Anda di halaman 1dari 10

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Nugroho, 2000)
 
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang akan terus
menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental  psikologis dan
social, neskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan anatar satu orang dengan orang
lainnya (Departemen Sosial RI, 2002) Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan
yang terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan
lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat,
pengurangan kekuatan dan kekauan sendi-sendi. Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut
merupakan salah satu dan demikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik
sehari-hari. Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat
endemis  pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih sering
menderita osteoarthritis, penggantian sendi melalui tindakan bedah, maupun kelainan kronis
pada rotator cuff  Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal  pada kelompok usia
lanjut, perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang,
persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui. Perubahan akan terjadi pada tubuh
manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal
kehidupan hingga usia lanjut  pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu
tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan
kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila
otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
 
fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang
(gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap
kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan  peningkatan taraf
kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan  berakibat semakin besarnya beban yang
ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan  pemerintah, terutama dalam menyediakan
pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia.

B. Perubahan Terkait Usia pada Fungsi Sistem Muskuloskeletal


Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan
menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas
tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses
yaitu; modeling dan remodeling, pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk
remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa
tulang yang hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang
ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia
terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang
sehingga tulang lebih pourus. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang
kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan
pada pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding
dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan osteoporosis
spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan laki-laki kehilangan
20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa tulang. Pada sinofial sendi terjadi perubahan
berupa tidak ratanya permukaan sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan.
Erosi tulang rawan hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen
dan jaringan peri artikuler mengalami degenerasi Semuanya ini menyebabkan penurunan
fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesu¬litan dalam gerak
yang rumit. Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama
mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi dan kehilangan serabut
otot. Perubahan ini menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal
berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain
penurunan masa otot juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak. Perubahan
Fisik Sistem muskuloskeletal pada lansia :
1.Tulang kehilangan densikusnya yaitu rapuh.
2.Resiko terjadi fraktur.
3.Kyphosis.
4.Persendian besar & menjadi kaku.
5.Pada wanita lansia > resiko fraktur.
6.Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7.Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan  berkuran).
Gerakan volunter yaitu gerakan berlawana
a) Gerakan reflektonik yaitu Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap
rangsangan pada lobus.
b) Gerakan involunter yaitu Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi
terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
c) Gerakan sekutu yaitu Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin
efektifitas dan ketangkasan otot volunter.

Perubahan pada sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut :


