Anda di halaman 1dari 8

Mudatsir, Imunodiagnostik Penyakit Kusta

Imunodiagnostik Penyakit Kusta


Mudatsir

Abstrak. Respon imun pada penyakit kusta sangat kompleks yaitu melibatkan imunitas seluler dan
humoral. Sebagian besar gejala dan komplikasi penyakit ini disebabkan oleh reaksi imunologi terhadap
antigen yang ditimbulkan oleh Mycobacterium leprae. Ada tiga cara pemeriksaan kusta secara
serologi yaitu Pemeriksaan MLPA (MycobacterIum leprae particle angglutination, ELISA (Enzyme
Linked Immuno-Sorbent Assay) dan pemeriksaan Mycobacterium leprae dipstick (ML dipstick).
Pemeriksaan MLPA menggunakan antigen polisakarida sintetik yang sesuai dengan phenolic
glycolipid –I (PGL-I). Pada Pemeriksaan ELISA untuk mengukur kadar antibodi terhadap basil kusta
seperti antibodi PGL-I, antibodi anti protein 35kD dan lain-lain. Sedangkan pada pemeriksaan ML
dipstick ditujukan untuk mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap M.leprae.
(JKS 2006;3:115-122)

Kata Kunci: Imunodiagnostik, ELISA, MLPA, ML dipstick, kusta

Abstract. Immune response in leprosy is very complex which involves cellular and humoral
immunities. Most of the symptoms and complications of this disease are caused by immunological
reactions to antigens caused by Leprae Mycobacterium. There are three ways of serological leprosy
examination; MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutination, ELISA (Enzyme Linked
Immuno-Sorbent Assay) and dipstick examination of Mycobacterium leprae (ML dipstick). MLPA
examination is using the synthetic polysaccharide antigens correspond to phenolic glycolipid-I (PGL -
I). The ELISA examintaion is used to measure antibody levels against leprosy bacilli such as PGL-I
antibody, anti-protein antibodies 35kD, etc. On the other side, the ML dipstick examination is intended
to detect specific IgM antibodies against M. leprae. (JKS 2006;3:115-122)

Keywords: Imunodiagnostic, ELISA, MLPA, ML dipstick, leprosy

Pendahuluan sakit. Pada mereka yang kekebalan


alamiahnya tidak berhasil membunuh
Perjalanan klinik penyakit kusta kuman yang masuk, terjadi
merupakan suatu proses yang lambat perkembangbiakan kuman di dalam sel
dan berjalan bertahun-tahun, sehingga Schwann di perineurium. Proses ini
acapkali si penderita tidak menyadari berjalan sangat lambat sebelum
adanya proses penyakit di dalam muncul gejala klinik yang pertama.1,2
tubuhnya. Sebagian besar penduduk di Setelah melewati masa inkubasi yang
daerah endemik kusta pernah terinfeksi cukup lama (sekitar 2-5 tahun) akan
kuman Mycobacterium leprae.1 muncul gejala awal penyakit yang
Namun, karena adanya kekebalan bentuknya belum khas, berupa bercak-
alamiah, hanya sekitar 15% dari bercak dengan sedikit gangguan
mereka yang mungkin akan terjadi sensasi pada kulit disertai dengan
berkurangnya produksi keringat
Mudatsir adalah dosen pada bagian setempat. Keadaan ini disebut fase
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran indeterminate dan dianggap sebagai
Universitas Syiah Kuala. fase di mana kelainan yang terjadi

