Anda di halaman 1dari 30

1. Apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselen
dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yan
yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
 
2. Apa itu SJSN?
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beb
penyelenggara jaminan sosial.
 
3. Apa itu DJSN?
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah Dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumu
umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
 
4. Kapan BPJS Kesehatan mulai operasional?
BPJS Kesehatan mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014.
 
5. Apa saja jenis jaminan sosial?
Jaminan sosial meliputi:
• Jaminan Kesehatan
• Jaminan Kecelakaan Kerja
• Jaminan Hari Tua
• Jaminan Pensiun
• Aminan Kematian
 
6. Apa itu BPJS Kesehatan?
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelengga
program jaminan kesehatan.
 
7. Siapa saja yang menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang a
telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.
 
8. Ada berapa kelompok peserta BPJS Kesehatan?
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok yaitu:

1. PBI Jaminan Kesehatan.


Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu seba
diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta
fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

2. Bukan PBI jaminan kesehatan.


Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri dari:
1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya.
3) Buka pekerja dan anggota keluarganya
 

9. Siapa saja yang lain yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan?
Yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang mengalami catat total tetap dan tidak
 
10. Apa yang dimaksud dengan cacat total tetap dan siapa yang berwenang menetapkan?
Cacat total tetap merupakan kecacatan fisik dan/atau mental yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang un
melakukan pekerjaan. Penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang berwenang.
 
11. Apa yang dimaksud dengan pekerja?
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
 
12. Apa yang dimaksud dengan pekerja penerima upah?
Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi upah kerja dengan menerima gaji atau up
 
13. Siapa saja yang dimaksud pekerja penerima upah?
Pekerja penerima upah terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil.
2. Anggota TNI.
3. Anggota POLRI.
4. Pejabat Negara.
5. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri.
6. Pegawai Swasta.
7. Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
 
14. Apa yang dimaksud dengan pekerja bukan penerima upah?
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri.
 
15. Siapa saja yang termasuk pekerja bukan penerima upah?
Pekerja bukan penerima upah terdiri dari:
1. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri.
2. Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah.

16. Apa yang dimaksud dengan bukan pekerja?


Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan.
 
17. Siapa saja yang termasuk bukan pekerja?
Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
1. Investor.
2. Pemberi kerja.
3. Penerima pensiun.
4. Veteran.
5. Perintis Kemerdekaan.
6. Bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.
 
18. Siapa saja yang dimaksud dengan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil?
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Tidak Tetap, Pegawai Honorer, Staf Khusus dan
yang dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

 
19. Siapa yang dimaksud dengan pemberi kerja?
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan te
atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dala
lainnya.
 
20. Siapa saja yang dimaksud dengan anggota keluarga?
Anggota keluarga yang dimaksud melaliputi:
1. Satu orang isteri atau suami yang sah dari peserta.

2. Anak kandung, anak tiri dan atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri.
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutka
pendidikan formal.
 
21. Berapa jumlah peserta dan anggota keluarganya yang ditanggung?
Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang).
 
22. Bagaimana bila jumlah peserta dan angota keluarganya lebih dari 5 (lima) orang?
Peserta yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang termasuk peserta, dapat mengikutsertak
anggota keluarga yang lain dengan membayar iuran tambahan.
 
23. Apakah boleh penduduk Indonesia tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Tidak boleh, karena kepesertaan BJS Kesehatan bersifat WAJIB. Meskipun yang bersangkutan sudah meiliki Jam
Kesehatan lain.
 
24. Apa yang terjadi kalau kita tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Ketika sakit dan harus berobat atau dirawat maka semua biaya yang timbul harus dibayar sendiri dan kemungkin
angat mahal di luar kemampuan.
 
25. Kapan seluruh penduduk Indonesia sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan?
Paling lambat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan se
bertahap
Sustainable Development Goals (SDGs)
Dengan pertimbangan untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), pemerintah
memandang perlu adanya penyelerasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional .
Berdasarkan pertimbangan tersebut pada 4 Juli 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
menandatangani Peraturan Presiden, Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagaimana disampaikan secara langsung oleh
Presiden dalam kesempatan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hamburg
Messe Und Congress, Jerman (7 Juli 2017).
“Saya telah menandatangani Peraturan Presiden dan membentuk Tim Koordinasi Nasional bagi
implementasi SDGs, dan akan melaporkan implementasi Agenda 2030 ini di PBB
melalui Voluntary National Review,” kata Presiden Jokowi saat itu.
Perpres tersebut dimaksudkan sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam Transforming Our
World: The 2030 Agenda for Sustainable Development guna mengakhiri kemiskinan,
meningkatkan kesehatan masyarakat, mempromosikan pendidikan, dan memerangi perubahan
iklim.
Perpres ini menetapkan 17 goals dan 169 target dan selaras dengan target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan selanjutnya dijabarkan dalam peta jalan,
Rencana Aksi Nasional (RAN), dan Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan.
Adapun sasaran TPB tahun 2017 sampai dengan 2019 tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perpres ini.

TPB yang merupakan dokumen yang memuat tujuan dan sasaran global 2016 sampai 2030
bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas
lingkungan hidup, serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu
menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sasaran nasional TPB digunakan sebagai pedoman bagi: 1. Kementerian/Lembaga dalam


penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi RAN TPB sesuai dengan bidang tugasnya;
dan 2. Pemerintah Daerah dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi RAD TPB.

Selain itu, sebagai acuan bagi Ormas, Filantropi, Pelaku Usaha, Akademisi, dan pemangku
kepentingan lainnya yang akan menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan serta
evaluasi TPB.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan


Nasional menyusun dan menetapkan Peta Jalan Nasional TPB dan RAN TPB termasuk
mengoordinasikan, fasilitasi, serta pendampingan RAN TPB 5 (lima) tahunan, monitoring dan
evaluasi, pelaporan pencapaian TPB tingkat nasional dan daerah, sumber pendanaan.

Dalam rangka percepatan tujuan TPB, dibentuk Tim Koordinasi Nasional yang terdiri atas
Dewan Pengarah, Tim Pelaksana, Kelompok Kerja, dan Tim Pakar.

Dewan Pengarah diketuai oleh Presiden dengan susunan sebagai berikut: Wakil Presiden (Wakil
Ketua); Menko Perekonomian (Wakil Ketua I); Menko PMK (Wakil Ketua II); Menko
Kemaritiman (Wakil Ketua III); Menko Polhukam (Wakil Ketua IV), dengan Anggota: Menteri
PPN/Kepala Bappenas (merangkap Koordinator Pelaksana), Menteri Luar Negeri, Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Staf
Kepresidenan.

Selanjutnya, dalam mencapai sasaran TPB Daerah, Gubernur menyusun RAD TPD 5 (lima)
tahunan bersama Bupati/Walikota di wilayah masing-masing.

Sasaran dan Indikator TPB Nasional dapat dilakukan kaji ulang (dikoordinasikan oleh Menteri
PPN/Kepala Bappenas) berdasarkan evaluasi dan rekomendasi Dewan Pengarah atas masukan
dari Tim Pelaksana dan/atau pertimbangan Tim Pakar.

Lebih lanjut, Perpres ini mengamanatkan ditetapkannya: 1. Peta Jalan TPB tahun 2016-2030
(paling lama 12 (dua belas) bulan); 2. RAN TPB tahun 2016-2019 (paling lama 6 (enam) bulan);
dan 3. RAD TPB 2016-2019 (paling lama 12 (dua belas) bulan).

Lampiran Perpres Nomor 59 Tahun 2017 menguraikan tujuan global, sasaran global, dan
sasaran nasional RPJMN 2015-2019 yang akan dilaksanakan oleh K/L terkait. Tujuan global
yang terdiri dari 17 tujuan, sebagai berikut:
1. Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di mana pun.

2. Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta
meningkatkan pertanian berkelanjutan.

3. Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua
usia.

4. Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan
belajar sepanjang hayat untuk semua.

5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.

6. Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua.

7. Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.

8. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang
produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.

9. Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan berkelanjutan,


serta mendorong inovasi.

10. Mengurangi kesenjangan intra dan antarnegara.

11. Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.

12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.


13. Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.

14. Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera
untuk pembangunan berkelanjutan.

15. Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan,


mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta
menghenti-kan kehilangan keanekaragaman hayati.

16. Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.

17. Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan
berkelanjutan.
Memahami Sistem Kesehatan Nasional
Apa yang Disebut sebagai Sistem?
Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of
work). Berdasarkan pengertian ini dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem,
yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection, yaitu
saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen,
komponen, bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan
dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapi tujuan maka belum memenuhi kriteria sebagai
anggota suatu sistem. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai sistem, silahkan Klik Disini
Apa yang Disebut sebagai Sistem Kesehatan?
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-
orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan
organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk
material. Dalam definisi yang lebih  luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain
seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996). WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai
berikut:
Health system is defined as all activities whose primary purpose is to promote, restore or
maintain health. Formal Health services, including the professional delivery of personal medical
attention, are clearly within these boundaries. So are actions by traditional healers, and all use
of medication, whether prescribed by provider or no, such traditional public health activities as
health promotion and disease prevention, and other health enhancing intervention like road and
environmental safety improvement, specific health-related education, are also part of the
system .  Lebih lanjut Klik Disini
Apa yang disebut Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia?
Pengembangan sistem kesehatan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1982 ketika Departemen
Kesehatan menyusun dokumen sistem kesehatan di Indonesia. Kemudian Departemen Kesehatan
RI pada tahun 2004 ini telah melakukan suatu “penyesuaian” terhadap SKN 1982. Didalam
dokumen dikatakan bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN ) didefinisikan sebagai  suatu
tatanan yang menghimpun upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung , guna
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum
seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.  (Depkes RI; 2004). 
Apa Tujuan Sistem Kesehatan?
Dalam batas-batas yang telah disepakati, tujuan sistem kesehatan adalah:

1. Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Indikatornya banyak, antara lain Angka


Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, Angka kejadian penyakit dan berbagai indikator lainnya.
2. Meningkatkan responsiveness terhadap harapan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat
puas terhadap pelayanan kesehatan.
3. Menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan
memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan kesehatan bagi yang membutuhkan.

Apa Saja Elemen-Elemen Sistem Kesehatan?


Berdasarkan pengertian bahwa  System is interconnected parts or elements in certain pattern of
work,  maka di sistem kesehatan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni: (1) elemen,
komponen atau bagian pembentuk sistem yang berupa aktor-aktor pelaku; dan
(2) interconnection berupa  fungsi dalam sistem yang saling terkait dan dimiliki oleh elemen-
elemen sistem. Secara universal fungsi di dalam  Sistem Kesehatan berdasarkan berbagai
referensi dapat dibagi menjadi:

a. Regulator dan/atau stewardship
b. Pelayanan Kesehatan
c. Pembiayaan Kesehatan
d. Pengembangan Sumber Daya

Aktor-aktor yang ada adalah:


Pemerintah yang terdiri atas pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota.
Aktor pemerintah banyak berperan sebagai regulator dan steward dalam sistem kesehatan.
Pemerintah berfungsi pula di pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Bagi yang
berminat untuk membahas manajemen pelayanan rumah sakit pemerintah, Dalam fungsi
pengembangan sumber daya manusia, ada pelaku pemerintah berupa perguruan tinggi
kedokteran dan kesehatanCatatan:
Dalam konteks sistem kesehatan ini ada pula pemerintah luar negeri atau badan kerjasama
internasional antar pemerintah di dunia.
Swasta: Lembaga-lembaga swasta yang bergerak di sistem kesehatan ada banyak. Untuk rumah
sakit terdapat dua jenis pelayanan kesehatan swasta, yaitu rumah sakit publik berdasar badan
hukum Yayasan atau Perkumpulan, dan rumah sakit private dengan dasar hukum PT. Silahkan
klik www.manajemenrumahsakit.net kalau ingin mempelajari lebih lanjut. DI samping itu ada
BP swasta, pabrik obat swasta, distributor alat farmasi dan rumah sakit, apotek dan sebagainya.
Lembaga swasta berperan aktif pula dalam fungsi pengembangan sumber daya manusia dengan
adanya  perguruan tinggi kedokteran dan kesehatan milik lembaga swasta. Bagi yang berminat
untuk mempelajari silahkan klik di www.pendidikankedokteran.net
Masyarakat: Masyarakat merupakan obyek sekaligus pelaku dalam sistem kesehatan. Sebagai
pelaku dapat berupa rumah tangga yang membiayai sistem, tempat perilaku kesehatan dilakukan,
sampai adanya Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perhimpunan profesi. Baru baru ini di
Melbourne diselenggarakan workshop mengenai peran perhimpunan profesi dalam sistem
kesehatan. Silahkan kunjungi laporan workshop Melbourne disini.
Bagaimana hubungan kedua hal di atas?
Hubungan kedua hal ini dapat dilihat pada matriks berikut:
 

Catatan:

1. Siapa yang bukan menjadi anggota sistem kesehatan

Sebagai catatan, keberadaan sekumpulan elemen, komponen, bagian, orang atau organisasi
sekalipun, jika diantaranya tidak ada suatu saling keterkaitan dalam fungsi tertentu maka belum
memenuhi kriteria sebagai anggota sistem kesehatan. Akan tetapi dalam prakteknya sulit untuk
menyatakan apakan suatu lembaga termasuk dalam sistem kesehatan atau tidak. Sebagai
gambaran apakah Dinas Perhubungan termasuk dalam sistem kesehatan dalam konteks untuk
regulasi pencegahan kecelakaan lalu lintas.

1. Bagaimana kebijakan desentralisasi dalam sistem kesehatan

Sebagaimana sistem lainnya, sistem kesehatan berjalan dengan suatu tata kelola agar tujuan
sistem kesehatan dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian dalam menata sistem kesehatan,
diperlukan integrasi dari berbagai level pemerintahan.  Penyusunan dan pengembangan sistem
kesehatan tidak dapat berdiri sendiri dalam satu kabupaten atau kota saja. Ketergantungan satu
sama lain antara pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/Kota membutuhkan pemaknaan
mengenai kebijakan  desentralisasi di sektor kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa
memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga.

 PHBS adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga
atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
 Mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip kesehatan inilah yang menjadi dasar
pelaksanaan Program PHBS.

PHBS Di Rumah Tangga


10 upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat.

PHBS Di Tempat Umum


Upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat – tempat umum
agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan
tempat – tempat Umum Sehat.

PHBS Di Sekolah
Memperkenalkan dunia kesehatan pada anak-anak di sekolah, melalui UKS yang dipraktikkan
oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran.

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota


keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi: makan beraneka ragam
makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan
balita Kapsul Vitamin A. Tentang kesehatan lingkungan seperti membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan lingkungan. Setiap rumah tangga dianjurkan untuk melaksanakan
semua perilaku kesehatan.

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat.
􀀁 PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga
Sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga yaitu :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi bayi ASI eksklusif
3. Menimbang bayi dan balita
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah

Apa manfaat Rumah Tangga Sehat?


Bagi Rumah Tangga:
 Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.
 Anak tumbuh sehat dan cerdas.
 Anggota keluarga giat bekerja.
 Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
Bagi Masyarakat:
 Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
 Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah- masalah kesehatan.
 Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
 Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)
seperti posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa dan lain-lain.
Peran Kader dalam Mewujudkan Rumah Tangga Sehat
 Melakukan pendataan rumah tangga yang ada di wilayahnya dengan menggunakan Kartu
PHBS atau Pencatatan PHBS di Rumah Tangga pada buku kader.
 Melakukan pendekatan kepada kepala desa/lurah dan tokoh masyarakat untuk
memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
 Sosialisasi PHBS di Rumah Tangga ke seluruh rumah tangga yang ada di desa/kelurahan
melalui kelompok dasawisma.
 Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS melalui penyuluhan perorangan,
penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan penggerakan masyarakat.
 Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya Rumah Tangga Sehat.
 Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga sehat di wilayahnya setiap tahun
melalui pencatatan PHBS di Rumah Tangga.
 
