terkait dengan produk asuransi atau
produk asuransi syariah yang ditawarkan.

(3) Perusahaan . . .
- 23 -

(3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang
reasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melalui
proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil.
(4) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah dilarang melakukan tindakan yang dapat
memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim,
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan
penyelesaian atau pembayaran klaim.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan klaim dan
keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah
diakses, dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 32

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan


perusahaan pialang asuransi wajib menerapkan
kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme.
(2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan
perusahaan pialang asuransi wajib mendapatkan
informasi yang cukup mengenai calon Pemegang Polis,
Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang terkait
dengan penutupan asuransi atau asuransi syariah untuk
dapat menerapkan kebijakan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan kebijakan
anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 33 . . .
- 24 -

Pasal 33

Setiap Orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumen


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

Pasal 34

Anggota direksi dan/atau pihak yang berwenang


menandatangani polis dari Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah yang dikenai sanksi
pembatasan kegiatan usaha dilarang menandatangani polis
baru.

BAB VI
TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN
BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA

Pasal 35

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah


berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c hanya dapat
menyelenggarakan jasa asuransi atau jasa asuransi
syariah bagi anggotanya.
(2) Setiap anggota dari Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau
anggota usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf c wajib menjadi Pemegang Polis
dari perusahaan yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau keanggotaan
pada usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c berakhir apabila:
a. anggota meninggal dunia;
b. anggota tidak lagi memiliki polis asuransi dari
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan
berturut-turut; atau
c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, keanggotaan harus berakhir.

(4) Anggota . . .
- 25 -

(4) Anggota dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan


Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota dari
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c berhak atas seluruh keuntungan dan
wajib menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keuangan
untuk menjadi anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) serta pemanfaatan keuntungan oleh
anggota dan pembebanan kerugian di antara anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk
koperasi atau anggota dari usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI,
DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI

Pasal 36

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah
wajib mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas asuransi,
asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah
dalam negeri.

Pasal 37

Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan mendorong


peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi,
dan/atau reasuransi syariah dalam negeri guna memenuhi
kebutuhan pertanggungan asuransi, asuransi syariah,
reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri.

Pasal 38 . . .
- 26 -

Pasal 38

Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal kepada


perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil,
dan menengah untuk mendorong pemanfaatan jasa asuransi,
asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah
dalam pengelolaan risiko sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VIII
PROGRAM ASURANSI WAJIB

Pasal 39

(1) Program Asuransi Wajib harus diselenggarakan secara


kompetitif.
(2) Pengaturan Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. cakupan kepesertaan;
b. hak dan kewajiban Tertanggung atau Peserta;
c. Premi atau Kontribusi;
d. manfaat atau santunan;
e. tata cara klaim dan pembayaran manfaat atau
santunan;
f. kriteria penyelenggara;
g. hak dan kewajiban penyelenggara; dan
h. keterbukaan informasi.
(3) Pihak yang dapat menyelenggarakan Program Asuransi
Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas Jasa
Keuangan.
(4) Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat menawarkan manfaat
tambahan dengan tambahan Premi atau Kontribusi.
(5) Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilarang memaksa Pemegang
Polis untuk menerima tawaran manfaat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

BAB IX . . .
- 27 -

BAB IX
PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN

Pasal 40

(1) Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan


Perasuransian wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Dalam hal perubahan kepemilikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perubahan
kepemilikan yang mengakibatkan terdapatnya
penyertaan langsung oleh pihak asing di dalam
Perusahaan Perasuransian, pihak asing tersebut harus
merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki
usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu
anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha
Perasuransian yang sejenis.
(3) Ketentuan mengenai Perusahaan Perasuransian yang
memiliki usaha sejenis atau kepemilikan perusahaan
induk atas anak perusahaan yang bergerak di bidang
Usaha Perasuransian yang sejenis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib tetap dipenuhi selama
pihak asing tersebut memiliki penyertaan pada
Perusahaan Perasuransian.
(4) Perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian
melalui transaksi di bursa efek dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sepanjang tidak menyebabkan perubahan pengendalian
pada Perusahaan Perasuransian tersebut.
(5) Untuk memperoleh persetujuan, perubahan kepemilikan
Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi
hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, bagi
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah; dan
b. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi
hak penanggung, penanggung ulang, atau pengelola,
bagi perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah.

(6) Ketentuan . . .
- 28 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan


persyaratan perubahan kepemilikan Perusahaan
Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 41

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah yang melakukan penggabungan atau peleburan
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan antar Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang
bidang usahanya sejenis.
(3) Untuk memperoleh persetujuan, penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan:
a. penggabungan atau peleburan tersebut tidak
mengurangi hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta, bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah; dan
b. kondisi keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah hasil penggabungan
atau peleburan tersebut harus tetap memenuhi
ketentuan tingkat kesehatan keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

BAB X . . .
- 29 -

BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN

Pasal 42

(1) Perusahaan Perasuransian yang menghentikan kegiatan


usahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencana
penghentian kegiatan usaha kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib terlebih dahulu menyelesaikan seluruh
kewajibannya.
(3) Dalam hal Perusahaan Perasuransian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah menyelesaikan seluruh
kewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin
usaha Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penyelesaian kewajiban Perusahaan Perasuransian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 43

(1) Perusahaan Perasuransian yang dicabut izin usahanya


wajib menghentikan kegiatan usahanya.
(2) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dilarang
mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau
menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain
yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sejak dicabut izin usahanya.