115
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 6 Nomor 3 Desember 2006

masih belum dipengaruhi oleh ditimbulkan oleh Mycobacterium


kekebalan tubuh. Meskipun tidak leprae. Jika respon imun yang terjadi
semua bentuk indeterminate akan setelah infeksi cukup baik, maka
berlanjut menjadi kusta yang manifes multiplikasi bakteri dapat dihambat
(overt), dalam beberapa tahun setelah pada stadium awal sehingga dapat
kelainan itu ditemukan biasanya akan mencegah perkembangan tanda dan
muncul gejala klinik yang gejala klinis selanjutnya.2
karakteristik. Kelainan yang khas ini Pada makalah ini akan dibahas tentang
bervariasi, bisa pada kulit, saraf tepi diagnostik penyakit kusta berdasarkan
maupun organ-organ lainnya. Bentuk pemeriksaan serlogi meliputi
kelainan yang terjadi tergantung tipe pemeriksaan MLPA (MycobacterIum
penyakit kusta yang terjadi dan leprae particle angglutination,
berkaitan erat dengan imun Pemeriksaan ELISA (Enzyme Linked
penderita.1,3,4 Immuno-Sorbent Assay) dan
Pada fase awal penyakit kusta dapat pemeriksaan Mycobacterium leprae
terjadi perubahan imunologis dipstick (ML dipstick)
mengawali gejala klinis, yang biasa
disebut kusta subklinis. Kusta Respon Imun pada Infeksi Kusta
subklinis adalah keadaan di mana
kuman telah masuk ke dalam tubuh Mycobacterium leprae merupakan
namun individu tersebut tidak parasit obligat intraseluler, maka
menunjukkan gejala klinis penyakit respon imun seluler memegang
tersebut, tetapi pada pemeriksaan peranan penting dalam ketahanan
serologis adalah hasilnya positif. tubuh terhadap infeksi. Respon imun
Dengan pemeriksaan serologis yang seluler merupakan hasil dari aktivasi
spesifik untuk kusta terlihat bahwa makrofag dengan meningkatnya
jumlah antibodi terhadap kemampuan dalam menekan
Mycobacterium leprae pada individu multiplikasi atau menghancurkan
sudah cukup tinggi. Hal ini bakteri.2,5
menunjukkan bahwa telah ada antigen Mycobacterium leprae masuk ke
spesifik Mycobacterium leprae yang dalam tubuh dan berhasil melewati
merangsang timbulnya antibodi sistem pertahanan lapis pertama yang
tersebut. Infeksi subklinis merupakan akan memfagosit untuk selanjutnya
tahap subklinis menuju penyakit dihancurkan oleh sel tersebut,
dengan manifestasi klinis atau tahap kemudian ikut bersama monosit dalam
subklinis yang berakhir tanpa aliran darah. Pada beberapa keadaan,
3,5
manifestasi klinis. kuman tidak terbunuh bahkan ikut
Respon imun pada penyakit kusta bersama dalam aliran darah. Keadaan
sangat kompleks yaitu melibatkan ini disebut Troyan horse phenomena,
imunitas seluler dan humoral. yaitu kuman ikut menumpang dan
Sebagian besar gejala dan komplikasi berkembang dalam salah satu sel tubuh
penyakit ini disebabkan oleh reaksi tanpa dideteksi oleh sistem imunitas
imunologi terhadap antigen yang yang ada.1 Suatu saat monosit tersebut