PENANGGULANGAN NARKOBA
Narkoba atau narkotika dan obat-obatan berbahaya menjadi salah satu zat yang bisa
memberikan efek kecanduan pada pemakainya. Cara mengatasi kecanduan narkoba jadi semakin
sulit bila pemakainya sudah menggunakan zat berbahaya tersebut dalam dosis yang tinggi dan
setiap hari.
Mulanya, sebagian besar pecandu hanya iseng saat memakai. Namun karena dampak
yang diberikan bisa memberikan ketenangan serta halusinasi, penggunaannya menjadi sangat
sulit dihentikan. Jika sudah tidak dapat terlepas dari barang tersebut, dosisnya semakin lama
akan meningkat. Dan jika mencapai kecanduan tingkat akut, tidak hanya kehidupan sosial saja
yang terganggu kesehatan pun akan semakin menurun serta bisa menyebabkan kematian.
Karena itu, jika keluarga atau orang terdekat mengalami kecanduan narkoba, segera
hentikan pemakaian dengan mencari pertolongan darurat. Jika masih tahap awal, kecanduan bisa
mudah disembuhkan asalkan dibarengi niat si pemakai untuk berhenti.
Ciri dari pemakai narkoba secara fisik dapat dikenali jika mengalami tanda-tanda seperti
kesadaran berkurang, kesulitan bernafas, mengalami gangguan fisik dan psikologi, serta kejang-
kejang karena overdosis. Makin cepat pertolongan diberikan, maka semakin mudah juga
menyembuhkan kecanduan tersebut.
Prosesnya pun tidak sebentar, karena tidak hanya kondisi fisik dan kesehatan saja yang
dikembalikan seperti semula tetapi juga mental agar berhenti dan tidak menggunakan barang
berbahaya tersebut lagi.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi kecanduan adalah dengan rehabilitasi.
Pemakai bisa memanfaatkan layanan yang disediakan oleh BNN agar ketergantungan terhadap
obat terlarang bisa segera ditangani.

4 Langkah Cara Mengatasi Kecanduan Narkoba


Pengguna narkoba yang sudah mengalami kecanduan, tidak akan mudah lepas dari jerat barang
tersebut. Diperlukan sebuah langkah yang cepat, salah satunya dengan menghubungi BNN. Di
lembaga resmi pemerintah ini, pendaftaran rehabilitasi bisa dilakukan secara online.
Proses rehabilitasi nantinya akan dilakukan secara total agar pemakai tidak kembali memakai
obat-obatan tersebut. Secara umum, ada 4 langkah yang dilakukan untuk mengatasi kecanduan
narkoba dan di antaranya adalah:

Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi juga terapis. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kecanduan yang dialami dan adakah efek samping yang muncul. Jika si
pemakai mengalami depresi atau bahkan gangguan perilaku, maka terapis akan menyembuhkan
efek tersebut baru melakukan rehabilitasi.
Detoksifikasi
Mengatasi kecanduan harus melalui beberapa tahapan dan salah satu yang cukup berat adalah
detoksifikasi. Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya
tersebut. Reaksi yang akan dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa
sakit. Disamping itu pecandu akan merasa tertekan karena tidak ada asupan obat penenang yang
dikonsumsi seperti biasa.
Selama proses detoksifikasi, dokter akan meringankan efek yang tidak mengenakkan tersebut
dengan memberikan obat. Di samping itu, pecandu juga harus memperbanyak minum air agar
tidak terkena dehidrasi serta mengkonsumsi makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuh.
Lamanya proses ini sangat bergantung pada tingkat kecanduan yang dialami serta tekad yang
dimiliki oleh si pemakai untuk sembuh.

Stabilisasi
Setelah proses detoksifikasi berhasil dilewati, selanjutnya dokter akan menerapkan langkah
stabilisasi. Tahapan ini bertujuan untuk membantu pemulihan jangka panjang dengan
memberikan resep dokter. Tidak hanya itu, pemikiran tentang rencana ke depan pun diarahkan
agar kesehatan mental tetap terjaga dan tidak kembali terjerumus dalam bahaya obat-obatan
terlarang.

Pengelolaan Aktivitas
Jika sudah keluar dari rehabilitasi, pecandu yang sudah sembuh akan kembali ke kehidupan
normal. Diperlukan pendekatan dengan orang terdekat seperti keluarga dan teman agar
mengawasi aktivitas mantan pemakai. Tanpa dukungan penuh dari orang sekitar, keberhasilan
dalam mengatasi kecanduan obat terlarang tidak akan lancar.
Banyak pemakai yang sudah sembuh lantas mencoba menggunakan kembali obat-obatan tersebut
karena pergaulan yang salah. Karena itulah pengelolaan aktivitas sangat penting agar terhindar
dari pengaruh negatif.

Atasi dengan Layanan Rehabilitasi BNN


Untuk mengatasi masalah kecanduan obat-obatan terlarang, Badan Narkotika Nasional atau lebih
dikenal dengan BNN membuka layanan rehabilitasi yang dinamakan Balai Besar Rehabilitasi
yang berlokasi di Bogor.
Pecandu atau penyalahgunaan narkoba akan dipulihkan sepenuhnya baik dari segi fisik maupun
mental. Diharapkan setelah keluar dari Balai Besar Rehabilitasi ini, mantan pecandu bisa hidup
normal seperti sedia kala dan tidak menggunakan kembali obat-obatan terlarang.
Untuk bisa menggunakan layanan ini, wali dari pecandu yang belum cukup umur atau pecandu
yang sudah cukup umur bisa melapor atau mendaftar secara online dengan mengakses situs
resmi http://rehabilitasilido.bnn.go.id atau bisa daftar rehabilitasi online. Selain itu pelaporan
juga bisa diajukan ke institusi yang telah ditetapkan oleh menteri diantaranya seperti puskesmas,
rumah sakit, dan lembaga rehabilitasi medis.
Layanan yang disediakan oleh balai besar ini cukup menyeluruh, tidak hanya untuk
penyembuhan fisik dan mental tetapi juga kerohanian. Beberapa di antaranya adalah:
Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi secara medis meliputi detoksifikasi, pemeriksaan kesehatan, penanganan efek buruk
dari penyalahgunaan narkoba, psiko terapi, rawat jalan, dan lain-lain.

Rehabilitasi Sosial
Aktivitas yang dilakukan pada tahapan rehabilitasi ini meliputi seminar, konseling individu,
terapi kelompok, static group, dan sebagainya.

Kegiataan Kerohanian
Tahapan ini bertujuan untuk mempertebal mental pecandu agar semakin kuat mempertahankan
niat untuk sembuh dari kecanduan.

Peningkatan Kemampuan
Kegiatan di lembaga rehabilitasi juga diisi oleh aktivitas positif salah satunya adalah mengasah
skill yang dimiliki oleh pecandu agar rasa tak enak karena tidak mengkonsumsi obat-obatan
teralihkan.
Selain layanan-layanan yang disebutkan di atas, disediakan juga konseling untuk keluarga, terapi
psikologi, hiburan, rekreasi, dan sebagainya. Semua layanan dan fasilitas yang diberikan oleh
balai besar rehabilitasi BNN ini tidak dipungut biaya sama sekali kecuali penyediaan keperluan
yang bersifat pribadi. Pendaftaran pun semakin dimudahkan via online atau datang ke instansi
kesehatan terdekat.

