Metode Dan Teknik Analisis Flora Dan Fauna Darat: Universitas Udayana Denpasar 2016
Metode Dan Teknik Analisis Flora Dan Fauna Darat: Universitas Udayana Denpasar 2016
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i
KATA PENGANTAR
Metode dan Teknik Analisis Flora dan Fauna Darat merupakan upaya penerapan
metode untuk melakukan suatu pengukuran secara kuantitatif terhadap flora dan fauna
dilapangan. Cara cara ini dilakukan untuk memperoleh data secara akurat dan akuntabel
sehingga validasi data yang diperoleh bias dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta
memudahkan para peneliti untuk mengambil suatu kesimpulan
Metode dan Teknik Analisis Flora dan Fauna Darat banyak dilakukan oleh peneliti
peneliti lapangan yang bergerak dalam penelitian ekologi tumbuhan, pertanian dan
penelitian Gulma dengan menerapkan metode metode sederhana dan mudah dilakukan
dilapangan .
Penulisan ini diharapkan bisa digunakan oleh semua pihak. Tetapi penulis
menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna maka diperlukan kritik dan saran
untuk disempurnakan lebih lanjut
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. Iii
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
II. KEANEKARAGAMAN HAYATI ……………………………………. 2
III. METODE DAN TEKNIK ANALISIS FLORA DARAT ………………. 3
3.1 Analisis Flora Darat ……………………………………………….. 3
3.2 Analisis Data Flora Darat …………………………………………… 12
IV. METODE DAN TEKNIK ANALISIS FAUNA DARAT ………………. 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 21
iii
I. PENDAHULUAN
Di dalam ekosistem, flora dan fauna merupakan komponen ekosistem utama yang dikenal
sebagai produsen (tumbuhan hijau) dan konsumen (fauna) terdiri dari herbivora (hewan pemakan
tumbuhan) dan karnivora (hewan pemakan daging) (Odum, 1977). Kedudukan flora dan fauna
dalam ekosistem alami selalu terjadi hubungan timbal balik secara berkesinambungan, sehingga
terjadi mata rantai untuk mewujudkan ekosistem menjadi stabil (klimaks). Hubungan yang
berkesinambungan antara kedua komponen tersebut dapat terjadi rantai pangan, jaring pangan dan
terjadi aliran energi secara kontinyu untuk menciptakan kesetabilan ekosistem (homeostasis).
Keragaman flora dan fauna dalam suatu ekosistem disebut sebagai sumberdaya hayati,
keduanya sebagai komponen penting untuk memainkan peranan penting dalam ekosistem. Negara
Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan
kemarau, yang memiliki keanekaragaman jenis sumberdaya hayati (flora dan fauna) sehingga
dijuluki sebagai Negara Mega Biodiversity yang terbesar ke 4 dunia. Adapun jenis flora dan fauna
mulai dari tingkat rendah sampai tinggi yang hidup didaratan dapat hidup dari berbagai macam
habitat, mulai dari dataran rendah (wilayah pesisir) hingga dataran tinggi (pegunungan).
Keanekaragaman jenis sumberdaya hayati (flora dan fauna) ini perlu dilakukan
inventarisasi dan identifikasi secara menyeluruh yang disesuaikan dengan metode serta analisis
berdasarkan sifat dan karakteristik dari jenis-jenis tersebut. Dalam hal ini perlu melakukan
pengkajian teknik dan metode analisis secara detail dan mendalam. Disamping itupula secara
umum kedua komponen tersebut memiliki sifat dan karakter sangat berbeda yaitu tumbuhan
sebagai organisme statis (diam), sehingga dalam melakukan sensus juga memerlukan metode dan
teknik analisis yang berbeda dengan hewan yang bersifat dinamis (mudah bergerak). Sedangkan
secara khusus juga terjadi penerapan metode dan teknik analisis yang berbeda antara populasi
tumbuhan yang hidup pada habitat di dataran rendah dengan di dataran tinggi, demikian pula
berlaku juga untuk populasi hewan.
c. Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman Genetik merupakan faktor pembawa sifat keturunan yang terdapat dalam
kromosom. Setiap susunan gen akan memberikan penampakan ( fenotipe ), baik anatomi
maupun fisiologi pada setiap organisme. Perbedaan susunan gen akan menyebabkan perbedaan
penampakan baik satu sifat atau secara keseluruhan. Perbedaan tersebut akan menghasilkan
variasi pada suatu spesies. Hal ini disebabkan adanya keanekaragaman gen atau struktur gen
pada setiap organisme. Keanekaragaman tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya variasi
dalam satu jenis (spesies). Contoh : Variasi jenis kelapa hijau, kelapa hijau, kelapa kopoyor.