116
Mudatsir, Imunodiagnostik Penyakit Kusta

akan mati dan pecah sehingga kuman penghancuran sel target oleh sel T
menyebar dan akan mencapai sel sitotoksik.9
Schwann di perinerium saraf tepi yang Makrofag yang telah menangkap dan
merupakan predileksi tempat hidupnya menyajikan antigen akan
Mycobacterium leprae.Mycobacterium mengaktifkan sel limfosit CD4+ dan
leprae adalah kuman yang tahan CD8+, menghasilkan proliferasi dan
terhadap lisosim dan kuman tersebut diferensiasi menjadi beberapa jenis sel
dapat berkembang biak di dalam sel limfosit yang aktif. Terbentuknya
Schwann. Sel ini tidak dapat beberapa jenis sel limfosit T sitotoksik
mengekspresikan molekul Major dan limfosit CD4+ yang memproduksi
Histocompatibility Complex (MHC) sitokin memperkuat penghancuran
kelas II sehingga sel Schwann yang kuman dalam makrofag.6
terinfeksi tidak bisa berkomunikasi Respon imun humoral terhadap
dengan sel limfosit T, akibatnya Mycobacterium leprae merupakan
kuman di dalam sel Schwann tidak aktifitas sel limfosit B yang berada
bisa terdeteksi oleh sistem imun.6,7 dalam jaringan limfoit dan sirkulasi
Bila sel Schwann mati dan pecah maka darah. Rangsangan dari komponen
Mycobacterium leprae akan keluar dan antigen kuman tersebut akan merubah
menyebar seluruhnya ditangkap sel limfosit B menjadi sel plasma yang
kembali oleh sel-sel fagosit lain akan menghasilkan antibodi yang akan
termasuk sel Schwann. Respon imun membantu proses opsonisasi. Tetapi
seluler akan bekerja bila kuman pada penyakit kusta fungsi respon
ditangkap oleh sel fagosit yang imun humoral ini tidak efektif malahan
profesional khususnya makrofag. justru menyebabkan timbulnya
Setelah dicerna dan disajikan ke MHC beberapa penyulit karena terbentuknya
klas II maka sel Th/CD4+ akan secara berlebihan.5 Hal ini tampak
mengenal dan selanjutnya dimulailah pada penderita kusta lepromatous yang
rangkaian imunitas seluler.7,8 mana akibat rangsangan yang cukup
lama oleh antigen Mycobacterium
Respon Imun Didapat leprae maka akan ditemukan antibodi
dalam jumlah yang berlebihan dalam
Setelah Mycobacterium leprae yang sirkulasi darah penderita. Selain
masuk dikenal oleh sistem imun tubuh, antibodi yang spesifik maupun non
maka dimulailah proses imunitas yang spesifik juga ditemukan auto antibodi
spesifik. Oleh karena Mycobacterium serta peningkatan komplemen.
leprae adalah kuman yang obligat Keadaan ini dianggap penyebab
intracellulair maka penghancuran terjadinya reaksi Erithema Nodosum
kuman yang efektif adalah melalui Leprosum. Terjadinya produksi yang
respon imun seluler. Pada individu berlebihan dari antibodi ini diduga
yang sehat rangkaian respon ini akan akibat lumpuhnya sistem imunitas
segera berlangsung dengan hasil akhir seluler, sehingga kontrol terhadap sel
penghancuran Mycobacterium leprae limfosit menjadi hilang dan akibatnya
dalam makrofag maupun sel B terus memproduksi antibodi.5

117
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 6 Nomor 3 Desember 2006