STRATEGI SEDERHANA PENCEGAHAN PENGGUNAAN NARKOBA


MELALUI KELUARGA

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sudah merupakan sebuah fenomena global yang
sangat menakutkan dan sangat membahayakan bagi bangsa dan Negara. Dampak buruk
penggunaan narkoba ini juga sudah menyentuh hampir ke seluruh masyarakat di semua
golongan, bahkan narkoba ini perkembangannya sudah merambah ke segala tempat bahkan telah
sampai di sekolah – sekolah baik SD,SLTP, SLTA dan juga di perguruan tingi. Kalau kondisi ini
berlanjut akibatnya adalah menurunnya kualitas generasi muda yang berarti akan mengurangi
asset bangsa.
Kondisi ini tentu merupakan masalah bagi remaja dan orang tua. Untuk itu prasyarat utama
untuk terhindar dari narkoba adalah dengan cara “ mencegah “.
SEKELUMIT TENTANG NARKOBA
Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) biasanya juga disebut Napza (Narkotika,
Psikotropika dan zat adiktif).
Narkotika adalah Zat/obat yg berasal dari tanaman atau bukan tanaman (sintetis maupun
semi sintetis) yang menyebabkan penurunan/perobahan kesadaran, hilangnya rasa dan juga rasa
sakit serta dapat menimbulkan ketergantungan, dan Psikotropika Yaitu Zat/obat baik alamiah
maupun sintetis (bukan narkotika), yang mempengaruhi syaraf pusat menyebabkan perobahan
pada aktivitas mental dan perilaku.
Sedangkan Zat adiktif yaitu Yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman (sentetis
maupun semi sintetis) yang menyebabkan ketergantungan dan menurunkan susunan syaraf pusat.
Berbagai jenis Narkotika diantaranya yaitu Opioid (Opiad), Kokain,
Kanabis/ganja/hemp/chasra/cimenk, heroin/putouw, metadon, morfin, barbiturat, dls. Sedangkan
Psikotropika biasanya berjenis ; Sabu–sabu, sedatif/hipnotik, ekstasi, nipam, speed, demoral,
angel dust, dll.
Selain itu Zat Adiktif lainnya yang berjenis antara lain; alkohol, nikotin, kafein, zat
desainer (speed ball,pace pill, cristal, angel dustrocket fuel), disamping masih terdapat zat-zat
sejenis lainnya yang sangat membahayakan, dan dapat menimbulkan kecanduan/ketergantungan.
Dan saat ini jenis serta bentuk narkoba tersebut sudah sangat jauh berkembang dan
berfariatif dengan berbagai kemasan yang sangat menarik dan menyesatkan.
Efek kerja yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba ini secara umum sudah sangat
diketahui yaitu dapat merangsang, mengacaukan dan juga menurunkan aktivitas susunan saraf
pusat, dan orang yang sudah mengalami ketergantungan narkoba ini, besar kemungkinannya
akan mengalami kerusakan pada organ tubuhnya yang pada akhirnya akan berakibat pada
kematian.
Setiap jenis narkoba masing-masing mempunyai efek samping yang berfariasi, jika
terhadap fisik akan menimbulkan gangguan, kerusakan bahkan sampai ke kematian maka secara
psikologi akan menimbulkan efek diantaranya yaitu; Menimbulkan; kelainan perilaku;
Menimbulkan paranoia, halusinasi dan ilusi; menimbulkan dorongan untuk melakukan aktivitas
yang sangat berlebihan; gelisah dan tidak bisa diam, perilaku yang menjurus kekerasan, depresi,
ketakutan, sulit mengendalikan diri dan masih banyak lagi yang lainnya.
Efek yang diatas tersebut hanyalah efek langsung yang terjadi pada pecandu narkoba, tetapi efek
yang sangat membahayakan adalah efek selanjutnya yang berhubungan dengan lingkungan dan
masyarakat lainnya. Pecandu narkoba cenderung menjadi orang yang tidak sehat, malas dan
tidak produktif, namun demikian karena mereka mempunyai kebutuhan yang tidak dapat ditolak
yaitu kebutuhan Narkoba, maka jalan pintas yang dalakukan biasanya adalah dengan melakukan
tindak kriminal.
FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Penyebab penyalahgunaan narkoba ini biasanya berasal dari faktor Individu, faktor social budaya
dan juga dari faktor lainnya. Tapi yang paling utama terjadinya penyalahgunaan narkoba tentu
karena banyak tersedia di mana-mana baik di pemukiman, di rumah sekolah, kampus, di jalanan,
di warung-warung kecil dan lain sebaginya, meskipun ini dengan cara ilegal dan sembunyi-
sembunyi dari faktor-faktor penyebab yang terjadi berasal :
1. Dari faktor Individu ini sangat dominan terjadi dari aspek kepribadian, yaitu yang menyangkut
pada :
- Tingkah laku anti social seperti; kepribadian ingin melanggar, sifat memberontak, melawan apa
saja yang berbau otoritas, menolak nilai-nilai yang tradisional, mudah kecewa dan sifat tidak
sabar.
- Kecemasan dan depresi, ini banyak terjadi pada orang yang tidak dapat menyelesaikan
kesulitan hidupnya sehingga timbul depresi dan akan berakibat pada penyalahgunaan narkoba.
- Pengetahuan yang kurang tentang napza akan mengakibatkan orang berfikir positif terhadap
penggunaanya, sehingga akan mengakibatkan penyalahgunaan narkoba.
- Ketrampilan berkomunikasi dengan teman sebaya sangat berpengaruh pada penyalahgunaan
narkoba. Pada Orang/anak yang kurang trampil berkomunikasi juga akan menyebabkan tidak
dapat menolak/menghindar jika ada orang yang menawarkan untuk memcoba sesuatu (narkoba),
sehingga akan mengakibatkan pada penyalahgunaan narkoba.
2. Dari Faktor Sosial budaya antara lain berasal:

 Dari kondisi keluarga; Hubungan keluarga yang kurang harmonis sehingga, Orang tua
meninggal dls. Akan menyebabkan kurang nyamannya kondisi di dalam rumah.
 Dari pengaruh teman kelompok sebaya ; Keinginan untuk mencoba biasanya datang dari
pengaruh teman, disamping rasa takut seseorang/anak untuk tidak diterima dalam
kelompoknya akan menyebabkan orang/anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan
narkoba.
 Dari kondisi di Sekolah; Kurang ketatnya peraturan sekolah tentang tata tertib penggunaan
narkoba, sistem control yang kurang ketat akan menyebabkan orang/anak mencari
kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
3. Dari Faktor Lain yaitu berasal dari :

 Pengaruh iklan; Promosi iklan yang berlebihan atau kurang jelas tentang khasiat suatu obat,
akan menyebabkan orang/anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
 Kehidupan modern; kehidupan modern yang lebih mengarah pada banyaknya tuntutan hidup,
bisa menyebabkan stress yang pada akhirnya akan menyebabkan orang/anak mencari
kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.
Ada tahap-tahap dari penyalahgunaan narkoba yaitu akan diawali dari tahap; Coba-coba,
sosial/rekreasi, situasional dan akhirnya sampai pada tahap ketergantungan, dan dampak dari
penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya pada kondisi Fisik dan kondisi Psikologik saja tetapi
juga berdampak besar pada kondisi sosial-ekonomi .
UPAYA DAN STRATEGI PENCEGAHAN PENGGUNAAN NARKOBA

Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba tentunya adalah melalui
upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai calon pengguna dan pengadaan
narkoba serta pemasarannya. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain melalui :
1. Pencegahan primer (Primary Prevention );
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang belum mengenal Narkoba serta komponen
masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan narkoba.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain :
a. Penyuluhan tentang bahaya narkoba.
b. Penerangan melalui berbagai media tentang bahaya narkoba.
c. Pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention );
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang sedang coba-coba menyalahgunakan Narkoba
serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat membantu agar berhenti dari
penyalahgunaan narkoba.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain :
a. Deteksi dini anak yang menyalahgunaan narkoba
b. Konseling
c. Bimbingan sosial melalui kunjungan rumah
d. Penerangan dan Pendidikan pengembangan individu (life skills) antara lain tentang
ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan menolak tekanan orang lain dan ketrampilan
mengambil keputusan dengan baik.
3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention );
Pencegahan ini dilakukan kepada orang yang sedang menggunakan narkoba dan yang
pernah/mantan pengguna narkoba, serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat
membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba dan membantu bekas korban naroba
untuk dapat menghindari
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain :
a. Konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok
lingkungannya
b. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bekas pengguna agar mereka tidak terjerat
untuk kembali sebagai pengguna narkoba.
Selain pencegahan yang telah disebutkan, maka wahana yang paling berpotensi untuk dapat
menghindari penyalahgunaan narkoba adalah dari lingkungan keluarga.
Ada Beberapa strategi sederhana yang dapat dilakukan orang tua dalam upaya pencegahan
narkoba diantaranya yaitu:
1. Orang tua harus memiliki pengetahuan secara jelas tentang narkoba , agar dapat
memberikan pengetahuan dan pembekalan pada anak tentang ganasnya narkoba dan
bagaimana cara menghindarinya.
2. Hindari kepercayaan diri yang berlebihan bahwa anaknya adalah anak yang sempurna dan
tidak punya masalah, ini perlu dilakukan agar secepatnya dapat mendeteksi dini bila ada
perobahan yang tidak lazim pada anaknya.
3. Jangan segan mengawasi dan mencari penyebab terjadinya perubahan tingkah dan
perilaku pada anaknya.
4. Cek secara berkala kondisi kamar ( bila anak memiliki kamar pribadi ), pakaian yang
habis dipakai (isi kantong, aroma pakaian, dls) tas sekolah dan atribut lainnya. (dalam
melakukannya perlu strategi yang baik agar tidak menimbulkan konflik dengan anaknya).
5. Orang tua sebaiknya dapat menjadi model dan contoh yang baik bagi anaknya serta
sekaligus juga dapat berperan sebagai sahabatnya. ( agar anaknya tidak segan
mencurahkan segala isi hati, pendapat dan permasalahan yang dihadapinya).
6. Menerapkan dan membudayakan delapan fungsi keluarga di dalam kehidupan sehari-hari
keluarga. Agar muncul rasa nyaman pada anak ketika berada di lingkungan keluarganya.
Catatan ini hanyalah sebagian dari apa yang harus dilakukan oleh orang tua agar secepatnya
dapat mendeteksi dini perubahan perilaku anaknya khususnya yang menjurus pada penyalah
gunaan dan penggunaan Narkoba. Penulis berfikir pasti ada strategi sederhana lain yang dimilki
keluarga yang juga dapat digunakan dalam upaya pencegahan tersebut. (Penulis : Endang Sutarti,
SE)
Imunisasi
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap suatu penyakit.
Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem kekebalan tubuh agar
kebal terhadap penyakit tersebut.
Bayi yang baru lahir memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan pasif.
Antibodi tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan tetapi,
kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi akan
menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Imunisasi bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit,
dengan membentuk antibodi dalam kadar tertentu. Agar antibodi tersebut terbentuk, seseorang
harus diberikan vaksin sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi tergantung jenis
penyakit yang hendak dicegah. Sejumlah vaksin cukup diberikan satu kali, tetapi ada juga yang
harus diberikan beberapa kali, dan diulang pada usia tertentu. Vaksin dapat diberikan dengan
cara disuntik atau tetes mulut.

Imunisasi Rutin Lengkap di Indonesia


Kini, konsep imunisasi di Indonesia diubah dari imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin
lengkap. Imunisasi rutin lengkap atau imunisasi wajib terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan, dengan rincian sebagai berikut:
Imunisasi dasar

 Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B


 Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan polio
 Usia 2 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 3 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 4 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR

Imunisasi lanjutan

 Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan campak/MR


 Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis campak dan DT
 Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1 dosis Td

Mengenai cakupan imunisasi, data Kementerian Kesehatan menyebutkan, sekitar 91% bayi di
Indonesia pada tahun 2017 telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Angka ini masih sedikit
di bawah target renstra (rencana strategis) tahun 2017, yaitu sebesar 92 persen. Sembilan belas
dari 34 provinsi di Indonesia juga belum mencapai target renstra. Papua dan Kalimantan Utara
menempati tempat terendah dengan capaian kurang dari 70%.
Berdasarkan data tersebut, diketahui juga bahwa hampir 9% atau lebih dari 400.000 bayi di
Indonesia tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.
Sedangkan untuk cakupan imunisasi lanjutan, persentase anak usia 12-24 bulan yang telah
mendapatkan imunisasi DPT-HB-HiB tahun 2017 mencapai sekitar 63 persen. Angka ini telah
melampaui target renstra 2017 sebesar 45 persen. Sedangkan persentase anak yang mendapatkan
imunisasi campak/MR tahun 2017, sebesar 62 persen. Jumlah ini masih jauh dari target renstra
2017 sebesar 92 persen.
Perlu diketahui bahwa imunisasi memang tidak memberikan perlindungan 100 persen pada anak.
Anak yang telah diimunisasi masih mungkin terserang suatu penyakit, namun kemungkinannya
jauh lebih kecil, yaitu hanya sekitar 5-15 persen. Hal ini bukan berarti imunisasi tersebut gagal,
tetapi karena memang perlindungan imunisasi sekitar 80-95 persen.

Efek Samping Imunisasi


Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI),
antara lain demam ringan sampai tinggi, nyeri dan bengkak pada area bekas suntikan, dan agak
rewel. Namun demikian, reaksi tersebut akan hilang dalam 3-4 hari.
Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi kompres air hangat, dan obat
penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju yang tipis, tanpa diselimuti. Di samping itu,
berikan ASI lebih sering, disertai nutrisi tambahan dari buah dan susu. Bila kondisinya tidak
membaik, segera periksakan anak ke dokter.
Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan reaksi alergi parah hingga kejang.
Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang. Penting diingat bahwa manfaat
imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping yang mungkin muncul.
Penting untuk memberitahu dokter bila anak pernah mengalami reaksi alergi setelah pemberian
vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi berbahaya, yang bisa disebabkan oleh
pemberian vaksin berulang.

Jenis  Imunisasi di Indonesia


Berikut ini adalah vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
dalam program imunisasi:

 Hepatitis B
 Polio
 BCG
 DPT
 Hib
 Campak
 MMR
 PCV
 Rotavirus
 Influenza
 Tifus
 Hepatitis A
 Varisela
 HPV
 Japanese encephalitis
 Dengue

Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah infeksi hati serius, yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Vaksin hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dengan didahului suntik
vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya. Lalu, vaksin kembali diberikan pada usia 2, 3, dan 4
bulan.
Vaksin hepatitis B dapat menimbulkan efek samping, seperti demam serta lemas. Pada kasus
yang jarang terjadi, efek samping bisa berupa gatal-gatal, kulit kemerahan, dan pembengkakan
pada wajah.
Polio
Polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Pada kasus yang parah, polio
dapat menimbulkan keluhan sesak napas, kelumpuhan, hingga kematian.
Imunisasi polio pertama kali diberikan saat anak baru dilahirkan hingga usia 1 bulan. Kemudian,
vaksin kembali diberikan tiap bulan, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Untuk penguatan,
vaksin bisa kembali diberikan saat anak mencapai usia 18 bulan. Vaksin polio juga bisa
diberikan untuk orang dewasa dengan kondisi tertentu.
Vaksin polio bisa menimbulkan demam hingga lebih dari 39 derajat Celsius. Efek samping lain
yang dapat terjadi meliputi reaksi alergi seperti gatal-gatal, kulit kemerahan, sulit bernapas atau
menelan, serta bengkak pada wajah.
BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah perkembangan tuberkulosis (TB), penyakit infeksi serius
yang umumnya menyerang paru-paru. Perlu diketahui bahwa vaksin BCG tidak dapat
melindungi orang dari infeksi TB. Akan tetapi, BCG bisa mencegah infeksi TB berkembang ke
kondisi penyakit TB yang serius seperti meningitis TB.
Vaksin BCG hanya diberikan satu kali, yaitu saat bayi baru dilahirkan, hingga usia 2 bulan. Bila
sampai usia 3 bulan atau lebih vaksin belum diberikan, dokter akan melakukan uji tuberculin
atau tes Mantoux terlebih dahulu, untuk melihat apakah bayi telah terinfeksi TB atau belum.
Vaksin BCG akan menimbulkan bisul pada bekas suntikan dan muncul pada 2- 6 minggu setelah
suntik BCG. Bisul bernanah tersebut akan pecah, dan meninggalkan jaringan parut. Sedangkan
efek samping lain, seperti anafilaksis, sangat jarang terjadi.
DPT
Vaksin DPT merupakan jenis vaksin gabungan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri merupakan kondisi serius yang dapat menyebabkan sesak napas, paru-paru basah,
gangguan jantung, bahkan kematian.
Tidak jauh berbeda dengan difteri, pertusis atau batuk rejan adalah penyakit batuk parah yang
dapat memicu gangguan pernapasan, paru-paru basah (pneumonia), bronkitis, kerusakan otak,
hingga kematian. Sedangkan tetanus adalah penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan
kejang, kaku otot, hingga kematian.
Pemberian vaksin DPT harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.
Vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun sebagai penguatan. Kemudian,
pemberian vaksin lanjutan dapat diberikan pada usia 10-12 tahun, dan 18 tahun.
Efek samping yang muncul setelah imunisasi DPT cukup beragam, di antaranya adalah radang,
nyeri, tubuh kaku, serta infeksi.
Hib
Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi bakteri Haemophilus influenza tipe B. Infeksi
bakteri tersebut dapat memicu kondisi berbahaya, seperti meningitis (radang selaput otak),
pneumonia (paru-paru basah), septic arthritis (radang sendi), serta perikarditis (radang pada
lapisan pelindung jantung).
Imunisasi Hib diberikan 4 kali, yaitu saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan dalam
rentang usia 15-18 bulan.
Sebagaimana vaksin lain, vaksin Hib juga dapat menimbulkan efek samping, antara lain demam
di atas 39 derajat Celsius, diare, dan nafsu makan berkurang.
Campak
Campak adalah infeksi virus pada anak yang ditandai dengan beberapa gejala, seperti demam,
pilek, batuk kering, ruam, serta radang pada mata. Imunisasi campak diberikan saat anak berusia
9 bulan. Sebagai penguatan, vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan. Tetapi bila anak
sudah mendapatkan vaksin MMR, pemberian vaksin campak kedua tidak perlu diberikan.
MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella
(campak Jerman). Tiga kondisi tersebut merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan
komplikasi berbahaya, seperti meningitis, pembengkakan otak, hingga hilang pendengaran (tuli).
Vaksin MMR diberikan saat anak berusia 15 bulan, kemudian diberikan lagi pada usia 5 tahun
sebagai penguatan. Imunisasi MMR dilakukan dalam jarak minimal 6 bulan dengan imunisasi
campak. Namun bila pada usia 12 bulan anak belum juga mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR.
Vaksin MMR dapat menyebabkan demam lebih dari 39 derajat Celsius. Efek samping lain yang
dapat muncul adalah reaksi alergi seperti gatal, gangguan dalam bernapas atau menelan, serta
bengkak pada wajah.
Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya adalah isu vaksin MMR yang dapat
menyebabkan autisme. Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak ditemukan kaitan
yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.
PCV
Vaksin PCV (pneumokokus) diberikan untuk mencegah pneumonia, meningitis, dan septikemia,
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae. Pemberian vaksin harus dilakukan
secara berangkai, yaitu saat anak berusia 2, 4, dan 6 bulan. Selanjutnya pemberian vaksin
kembali dilakukan saat anak berusia 12-15 bulan.
Efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi PCV, antara lain adalah pembengkakan dan
kemerahan pada bagian yang disuntik, yang disertai demam ringan.
Rotavirus
Imunisasi ini diberikan untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus. Vaksin rotavirus diberikan
3 kali, yaitu saat bayi berusia 2, 4, dan 6 bulan. Sama seperti vaksin lain, vaksin rotavirus juga
menimbulkan efek samping. Pada umumnya, efek samping yang muncul tergolong ringan,
seperti diare ringan, dan anak menjadi rewel.
Influenza
Vaksin influenza diberikan untuk mencegah flu. Vaksinasi ini bisa diberikan pada anak berusia 6
bulan dengan frekuensi pengulangan 1 kali tiap tahun, hingga usia 18 tahun.
Efek samping imunisasi influenza, antara lain demam, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan
sakit kepala. Pada kasus yang jarang, efek samping yang dapat muncul meliputi sesak napas,
sakit pada telinga, dada terasa sesak, atau mengi.
Tifus
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit tifus, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Pemberian vaksin tifus dapat dilakukan saat anak berusia 2 tahun, dengan frekuensi
pengulangan tiap 3 tahun, hingga usia 18 tahun.
Meskipun jarang, vaksin tifus dapat menimbulkan sejumlah efek samping, seperti diare, demam,
mual dan muntah, serta kram perut.
Hepatitis A
Sesuai namanya, imunisasi ini bertujuan untuk mencegah hepatitis A, yaitu penyakit peradangan
hati yang disebabkan oleh infeksi virus. Vaksin hepatitis A harus diberikan 2 kali, pada rentang
usia 2-18 tahun. Suntikan pertama dan kedua harus berjarak 6 bulan atau 1 tahun.
Vaksin hepatitis A dapat menimbulkan efek samping seperti demam dan lemas. Efek samping
lain yang tergolong jarang meliputi gatal-gatal, batuk, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Varisela
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit cacar air, yang disebabkan oleh virus Varicella
zoster. Imunisasi varisela dilakukan pada anak usia 1-18 tahun. Bila vaksin diberikan pada anak
usia 13 tahun ke atas, vaksin diberikan dalam 2 dosis, dengan jarak waktu minimal 4 minggu.
1 dari 5 anak yang diberikan vaksin varisela mengalami nyeri dan kemerahan pada area yang
disuntik. Vaksin varisela juga dapat menimbulkan ruam kulit, tetapi efek samping ini hanya
terjadi pada 1 dari 10 anak.
HPV
Vaksin HPV diberikan kepada remaja perempuan untuk mencegah kanker serviks, yang
umumnya disebabkan oleh virus Human papillomavirus. Vaksin HPV diberikan 2 atau 3 kali,
mulai usia 10 hingga 18 tahun.
Umumnya, vaksin HPV menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, serta nyeri dan
kemerahan pada area bekas suntikan. Akan tetapi, efek samping tersebut akan hilang dalam
beberapa hari. Pada kasus yang jarang, penerima vaksin HPV dapat mengalami demam, mual,
dan gatal atau memar di area bekas suntikan.
Japanese encephalitis
Japanese encephalitis (JE) adalah infeksi virus pada otak, yang menyebar melalui gigitan
nyamuk. Pada umumnya, JE hanya menimbulkan gejala ringan seperti flu. Tetapi pada sebagian
orang, JE dapat menyebabkan demam tinggi, kejang, hingga kelumpuhan.
Vaksin JE diberikan mulai usia 1 tahun, terutama bila tinggal atau bepergian ke derah endemis
JE. Vaksin dapat kembali diberikan 1-2 tahun berikutnya untuk perlindungan jangka panjang.
Dengue
Imunisasi dengue dilakukan untuk mengurangi risiko demam berdarah, yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Vaksin dengue diberikan 3 kali dengan interval 6 bulan, pada usia 9
hingga 16 tahun.
GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) DENGAN PERILAKU
CERDIK & PATUH
Saat ini, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar yakni masalah kesehatan triple burden,
karena masih adanya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) dan
penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali. Pada era 1990, penyakit
menular seperti ISPA, Tuberkulosis dan Diare merupakan penyakit terbanyak dalam pelayanan
kesehatan. Namun, perubahan gaya hidup masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadinya
pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi). Tahun 2015, PTM seperti Stroke, Penyakit
Jantung Koroner (PJK), Kanker dan Diabetes justru menduduki peringkat tertinggi.