Pasal 44 . . .
- 30 -

Pasal 44

(1) Paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya


izin usaha, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajib
menyelenggarakan rapat umum pemegang saham atau
yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c
untuk memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim
likuidasi.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) rapat umum pemegang saham atau yang
setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c
tidak dapat diselenggarakan atau rapat umum pemegang
saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c dapat diselenggarakan, tetapi tidak
berhasil memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi,
Otoritas Jasa Keuangan:
a. memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan
dan membentuk tim likuidasi;
b. mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran
badan hukum perusahaan kepada instansi yang
berwenang, serta mengumumkannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar
harian yang mempunyai peredaran yang luas;
c. memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasi
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
d. memerintahkan tim likuidasi melaporkan hasil
pelaksanaan likuidasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim
likuidasi dan pelaporan hasil pelaksanaan likuidasi oleh
tim likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 45 . . .
- 31 -

Pasal 45

(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), tanggung jawab dan
kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
dilaksanakan oleh tim likuidasi.
(2) Tim likuidasi berwenang mewakili Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian
hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan likuidasi
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 46

(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan


komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi tidak
memiliki kewenangan sebagai direksi dan dewan
komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah.

(2) Pemegang . . .
- 32 -

(2) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang


setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang
diperlukan oleh tim likuidasi.

(3) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang


setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
dilarang menghambat proses likuidasi.

Pasal 47

(1) Seluruh biaya pelaksanaan likuidasi yang tercantum


dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban aset
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu
dari setiap hasil pencairannya.

(2) Dalam hal terdapat sisa hasil likuidasi setelah dilakukan


pembayaran atas seluruh kewajiban Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam
likuidasi, sisa hasil likuidasi tersebut merupakan hak
pemegang saham atau yang setara dengan pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.

Pasal 48 . . .
- 33 -

Pasal 48

(1) Dalam hal terdapat sisa hasil likuidasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), tagihan yang timbul
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak proses likuidasi
selesai diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan kepada
pemegang saham atau yang setara dengan pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.
(2) Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada sisa hasil likuidasi yang merupakan
hak pemegang saham atau yang setara dengan pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.

Pasal 49

(1) Tim likuidasi harus bertindak adil dan objektif dalam


melaksanakan tugasnya.
(2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara
kepentingan pemegang saham atau yang setara dengan
pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c dan kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta, tim likuidasi harus
mengutamakan kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.

Pasal 50

(1) Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan


Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Tata . . .
- 34 -

(2) Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit


terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
diajukan dalam rangka mengeksekusi putusan
pengadilan.

Pasal 51

(1) Kreditor menyampaikan permohonan kepada Otoritas


Jasa Keuangan untuk mengajukan permohonan
pernyataan pailit kepada pengadilan niaga.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak
permohonan yang disampaikan oleh kreditor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan
yang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penolakan harus dilakukan secara tertulis
dengan disertai alasannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan permohonan dari kreditor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 52

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi


Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas
pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya.

(2) Dalam . . .
- 35 -

(2) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan


reasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi
harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi
kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.
(3) Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selain
Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang
berhak atas manfaat asuransi.
(4) Dalam hal Perusahaan Asuransi Syariah atau
perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau
dilikuidasi, Dana Tabarru’ dan dana investasi peserta
tidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selain
kepada Peserta.

BAB XI
PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG,
ATAU PESERTA

Pasal 53

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah


wajib menjadi peserta program penjaminan polis.
(2) Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.
(3) Pada saat program penjaminan polis berlaku
berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ketentuan mengenai Dana Jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d
dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah.
(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.

Pasal 54 . . .
- 36 -

Pasal 54

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,


perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib menjadi anggota lembaga mediasi yang
berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau
pihak lain yang berhak memperoleh manfaat asuransi.
(2) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat independen dan imparsial.
(3) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapat persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa
Keuangan.
(4) Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi
para Pihak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

BAB XII
PROFESI PENYEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

Pasal 55

(1) Profesi penyedia jasa bagi Perusahaan Perasuransian


terdiri atas:
a. konsultan aktuaria;
b. akuntan publik;
c. penilai; dan
d. profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Untuk dapat menyediakan jasa bagi Perusahaan
Perasuransian, profesi penyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Ketentuan . . .
- 37 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata


cara pendaftaran profesi penyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 56

(1) Pendaftaran profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 55 ayat (2) menjadi batal apabila izin profesi
yang bersangkutan dicabut oleh instansi yang
berwenang.
(2) Jasa dari profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang diberikan sebelum dibatalkannya
pendaftaran profesi dinyatakan tetap berlaku, kecuali
apabila jasa yang diberikan tersebut merupakan
penyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya
izin profesi yang bersangkutan.
(3) Dalam hal pendaftaran profesi penyedia jasa menjadi
batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa
Keuangan dapat melakukan pemeriksaan atau penilaian
atas jasa lain yang diberikan profesi penyedia jasa
tersebut kepada Perusahaan Perasuransian untuk
menentukan berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut.
(4) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memutuskan bahwa
jasa yang diberikan oleh profesi penyedia jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku,
Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan
Perusahaan Perasuransian yang menggunakan jasa
profesi penyedia jasa tersebut untuk menunjuk profesi
penyedia lain untuk melakukan kembali jasa yang sama.

BAB XIII
PENGATURAN DAN PENGAWASAN

Pasal 57

(1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha


Perasuransian dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Menteri . . .
- 38 -

(2) Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka


pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi
untuk mendukung perekonomian nasional.

Pasal 58

Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanya


persaingan usaha yang sehat di bidang Usaha Perasuransian.

Pasal 59

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak


tertentu untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan
melaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan dan
pengawasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan
dan pelaksanaan sebagian fungsi pengaturan dan
pengawasan oleh pihak tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.

