Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ANSARUDIN

NIM : 19520077
PARALEL : IP2L
UAS MK : KONSTITUSI & REGULASI

1.  Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu: Konstitusi tertulis dan Konstitusi
tak tertulis. Konstitusi berasal dari Bahasa latin constituante
Negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar (UUD)
yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan
cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis
adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan
jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah
lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau
kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu
bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan
secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah:
 Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)
 Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
 Kekuasaan kehakiman (yudikatif). 
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk
menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti
dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah
disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam
sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan konstitusi
yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan
konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi
dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian
itu memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan
merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-Undang
Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD
1945, sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat
Indonesia melalui suatu referendum. (Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap
no.IV/MPR/1983 tentang referendum) Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan
secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999
hingga perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan
kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian
secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No.
I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam
Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu:
1) Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari
kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang
disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
setelah mengalami beberapa proses.
2) Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari
rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di
Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara
seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur,
dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi
Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini
mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik
Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh
negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat
saja.
3) Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949
merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia
sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik
Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan
Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik
Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk
mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara
kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar
yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun
suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal
12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14
Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17
Agustus 1950.
4) Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasa
1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama
pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

2. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kaitannya dalam tertib hukum


Indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental.
a. Memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia,
b. Sebagai tertib hukum yang tertinggi
Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara termasuk tertib hukum Indonesia. Dengan demikian
kedudukan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah sebagai sumber tertib hukum di Indonesia. Pembukaan UUD 1945 yang
didalamnya terkandung Pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia serta mewujudkan suatu cita-cita hukum
yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD maupun hukum dasar tidak
tertulis/konvensi). Pokok pikiran tersebut dikonkritisasikan dalam pasal-pasal UUD
1945. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Pembukaan 1945 merupakan sumber
hukum positif Indonesia. Lahirnya UUD 1945 Sebagai Negara yang berdasarkan atas
hukum, tentu saja Indonesia memiliki suatu konstitusi. Konstitusi yang dikenal di
Indonesia dikenal dengan UUD 1945. Eksistensi UUD 1945 sebagai konstitusi di
Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya diterima oleh
seluruh rakyat sebagai landasan Hukum bagi pelaksanaan kenegaraan di Indonesia.
Sebagai sumber hukum positif Indonesia nilai-nilai yang terkandung di dalam
kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum positif di bawahnya, yaitu:
Ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintahan pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan peraturan perundangan yang lain. Dengan demikian
seluruh peraturan perundangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD
1945 yang didalamnya terkandung asas kerohanian negara, atau dasar falsafah negara
Republik Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai tertib hukum Indonesia,
karena:
a. Adanya kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan
hukum. Hal ini dapat dipenuhi dengan adanya suatu pemerintahan
Republik Indonesia (alinea 4).
b. Adanya kesatuan asas kerohanian yang merupakan suatu dasar dari
keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang merupakan sumber tertib
hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filosofis negara Pancsila
(alinea 4).
c. Adanya kesatuan daerah, peraturan hukum itu terpenuhi oleh kalimat
seluruh tumpah darah Indonesia (alinea 4)
d. Adanya kesatuan waktu, yaitu berlakunya seluruh hukum.
Hal ini terpenuhi dalam kalimat: ... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia”. Hal ini
menunjukkan saat mulai berdirinya Negara Republik Indonesia yang disertai dengan
suatu tertib hukum sampai seterusnya selama berlangsungnya hidup negara Republik
Indonesia.
Dengan demikian seluruh peraturan hukum yang ada di wilayah negara RI
berlaku sejak saat ditetapkannya. Pembukaan UUD 1945 secara formal disyahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib negara.
Oleh karena kedudukannya yang demikian penting inilah maka Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 secara hukum tidak dapat diubah. Hal ini sesuai dengan
Ketetapan No. XX/MPRS/1966 yang ditegaskan dalam Ketetapan No. V/MPR/1977,
Ketetapan No.IX/MPR/1978, serta ketetapan No. II/MPR/1983.
3. Konstitusi sebagai kaidah yang tertuang dalam suatu dokumen khusus dikenal dengan
sebutan UndangUndang Dasar. Sekedar catatan perlu juga diutarakan bahwa ada yang
memandang UUD itu bukan kaidah hukum melainkan kumpulan pernyataan
(manifesto), pernyataan tentang keyakinan, pernyataan cita-cita. Konstitusi dianggap
sebagai sebuah hukum atau aturan dasar suatu negara, dalam bentuk tertulis atau tidak
tertulis yang membentuk karakteristik dan konsepkonsep pemerintahannya, berisi
prinsip-prinsip asasi yang dipatuhi sebagai dasar kehidupan kenegaraan, pengendalian
pemerintah, pengaturan, pembagian dan pembatasan fungsi-fungsi yang berbeda dari
departemen-departemen serta penjabaran secara luas urusan-urusan yang berkaitan
dengan pengujian kekuasaan kedaulatan. Jika disederhanakan, konstitusi adalah
sebuah piagam pelimpahan wewenang dari rakyat kepada pemerintah. Terkait dengan
keberadaan konstitusi, maka pada dasarnya secara tegas konstitusi adalah; Pertama,
public authority hanya dapat dilegitimasi menurut ketentuan konstitusi; kedua,
pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui perwakilan) harus dilakukan dengan
menggunakan prinsip universal and equal suffrage dan pengangkatan eksekutif harus
melalui pemilihan yang demokratis; ketiga, pemisahan atau pembagian kekuasaan
serta pembatasan wewenang; keempat, adaya kekuasaan kehakiman yang mandiri
yang dapat menegakkan hukum dan keadilan baik terhadap rakyat maupun terhadap
penguasa; kelima, adanya sistem kontrol terhadap militer dan kepolisian untuk
menegakkan hukum dan menghormati hak-hak rakyat; keenam, adanya jaminan
perlindungan atas HAM.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar yaitu:
UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949) Proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan negara RI.Untuk melengkapi alat-alat
perlengkapan Negara sebagaimana lazimnya negara yang merdeka, maka PPKI segera
mengadakan sidang. Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, PPKI yang
telah disempurnakan antara lain telah mengesahkan undang-undang dasar negara yang
kini terkenal dengan sebutan UUD 1945. UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI
itu terdiri dari dua bagian, yakni bagian “Pembukaan” dan bagian “Batang Tubuh
UUD” yang berisi 37 Pasal, 1 Aturan Peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 Aturan
Tambahan terdiri dari 2 ayat Di dalam bagian “Pembukaan” yang terdiri atas empat
alinea itu, di dalam alinea keempat tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi
sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang MahaEsa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan dasar Negara Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 inilah yang sah dan benar karena di samping mempunyai kedudukan yang
konstitusional, juga disahkan oleh suatu badan yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia (PPKI) yang berarti disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia.
Konstitusi RIS/ UUD RIS/ UUD 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950) Kemenangan Sekutu pada Perang Dunia kedua mendorong Belanda untuk
kembali berkuasa di Indonesia. Dengan bantuan militer dari Inggris dan Australia
maka Belanda berkesempatan mengkonsolidasikan kekuatan militer di Indonesia.
Belanda mencoba mendirikan negara-negara bagian di wilayah RI. Sejalan dengan
usaha Belanda tersebut maka terjadilah konflik militer antara tentara Belanda dan
pejuang RI yang dikenal dengan Agresi I pada tahun 1947 dan Agresi II pada tahun
1948. Peristiwa agresi tersebut mendorong PBB untuk turut campur tangan dengan
mengusulkan perundingan yang disebut Konperensi Meja Bundar dari tanggal 23
Agustus 1949 sampai 2 November 1949.
Dalam konperensi itu dihasilkan sejumlah persetujuan antara lain mendirikan
Negara Republik Indonesia Serikat (Negara RIS). Rancangan Undang-Undang Dasar
untuk Negara RIS diterima kedua belah pihak (Indonesia dan Belanda) dari mulai
berlaku pada 27 Desember 1949. UUD 1945 yang semula berlaku untuk seluruh
Indonesia maka mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku dalam wilayah
Negara Bagian Republik Indonesia. KRIS/ UUD RIS berlaku berdasarkan Keputusan
Presiden RIS Nomor 48 tanggal 31 Januari 1950 tentang Mengumumkan Piagam
Penandatanganan KRIS. Diumumkan di Jakarta pada tanggal 6 Februari 1950 oleh
Menteri Kehakiman. KRIS terdiri dari “Mukadimah” yang terdiri dari empat
alineadanbagian “BatangTubuh” yang terdiri dari 6 bab,197 Pasal.
UUDS (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959) Negara RIS sebagai hasil Konperensi
Meja Bundar ternyata tidak bertahan lama. Hal ini dapat dibuktikan karena terjadi
penggabungan dengan RI sehingga akhirnya tinggal tiga negara bagian yaitu RI,
Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur. Pada tanggal 19 Mei 1950
ketiga negara tersebut sepakat untuk kembali mendirikan negara kesatuan. Bagi
negara kesatuan yang akan didirikan itu jelas perlu adanya suatu UUD yang baru. Dan
untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu Rancangan UUD
berdasarkan Pasal 190, 127a, Panitia bersama yang menyusun UUD 1950 merasa
dirinya kurang representatif dan menegaskan bahwa sifat UUD 1950 adalah
sementara karenanya dibentuk lembaga konstituante yang mana anggotanya dipilih
rakyat. Pada bulan Desember 1955 dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih
anggota konstituante. Dan sebagai hasilnya pada tanggal 10 November 1956 di
Bandung diresmikanlah konstituante. Namun setelah dua setengah tahun bersidang
dan 191 ayat (2) UUDRIS mengenai Perubahan UUD. Rancangan UUD yang sudah
disusun kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat dan oleh DPR serta Senat RIS pada tanggal 14 Agustus 1950,
konstituante belum dapat menghasilkan suatu UUD baru karena tidak pernah tercapai
quorum 2/3 seperti yang diharuskan. Usul Presiden Soekarno agar konstituante
kembali saja kepada UUD 1945 pun tidak berhasil karena kurang dari 2/3 jumlah
suara yang diperlukan. Kemudian sebagian besar anggota konstituante menyatakan
tidak akan menghadiri sidang lagi. Dengan demikian konstituante tidak mungkin
lagidan berlakulah UUD baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950. UUDS berlaku
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 Tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia yang terdiri dari Mukadimah dan batang tubuh menyelesaikan
tugas yang dipercayakan rakyat kepadanya. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan suatu dekrit yang membubarkan konstituante dan
menyatakan berlaku lagi UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 MPR hasil pemilu 1999 berupaya mengakomodir dan
melaksanakan kehendak reformasi yaitu melakukan amandemen terhadap UUD 1945.
Ada beberapa argumen yang disampaikan oleh para pihak terhadap hal ini. Sebagian
pihak menginginkan agar dibuat suatu konstitusi baru yang akan menggantikan UUD
1945 secara keseluruhan. Argumen utama kelompok ini adalah karena UUD 1945
dipandang perlu dirombak secara total sehingga perubahan haruslah dalam bentuk
penggantian UUD 1945 dengan konstitusi baru. Sebagian pihak lainnya memandang
bahwa UUD 1945 masih perlu dipertahankan mengingat adanya Pembukaan UUD
1945. Berdasarkan pertimbangan pengalaman sejarah di konstituante dan
pertimbangan praktis bahwa mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti juga mengubah
konsensus politik tertinggi. Pihak lainnya yang berpandangan sama menyatakan
bahwa apabila Pembukaan UUD 1945 diubah, maka Negara Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah dibubarkan.
Dengan pandangan-pandangan di atas, maka langkah yang dianggap palihg
bijaksana adalah dengan melakukan perubahan model amandemen seperti yang
dilakukan di Amerika Serikat. Amandemen berarti perubahan, kata ini berasal dari
kata dasar “to amend” yaitu merubah. Amandemen dilaksanakan dengan tujuan untuk
memperkuat fungsi dan posisi suatu UUD dengan cara menampung (mengakomodir)
aspirasi politik yang berkembang guna mencapai tujuan negara sebagaimana yang
biasanya dirumuskan oleh konstitusi itu sendiri.15 Cara melakukan amandemen setiap
konstitusi dan praktek implementasinya pada setiap negara bisa berbeda-beda yang
biasanya sudah diatur dalam konstitusi negara itu.
Di Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 37 UUD 1945 lembaga yang diberi
wewenang untuk melakukan amandemen adalah MPR. Jika dilihat dari teori
amandemen yang hingga sekarang tetap dianut khususnya di negara Anglo Saxon,
perubahan konstitusi dilakukan dengan menggunakan paradigma sebagai berikut;
a. Perubahan hanya dilakukan pada batang tubuh tidak pada pembukaan;
b. Perubahan dilakukan pada pasal-pasal tertentu yang dinilai tidak sesuai
lagi dengan perkembangan dan tuntutan bernegara;
c. Bahwa pasal-pasal yang diamandemen masih merupakan bagian dari
UUD aslinya.
Dalam melaksanakan amandemen UUD 1945, terdapat kesepakatan di antara
para fraksi di MPR mengenai beberapa hal yaitu;
a. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945. Sebab Pembukaan UUD
1945 memuat pernyataan kemerdekaan Indonesia, dasar negara dan
tujuan berdirinya negara.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
memperkuat ikatan negara kesatuan dibentuk Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) sebagai pilar penyalur aspirasi daerah, melengkapi DPR
dalam sistem perwakilan Indonesia. DPD dengan kedudukannya yang
khas dibanding DPR dan kewenangannya yang spesifik untuk
kepentingan daerah merupakan titik temu dari pergumulan pemikiran
dan cara pandang maka pihak yang menghendaki sistem unicameral
dan bicameral selama proses perubahan UUD 1945 berlangsung.
c. Tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensil yang
bertujuan untuk mempertegas dan memperkokoh sistem pemerintahan
yang dianut oleh negara RI.
d. Bagian Penjelasan di dalam UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif
dimasukkan ke dalam batang tubuh. Contohnya mengenai kekuasaan
kehakiman. Hal-hal prinsip mengenai kekuasaan kehakiman justru
berada dalam penjelasan UUD 1945. Oleh karena itu, dalam
amandemen apa yangtertera di dalam penjelasan kemudian
dimasukkan ke dalam batang tubuh (pasal-pasal) seperti tertera pada
Pasal 24 yang baru.
e. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara addendum. Maksudnya,
UUD 1945 yang belum diubah dan dengan adanya empat perubahan
UUD 1945 tersebut merupakan satu kesatuan karena yang diinginkan
adalah tidak terpisahnya antara UUD 1945 yang asli dengan hasil
amandemen pertama, kedua, ketiga dan keempat. Semuanya itu
diistilahkan dalam satu tarikan nafas.

Anda mungkin juga menyukai