Sebuah pembelajaran berharga di era jaminan kesehatan nasional (JKN), anggaran banyak
terserap untuk membiayai penyakit katastropik, yaitu: PJK, Gagal Ginjal Kronik, Kanker, dan
Stroke. Selain itu, pelayanan kesehatan peserta JKN juga didominasi pada pembiayaan kesehatan
di tingkat lanjutan dibandingkan di tingkat dasar. Fakta ini perlu ditindaklanjuti karena
berpotensi menjadi beban yang luar biasa terhadap keuangan negara.

Meningkatnya PTM dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia, bahkan kualitas
generasi bangsa. Hal ini berdampak pula pada besarnya beban pemerintah karena penanganan
PTM membutuhkan biaya yang besar. Pada akhirnya, kesehatan akan sangat mempengaruhi
pembangunan sosial dan ekonomi.

Penduduk usia produktif dengan jumlah besar yang seharusnya memberikan kontribusi pada
pembangunan, justru akan terancam apabila kesehatannya terganggu oleh PTM dan perilaku
yang tidak sehat, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dalam sambutannya dalam
rangka Hari Kesehatan nasional (HKN) ke-52 tahun 2016 di Jakarta (14/11).

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI secara khusus mengingatkan masyarakat untuk
menjaga kesehatan melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) guna mewujudkan
Indonesia sehat.

Mengenai Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan suatu tindakan sistematis dan
terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pelaksanaan GERMAS harus dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah bagian terkecil dari
masyarakat yang membentuk kepribadian.

GERMAS dapat dilakukan dengan cara: Melakukan aktifitas fisik, Mengonsumsi sayur dan
buah, Tidak merokok, Tidak mengonsumsi alkohol, Memeriksa kesehatan secara rutin,
Membersihkan lingkungan, dan Menggunakan jamban. Pada tahap awal, GERMAS secara
nasional dimulai dengan berfokus pada tiga kegiatan, yaitu: 1) Melakukan aktivitas fisik 30
menit per hari, 2) Mengonsumsi buah dan sayur; dan 3) Memeriksakan kesehatan secara rutin. 
Tiga kegiatan tersebut dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga, dilakukan saat ini juga, dan
tidak membutuhkan biaya yang besar, tutur Menkes.

GERMAS merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI yang mengedepankan
upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif-rehabilitatif dengan
melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat. Untuk
menyukseskan GERMAS, tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Peran
Kementerian dan Lembaga di sektor lainnya juga turut menentukan, dan ditunjang peran serta
seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat dalam
mempraktekkan pola hidup sehat, akademisi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan
organisasi profesi dalam menggerakkan anggotanya untuk berperilaku sehat; serta Pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menyiapkan sarana dan prasarana pendukung,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaannya.

Salah satu dukungan nyata lintas sektor untuk suksesnya GERMAS, diantaranya Program
Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
yang berfokus pada pembangunan akses air minum, sanitasi, dan pemukiman layak huni, yang
merupakan infrastruktur dasar yang mendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam hal keamanan pangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, praktik hidup sehat merupakan salah satu wujud Revolusi Mental.
GERMAS mengajak masyarakat untuk membudayakan hidup sehat, agar mampu mengubah
kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak sehat. Untuk itu, Pemerintah RI diwakili Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani, mencanangkan
GERMAS pada 15 November 2016 di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Tidak hanya di Bantul,
GERMAS juga dicanangkan di sembilan wilayah lainnya, yaitu: Kabupaten Bogor (Jawa Barat),
Kabupaten Pandeglang (Banten), Kota Batam (Kepulauan Riau), Kota Jambi (Jambi), Surabaya
(Jawa Timur), Madiun (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Kabupaten Purbalingga
(Jawa Tengah), Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat).

Pencanangan GERMAS menandai puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-52
yang jatuh pada 12 November 2016. Tahun ini, HKN ke-52 mengusung tema Indonesia Cinta
Sehat dengan sub tema Masyarakat Hidup Sehat, Indonesia Kuat. Tema ini harus dimaknai
secara luas, seiring dengan Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga melalui
gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS). Secara khusus, GERMAS diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan
produktivitas masyarakat, dan mengurangi beban biaya kesehatan. 
Pepatah bijak mengatakan, “lebih baik mencegah daripada mengobati.” Adalah benar adanya.
Agar  kesehatan dan kebugaran tubuh hari ini sampai hari tua nanti tetap terjaga, maka
terapkahlah program CERDIK dan PATUH berikut ini:

Program CERDIK adalah langkah preventif yang dibuat agar masyarakat yang masih sehat dan
bugar dapat terhindar dari berbagai penyakit tidak menular (PTM). Program  ini terdiri atas:
 Cek kesehatan secara berkala
 Enyahkan asap rokok
 Rajin Olahraga
 Diet sehat dengan kalori seimbang
 Istirahat yang cukup
 Kelola stress

Sedangkan program PATUH dibuat untuk pasien penyandang penyakit tidak menular (PTM)


agar penyakit tidak semakin parah dan tetap terkontrol kesehatannya. Program ini meliputi:

 Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter


 Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
 Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
 Upayakan beraktivitas fisik yang aman, serta
 Hindari rokok, alkohol dan zat karisogenik lainnya
PROGRAMKELUARGABERENCANA(KB)

Masih ingat dengan seruan “Dua Anak Lebih Baik” yang jadi moto program Keluarga Berencana
(KB) sejak akhir tahun 70-an?  Moto ini sangat membekas di benak masyarakat meski
kampanyenya itu sendiri sempat meredup setelah era reformasi. Nah berhubung saat ini
pemerintah berwacana untuk kembali menggalakkan kembali program KB, yuk cari tahu dulu
tentang maksud dari program tersebut beserta manfaat keluarga berencana dari kacamata medis.

Apa itu program keluarga berencana?

Keluarga Berencana atau yang lebih akrab disebut KB adalah program skala nasional untuk
menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertambahan penduduk di suatu negara. Sebagai
contoh, Amerika Serikat punya program KB yang disebut dengan Planned Parenthood.

Program KB juga secara khusus dirancang demi menciptakan kemajuan, kestabilan, dan
kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual setiap penduduknya. Program KB di Indonesia
diatur dalam UU N0 10 tahun 1992, yang dijalankan dan diawasi oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

Wujud dari program Keluarga Berencana adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk
menunda/mencegah kehamilan kehamilan. Berikut alat kontrasepsi yang paling sering
digunakan:

 Kondom
 Pil KB
 IUD
 Suntik
 KB implan/susuk
 vasektomi dan tubektomi (KB permanen)
Program KB terbukti turunkan angka kelahiran di Indonesia

Mencatut berbagai sumber, data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terbaru dari
BKKBN menyebutkan tren angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) di Indonesia nyatanya
memang mengalami penurunan sejak tahun 1991.

Pada akhir tahun 1991, angka kelahiran total tercatat mencapai tiga persen. Catatan terbaru
melaporkan bahwa angka kelahiran total di Indonesia berhasil diturunkan dari 2,6 anak per
wanita pada 2012 menjadi 2,4 anak per wanita pada 2017. Penurunan tren ini sejalan beriringan
dengan semakin meningkatnya jumlah pemakaian alat kontrasepsi (alat KB) dari 62% pada tahun
2012 menjadi 66 persen hingga 2017 silam.
Namun meski angka total kelahiran dinyatakan menurun, angka tersebut diakui oleh KBBN
belum mencapai sasaran Renstra (Rencana Strategis) yang bertujuan untuk menurunkan TFR
hingga 2,28 anak per wanita.

Itulah kenapa pemerintah berencana untuk kembali melanjutkan kampanye program Keluarga
Berencana demi mencapai target tersebut pada akhir 2019.