Demikian untuk variasi jenis padi : padi IR, Rojolele, padi C4, padi Srdani, Barito, Delangu.
Untuk melakukan sampling yang dikerjakan secara rasional dan efisien, maka vegetasi
yang tumbuh dari pesisir sampai pegunungan harus dikelompokkan kedalam komunitas, populasi
atau tipe vegetasi yang terpisah secara tegas (discrete). Secara umum fisiognomi vegetasi atau
2
morfologi tumbuhan dapat dengan mudah untuk dikenali dari kalangan masyarakat, tetapi
informasi lebih detail tentang komponen spesies, arti penting relatif spesies (dominansi), kerapatan
(densitas), frekuensi, dan nilai penting dari populasi atau indivdu suatu jenis belum diketahui
secara menyeluruh. Untuk mengeksplorasikan data ekologi secara detail tentang parameter
vegetasi (kerapatan, frekuensi, dominansi, nilai penting dan indeks diversitas) tersebut diperlukan
kecermatan dalam memilih metode dan teknik analisis yang tepat, sehingga pengumpulan data
lapangan dapat dikumpulkan secara cepat dan efisien waktu serta hemat biaya tetapi akurasi data
dapat dipercaya.
Sistem Inventarisasi
Cara ini dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan tujuan untuk melakukan
pengenalan jenis secara morfologis, tanpa melakukan pengukuran apapun. Cara ini dapat
dilakukan dengan melakukan penjelajahan di suatu area. Dari jenis-jenis yang diketemukan
langsung dicatat secara langsung untuk jenis-jenis yang sudah dikenali nama jenisnya, atau
dilakukan penyandraan dengan bantuan buku atlas tumbuhan atau herbarium yang sudah
diidentifikasi. Cara ini dilakukan dengan tujuan terbatas atau untuk pengenalan awal, sehingga
cara ini tidak memberikan gambaran penguasaan lingkungan oleh setiap jenis secara utuh dan
menyeluruh. Dengan demikian cara ini hanya dilakukan sebagai penelitian permulaan atau
observasi untuk memantapkan dalam penelitian berikutnya.
. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah bertujuan untuk memperoleh data kuantitatif dari jenis atau komposisi
dan struktur vegetasi dan mendapatkan data kuantitatif mengenai peranan jenis dalam
ekosistem. Peranan setiap jenis biasanya dicerminkan dalam 2 pola yaitu:
a. Pola penyebaran (disajikan dalam bentuk nilai frequensi atau kekerapan jenis)
3
b. Pola kesesuaian terhadap pengaruh gabungan faktor-faktor lingkungan yang ada (disajikan
dalam bentuk nilai kerapatan atau densitas tumbuhan), dan
c. Pola dari derajat penguasaan atau pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan yang ada
(disajikan dalam bentuk nilai dominansi).
Jumlah nilai relatif dari ketiga parameter tersebut (frequensi relatif, densitas relatif dan
dominansi relatif) dari setiap jenis merupakan Indek Nilai Penting (Importance Value Index) dari
jenis-jenis bersangkutan. Nilai penting tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan tipe
assoiasi dari vegetasi penutup daerah penelitian. Untuk nilai penting tertinggi dari suatu jenis
merupakan jenis yang mempunyai nilai penting tertinggi, berarti jenis bersangkutan merupakan
jenis pionir atau sebagai perintis vegetasi yang sudah adaptif terhadap lingkungan dan secara
ekologi termasuk jenis tumbuhan yang klimaks (mantap). Disamping itupula nilai penting vegetasi
secara keseluruhan di suatu habitat dapat mengambarkan kondisi vegetasi secara keseluruhan
menyangkut kekerapan , kerapatan dan tingkat dominansi (besar kecilnya ) pohon atau semak yang
tumbuh di kawasan tersebut.