 
1.Tulang
 Tulang menyediakan kerangka untuk semua sistem muskuloskelethal dan  bekerja
berhubungan dengan sistem otot untuk memfasilitasi pergerakan. Fungsi tambahan tulang
pada tubuh manusia adalah penyimpanann calcium,  produksi sel darah, dan mendukung serta
melindungi jaringan dan organ tubuh. Tulang terbentuk dari lapisan luar yang keras disebut
cortical atau tulang padat, dan di bagian dalm terdapat spongy berlubang yang disebut
trabecular. Bagian cortical terhadap komponen tabecular berubah berdasrkan tipe tulang.
Tulang  panjang misalnya, radius dan femur, mengandung sebanyak 90% corticol, sedangkan
tulang vertebrata susunan utamanya adalah sel trabecular. Corticol dan trabecular merupakan
komponen tulang yang berpengaruh pada lansia. Pada lansia terdapat perubahan pada
susuanan pembentukan tulang yaitu :
a) Tulang cortikal Mulai umur 40 tahun, terjadi perubahan penurunan sejumlah tulang
cortical 3 % perdecade pada laki-dan wanita berlanjut terus sampai akhir dewasa.
Setelah menopause, wanita terjadi penambahan penurunan/ kehilangan tulang cortical,
sehingga jumlah rata-rata penurunan mencapai 9% sampai 10 % perdecade pada umur
45-75 tahun. Penurunan tulang corticl berakhir  pada umur 70- 75 . Hasil akhir
perubahan ini seumur hidup kira-kira 35%-23% pada wanita dan laki-laki berturut-
turut.
b)  Tulang trabecular Serangan hilangnya tulang trabecular lebih dulu dari serangan
kehilangan cortical pada wanita dan laki-laki. Rata-rata hilangnya tulang trabecular
kira-kira 6%-8% perdecade setelah menopause, wanita terjadi kehilangan tulang
trabecular secara cepat Hasil akhir kehilangan seumur hidup kira-kira 50%- 33% pada
wanita dan laki-laki seumur hidup.
c) Peningkatan reabsorpsi tulang oleh tubuh.
d) Penurunan penyerapan kalsium
e) Serum parathyroid hormone meningkat
f) Gangguan regulasi aktivitas osteoblast.
g) Gangguan pembentukan tulang, sekunder untuk mengurangi matriks tulang.
h) Jumlah fungsi sel marrow yang digantikan oleh jaringan sel lemak
2.Otot
 Semua kegiatan sehari-hari (ADL) langsung dipengaruhi oleh fungsi otot, yang di
kendalikan oleh saraf motorik. Perubahan yang berhubungan dengan usia  berdampak besar
pada fungsi otot, yaitu :
a) .Hilangnya masa otot sebagai hasil penurunan dalam ukuran dan jumlah serat otot
b) Penurunan serat otot dengan penggantian selanjutnya oleh jaringan  penghubung dan
akhirnya oleh jaringan lemak.
c) Penurunan membran sel otot dan keluarnya cairan dan pota. Dengan umur 80 tahun,
kira-kira masa otot hilang (Tonna, 1987). Pada  penjumlahan, terdapat kehilangan
saraf motorik yang berhubungan dengan usia, dan ini mempengaruhi fungsi otot. Dan
pada akhirnya perubahan yang berhubungan dengan usia adalah kemunduran fungsi
motorik dan hilangnya kekuatan dan ketahanan otot.
3.Persendian
 Pada persendian perubahan yang terjadi adalah :
a) Penurunan viskositas cairan synovial  
b) Terbentuknya jaringan perut dan adanya kalsifikasi pada persendian.
c) Jaringan penghubung (kolagen dan elastis) Kolagen sebagai protein pendukung utama
pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi
bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan
penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu
alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai  puncak
fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan dari
kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada
jaringan  penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai  penuaan.
Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,  penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan  bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan
berjalan, dan hambatan dalam melaksanakn aktivitas sehari-hari
d) Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif.
Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau
hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada
kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami
fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang
rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam
kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi yang  berpelumas. Konsekuensinya
kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar  penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah
mengalami  peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya
aktivitas sehari-hari.
C.Faktor-Faktor Resiko
Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1.  Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal.
2. Matabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget.
3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati.
4. Radang : polymyalgia rhematica, temporal arthritis, gout.
5. Pengaruh obat. Faktor Penyebab Keluhan Pada Sistem Muskuloskeletal Peter Vi
(2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal yakni, antara lain:
1.  Peregangan Otot yang Berlebihan. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya
sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga
yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban
yang berat. Hal ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui
kekuatan optimum otot dan bila sering dilakukan maka dapat mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-
menerus seperti pekerjaan mancangkul, membelah kayu besar, angkat-angkat dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap Kerja Tidak Alamiah. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan posisi bagian- bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat dan sebagainya. Umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja
(Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba,
2000). Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh
pekerja. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih tergantung pada
perkembangan teknologi negara-negara maju khususnya dalam pengadaan  peralatan
industri. Sebagai contoh, pengoperasian mesin-mesin produksi di suatu pabrik yang
diimpor dari Amerika dan Eropa akan menjadi masalah bagi sebagian besar pekerja di
Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena Negara  pengekspor di dalam mendesain