Pasal 60

(1) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas
Jasa Keuangan menetapkan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian.
(2) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas
Jasa Keuangan berwenang:
a. menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha
Perasuransian;
b. mencabut izin Usaha Perasuransian;
c. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan
pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,
penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada
Perusahaan Perasuransian;
d. membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultan
aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain
yang memberikan jasa kepada Perusahaan
Perasuransian;

e. mewajibkan . . .
- 39 -

e. mewajibkan Perusahaan Perasuransian


menyampaikan laporan secara berkala;
f. melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan
Perasuransian dan pihak lain yang sedang atau
pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan
jasa kepada Perusahaan Perasuransian;
g. menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
h. menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihak
menjadi Pengendali Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
i. mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadi
Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah;
j. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setara
dengan direksi dan dewan komisaris pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan,
auditor internal, dan Pengendali;
k. menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan
menetapkan Pengelola Statuter;
l. memberi perintah tertulis kepada:
1. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai
hal tertentu, atas biaya Perusahaan
Perasuransian dan disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan;

2. Perusahaan . . .
- 40 -

2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi


Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah untuk mengalihkan sebagian
atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah lain;
3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau
tidak melakukan hal tertentu guna memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perasuransian;
4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki
atau menyempurnakan sistem pengendalian
intern untuk mengidentifikasi dan menghindari
pemanfaatan Perusahaan Perasuransian untuk
kejahatan keuangan;
5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah untuk menghentikan pemasaran produk
asuransi tertentu; dan
6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan
seseorang dari jabatan atau posisi tertentu, atau
menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu
untuk menempati jabatan atau posisi tertentu,
dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak
memenuhi kualifikasi tertentu, tidak
berpengalaman, atau melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian;
m. mengenakan sanksi kepada Perusahaan
Perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan
komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham,
direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan
pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau
auditor internal; dan
n. melaksanakan kewenangan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 61 . . .
- 41 -

Pasal 61

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat


(2) huruf f dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-
waktu.

(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lain


untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan
melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

(3) Untuk tujuan pemeriksaan, anggota direksi, anggota


dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota
direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan
pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal,
pegawai lain, pemegang saham, Pengendali, pihak
terafiliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagian
fungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepentingan
Perusahaan Perasuransian wajib memberikan keterangan
dan/atau data, kesempatan untuk melihat semua
pembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya dan hal lain yang
diperlukan oleh pemeriksa.

(4) Untuk tujuan pemeriksaan, pihak yang pernah menjadi


anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris
perusahaan, auditor internal, pegawai lain, pemegang
saham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihak yang
menerima pengalihan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usaha untuk kepentingan Perusahaan
Perasuransian, wajib memberikan keterangan dan/atau
data, kesempatan untuk melihat semua pembukuan,
catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan
dengan kegiatan Usaha Perasuransian yang diperlukan
oleh pemeriksa.

(5) Ketentuan . . .
- 42 -

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara


pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
kriteria dan tata cara penugasan pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.

Pasal 62

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktifkan direksi,


dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah,
serta menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambil
alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah, dalam hal:
a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasan
kegiatan usaha;
b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut memberikan informasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan bahwa menurut
pertimbangannya perusahaan diperkirakan tidak
mampu memenuhi kewajibannya atau akan
menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh
tempo;
c. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut diperkirakan tidak mampu
memenuhi kewajiban atau akan menghentikan
pelunasan kewajiban yang jatuh tempo;
d. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian atau secara
finansial dinilai tidak sehat; atau

e. menurut . . .
- 43 -

e. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasi
dan/atau melakukan kejahatan keuangan.
(2) Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan mempunyai tugas:
a. menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana
peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah;
b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sesuai dengan Undang-Undang ini;
c. menyusun langkah-langkah apabila Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
tersebut masih dapat diselamatkan;
d. mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan
mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat
diselamatkan; dan
e. melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
(3) Pada saat Pengelola Statuter mulai melakukan
pengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah, maka:
a. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah tidak dapat melakukan
tindakan selaku direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah; dan

b. direksi . . .
- 44 -

b. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan


direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah nonaktif wajib membantu
Pengelola Statuter dalam menjalankan fungsi
kepengurusan.
(4) Direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah nonaktif dilarang
mengundurkan diri selama fungsi kepengurusan diambil
alih oleh Pengelola Statuter.
(5) Otoritas Jasa Keuangan setiap saat dapat
memberhentikan Pengelola Statuter.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, tugas, masa
tugas, dan pemberhentian Pengelola Statuter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(5) serta hak dan kewajiban direksi, dewan komisaris,
atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris
pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah nonaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 63

(1) Pengelola Statuter dalam melaksanakan tugasnya wajib


mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian.
(2) Pengelola Statuter wajib mematuhi setiap perintah
tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai
pengendalian dan pengelolaan kegiatan usaha dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah.

(3) Pengelola . . .
- 45 -

(3) Pengelola Statuter mengambil alih pengendalian dan


pengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah sejak tanggal penetapan sebagai
Pengelola Statuter.
(4) Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenang dan fungsi
direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah dari Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah.
(5) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pengelola Statuter juga memiliki kewenangan:
a. membatalkan atau mengakhiri perjanjian yang dibuat
oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dengan pihak ketiga, yang
menurut Pengelola Statuter dapat merugikan
kepentingan perusahaan dan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta; dan
b. melakukan pengalihan sebagian atau seluruh
portofolio pertanggungan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, yang
menurut Pengelola Statuter dapat mencegah kerugian
lebih besar bagi Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta.

Pasal 64

Pengelola Statuter bertanggung jawab atas kerugian


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
dan/atau pihak ketiga jika kerugian tersebut disebabkan oleh
kecurangan, ketidakjujuran, atau kesengajaannya untuk
tidak mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan
di bidang perasuransian.

Pasal 65 . . .
- 46 -

Pasal 65

(1) Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,


Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah oleh Pengelola
Statuter berakhir apabila Otoritas Jasa Keuangan
memutuskan:
a. pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah oleh
Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi; atau
b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah telah dicabut izin usahanya.
(2) Pengelola Statuter wajib mempertanggungjawabkan
segala keputusan dan tindakannya dalam mengendalikan
dan mengelola Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah kepada Otoritas Jasa
Keuangan.