Gambaran Imunologi Kusta Dari bagan di atas dapat dijelaskan


kejadian awal setelah terinfeksi oleh
Untuk menghadapi rangsangan dari M.leprae diliputi oleh berbagai
luar tubuh dikenal 2 macam tingkatan kemungkinan yang belum pasti, karena
sistem kekebalan tubuh yaitu innate dipengaruhi oleh kesenjangan
immunity (kekebalan alamiah), dan pengaruh pada waktu masuk, dosis
adaptive/acquired immunity infeksi di sana tidak tampak lesi
(kekebalan yang di dapat). Perbedaan seperti tanda suatu infeksi. Ini adalah
utama keduanya adalah mengenai tahapan subklinik yang mana bisa
spesifitas dan immunologic memory. mungkin sebuah tahapan subklinik
Adanya efek imunologis pada kusta dalam gerakan berikutnya menuju
yang bersifat spesifik menunjukkan klinik (menjadi kusta MB ataupun
bahwa gangguan yang terjadi adalah PB), atau tahapan subklinik yang mana
pada tingkat adaptiv/acquired bisa berhenti tanpa gejala klinik
immunity dan bukan pada tingkat (sembuh dengan sendirinya). Variasi
innate immunity. Dengan demikian penelitian menunjukkan bahwa goup
gangguan dapat terjadi pada tingkat sel terakhir merupakan mayoritas dari
penyaji antigen, limfosit T dan B, atau individu. Studi epidemiologi
proses pembentukan limpfosit atau menunjukkan bahwa perbaikan
antibodi.11 keadaan ekonom, hygiene dan gizi
Proses imunitas yang spesifik mulai semuanya mempunyai kontribusi
bekerja setelah kuman yang masuk untuk mengubah proporsi individu
dikenal oleh sistem imun tubuh. yang akan berkembang menjadi
Karena sifat M. leprae adalah obligat manifest.9
intraseluler, maka penghancuran yang Fakta perubahan reaksi imun pada
efektif harus melalui respons imun individu yang terpapar oleh M.leparae
seluler. Pada individu yang sehat, tapi tanpa tanda klinis dari infeksi,
rangkaian respons imun seluler akan pertama kali ditemukan oleh Godal
segera berlangsung dengan hasil akhir dan kawan kawan pada tahun dengan
penghancuran kuman M.leprae baik limpoeyt transformasi test (LTT).1,9
penghancuran kuman di dalam Pada kusta Tuberkulosis, produksi
makrofag maupun penghancuran immunoglobulin (Iga, IgA, dan IgM)
melalui sel target oleh sel sitotoksik biasanya agak meningkat sedangkan
(Tc). Respons imun seluler pada pada kusta Lepramatous meningkat
penyakit kusta bertujuan untuk secara. Bermakna. Terdapat
mengeliminasi kuman M .leprae yang peningkatan yang sesuai dari antibody
hidup dan berkembang di dalam sel-sel yang beredar terhadap antigen
tubuh. Konsep teori klasik mikobakten. Keadaan ini dapat
menyebutkan bahwa penghancuran mendorong terjadinya reaksi
10
M.leprae di dalam magrofag terjadi hipersensitifitas.
sebagai hasil kerja sama antara
makrofag dan limfosit-T.1

118
Mudatsir, Imunodiagnostik Penyakit Kusta

Imunodiagnostik Penyakit Kusta kusta terbatas penggunaannya hanya


pada spektrum lepromatosa /
Pemeriksaan serologik kusta di multibasilar, karena respons imun
dasarkan atas terbentuknya antibodi humoral banyak berperan. Pada pektin
pada tubuh seseorang yang terinfeksi tuberkulosis/ pausibasilar pemeriksaan
M.leprae. jenis antibodi yang serologik sering negatif, karena respon
terbentuk bermacam-macam, karena imun seluler lebih menonjol dan hanya
terdapat berbagai jenis antigen, sedikit antibodi yang terbentuk.2
misalnya antigen golongan Tingginya titer antibodi ini berkaitan
lipopolisakarida yang berasal dan erat dengan indeks bakteriologik dan
kapsel kuman, antigen protein yang titernya akan menurun mengikuti
berasal dari inti sel dan lain-lain. pengobatan anti kusta yang diberikan.
Antibodi yang bersifat spesifik dan Penurunan titer antibodi mengikuti
non spesifik. Antibodi yang bersifat penurunan indeks bakteriologik,
spesifik untuk M. leprae, antara lain: sehingga hal ini dapat dipakai untuk
antibodi anti phenolic glykolipid-I evaluasi basil pengobatan. Selain dapat
(PGL-I) dan antibodi anti protein IRD, dipakai untuk evaluasi hasil
35kD. Sedangkan antibodi yang tidak pengobatan, juga dapat dipakai untuk
spesifik antara lain antibodi anti mendeteksi adanya sekambuhan
lipoarabinomanan (LAM), yang juga (relaps), yaitu bila didapatkan
dihasilkan oleh kuman Mycobacterium kenaikan titer antibodi dibandingkan
tuberculosis.1 pemeriksaan sebelumnya, meskipun
Pemeriksaan serologik kusta kini pengobatan telah dinyatakan selesai.
banyak dilakukan karena cukup Beberapa jenis pemeriksaan serologik
banyak manfaatnya, khususnya dalam kusta yang banyak dipakai, antara lain:
segi soroepidemiologi kusta di daerah
endemik. Selain itu pemeriksaan ini 1. Pemeriksaan MLPA
dapat membantu diagnosis kusta pada (Mycobacterum leprae particle
keadaan yang meragukan, karena angglutination)
tanda-tanda klinik dan bakteriologik Teknik ini dikembangkan oleh Izumi
tidak jelas. Karena yang diperiksa dan kawan-kawan., dengan dasar
adalah antibodi spesifik terhadap basil reaksi antigen-antibodi yang akan
kusta, maka bila ditemukan antibodi menyebabkan pengendapan
spesifik terhadap basil kusta, maka bila (aglutinasi) partikel yang terikat akibat
ditemukan antibodi dalam titer yang reaksi tersebut. Saat ini telah tersedia
cukup tinggi pada seseorang, patutlah di pasaran Kit MLPA yang diproduksi
dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh uji Rebio Co, dan bisa digunakan
oleh M.leprae pada kusta subklinik untuk pemeriksaan di lapangan.
seseorang tampak sehat tanpa adanya Karena mudah dilaksanakan dan cepat
penyakit kusta, namun di dalam diketahui hasilnya (hanya diperlukan
darahnya ditemukan antibodi spesifik waktu sekitar 2 jam), teknik ini banyak
terhadap basil kusta dalam kadar yang dipakai untuk skrining mencari kasus
cukup tinggi. Pemeriksaan serologi

