Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dinda Novia Putri

NIM : 19027009
Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Indonesia

Hasil Kebudayaan Zaman Neolithikum

A. Ringkasan Materi 6
1. Perhiasan
Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ini banyak di temukan di
wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah
besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan
utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai
alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga
alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah
pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat
atau batu-batu akik.

2. Pakaian
Pada masa Batu muda (Neolitikum) ini telah di kenalnya pakaian.
Pakaian yang manusia purba tersebut gunakan adalah berbahan dasar
serat kayu. Mereka mulai mengenal pakaian ini sebab mereka akan
merasa dingin ketika malam telah tiba. Mereka menggunakan kapak
persegi dan kapak lonjong untuk memotong dan menghaluskan serat
kayu tersebut sehingga layak di pakai.
Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit
kayu yang sederhana yang telah di perhalus. Pekerjaan membuat
pakaian ini merupakan pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan
tersebut disertai pula berbagai larangan atau pantangan yang harus di
taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan
beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini
menunjukkan bahwa orang-orang zaman neolithikum
sudah berpakaian.
Fungsi pakaian dari kulit kayu pada zaman neolithikum untuk
melindungi tubh manusia purba dari gigitan binatang buas. Selain
pakaian manusia pada zaman neolitikum menggunakan kulit kayu,
mereka juga menggunakan kulit binatang.

3. Tembikar
Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang
tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari
bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa
pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya
berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di
Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi
tulang belulang manusia.

4. Indonesia dan Austronesia


Berkembangnya waktu ke waktu , hasil kebudayaan pu berkembang
dan kebudayaan Austronesia memulai babak baru dengan dikenalnya
logam. Budaya global telah mengenal logam sebagai komoditas dagang
yang menguntungkan. Austronesai yang bermigrasi ke Semenanjung
Malaya akhirnya sampai di wilayah Vietnam Selatan. Dimana di
Vietnam telah hidup kebudayaan Dongson yang telah mengenal
pembuatan alat sehari-hari menggunakan logam, kebudayaan
Dongson sendiri merupakan kebudayaan puncak di Vietnam
Utara.Sejenak akan dibahas sekilas mengenai perjalanan dari
kebudayaan logam Dongson yang merupakan asal dari logam di
wilayah Asia Tenggara Kepulauan nantinya. Logam muncul karena
kemampuan manusia mengolah api yang didukung pula dengan
penemuan logam alam (native copper), dimana selanjutnya mengenal
teknik pembuatan logam dengan teknik campuran, salah satu hasilnya
adalah perunggu. Kebudayaan Dongson yang terkenal dengan
perunggunya, terkenal dengan perunggu dengan campuran timah
hitam / timbel yang lebih besar dari pada timah (4-25% : 1-6%).
Temuan di Thailand, tepatnya Nok Nok Ta, Ban Ciang, dan Ban Na Di
menghasilkan temuan perunggu dengan pertanggalan 2.000 SM
sampai 500 SM, pertanggalan ini merupakan pertanggalan tertua
untuk tinggalan kebudayaan Dongson. Hasil kebudayaan Dongson
berupa nekara, sejenis lonceng, tempat berludah, mangkok, gelang,
pelindung lengan dan dada, ikat pinggang, cicncin, mata pancing,
kapak corong, mata panaah, sejenis sabit dengan tangkai berlubang,
berbagai jenis senjata tajam , beberapa senjata tajam tersebut
beriaskan tubuh manusia. Benda logam dari Dongson mulai menyebar
di Asia Tenggara Kepulauan kira-kira 200 SM dari hasil temuan nekara
dengan tipe Heger 1. Hal ini bisa terjadi dikarenakan aktivitas dagang
Austronesia yang telah mencakup wilayah luas dan mengenal sistem
pelayaran. Mulai berkembangnya jalur perdagangan rempah, serta
budaya khas Austronesia yang sering melakukan perjalanan arus balik
pun menjadi pendorong persebaran logam Dongson di Asia Tengggara
Kepulauan. Salah satu penanda bahwa Austronesia telah sampai di
Vietnam adalah adanya bahasa Austronesia yang tetap digunakan
hingga kini di wilayah Champ, walaupun sebagai minoritas.
Nekara tipe Heger 1 yang tersebar di wilayah Asia Tenggara Kepulauan
kebanyakan persebarannya berapda di wilayah Paparan Sunda yang
sesuai saat itu sebagai jalur perdagangan rempah-rempah. Kebanyakan
barang logam ini ditemukan sebagai sebuah barang bekal kubur,
dimana kedudukan logam dianggap suci, begitu pula dengan pandai
logam yang memiliki kedudukan yang sama dengan brahmana.
Hasil budaya logam, terutama perunggu banyak ditemukan diwilayah
Sumatra, Jawa, Timor, Sulawesi, dan Papua. Persebaran ini bisa
diasumsikan sebagai hasil budaya dari Dongson, sebab di Indonesia
sampai saat ini belum pernah ditemukan situs penambangan logam
dari masa prasejarah. Bukti adanya budaya logam khususnya di
wilayah nusantara terbukti dengan penemuan parang besi di Pacitan,
tepanya Klepu, Punung bertanggal 600 BP, situs ini dikenal sebagai
situs paleometalik. Temuan lainnya ada di Sragen, Jawa Tengah berupa
arit dan mata tombak besi di Buni, Jawa Barat. Berbagai alat logam ini
pun akhirnya memiliki variasi bentuk berdasarkan kearifan masyarakat
lokal daerah tersebut. Salah satu contohnya adalah penggunaan
nekara (biasa disebut moko) di wilayah Nusa Teggara hingga saat ini.
Kebudayaan Austronesia akhirnya berkembang, beranak-pinak, dan
mendarah daging di wilayah koloninya. Mata pencaharian dan alat
kehidupan hasil kebudayaan Austronesia memberikan hasil yang nyata
hingga kini. Selain tinggalan bendawinya, kajian linguistik bisa pula
dijadikan rujukan untuk menarik akar Austronesia. Berikut akan saya
cantumkan tabel mengenai persebaran kebudayaan Austronesia
secara sederhana. Skema persebaran bahasa ini, diharapkan bisa
cukup menggambarkan wilayah persebaran kebudayaan Austronesia.
Pembahasan mengenai migrasi Austronesai berserta hasil budayanya
membawa saya pada pemahaman mengenai globalisasi di masa lalu,
ternyata sudah dilakukan jauh sebelum teknologi komunikasi dan
transportasi maju seperti sekarang. Jika dirunut kembali ternyata kita
penghuni Asia Tenggara Kepulauan dan Pasifik adalah berasal dari satu
keluarga di Taiwan. Namum lebih jauh lagi, ternyata kita masyarakat
dunia adalah satu keluarga pula yang berasal dari satu keluarga di
Africa di masa yang sangat lalu. Jadi sebenarnya perbedaan yang ada
saat ini, khususnya dari segi fisik tidak perlu kita jadikan hambatan
dalam berinteraksi. Sebab perbedaan fisik ataupun kehidupan sosial
yang ada sekarang hanyalah sebuah perrbedaan bernuansa, muncul
dari saudara-saudara kita yang merupakan penyesuaiannya
menghadapi lingkungan sekitar mereka saat ini.