Pasal 66

(1) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60


ayat (2) huruf l diberikan dalam hal Otoritas Jasa
Keuangan berkesimpulan bahwa Perusahaan
Perasuransian:
a. menjalankan kegiatan usahanya dengan cara tidak
hati-hati dan tidak wajar atau tidak sehat secara
finansial;
b. diperkirakan akan mengalami keadaan keuangan
yang tidak sehat atau akan gagal memenuhi
kewajibannya;
c. melanggar peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian; dan/atau
d. terlibat kejahatan keuangan.

(2) Perintah . . .
- 47 -

(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


juga dapat diberikan kepada Pengendali dari Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

(3) Perusahaan Perasuransian dan/atau Pengendali dari


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib mematuhi perintah tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dan ayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh pihak yang
melakukan perjanjian dengan Perusahaan Perasuransian
untuk membatalkan atau menolak perjanjian,
menghindari kewajiban yang ditentukan di dalam
perjanjian, atau melakukan hal apa pun yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi Perusahaan Perasuransian.

(5) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak


mendapatkan ganti kerugian dari Perusahaan
Perasuransian apabila menderita kerugian yang
disebabkan oleh perintah tertulis yang diberikan kepada
Perusahaan Perasuransian.

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak


berlaku apabila pihak yang bersangkutan merupakan
pihak terafiliasi atau pihak yang terkait dengan keadaan
yang menyebabkan dikeluarkannya perintah tertulis
tersebut oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 67

Pihak lain yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa


Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan
Pasal 61 ayat (2) dilarang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa
Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang.

BAB XIV . . .
- 48 -

BAB XIV
ASOSIASI USAHA PERASURANSIAN

Pasal 68

(1) Setiap Perusahaan Perasuransian wajib menjadi anggota


salah satu asosiasi Usaha Perasuransian yang sesuai
dengan jenis usahanya.
(2) Asosiasi Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertulis dari
Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 69

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan atau


mendelegasikan wewenang tertentu kepada asosiasi
Usaha Perasuransian dalam rangka pengaturan
dan/atau pengawasan Usaha Perasuransian.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan atau


pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 70

Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksi


administratif kepada Setiap Orang yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini
dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 71 . . .
- 49 -

Pasal 71

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 4 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13
ayat (1), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 15,
Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal
21 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 22 ayat (1), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (2), ayat (4), ayat (6), ayat
(7), dan ayat (8), Pasal 29 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6),
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (3),
dan ayat (4), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 35 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 36, Pasal 39 ayat (5), Pasal 40 ayat
(1) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 53 ayat (1),
Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (2), Pasal 68 ayat (1), dan
Pasal 86 dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau
seluruh kegiatan usaha;
c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau
produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu;
d. pencabutan izin usaha;
e. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi Pialang
Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi;
f. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan
aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain
yang memberikan jasa bagi Perusahaan
Perasuransian;
g. pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau
asosiasi;
h. denda administratif; dan/atau

i. larangan . . .
- 50 -

i. larangan menjadi pemegang saham, Pengendali,


direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
pemegang saham, Pengendali, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah,
atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi,
atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah
direksi pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, pada Perusahaan Perasuransian.

(3) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi


Perusahaan Perasuransian membahayakan kepentingan
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, Otoritas Jasa
Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin
usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif
yang lain.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara


pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta besaran denda
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf h diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 72

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi


Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dikenai sanksi peringatan tertulis
atau pembatasan kegiatan usaha, Otoritas Jasa
Keuangan dapat memerintahkan:
a. penambahan modal;
b. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris
perusahaan, atau auditor internal;

c. direksi . . .
- 51 -

c. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan


direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah menyerahkan pengendalian
dan pengelolaan kegiatan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
kepada Pengelola Statuter;
d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio
pertanggungan kepada Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain;
dan/atau
e. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah melakukan tindakan yang dinilai dapat
mengatasi kesulitan atau tidak melakukan tindakan
yang dinilai dapat memperburuk kondisi perusahaan.

(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah, Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut izin
usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah.

(3) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yang


berwenang untuk memblokir sebagian atau seluruh
kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah yang sedang dikenai sanksi
pembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhi
ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin
usahanya.

(4) Pencabutan . . .
- 52 -

(4) Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruh


kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara
pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
pencabutan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XVI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 73

(1) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi,


usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha
Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang


Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap . . .
- 53 -

(3) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Penilai


Kerugian Asuransi tanpa izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74

(1) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang


setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau
pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan
sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/atau
dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang tidak benar,
palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau
pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan
sengaja memberikan informasi, data, dan/atau dokumen
kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 46 ayat (2)
yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua
puluh miliar rupiah).

Pasal 75 . . .
- 54 -

Pasal 75

Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikan


informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu,
dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung,
atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Pasal 76

Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).

Pasal 77

Setiap Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan,


menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan,
atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset
atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) tanpa hak dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 78

Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen


Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 79 . . .
- 55 -

Pasal 79

Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis


baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).

Pasal 80

Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa


Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa
Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pasal 81

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atau
Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang
bertindak untuk dan atas nama korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak
pidana:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali
dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas
nama korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan

d. dilakukan . . .
- 56 -

d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi


korporasi.

Pasal 82

Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana


denda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus
miliar rupiah).

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

(1) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izin


usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini,
dinyatakan telah mendapat izin usaha berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2) Perusahaan agen asuransi yang telah mendapatkan izin
usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
tetap dapat menjalankan usahanya.
(3) Izin atau persetujuan yang telah diberikan kepada
Perusahaan Perasuransian berkenaan dengan
kelembagaan dan penyelenggaraan Usaha Perasuransian
pada saat diundangkannya Undang-Undang ini,
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Undang-Undang
ini.