119
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 6 Nomor 3 Desember 2006

kusta subklinik di daerah endemik Uji ini merupakan uji laboratoris yang
kusta.1 memerlukan peralatan khusus serta
Antigen yang digunakan adalah keterampilan tinggi, sehingga dalam
antigen polisakarida sintetik yang penyakit kusta hanya dilakukan untuk
sesuai dengan phenolic glycolipid –I keperluan khusus misalnya untuk
(PGL-I) suatu antigen spesifik dari penelitian atau kasus tertentu.
dinding kapsul M.leprae. antigen ini Keuntungan, uji ELISA ini ialah
akan berikatan dengan antibodi anti sangat sensitif, sehingga dapat
PGL-I kelas IgM di dalam seruin mendeteksi antibodi dalam jumlah
pasien kusta. Hasil positif bila terjadi yang sangat sedikit. Berbagai antigen
aglutinasi pada sumur ke-3 dapat digunakan sehingga bermacam-
(pengenceran 1/32). Pemeriksaan ini macam antibodi dapat diukur dengan
bisa bersifat kualitatif saja (hasil pemeriksa ini, begitu pula dapat
positif negatif), tetapi dapat ditentukan kelas antibodi (IgG, IgM,
dilanjutkan dengan pemeriksaan semi- IgA dII) yang ingin diperiksa. Di
kuantitatif untuk melihat tingginya pasaran tersedia berbagai Kit untuk
kadar antibodi IgM PGL-I. Hasil pemeriksaan IgM total, interferon
pemeriksaan semi-kuantitatif gama dan lain-lain.1,9,10
dinyatakan dalam liter 1:32, 1:64, Prinsip uji ELISA adalah mengukur
1:128 dan seterusnya, yang banyaknya ikatan antigen-antibodi
menunjukkan derajat pengenceran yang terbentuk dengan memberi label
serum. Semakin besar pengenceran pada ikatan tersebut. Ikatan antigen
berarti semakin tinggi kadar antibodi antibodi yang telah diberi label
tersebut dalam darah. Uji MLPA telah (biasanya berupa enzim), dapat diukur
terbukti setara dengan uji ELISA yang dengan alat spektrofotometer
sifatnya lebih sensitif, sehingga, uji ini menggunakan panjang gelombang
diakui sebagai uji lapangan yang tertentu. Umumnya uji ini
cukup baik.10 menggunakan plat mikro (micro
Pada pasien kusta yang belum diobati, ELISA) yang meliki sumur-sumur
tipe pausibasilar (PB) sering untuk tempat terjadinya reaksi. Yang
memberikan hasil negatif atau positif dimasukkan pertama biasanya antigen
lemah (1:32), sedangkan pada tipe yang telah diketahui, selanjutnya
multibasilar hasilnya apositif kuat sampel serum dengan antibodi tertentu
(>1:1024). Bila mengikuti klasifikasi yang ingin diperiksa dan terakhir
Ridley-jopling, tipe TT dan BT sering dimasukkan zat untuk melabel ikatan
memberikan hasil negatif, sedangkan antigen-antibodi ini. Setelah terjadi
tipe BB, BL, dan LL memberikan hasil perubahan warna, selanjutnya
mulai dari positif lemah, sedang dilakukan pengukuran kepadatan optik
sampai positif kuat. atau Optical Density (OD) dengan
spektrofotometer. Hasil dinyatakan
2. Pemeriksaan ELISA (Enzyme dalam satuan OD atau unit/ml,
Linked Immuno-Sorbent Assay) bergantungan pada Kit yang
1,10
dipakai.