Manfaat keluarga berencana (KB)

Program keluarga berencana tidak semata-mata dibuat untuk memenuhi target pemerintah saja.
Jika dilihat dari kacamata medis, program ini sebenarnya memiliki banyak keuntungan bagi
kesehatan setiap anggota keluarga. Tak hanya ibu, anak dan suami juga bisa merasakan efek dari
program ini secara langsung.

Berikut berbagai manfaat menjalankan program keluarga berencana:

1. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan

Di Indonesia, ada sekitar 20% insiden kebobolan hamil (kehamilan yang tidak


direncanakan/diinginkan)  dari total jumlah kehamilan yang tercatat pada populasi pasangan
menikah. Ini menandakan bahwa akses informasi dan pengetahuan soal kontrasepsi masih
tergolong rendah.

Kehamilan yang tidak direncanakan bisa terjadi pada wanita yang belum atau sudah pernah
hamil tetapi sedang tidak ingin punya anak. Kejadian ini juga bisa saja terjadi karena waktu
kehamilan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, misalnya jarak usia anak pertama dan
kedua terlalu dekat.

Ada berbagai risiko komplikasi kesehatan yang mungkin terjadi akibat kehamilan yang tidak
diinginkan, baik untuk sang ibu sendiri maupun jabang bayinya. Kehamilan yang tidak
direncanakan dan tidak diinginkan dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur, berat rendah
(BBLR), hingga cacat lahir.

Sementara risiko pada ibu termasuk depresi saat hamil dan setelah melahirkan (postpartum),
hingga komplikasi melahirkan yang bisa berujung fatal seperti toksemia, perdarahan berat,
hingga kematian ibu.

Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita dan pria Indonesia untuk mengetahui tentang manfaat
kontrasepsi dan pentingnya merencanakan kehamilan sebelum memutuskan untuk berhubungan
seksual.

2. Mengurangi risiko aborsi

Kehamilan tidak diinginkan sangat berisiko meningkatkan angka aborsi ilegal yang bisa
berakibat fatal. Sebab pada dasarnya, hukum Indonesia menyatakan aborsi adalah tindakan ilegal
dengan beberapa pengecualian tertentu. Tindak aborsi sangat diatur ketat dalam UU Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi.

Berdasarkan dua aturan negara tersebut, aborsi di Indonesia hanya boleh dilakukan di bawah
pengawasan tim dokter setelah didasari alasan medis yang kuat. Misalnya, karena kehamilan
berisiko tinggi yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, korban perkosaan, dan kasus gawat
darurat tertentu. Di luar itu, aborsi dinyatakan ilegal dan termasuk ranah hukum pidana.

Itu kenapa kebanyakan kasus aborsi di Indonesia dilakukan sendiri diam-diam dengan prosedur


yang tidak sesuai dengan standar medis. Alhasil, risiko kematian ibu dan janin akibat
aborsi sangatlah tinggi.

3. Menurunkan angka kematian ibu

Merencanakan kapan waktu yang tepat untuk hamil dan punya anak nyatanya menguntungkan
buat kesehatan wanita. Kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan dapat
memperbesar peluang risiko berbagai komplikasi kehamilan dan melahirkan, termasuk kematian
ibu.

Tren komplikasi kehamilan dan melahirkan sebagian besar ditunjukkan oleh kelompok
perempuan yang menikah di usia terlalu dini. Data kolaborasi BPS dan UNICEF Indonesia
melaporkan, anak perempuan usia 10-14 tahun berisiko lima kali lebih besar untuk meninggal
saat masih hamil maupun selama persalinan akibat komplikasinya daripada perempuan
yang hamil di usia 20-24 tahun.

Beberapa risiko komplikasi yang harus dihadapi oleh anak perempuan yang hamil di usia belia
adalah fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia, dan eklampsia. Hal ini bisa terjadi
karena tubuh anak perempuan belum “matang” secara fisik maupun biologis. Alhasil, mereka
akan lebih berisiko untuk menerima dampak dari kehamilan yang tidak direncanakan dengan
matang.

Risiko berbagai komplikasi ini juga tercermin dan mungkin terjadi terlebih jika Anda semakin
sering hamil dengan jarak yang berdekatan.

Kabar baiknya, berbagai penyebab kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan
sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan mengikuti program KB. Sebab selain
menekankan pentingnya kontrasepsi demi mencegah kehamilan, program Keluarga Berencana
juga menyediakan akses layanan untuk merencanakan waktu, jumlah, dan jarak kehamilan yang
tepat bagi setiap pasangan.

4. Mengurangi angka kematian bayi

Wanitayang hamil dan melahirkan di usia dini berisiko lebih tinggi melahirkan bayi prematur,
lahir dengan berat badan rendah, dan kekurangan gizi. Berbagai laporan bahkan mengatakan
bahwa bayi yang dilahirkan oleh perempuan berusia sangat belia memiliki risiko kematian dini
lebih tinggi daripada ibu yang berusia lebih tua.
Hal ini terjadi karena janin bersaing untuk mendapatkan asupan gizi dengan tubuh ibunya, yang
notabene juga sama-sama masih dalam tahap tumbuh kembang. Bayi yang tidak mendapatkan
cukup asupan gizi dan darah bernutrisi akan terhambat atau bahkan gagal berkembang dalam
kandungan. 

5. Membantu mencegah HIV/AIDS

Salah satu metode kontrasepsi yang umum dan paling mudah ditemukan adalah kondom. Ya,
kontrasepsi ini bisa Anda temukan dengan mudah di setiap minimarket dan toko
swalayan. Sayangnya, banyak orang masih segan menggunakan kontrasepsi satu ini karena
merasa bahwa kondom justru mengurangi kenikmatan saat berhubungan seksual.

Padahal penggunaan kondom tak hanya sebatas untuk mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan saja. Kondom juga dapat mencegah penularan penyakit menular seksual,
termasuk HIV/AIDS.

Pada wanita, kontrasepsi dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV dari ibu yang terinfeksi
kepada bayi. Alhasil, risiko bayi terinfeksi HIV setelah dilahirkan pun menurun.

6. Menjaga kesehatan mental keluarga

Meski pahit untuk didengar, kenyataannya tidak semua anak hasil kehamilan di luar rencana
tergolong sejahtera lahir batin selama hidupnya. Kehamilan yang tidak diinginkan berpotensi
merampas hak anak untuk bertumbuh kembang secara maksimal dari segala aspek, mulai dari
tumbuh kembang secara biologis, sosial, dan pendidikan.

Ingat, setiap anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu berhak untuk mendapatkan kasih
sayang yang tulus dari orangtua. Jadi, tentu saja kehadiran buah hati perlu dipersiapkan secara
matang.

Di sisi lain, wanita juga sangat rentan mengalami depresi saat hamil dan setelah melahirkan.
Apalagi jika kehamilan tersebut terjadi pada usia belia atau bahkan ketika Anda dan pasangan
belum siap memiliki anak. Pria pun juga sudah terbukti bisa mengalami depresi selama istrinya
hamil atau melahirkan, karena belum siap secara fisik, finansial, hingga mental untuk menjadi
seorang ayah sekaligus kepala keluarga.

Melalui  program Keluarga Berencana, Anda dan pasangan bisa menentukan sendiri kapan
waktu yang tepat untuk memiliki momongan. Dengan begitu, Anda berdua bisa mempersiapkan
kehamilan secara fisik, finansial, dan mental dengan lebih baik. Program Keluarga Berencana
juga bahkan dapat membantu Anda merencanakan masa depan si kecil dengan lebih matang.
Nah, persiapan yang matang ini tentu akan memengaruhi kondisi psikologis Anda sekeluarga.

Lebih jauh lagi, program Keluarga Berencana bisa memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
Anda dan pasangan untuk mengembangkan potensi diri demi mencapai kesejahteraan pribadi
sebelum merasa mantap untuk membangun keluarga bahagia. Entah itu meniti karir, melanjutkan
studi ke tingkat yang lebih tinggi, atau mengasah kemampuan yang Anda miliki.

Anda mungkin juga menyukai