Pasal 84

(1) Perusahaan konsultan aktuaria yang telah mendapat izin


usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya.
(2) Dengan diundangkannya Undang-Undang ini, perizinan
usaha, pembinaan, dan pengawasan perusahaan
konsultan aktuaria dilakukan oleh Menteri.

Pasal 85 . . .
- 57 -

Pasal 85

(1) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, setiap


Pihak yang menjadi pemegang saham pengendali pada
lebih dari 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1 (satu)
perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan
reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1
(satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu)
perusahaan reasuransi syariah wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) paling lama 3
(tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian


pemegang saham pengendali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan sanksi bagi Pihak yang tidak
melakukan penyesuaian pemegang saham pengendali
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 86

Usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)


huruf c wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya paling
lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
ini.

Pasal 87

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan


reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai Dana
Tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai
paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai
Dana Asuransi, Dana Tabarru’, dan dana investasi
peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini,
Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi
tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah
tersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau
perusahaan reasuransi syariah.

(2) Ketentuan . . .
- 58 -

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan unit syariah


dan sanksi bagi Perusahaan Asuransi dan perusahaan
reasuransi yang tidak melakukan pemisahan unit syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 88

(1) Perusahaan Perasuransian yang belum memenuhi


ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a wajib
menyesuaikan dengan ketentuan tersebut dengan
mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada warga
negara Indonesia atau melakukan perubahan
kepemilikan melalui mekanisme penawaran umum (initial
public offering) paling lama 5 (lima) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian
kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
sanksi bagi Perusahaan Perasuransian yang tidak
melakukan penyesuaian kepemilikan diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 89

Ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang


mewajibkan penutupan asuransi atau asuransi syariah oleh
seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat wajib
disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 90 . . .
- 59 -

Pasal 90

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:


a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3467) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku;
b. ketentuan mengenai permohonan pernyataan pailit oleh
Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4443) dinyatakan tidak berlaku bagi Perusahaan
Asuransi dan perusahaan reasuransi; dan
c. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3467), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.

Pasal 91

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus


ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 92

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .
- 60 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 337

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,

ttd.

Lydia Silvanna Djaman


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2014
TENTANG
PERASURANSIAN

I. UMUM

Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya


penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi
masyarakat. Dalam industri perasuransian, baik secara nasional maupun
global, terjadi perkembangan yang pesat yang ditandai dengan meningkatnya
volume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa perasuransian
oleh masyarakat. Layanan jasa perasuransian pun semakin bervariasi sejalan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pengelolaan risiko dan
pengelolaan investasi yang semakin tidak terpisahkan, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam kegiatan usaha.
Selain perkembangan di dalam industri perasuransian, terjadi pula
perkembangan di industri jasa keuangan yang lain. Perkembangan di berbagai
industri jasa keuangan ini mengakibatkan semakin menipisnya batasan dan
perbedaan jenis layanan yang diberikan oleh industri jasa keuangan.
Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pengaturan dan
pengawasan sektor keuangan yang lebih baik dan terpadu.
Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 13; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467)
tidak lagi cukup untuk menjadi dasar pengaturan dan pengawasan industri
perasuransian yang telah berkembang. Penyempurnaan terhadap peraturan
perundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk
menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong
pembangunan nasional.
Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat,
dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik
dengan penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempurnaan ketentuan
yang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk:
1. penetapan landasan hukum bagi penyelenggaraan Usaha Asuransi Syariah
dan Usaha Reasuransi Syariah;

2. penetapan . . .
-2-

2. penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentuk


usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan;
3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan
perasuransian yang mendukung kepentingan nasional;
4. pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola kerja sama dengan pihak
lain dalam rangka pemasaran layanan jasa asuransi dan asuransi syariah,
termasuk kerja sama keagenan; dan
5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola
perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang
sehat.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong


pembangunan nasional terjadi apabila industri perasuransian dapat lebih
mendukung masyarakat dalam menghadapi risiko yang dihadapinya sehari-
hari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan kegiatan usaha. Untuk
itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa Objek Asuransi di Indonesia hanya
dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia dan penutupan Objek Asuransi tersebut harus
memperhatikan optimalisasi kapasitas Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah
dalam negeri. Guna mengimbangi kebijakan ini, Pemerintah dan/atau Otoritas
Jasa Keuangan melakukan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas
asuransi dan reasuransi dalam negeri. Undang-Undang ini juga mengharuskan
penyelenggaraan Program Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secara
kompetitif dan memungkinkan pemberian fasilitas fiskal kepada perseorangan,
rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorong
peningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah dalam rangka
pengelolaan risiko.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong


pembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang
dalam jumlah besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan.
Pengaturan lebih lanjut yang diamanatkan Undang-Undang ini kepada Otoritas
Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk
Asuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan
kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentukan besar atau
kecilnya peran industri perasuransian tersebut.

Pengaturan . . .
-3-

Pengaturan dalam Undang-Undang ini juga mencerminkan perhatian


dan dukungan besar bagi upaya pelindungan konsumen jasa perasuransian,
upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yang lebih terbuka pada tingkat
regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat
internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan, dan pengawasan industri
perasuransian.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi
kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat
digolongkan sebagai Usaha Asuransi Umum. Namun, mengingat Objek
Asuransi yang dipertanggungkan dalam kedua lini usaha dimaksud
menyangkut diri manusia, lini usaha asuransi kesehatan dan lini
usaha asuransi kecelakaan diri juga dapat digolongkan sebagai Usaha
Asuransi Jiwa. Dalam praktiknya, kedua lini usaha asuransi tersebut
telah diselenggarakan, baik oleh perusahaan asuransi umum maupun
oleh perusahaan asuransi jiwa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 3
Usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah berbeda dari
usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha
asuransi dan Usaha Reasuransi yang dikelola secara konvensional
menerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariah
dan Usaha Reasuransi Syariah merupakan penerapan konsep berbagi
risiko (risk sharing). Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasari
penyelenggaraan usahanya, usaha asuransi syariah dan Usaha
Reasuransi Syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di
dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional
akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah.