Dalam melakukan analisis vegetasi bahwa vegetasi yang dijadikan sampel pengukuran
dapat dilakukan dalam dua ketentuan pokok yaitu:
1. Pengukuran terhadap habitusnya yaitu vegetasi yang diukur berdasarkan perawakan-nya,
meliputi:
a Golongan herba (tanaman pendek, berbatang basah) contohnya; rumput-rumputan
(Gramineae) dan golongan teki (Cyperacea).
b Golongan semak (schrubs), yaitu tanaman berkayu dengan ketinggian 0,1 – 3 m,
c Golongan pohon, yaitu tumbuhan berkayu, tumbuh tegak dengan ketinggian > 3 m
2. Pengukuran terhadap tingkat kelas pertumbuhan:
a. Pohon ( trees ) : kelas tumbuhan yang memiliki diameter batang > 35 cm.
b. Tihang ( pole) : kelas tumbuhan dengan diameter batang 25 – 35 cm.
c. Pancang atau belta ( sapling) : kelas tumbuhan dengan diameter batang 10- 25 cm.
d. Anakan atau semai (seedling) : kelas tumbuhan dengan diameter batang < 10 cm.
4
B. Metode tanpa petak contoh ( Plot-less method).
5
Plot Herba/Anakan
Plot Semak/Pancang
Plot Tiang
Plot Pohon
Plot untuk pohon
20 m
20 m
Plot Pohon
10 m
20m
Plot Tiang
5m
10 m 5m 1m Plot untuk
Semak/Pancang
1m Plot untuk
Anakan
Plot pohon
Plot Pohon (20 m x 20 m)
Plot
herba/anakan
(1 m x 1 m)
Plot tihang
(10 m x 10 m)
Plot
semak/pancang
(5 m x 5 m)
7
lokasi penelitian yang bervariasi ketinggian, keadaan tanah dan topografinya. Selain itu
pula dengan menerapkan metode ini akan dapat diketahui perubahan vegetasi pada suatu
daerah karena adanya perubahan faktor tanah ,iklim dan topografi. Penentuan titik awal
dapat ditetapkan tegak lurus dengan garis dasar seperti pantai, pinggiran hutan atau
terhadap kaki gunung. Dari garis dasar tresebut dapat dibuat suatu jalur yang lebarnya 10
m sebagai jalur tempat peletakan plot pohon, dan selanjutnya plot dapat dibuat pada jalur
itu. Untuk tata letak jalur atau transek, dapat disajikan pada Gambar 4.
20m
5m
20m
10 m
10m
8
berpetak ini ada lompatan-lompatan, dapat melompat satu petak atau lebih dalam jalur
yang dibuat. Pada metode ini juga dibuat sama seperti pada metode jalur. Tata letak
metode garis berpetak ini dapat dilihat pada Gambar 5. Dari jenis-jenis metode seperti:
metode petak tunggal, petak ganda, jalur dan garis berpetak semuanya dapat dihitung:
kekerapan (frequensi), kerapatan (densitas), dan dominansi untuk masing-masing jenis
tumbuhan.
20 m
Plot Pohon`
(20m x 20m)
10m
20 m
5m Plot Tiang
10m (10m x 10m)
Plot Pancang/semak
1m (5m x 5m)
Plot Herba/Anakan
( 1m x 1m)
9
B. Metode Tanpa Petak (Plot-Less Methods).
Pada metode ini tidak dibuat petak-petak contoh. Metode ini didasarkan pada
anggapan bahwa jumlah individu tumbuhan per satuan luas dapat dihitung rata-rata jarak
antar tumbuhan tersebut. Metode tanpa plot ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:
10
Garis Utama
Keterangan
a. Tentukan arah kompas
I b. Tentukan Interval
d4 IV d1 c. Tentukan kwadran
d. Tentukan Individu p ohon,
II Tihan,g, pancang yang
terdekat
III
d2, Selanjutnya :
d3
1. Ukur jarak d1, d2, d3, d4
2. Tentukan nama jenis
pohon/tihang/pancang yang
bersankutan.
3. Ukur diamter batang
IV I 4. Ukur tinggi pohon.
III II
Arah Kompas
Gambar 6. Tata Letak Metode Kwadran
11
dihitung kerapatan, frekuensi dan dominansinya. Metode acak berpasangan ini dapat
disajikan seperti pada Gambar 7.