mesin-mesin hanya didasarkan pada antropometri dari pekerja mereka, yang pada
kenyataannya ukuran tubuh mereka lebih besar dibandingkan dengan pekerja di
Indonesia. Dapat dipastikan kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada
waktu pekerja mengoperasikan mesin. Apabila terjadi dalam kurun waktu yang lama,
maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya cidera otot.
4. Faktor Penyebab Sekunder
 Tekanan: Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat
dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang
menetap.
 Getaran: Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot  bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar,  penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri
otot
 Mikroklimat: Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja
menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan
otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu
lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan
sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh
untuk  beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak
diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai oksigen kerja otot. Akibatnya, peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen kerja otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan
rasa nyeri otot.
 Penyebab Kombinasi. Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan
semakin meningkat apabila melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada
beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan misalnya pekerja
harus melakukan aktivitas angkat angkut dibawah tekanan panas sinar
matahari seperti yang dilakukan para  pekerja bangunan. Di samping
kelima faktor terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal tersebut diatas,
beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis
kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran
tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.
 Konsekuensi Fungsional Konsikuensi fungsional yang ditimbulkan yaitu:
1.  Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko jatuh
 Pencegahan hambatan mobilitas fisik
Gangguan pada system muskuloskletal dapat memberikan dampak immobilitas pada
fisik lansia. Untuk mencegah immobilitas fisik pada lansia dianjurkan untuk melakukan
aktivitas fisik seperti senam lansia. Aktivitas fisik dapat memberikan dampak yang pengaruh
yang baik bagi kesehatan tubuh lansia salah satunya adalah melatih kemampuan otot sendi
pada lansia agar tidak terjadi kekakuan otot sendi sehingga menimbulkan hambatan dalam
melakukan aktifitas (Martono,
2009). Analisis praktik ..., Meiry Arie Yanti, FIK UI, 2014 Menurut Miller 1999 dalam
Nanda 2009 mobilitas merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam fungsi fisiologis
karena hal tersebut diperlukan untuk mempertahankan kemandirian. Gangguan m obilitas
memiliki dampak yang serius
pada konsep diri dan gaya hidup. Untuk mempertahankan fungsi mobilitas dapat dilakukan
rentang gerak (ROM) yang terdiri dari 4 kategori.
1. .ROM pasif adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh seorang dengan bantuan
klien itu
2. ROM aktif asisitif adalah kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar
seperti terapis, alat mekanis, atau ektremitas yang sedang tidak dilatih.
3. ROM aktif adalah kontraksi otot secara aktif melean gaya gravitasi seperti
mengangkat tungkai dalam posisi lurus
4. ROM aktif resistif adalah kontraksi otot secara aktif melawan tahan yang diberikan
misalkan beban.
Latihan ROM (Rentang gerak)
Range Of Motions atau rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerak yang
mungkin dilakukan pada sendi salah satu dari tigs potongsn tubuh sagital, frontal, dan
transfersal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh depan ke belakang, membagi
tubuh menjadi kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan
belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian
atas bawah. Latihan ROM aktif dan pasif adalah kebutuhan manusia untuk melakukan
pergerakan dimana pergerakan tersebut dilakukan secara bebas. Latihan tersebut dapat
dilakukan kapan saja ddan dimana saja dengan disesuaikan dengan keadaan pasien (Mulyatsi
, 2003).
Range of motions adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi
yang be
rsangkutan. Latihan range of motions adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan Analisis praktik ..., Meiry Arie Yanti, FIK UI,
2014 kemampuan untuk menggerakan persendian secara normal lengkap untuk
meningkatkan masa ototdan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM (Range of
Motions)memiliki manfaat yang sangat banyak yaitu berfungsi untuk memelihara fungsi dan
mencagah kemunduran, memelihara dan meningkatkan fungsi persendian, merangsang
sirkulasi peredaran darah, mencegah kelainan bentuk seerta memelihara kekutan otot
( Mulyatsi , 2003).
Tujuan ROM menurut Suratun, dkk 2008 adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas sendi
3. Meransang sirkulasi darah
4. Mencegah kelainan bentuk
5. Memeprtahankan fungsi jantung
6. Memperlancar eliminasi
7. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien kembali normal atau dapat
memenuhi gerak harian. Latihan ROM (Range Of Motions) merupakan pergerakan
maksimum yang
mngkin dapat dilakukan oleh sendi. Latihan ROM dapat dilakukan dengan cara
menggunakan ROM pasif, ROM aktif-asistif, dan ROM aktif. ROM aktif merupakan latihan
isotonic dengan pasien secara mandiri menggerakan setisp sendi tubuhnya (Berman, 2009).
Prinsip latihan dasar ROM menurut Suratun,dkk. 2008 adalah sebagai berikut:
1. ROM harus diulang 8 kali dan dilatih minimal 2 kali sehari
2. ROM dilakukan hati- hati sehingga tidak melelahkan klien
3. Dalam merencanakan program ROM perhatikan umur klien, diagnose, tanda- tanda
vital dan lamanya tirah baring
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM Adalah leher, jari, lengan ,siku,
tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. Melakukan ROM sesuai waktunya misalkan setelah mandi atau perawatan rutin

