Disusun oleh
Ria Fadhla
NIM.P27220018074
2021
A. Konsep Teori Medis
1. Pengertian
Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif /
Congestive Heart Failure (CHF). Hampir semua penyakit yang
mengganggu fungsi jantung merupakan pemicu munculnya gagal
jantung kongestif jika tidak dilakukan peanganan lebih lanjut.
(Suci,2019).
Smeltzer & Bare (2014) menjelaskan bahwa,gagal jantung
kongestif (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung tidak mampu
memompa darah ke jaringan,sehingga jaringan tersebut tidak mampu
melakukan metabolisme dan akhirnya menimbulkan kongesti.
Sedangkan menurut Kasron (2012),gagal jantung merupakan suatu
kondisi patologis berupa kelainan fungsi jantung yang tidak dapat
memompakan darah untuk kebutuhan metabolisme jaringan,namun
kemampuan memompa darah ini dapat dikembalikan jika disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal
jantung kongestif merupakan ketidak adekuatan jantung dalam
memompa darah guna memenuhi asupan oksigen dan nutrisi jaringan
yang nantinya akan menjadi pemicu terbentuknya kongesti,yang
biasanya ditandai dengan gejala gagal jantung,tanda adanya retensi
cairan,serta adanya bukti objektif gangguan fungsi dan struktur
jantung.
2. Klasifikasi
Menurut Perki (2015), klasifikasi gagal jantung kongestif terbagi
atas 4 kelas sebagai berikut :
a. Kelas 1
Tidak terdapat batasan aktivitas fisik maupun gangguan seperti
kelelahan,palpitasi,atau sesak nafas dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
b. Kelas 2
Terdapat batasan aktiitas fisik ringan. Aktivitas sehari-hari mampu
menimbulkan kelelahan,palpitasi,atau sesak nafas,namun tidak
terdapat keluhan saat istirahat.
c. Kelas 3
Terdapat batasan aktivitas fisik,tidak ditemukan gangguan saat
istirahat,namun aktifitas ringan mampu menimbulkan
kelelahan,palpitasi,sesak nafas.
d. Kelas 4
Keluhan selalu menyertai aktifitas fisik,gejala ditemukan meskipun
pasien istirahat dan keluhan terasa semakin meningkat saat
digunakan untuk beraktifitas.
3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung
kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna
maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung):
hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
- Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria
Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
- Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
- Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
- Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
Asikin (2016) mengkategorikan gagal jantung menjadi 2
kategori,antara lain :
a. Gagal jantung kiri (kongestif),terbagi menjadi 2 dan dapat terjadi
secara sendiri maupun bersamaan.
1) Gagal jantung systolic,yaitu kondisi dimana jantung tidak
mampu menghasilkan output jantung guna memenuhi perfusi
organ vital.
2) Gagal jantung diastolic,yaitu kondisi dimana terjadi kongesti
paru meskipun curah dan output jantung berada pada batas
normal.
b. Gagal jantung kanan,yakni ketidakmampuan jantung dalam
memberikan pasokan darah ke sirkulasi paru dengan tekanan vena
sentral normal. Hampir sebagian besar gagal jantung sebelah kanan
disebabkan oleh gagal jantung kiri.
4. Patofisiologi
Menurut Oktavianus & Sari (2014),gagal jantung kongestif terjadi
akibat berbagai faktor pencetus,beberapa diantaranya adalah kelainan
fungsi otot jantung yang disebabkan oleh arteriosclerosis
koroner,hipertensi arterial,dan penyakit otot degenerative atau
inflamasi. Arteriosklerosis mengakibatkan gangguan fungsi
miokardium dalam memompa darah,hal ini dikarenakan terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terganggunya aliran darah ke otot jantung
juga mampu menyebabkan hipoksia dan asidosis,hal ini merupakan
salah satu penyebab timbulnya sesak nafas pada pasien gagal jantung
kongestif.
Arterosklerosis merupakan penyebab terjadinya hipoksia dan
asidosis pada miokardium.Hal ini dikarenakan terjadinya gangguan
aliran darah ke otot jantung.Apabila hipoksia terjadi berlangsung lama
akan mengakibatkan infark miokard,dimana hal tersebut merupakan
awal dari gagl jantung.ekanisme kompensasi pada hipertensi
sistemik/pulmonal berupa hipertrofi serabut otot jantung.Hal ini
dianggap tubuh mampu meningkatkan kontraktilitas jantung,sehingga
curah jantung juga turut meningkat.Namun,pada akhirnya hipertofi ini
tidak mampu berfungsi secara normal,sehingga terjadilah gagal
jantung.
Gagal jantung dapat dimulai dari kiri maupun kanan.Akan
tetapi,banyak kondisi dimana gagal jantung sebelah kanan merupakan
dampak atau akibat dari gagal jantung sebelah kiri.Hal ini dikarenakan
apabila ventrikel kiri mengalami kelemahan,darah akan dikembalikan
ke atrium,kemudian ke sirkulasi paru-paru,diteruskan ke ventrikel
kanan dan berakhir di atrium kanan.Darah yang tidak dapat di pompa
keluar dari sisi kanan jantung,mengakibatkan darah terkumpul pada
vena perifer,sehingga semakin berkurang darah dalam sistem sirkulasi
(Abdul,2019).