Pasal 4 . . .
-4-

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pihak yang bermaksud menyelenggarakan Usaha Asuransi
Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah,
atau Usaha Asuransi Jiwa Syariah dengan bentuk badan hukum
usaha bersama setelah Undang-Undang ini diundangkan,
didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan
pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah antara lain tata kelola,
persyaratan dan tata cara perubahan menjadi badan hukum
perseroan terbatas atau koperasi, serta persyaratan dan tata cara
pembubaran badan hukum usaha bersama.

Pasal 7
Ayat (1)
Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka dan
berkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa pertanggungan atau
pengelolaan risiko yang semakin beragam dan berkualitas oleh
Perusahaan Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan
kompetitif. Untuk itu, Perusahaan Perasuransian perlu dibangun
dengan permodalan yang kuat, yang bersumber, baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b . . .
-5-

Huruf b
Kepemilikan pihak asing pada Perusahaan Perasuransian dibatasi
secara kualitatif. Pembatasan secara kualitatif dilakukan dengan
mempersyaratkan bahwa pada saat pendirian Perusahaan
Perasuransian, pihak asing yang dapat menjadi pemilik adalah
badan hukum asing yang memiliki Usaha Perasuransian yang
sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak
perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang
sejenis. Persyaratan badan hukum asing harus mempunyai Usaha
Perasuransian yang sejenis dimaksudkan agar mitra asing yang
akan menjadi salah satu pemilik Perusahaan Perasuransian di
Indonesia tersebut merupakan Perusahaan Perasuransian yang
benar-benar mempunyai pengalaman usaha di bidangnya sehingga
diharapkan terjadi transfer modal dan transfer pengetahuan dan
teknologi kepada pihak Indonesia.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lain
mengenai pembatasan kepemilikan badan hukum asing secara
kuantitatif. Pembatasan tersebut dapat berupa persentase maksimum
kepemilikan asing pada Perusahaan Perasuransian.
Pembatasan secara kuantitatif membutuhkan fleksibilitas guna
menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan dan ketersediaan dana
dalam negeri.
Batas kepemilikan badan hukum asing dalam Perusahaan
Perasuransian dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) . . .
-6-

Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan
usaha antara lain berupa persyaratan kompetensi atau keahlian di
bidang Usaha Perasuransian sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan termasuk bagi pengurus dan tenaga ahli
asing.

Pasal 9
Ayat (1)
Waktu 30 (tiga puluh) hari kerja mencakup waktu untuk
mengklarifikasi data atau informasi dalam dokumen yang
dipersyaratkan untuk mendapatkan izin usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan bagi anggota
dewan pengawas syariah mencakup integritas dan kompetensi terkait
tugas dan fungsi dewan pengawas syariah serta pengalaman dan
keahlian di bidang usaha perasuransian syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Penetapan Pengendali diperlukan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat
menentukan Pihak yang dimintai pertanggungjawaban, selain direksi
dan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta akibat
pengaruh Pihak tersebut dalam pengelolaan perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 14 . . .
-7-

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persetujuan ini diperlukan antara lain agar Pihak yang tidak lagi
menjadi Pengendali dipastikan tidak lagi memiliki kewajiban untuk
ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak yang
sebelumnya berada dalam pengendaliannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengecualian dalam ketentuan ini dimaksudkan agar negara dapat
memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan
usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompok
masyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan
usaha asuransi yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta,
atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagi
masyarakat.
Ayat (3)
Hal yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan antara lain besar kepemilikan saham dan tata cara
konsolidasi perusahaan.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) . . .
-8-

Ayat (3)
Hal yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain
mengenai jenis, jumlah, persyaratan, tugas, tanggung jawab, dan
wewenang tenaga ahli dan aktuaris.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “standar seleksi” adalah persyaratan minimum
bagi Pihak yang akan dijadikan mitra kerja sama oleh Perusahaan
Perasuransian.
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah adanya keyakinan
Perusahaan Perasuransian atas kemampuan dan pengalaman dari
perusahaan yang diajak bekerja sama dan adanya kejelasan
pertanggungjawaban oleh Perusahaan Perasuransian atas kegiatan
atau fungsi yang dilaksanakan oleh pihak lain tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai jenis, nilai, dan jangka waktu pengalihan fungsi
yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Perasuransian, termasuk
perusahaan penilai kerugian asuransi, kepada pihak lain terutama
pihak asing.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Dana Asuransi atau Dana Tabarru’
dapat dikelola dengan baik, mengingat Dana Asuransi atau Dana
Tabarru’ dimaksud merupakan dana yang akan digunakan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta. Kewajiban melakukan evaluasi atas Dana
Asuransi atau Dana Tabarru’ juga dilakukan di negara lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 20 . . .
-9-

Pasal 20
Ayat (1)
Dana Jaminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantian
sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta
dalam hal perusahaan harus dilikuidasi. Dengan demikian, Dana
Jaminan merupakan bagian dari upaya melindungi Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (2)
Pada umumnya, perkembangan usaha mengakibatkan bertambahnya
kewajiban perusahaan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta. Hal ini juga berarti bertambah pula besar hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta yang perlu dijamin pengembaliannya jika
perusahaan dilikuidasi.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar penggunaan Dana Jaminan untuk
mengembalikan sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta pada saat perusahaan dilikuidasi dapat
dipastikan.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan Dana
Jaminan.
Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan meliputi pengaturan
jenis aset yang dapat digunakan sebagai Dana Jaminan, jumlah Dana
Jaminan minimum yang harus dimiliki perusahaan, penyesuaian
besar Dana Jaminan berdasarkan volume usaha, tata cara
pemindahan atau pencairan Dana Jaminan, dan penatausahaannya.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemisahan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan keseimbangan antara pengembangan usaha dan
pelindungan konsumen.