A B C
C
A
Luas tajuk (Crown Cover) = luas penutupan daun dari semak dan herba yang menutupi
tanah, dapat dihitung dengan rumus:
2
d1 + d2 d1 = diameter panjang tajuk
CC = ∏ d2 = Diameter lebar tajuk
4
Basal area = luas lingkaran batang pohon yang diukur setinggi 135 cm.
r = jari jari
135cm
13
Indek keanekaragaman jenis adalah dipergunakan untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman jenis flora di suatu kawasan. Nilai ini dapat dihitung dengan suatu formula yang
dihitung pertama kali oleh Shannon-Wiener, sehingga dikenal dengan Index Diversitas Shannon-
Wiener (Krebs, 1972) yang dinyatakan dengan rumus:
Keterangan
ni ni nI = Nilai penting suatu jenis
(H) = - ∑ log N = Nilai penting seluruh jenis
N N Indeks Diversitas ( H ) = nilai 0 – 3
Jika (H < 1,0 = sangat buruk (tidak mantap)
Jika 1,0 < H <1,5 = buruk (kurang mantap )
Jika 1,6 < H <2,0 = baik ( mantap )
Jika > 2,0 = baik sekali (mantap sekali )
1. Hitung Pola Penyebaran Jenis
∑X2 -( ∑X)2
Pola Penyebaran Jenis = N
N -1
Keterangan
X = Jumlah individu dari masing-masing jenis
N = Jumlah seluruh Jenis
X = Jumlah rata-rata individu dari jenis yang diketemukan
Pola penyebaran/distribusi suatu jenis vegetasi dapat ditetapkan dengan 3 ketentuan pokok
yaitu :
a. Jika V/M = 1 maka pola penyebaran vegetasinya bersifat acak
b. Jika V/M < 1 = maka pola penyebaran vegetasinya bersifat seragam
c. Jika V/M > 1 = maka penyebaran vegetasinya bersifat mengelompok
Contoh :
Dalam suatu penelitian diketemukan 5 jenis (N ) tumbuhan dan masing masing jenis tersebut terdiri
dari masing masing individu (X) sebagai berikut : X1 = 5 X2 = 10, X3 =15 X4 = 20 dan
X5= 25. Rata –rata individu ( X ) = 5+10+15+20+25 : 5 = 75:5 = 15
∑ X 2 = 52 + !02 + 152 + 202 + 252 = 1375. ( ∑ X ) 2 = ( 5+10+15+20+25 )2 = 5625
X 15
14
V/M = 0.51 jadi V/M < 1 Pola penyebaran jenis bersifat seragam
Dari hasil analisis vegetasi dicatat dalam tabel (list tabel ) seperti tercantum pada Tabel 4
Tabel 4.
Adapun parameter yang perlu dicatat terhadap fauna yang akan terkena dampak adalah
menyangkut : Jenisnya, kemelimpahan, kondisi habitat, pola penyebaran, pola migrasi, satwa
yang dilindungi, kepadatan populasi, nilai penting satwa (segi ekonomi, agama, budaya ), dan peri
kehidupan hewan penting. Sedangkan teknik pengumpulan data di lapangan dapat dilakukan
dengan cara inventarisasi (pengamatan langsung) maupun dengan sensus terhadap jenis –jenis
yang akan terkena dampak langsung dan tidak langsung.
Adapun metode yang bisa diterapkan dalam analisis fauna adalah:
Inventarisasi
Metode inventarisasi dapat diterapkan dengan dua cara yaitu : dengan cara langsung
(menjumpai langsung di lapangan) dan cara tidak langsung. Sesuai dengan karakter hewan
yang mudah berpindah-pindah sehingga metode inventarisasi yang lebih cocok diterapkan
adalah sistem inventarisasi tidak langsung. Beberapa parameter yang bisa dicatat dengan cara
tidak langsung meliputi: jejak, kotoran, bagian-bagian, suara dan bunyi satwa, tanda-tanda
habitat, bau-bauan yang ditinggalkan dan adanya sarang.
Sensus.
Sensus ini dapat diterapkan dengan beberapa cara yaitu:
a. Mendengarkan suara (call count),
b. Mengenali jejak ( tract count)
c. Dengan penghalauan (Drive census)
d. Metode transek (line transect method)
e. Metode hitung kelompok
f. Metode penandaan, lepas dan tangkap kembali (capture, mark, release, recapture method).