Asikin (2016) juga turut menambahkan,cardiac output atau output
jantung, ditentukan oleh volume curah jantung dikalikan dengan
denyut jantung. Sedangkan volume jantung,dipengaruhi oleh
preload,kontraktilitas,dan afterload. Peningkatan preload
mengakibatkan peregangan pada serat-serat miokardium dan
kontaktilitas jantung turut meningkat. Namun hal ini tidak berlangsung
lama karena peregangan serat miokard yang berlebihan mampu
menurunkan kontraktilitas jantung. Peningkatan afterload secara
langsung dapat mengurangi volume curah jantung. Output jantung
dapat dipengaruhi oleh denyut jantung,hal ini dikarenakan denyut
jantung dikendalikan oleh saraf otonom. Akan tetapi,pada kasus gagal
jantung ini,denyut jantung mengalami peningkatan yang signifikan
hingga .160 denyut/menit.Hal ini dikarenakan memendeknya durasi
diastolic, serta mengurangi pengisian ventrikel dan volume curah
jantung.
Mekanisme kompensasi teraktivasi begitu curah jantung
mengalami penurunan. Mekanisme kompensasi ini berawal dari
terstimulasi nya sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya
peningkatan denyut jantung, kontraksi jantung,vasokontriksi, dan
sekresi hormon antidiuretic. Preload yang berlebih merupakan efek
dari terjadinya kontriksi vena serta tersekresinya hormone antidiuretic.
Mekanisme ini menyebabkan kembalinya output jantung,namun
hingga melebihi batas,sehingga menimimbulkan dampak berupa
penurunan kontraktilitas dan dekompensasi.
Penurunan output jantung juga turut mengaktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan pada akhirnya menyebabkan vasokontriksi
dan retensi cairan.Angiotensin II dan Aldosteron turut berperan dalam
kerusakan miokardium. Pada mulanya,hipertrofi ventrikel dianggap
sebagai mekanisme kompensasi,namun hal ini justru membuat
miokardium mengembang melebihi suplai oksigen,sehingga
membutuhkan suplai oksigen lebih. Hal ini menyebabkan penurunan
kontraktilitas jantung.
5. pathways
6. Manifestasi klinis
Joyce (2017) berpendapat bahwa,maifestasi klinis gagal jantung
terbagi atas 2 kategori berdasarkan kerusakan sisi jantung.
a. Gagal jantung kiri
Manifestasi klinis pada pasien dengan gagal jantung kiri antara
lain :
1) Terdengar ronchi pada kedua lapang paru yang diakibatkan
oleh oedem paru
2) Takikardia dikarenakan mekanisme kompensasi tubuh yang
bertujan untuk meningkatkan curah jantung
3) Terdengar suara S3/Gallop pada auskultasi jantung
4) Titik pulsasi mengalami pergeseran ke lateral kiri akibat
dilatasi ventrikel
5) Terjadi peningkatan nitrogen urea dalam urin meskipun kadar
kreatinin normal
b. Gagal jantung kanan
Manifestasi klinis yang biasanya di jumpai adalah :
1) Adanya distensi vena leher,hal ini dikarenakan peningkatan
tekanan vena
2) Terdapat gelombang parasternal sebagai akibat dilatasi
ventrikel
3) Asites ditemukan sebagai akibat dari akumulasi cairan pada
abdomen
4) Hepatomegaly akibat kongesti hati dengan darah vena
5) Terdapat hepatojugular,terjadi akibat ketidakmampuan
ventrikel kanan untuk menangani peningkatan tekanan dan
aliran balik vena
6) Terjadi peningkatan berat badan yang signifikan dalam
kurun waktu yang singkat akibat dari retensi cairan.
7. Komplikasi
Gagal jantung apabila tidak mendapat pengobatan dan
penatalaksanaan yang tepat dapat menimbulkan komplikasi yang
memperburuk kondisi tubuh pasien. Berikut komplikasi yang mungkin
muncul pada pasien dengan gagal jantung menurut Murwani (2009)
dan Ardiansyah (2012),diantaranya :
a. Acytes
b. Hepatomegaly
c. Oedem paru
d. Shok kardiogenik
e. Hydro thorax
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010), pemeriksaan diagnostik yang
bisa dilakukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF)
adalah :
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
b. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
c. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan
asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
e. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan
penyakit adrenal
f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF
terhadap fungsi hepar atau ginjal
h. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
i. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
j. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang
menunjang penurunan kemampuan kontraksi.
k. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema
paru.
l. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
m. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia
9. Penatalaksanaan
Menurut Perki (2015),penatalaksanaan pada pasien dengan gagal
jantung dibagi menjadi 2,yakni secara non-farmakologis dan secara
farmakologis.
a. Non-farmakologis
Penatalaksanaan non-farmakologis meliputi berbagai
aktivitas,diantaranya adalah :
1) Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri meliputi segala tindakan
yang dapat menstabilkan kondisi fisik serta menghindari
perilaku yang memperparah penyakit serta mendeteksi dini
bertambah buruknya gagal jantung.