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN A.
 
PENGKAJIAN
1. .Pengkajian pada pasien trauma sistem muskuluskeletal meliputi nama, umur,
pekerjaan dan jenis kelamin.
2. Keluhan Utama :
 Pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal biasa mengeluhkan nyeri, nyeri yang
sering dirasakan adalah nyeri tajam dan keluhan semakin parah jika ada pergerakan.
Meskipun demikian keluhan nyeri  pada tulang biasanya tumpul dan dalam yang juga
mengakibatkan gangguan  pergerakan.
3. Riwayat Penyakit :
a) .Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien atau penderita trauma sistem
muskuloskeletal mengidentifikasikan rasa nyeri, kejang atau kekakuan yang
dirasakan pada saat mengalami trauma  
b) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien atau penderita mengidentifikasikan atau
menjelaskan awal terjadinya trauma sistem muskuloskeletal.
c) Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien atau penderita menjelaskan ada anggota
keluarga yang pernah mengalami kejadian yang sama seperti dirinya atau
tidak.
4.  Pemeriksaan Fisik : Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan
pemeriksaan yang baik. Pemeriksaan penderita cedera ekskremitas mempunyai 3
tujuan : menemukan masalah mengancam jiwa (primary survey), menemukan
masalah yang mengancam ekstremitas (secondary survey), dan pemerikasaan tulang
secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma muskuloskeletal yang lain (re-
evaluasi berlanjut). Pemeriksaan fisik pada trauma sistem muskuluskletal merupakan
pengumpulan data tentang kondisi system dan kemampuan fungsional diperoleh
melalui inspeksi, palpasi dan pengukuran sebagai berikut :
 
a.  Skeletal (1 Catat penyimpangan dari structur normal menjadi defrmitas tulang,
perbedaan panjang, bentuk, amputasi 2) Identifikasi pergerakan abnormal dan
krepitasi  
b. Sendi ( 1 Identifikasi bengkak yang dapat menunjukkan adanya inflamasi atau effuse
2) Catat deformiotas yang berhubungan dengan kontraktur atau dislokasi 3) Evaluasi
stabilitas yang mungkin berubah 4) Gambarkan rom baik aktif maupun pasif
c. Otot 1)Inspeksi ukuran dan contour otot 2) Kaji koordinasi gerakan 3) Palpasi tonus
otot 4)Kaji kekuatan otot baik dengan evaluasi sepintas dengan jabat tangan atau
dengan mengukur skala criteria yaitu 0 untuk tidak ada kontraksi sampai 5 = normal
rom dapat melawan penuh gaya gravitasi 5) Ukur lingkar untuk mencatat peningkatan
pembengkakan atau perdarahan atau pengecilan karena atropi. 6) identifikasi klonus
yang abnormal
d.  Neurovaskuler 1) Kaji ststus sirkulasi pada extremitas dengan mencatat warna kulit,
suhu, nadi perifer, capillary refill, nyeri 2) Kaji status neurology 3) Tes reflek 4)
 
Catat penyebaan rambut dan keadaan kuku
e. Kulit 1)inspeksi truma injury (luka, memar) 2) kaji kondisi kronis (dermatitis, stasis
ulcer)
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (Rhematoid Arthritis)
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.
3. Resiko jatuh

 
DAFTAR PUSTAKA

Kalu DN, Masaro EJ. The biology of aging, with particular reference to the
musculoskeletal system. Clin Geriatr Med 1988; 4:257-267

Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi


Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.

Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and


Wilkins. 2001.

Anda mungkin juga menyukai