Macam-macam Sensus
Sensus terhadap fauna darat dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara langsung dan tidak
langsung
Cara Langsung :
Cara ini dilakukan dengan penghitungan populasi satwa secara langsung dari apa yang
dilihat di lapangan. Dari hasil tersebut dicatat jumlah, nama jenis dan faktor-faktor lain sebagai
pendukungnya seperti: tingkah laku (behavior), habitat dan sebagainya.
Secara Tidak Langsung.
Sensus secara tidak langsung ini adalah lebih cocok diterapkan sesuai dengan karakter hewan
yang mudah berpindah-pindah (mobile). Cara ini dilakukan untuk menghitung satwa berdasarkan
tanda-tanda khas (jejak) yang ditinggalkan. Adapun jejak satwa yang dapat digunakan dalam
sensus secara tidak langsung meliputi:
Bekas tapak kaki (jejak) di tanah,
kotoran (faeces),
Bagian-bagian satwa yang ditinggalkan (sisa-sisa makanan, bekas gigitan, bulu maupun
bau-bauan yang ditinggalkan)
17
Sarang dan suara.
Metode Sensus.
Sensus ini dapat diterapkan dengan beberapa cara yaitu:
a. Metode penandaan, lepas dan tangkap kembali (capture, mark, release, recapture method).
b Metode jejak satwa ( tract count)
c. Metode mendengarkan suara (call count),
d. Metode penghalauan (Drive census)
e. Metode jelajah (Cruising method)
f. Metode transek (Line Transect Method)
g. Metode hitung kelompok (Concentration count)
a. Metode penandaan, lepas dan tangkap kembali (Capture, Mark, Release, Recapture
Method).
Metode ini dapat diterapkan selain untuk menduga besarnya populasi satwa, tetapi juga cukup
efektif dalam hal penyelidikan :
a. Perpindahan (emigrasi) dan masuknya (imigrasi) margasatwa.
b. Kecepatan pertumbuhan individu maupun populasi
Keterangan :
Mxn N = Besarnya populasi yang dicari
N = M = Jumlah satwa yang tertangkap
n = Jumlah satwa tertangkap kembali dan tertandai
m
Contoh: Rusa yang ditangkap = 100 ekor (M), kemudian semuanya ditandai dengan tanda khusus,
setelah tertandai langsung dilepas. Selang beberapa waktu dilakukan penangkapan
kembali misalnya jumlah tangkapan kedua sebanyak l50 ekor (n), sedangkan yang
tertandai sebanyak 50 ekor (m). Dari hasil percobaan ini dapat dihitung besarnya
populasi rusa :
18
(N) = (100 x 150) / 50 = 15.000 : 50 = 300 ekor rusa.
b. Metode Penghalauan (Drive Census)
Cara kerja :
a. Tentukan lokasi, sebaran jalur penghalau, arah penghalau dan jarak antara pencatat dengan
jalur.
b. Siapkan tenaga kerja dan ditempatkan pada pos-pos yang telah ditentukan
c. Tenaga pencatat hendaknya menghadap ke arah penghalau, dan satwa (misalnya gajah) yang
dicatat adalah jumlah gajah yang lewat di kanan atau kiri pencatat dan juga penghalau.
d. Cara menghitung populasi :
UNIT UNIT
3 4
Cara Kerja
a. Tentukan letak/penyebaran dan arah jalur sampel
b. Tentukan terlebih dahulu titik permulaan jalur
c. Peneliti berjalan sepanjang jalur sampel dan mencatat semua satwa yang terlihat baik di kanan
maupun kiri.
d. Catat jarak antara satwa yang terlihat (kanan atau kiri) dengan peneliti
e. Hitung populasi satwa pada unit sampel yang diteliti dengan rumus:
Keterangan :
A = Luas sampel
A x Z
X = Panjang jalur rintis
P (Populasi ) =
Y = Jarak rata-rata tempat terlihatnya rusa
X x Y
Z = Jumlah rusa yang terlihat
Lebar Jalur
20
Dari hasil pengamatan dengan metode dan teknik analisis yang dilakukan secara tepat dan
benar sehingga hasinya dapat di interpretasi, dianalisis dan diprediksi, apakah kedudukan fauna
yang ada di wilayah atau di pinggir poyek tersebut dapat terkena dampak baik langsung maupun
tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
21