2) Ketaatan pengobatan
Ketaatan pasien dalam menjalani pengobatan mampu
menurunkan angka morbiditas,mortilitas,serta memperbaiki
kualitas hidup pasien.
3) Pemantauan berat badan mandiri
Kenaikan badan secara signifikan dan tiba-tiba pada pasien
gagal jantung perlu diwaspadai. Pada kenaikan berat badan
>2kg selama 3 hari biasanya dokter akan menaikkan dosis
diuretic.
4) Asupan cairan
Pada pasien dengan gejala berat perlu dipertimbangkan.
b. Farmakologis
Menurut Joyke (2017),penatalaksanaan pada pasien dengan
gagal jantung dilakukan dengan beberapa tindakan,baik mandiri
maupun kolaboratif. Berikut merupakan tindakan yang ditujukan
untuk pasien gagal jantung.
1) Mengurangi beban miokardium
Pemberian obat-obat diuretic merupakan aspek penting
dalam pengobatan gagal jantung. Obat diuretic seperti
furosemide akan mengurangi reabsorpsi natrium klorida pada
ansa henle sehingga tekanan darah pasien masih dalam batas
normal.
2) Meninggikan kepala pasien
Dyspnea yang seringkali menjadi manifestasi klinis pada
pasien gagal jantung perlu mendapat tindakan tersendiri,hal ini
dikarenakan dyspnea berhubungan langsung dengan aspek
oksigenasi pasieb. Salah satu upaya untuk mengurangi
dyspnea adalah dengan memberikan posisi semi fowler tinggi
atau kursi guna mengurangi kongesti vena.
Posisi tungkai sebaiknya tidak diangkat,hal ini dikarenakan
semakin tinggi posisi tungkai,maka aliran balik vena justru
akan semakin cepat.
3) Mengurangi retensi cairan
Salah satu upaya paling umum dilakukan untuk mengurangi
retensi cairan ialah dengan menganjurkan diit rendah garam.
Diit rendah garam ditujukan untuk mengurangi kadar natrium
berlebih dalam darah,sehingga mengurangi atau
menghilangkan edema.
4) Memperbaiki performa pompa ventrikel
Upaya yang paling kuat untuk memperbaiki performa
ventrikel adalah dengan diberikannya obat ACEI atau obat
jenis antagonis adrennergik.
5) Suplemen oksigen
Pemberian terapi oksigen ditujukan untuk kondisi hipoksia,
dyspnea,serta membantu memperbaiki pertukaran oksingen
dengan karbondioksida.
6) Penggunaan alat bantu ventrikel
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan guna
mempertahankan perfusi sistemik yang adekuat. Alat bantu
yang paling sering dipakai adalah VAD (Ventricular Assist
Device). Prinsip diberikan alat bantu ini adalah agar
dekompresi ventrikel hipokinetik,mengurangi beban
miokardium,mengurangi kebutuhan oksigen,serta
mempertahankan perfusi sistemik.
b) Tanda :
- TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
- Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
- Irama Jantung ; Disritmia.
- Frekuensi jantung ; Takikardia.
- Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
- posisi secara inferior ke kiri.
- Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat
- terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
- Murmur sistolik dan diastolic.
- Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
- Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
- kapiler lambat.
- Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
- Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
- Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
- khususnya pada ekstremitas.
3) Integritas ego
a) Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang
berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial
(pekerjaan/biaya perawatan medis)
b) Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas,
marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4) Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap,
berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5) Makanan/cairan
a) Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b) Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi
abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan
dan pitting).
6) Higiene
a) Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b) Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
7) Neurosensori
a) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan
perilaku dan mudah tersinggung.
8) Nyeri/Kenyamanan
a) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b) Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit
danperilaku melindungi diri.
9) Pernapasan
a) Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk
atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa
pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b) Tanda :
- Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernpasan.
- Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan
sputum.
- Sputum : Mungkin bersemu darah, merah
muda/berbuih (edema pulmonal)
- Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
- Fungsi mental : Mungkin menurun, kegelisahan,
letargi.
- Warna kulit : Pucat dan sianosis.
10) Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11) Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial
yang biasa dilakukan.
12) Pembelajaran/pengajaran
a) Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat
jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
b) Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk
meningkatkan.
4. Implementasi keperawatan
Proses implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun. Proses implementasi bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah di
tetapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Proses evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi pasien setelah diberikan
tindakan keperawatan. Dalam proses evaluasi diharapkan kriteria hasil yang
telah ditetapkan juga dapat di temukan dalam kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S., & Bare. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Dokter, P., Kardiovaskular, S., & Pertama, E. (2015). Pedoman tatalaksana gagal
jantung.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Erlangga.