120
Mudatsir, Imunodiagnostik Penyakit Kusta

Dalam bidang penyakit kusta, uji terhadap M.leprae. dipstick tersebut


ELISA dapat dipakai untuk mengukur terdiri atas 2 pita horizontal, satu pita
kadar antibodi terhadap basil kusta, yang terletak di bawah mengandung
misalnya antibodi PGL-I, antibodi anti epitop imunodominan M.leprae yang
protein 35kD dan lain-lain. Kelas spesifik yaitu PGL-I dan pita kedua
antibodi yang diperiksa juga berada dia tas sebagai kontrol.
ditentukan, misalnya IgM anti PGL-I Pengukuran ini berdasarkan ikatan
IgG anti PGL-I, dan sebagainya. antara antibodi IgM M.leprae spesifik
Untuk antibodi anti PGL-I biasanya terhadap antigen M.leprae. ikatan
IgM lebih dominan bila dibandingkan antibodi IgM dapat dideteksi secara
IgG, sedangkan antibodi terhadap spesifik dengan suatu anti human
protein biasanya didominasi oleh IgG. dyeconjugale. Dipstick yang
Untuk menentukan nilai ambang (“cut mengandung antigen dicelupkan dalam
morf) dari hasil uji ELISA ini, serum yang dicecerkan 1:50 dan
biasanya ditentukan setelah dicampur dengan reagens, kemudian
mengetahui nilai setara individu yang diinkubasi selama 3 jam. Pewarnaan
sakit kusta. Namun untuk daerah dan pita antigen menunjukkan adanya
endemik kusta, banyak orang sehat antibodi IgM spesifik terhadap
juga menunjukkan titer antibodi anti M.leprae. pita kontrol digunakan untuk
PGL-I yang cukup tinggi, sehingga melihat integritas reagens.1,9
penentuan nilai ambang ini bervariasi Pada penelitian yang dilakukan Sekula
dari satu dan lain tempat. Di daerah dkk., didapatkan hasil bahwa
Jawa Timur nilai ambang untuk kombinasi pemeriksaan antara
antibodi IgM anti PGL-I telah penghitungan jumlah lesi dengan ML
diketahui sekitar 600 u/ml atau setara dipstick, ternyata nilai sensitivitasnya
dengan titer 1/128 pada uji MLPA.1,9 naik dari 85% menjadi 94%. Oleh
Bila uji ELISA ini digunakan untuk karena itu pemeriksaan seorologis
memantau hasil pengobatan penyakit sebaiknya dikonfirmasikan dengan
kusta, penurunan antibodi spesifik bisa penunjang diagnosa lain Pemeriksaan
terlihat jelas dengan memeriksa, serum serologi ini dapat digunakan untuk
penderita secara berkala setiap 3 bulan menegakkan diagnosis terutama untuk
sekali. Kenaikan titer antibodi PGL-I kusta stadium awal, pemantauan hasil
akan terlihat pada kasus sekambuhan, pengobatan, dan deteksi adanya relaps
sedangkan titer yang tinggi pada orang serta membedakannya dengan reaksi
yang tampaknya sehat perlu reversal.1,3
diwaspadai adanya kusta subklinis.7,10 Hal yang penting diperhatikan pada
pemeriksaan scrologik ialah bahwa
3. Pemeriksaan Mycobacterium pada pasien kusta hasilnya dapat
leprae dipstick (ML dipstick) seronegatif dan sebaliknya pada
Pemeriksaan serologik dengan individu sehat dapat seropositif hasil
menggunakan Mycobasterium leparae seropositif pada individu sehat terjadi
dipstick (ML dipstick) ditujukan untuk bila didapati kontak serumah dengan
mendeteksi antibodi IgM yang spesifik pasien kusta, sehingga cara ini