Pasal 22 . . .
- 10 -

Pasal 22
Ayat (1)
Laporan yang wajib disampaikan Perusahaan Perasuransian kepada
Otoritas Jasa Keuangan antara lain laporan keuangan, laporan
kegiatan usaha, dan laporan program dukungan reasuransi otomatis.
Selain itu, dalam keadaan atau untuk tujuan tertentu, Perusahaan
Perasuransian juga dapat diwajibkan menyampaikan laporan yang
bersifat tematik misalnya profil risiko dan pelaksanaan tata kelola
perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisi kesehatan keuangan
yang diumumkan paling sedikit meliputi rasio kesehatan keuangan
sesuai dengan ketentuan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan
perusahaan reasuransi syariah. Pengumuman melalui media
elektronik dilakukan pada situs perusahaan dan situs Otoritas Jasa
Keuangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai jenis, bentuk, dan susunan laporan atau
pengumuman, serta jadwal dan batas waktu penyampaian laporan
dan pengumuman.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26 . . .
- 11 -

Pasal 26
Ayat (1)
Ketentuan mengenai standar perilaku usaha bagi Perusahaan
Asuransi Syariah dan perusahaan reasuransi syariah mengacu pula
pada Prinsip Syariah.
Ayat (2)
Pengaturan mengenai standar perilaku usaha dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan disesuaikan dengan jenis usaha Perusahaan
Perasuransian masing-masing.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Imbalan jasa keperantaraan dapat dibayarkan langsung oleh
Pemegang Polis atau menjadi bagian dari Premi. Dalam hal imbalan
jasa keperantaraan merupakan bagian dari Premi, dalam polis atau
dokumen yang merupakan kesatuan dengannya dimuat perincian
mengenai bagian premi yang diteruskan kepada Perusahaan Asuransi
dan imbalan jasa keperantaraan yang dibayarkan kepada Perusahaan
Pialang Asuransi.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31 . . .
- 12 -

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “cepat” adalah bahwa proses penanganan
klaim dan keluhan dilakukan dengan segera, dalam waktu sesingkat-
singkatnya, dan secara cekatan.
Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah bahwa proses penanganan
klaim dan keluhan bersifat lugas dan tidak rumit.
Yang dimaksud dengan “mudah diakses” adalah bahwa proses
penanganan klaim dan keluhan diselenggarakan di kantor perusahaan
atau tempat lain yang mudah dikunjungi, atau diselenggarakan
dengan memanfaatkan teknologi yang memudahkan orang untuk
menyampaikan klaim atau keluhan dan mendapatkan tanggapan.
Yang dimaksud dengan “adil” adalah bahwa proses penanganan klaim
dan keluhan dilakukan dengan berpegang kepada kebenaran, tidak
memihak, dan tidak sewenang-wenang.
Ayat (4)
Tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran
klaim antara lain:
a. memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta
penyerahan dokumen tertentu, yang kemudian diikuti dengan
meminta penyerahan dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal
yang sama;
b. menunda penyelesaian dan pembayaran klaim karena menunggu
penyelesaian dan/atau pembayaran klaim reasuransinya;
c. tidak melakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagian dari
penutupan asuransi karena alasan adanya keterkaitan dengan
penyelesaian klaim yang merupakan bagian lain dari penutupan
asuransi dalam 1 (satu) polis yang sama;
d. memperlambat penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi,
apabila jasa penilai kerugian asuransi dibutuhkan dalam proses
penyelesaian klaim; dan
e. menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai
dengan praktik usaha asuransi yang berlaku umum.

Ayat (5) . . .
- 13 -

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1)
Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa koperasi atau
usaha bersama memiliki keterbatasan kemampuan untuk menambah
modal. Namun, di sisi lain koperasi atau usaha bersama tetap harus
memastikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban kepada
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan konsep
pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan
menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal bagi usaha
asuransi yang dijalankan oleh Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c.
Ayat (3)
Ketentuan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan konsep
pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan
menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “persyaratan keuangan” antara lain besaran
simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus disetor oleh anggota.

Pasal 36
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah agar benar-benar menjalankan fungsinya sebagai
penanggung dan/atau penanggung ulang.

Optimalisasi . . .
- 14 -

Optimalisasi pemanfaatan kapasitas reasuransi dalam negeri dilakukan


dengan menempatkan sebanyak-banyaknya pertanggungan ulang
asuransi pada Perusahaan Asuransi dan/atau perusahaan reasuransi di
dalam negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan
tetap memperhatikan prinsip manajemen risiko, terutama penyebaran
risiko.

Pasal 37
Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, dapat melakukan langkah-langkah, seperti:
a. membentuk perusahaan reasuransi baru;
b. menggabungkan beberapa badan usaha milik negara yang bergerak di
bidang perasuransian dan menugaskan perusahaan hasil
penggabungan tersebut menjadi perusahaan reasuransi;
c. memberikan fasilitas untuk pembentukan pool atau konsorsium
asuransi untuk risiko tertentu, misalnya risiko bencana alam; atau
d. menghindari pengenaan pajak berganda terhadap industri
perasuransian.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Otoritas Jasa Keuangan harus menetapkan persyaratan bagi pihak
yang akan menyelenggarakan Program Asuransi Wajib, misalnya besar
modal dan ketersediaan infrastruktur usaha.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “manfaat tambahan” adalah besaran manfaat
yang diberikan dan bukan tambahan jenis manfaat.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Perubahan kepemilikan mencakup antara lain perubahan komposisi
saham, pengambilalihan, dan penambahan pemegang saham baru.