121
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 6 Nomor 3 Desember 2006

digunakan pula untuk deteksi kusta 10. Sangupta, U. Immunapathology of


stadium subklinis.1,3,10 Leprosy: Current Status. Indian Journal of
Leprosy. 2000. 72 (3): 381-387.
11. Dharmedra, Detection of subclinical in
Daftar Pustaka leprosy. Lepr. India. 1999. 54: 192-207.

1. Agusni, I dan Menaldi, SL. Beberapa


Prosedur Diagnostik Baru pada Penyakit
Kusta. Dalam: Syamsoe-Daili; Menaldi,
SL; Ismiarto, SP dan Nilasari, H (eds).
Kusta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2003: 59-65.
2. Scollard DM; Adam LB; Gillis TP;
Krahenbuhl JL; Truman RW and Williams
DL. The Continuing Challenges of
Leprosy. Cin.
Microbiol. Rev. . 2006. 19: 338-381.
3. Amiruddin, MD; Hakim, Z; Darwis, ER.
Diagnosis Penyakit Kusta.
Dalam: Djuanda, A; Menaldi, SL; Wisesa,
TW; Ashadi, LN (eds). Kusta Diagnostik
dan Penatalaksanaan. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI. 1994:1-15
4. Hardyanto. Infeksi Subklinis
Mycobacterium leprae dan Hubungannya
dengan Faktor-Faktor Risiko di Indonesia:
kajian Seroepidemiologik dan
Imunogenetik. Disertasi. Universitas
Gajah Mada Yogyakarta. 1996.
5. Harboe, M. Overview of Host-Parasite
Relation. In: Hastings,RC. Leprosy.
Edinburg: Churchil Livingstone. 1994: 87-
112.
6. Abbas, AK, Lichtman, AH; Pober, JS.
Cellular and Molecular Immunology. 4th
ed. Philadelphia: WB. Saunders Company.
2000:348-351
7. Kandouw, JM dan Amiruddin MD.
Phenolic Glycolipid. Jurnal Medika
Nusantara. 1998. 19 (2): 194-199.
8. Pessolani MV; Ramjaneh FD; De Melo
MM; De Melo FS dan Sarno EN.
Serological Response of Patients with
Leprosy to a 28 to 30 kilodalton Protein
Doublet from Early Cultures of
Mycobacterium bovis BCG. J. Clin.
Microbiol. 1989.27:2184-2189.
9. Alcais, A; Mira, M; Casanova, JL; Schurr,
E. and Abel, L. Genetic Dissection of
Immunity in Leprosy. Curren Opinion
Immunology. 2005. 17: 44-48.

122

Anda mungkin juga menyukai