Ayat (2) . . .
- 15 -

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hal yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan antara lain adanya transfer portofolio pertanggungan atau
pengembalian hak Pemegang Polis atau Tertanggung sebelum
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebut
menghentikan kegiatan usahanya.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Ayat (1)
Likuidasi perusahaan yang telah dicabut izin usahanya perlu segera
dilakukan untuk melindungi kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) . . .
- 16 -

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hal yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain:
a. mekanisme pembubaran badan hukum Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah;
b. jumlah anggota tim likuidasi;
c. penghasilan tim likuidasi;
d. tata cara pelaksanaan likuidasi;
e. jangka waktu likuidasi;
f. pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
g. tata cara pengalihan aset dan kewajiban Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah; dan
h. pertanggungjawaban tim likuidasi.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Ayat (1)
Tagihan diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan dimaksudkan
untuk memudahkan proses penagihan, tetapi Otoritas Jasa Keuangan
tidak melakukan verifikasi terhadap tagihan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50 . . .
- 17 -

Pasal 50
Ayat (1)
Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan
perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin
pengembalian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi.
Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri
perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat
meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 54 . . .
- 18 -

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “independen” adalah tidak dipengaruhi oleh
pihak lain.
Yang dimaksud dengan “imparsial” adalah tidak berpihak pada salah
satu pihak yang bersengketa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penilai” adalah penilai aset.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa Usaha Perasuransian
memiliki karakteristik yang khas sehingga profesi penyedia jasa bagi
Perusahaan Perasuransian harus memenuhi kualifikasi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57 . . .
- 19 -

Pasal 57
Ayat (1)
Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian oleh
Otoritas Jasa Keuangan antara lain aspek tata kelola, perilaku usaha,
dan kesehatan keuangan.
Yang dimaksud dengan “pengawasan” antara lain analisis laporan,
pemeriksaan, dan penyidikan.
Ayat (2)
Kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi
dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional meliputi hal
kepemilikan asing atas Perusahaan Perasuransian, peningkatan
kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi
syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiskal kepada
perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan
menengah.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g . . .
- 20 -

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan produk asuransi tertentu yang dapat
dihentikan pemasarannya adalah produk yang dapat
merugikan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta,
produk yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan norma yang berlaku di masyarakat, dan/atau
produk yang dapat membahayakan keuangan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.
Angka 6
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.

Pasal 61 . . .
- 21 -

Pasal 61
Ayat (1)
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan di kantor
Perusahaan Perasuransian dan/atau pemeriksaan di kantor Otoritas
Jasa Keuangan. Pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian
dapat dilakukan terhadap seluruh aspek penyelenggaraan kegiatan
usaha Perusahaan Perasuransian dan/atau terhadap aspek tertentu
dari penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian.
Sedangkan pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dilakukan
hanya terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha
Perusahaan Perasuransian.
Pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dapat ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian apabila:
a. data, dokumen, dan/atau keterangan dari Perusahaan
Perasuransian yang diperiksa tidak dapat memberikan dasar yang
cukup bagi pegawai Otoritas Jasa Keuangan dan/atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan
pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk membuat
kesimpulan atas hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa
Keuangan; dan/atau
b. adanya tanggapan Perusahaan Perasuransian yang diperiksa
terhadap kesimpulan hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa
Keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga, institusi,
atau orang, baik dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan.
Pihak tersebut antara lain akuntan publik, konsultan aktuaria, penilai
kerugian, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau pejabat
penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
- 22 -

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kekayaan” antara lain surat berharga,
tanah, gedung, dan kendaraan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini didasarkan bahwa direksi dan komisaris nonaktif
Perusahaan Perasuransian dianggap pihak yang paling mengetahui
keadaan keuangan dan operasional Perusahaan Perasuransian yang
sedang diambil alih kepengurusannya oleh Pengelola Statuter.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud “perintah tertulis” adalah perintah secara tertulis
untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan dan/atau mencegah dan mengurangi kerugian Pemegang
Polis, Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) . . .
- 23 -

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini didasarkan bahwa Pengendali mempunyai peranan
penting, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan suatu Perusahaan
Perasuransian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 67
Informasi yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dapat berupa informasi
yang sifatnya rahasia, antara lain informasi yang terkait dengan stabilitas
perekonomian nasional dan informasi yang berkaitan dengan kepentingan
pelindungan Usaha Perasuransian dari persaingan usaha tidak sehat.
Informasi rahasia tersebut dapat diakses oleh pegawai Otoritas Jasa
Keuangan atau pihak yang ditunjuk dan/atau diberi tugas oleh Otoritas
Jasa Keuangan.

Pasal 68
Ayat (1)
Pengaturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran asosiasi
dalam mengatur para anggotanya (self regulatory) dan melancarkan
koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (2) . . .
- 24 -

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 69
Ayat (1)
Penugasan atau pendelegasian wewenang tertentu dari Otoritas Jasa
Keuangan kepada asosiasi antara lain penyusunan standar etika
usaha dan tata perilaku (code of conduct), pembentukan profil risiko
dan tabel mortalita, serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasi
keagenan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh kondisi yang membahayakan kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta antara lain kondisi keuangan perusahaan
memburuk secara drastis, pemegang saham tidak kooperatif,
dan/atau direksi dan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, tidak
memiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75 . . .
- 25 -

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin di luar izin usaha. Contoh
izin atau persetujuan antara lain izin untuk memasarkan produk
asuransi dan persetujuan untuk bancassurance.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87 . . .
- 26 -

Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai kewajiban membuat rencana kerja dan
kewajiban perusahaan menginformasikan rencana pemisahan kepada
Pemegang Polis dan Peserta.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Ketentuan yang wajib disesuaikan termasuk ketentuan mengenai aspek
Program Asuransi Wajib yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang
dan dana kecelakaan lalu lintas jalan.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5618

Anda mungkin juga menyukai