B. Wujud Kebudayaan
 Gerabah
Bahan dasar dalam mengerjakan kerajinan ini adalah tanah liat yang
dicampurkan dengan pasir, serta teknik yang mereka gunakan saat itu
adalah kombinasi teknik tangan dan teknik tatap sehingga hasil
gerabah mereka ini masih terlihat kasar dan tebal. Sejumlah gerabah
yang berhasil mereka buat saat itu adalah Piring, Cawan, Periuk, serta
pedupaan.
 Anyaman
Untuk membuat benda ini, mereka menggunakan bahan dasar
bamboo, rumput, dan juga rotan. Untuk teknik yang digunakan dalam
pembuatan anyaman ini adalah teknik anyak dengan pole geometric.
Konon, anyaman ini sering kali digunakan untuk wadah peralatan
rumah tangga.
 Pakaian
Kebudayaan pada Zaman Neolitikum di kawasan Kalimantan Selatan
dan juga Sulawesi Tengah diyakini saat itu menjadi yang pertama
mengenal pakaian, dimana mereka membuatnya dari alat pemukul
kulit kayu yang dimiliki. Pakaian pertama pada saat itu dibuat dari
tenunan serat dari kulit kayu, dan jenis bahan yang mereka gunakan
adalah serat abaka (sejenis pisang) dan juga rumput doyo. Namun
untuk pakaian manusia purbakala, sepertinya tidak bakal ditemukan
di koleksi museum batik pekalongan yang cenderung memajang karya
orang modern. Namun salah satu atau beberapa museum di
Indonesia pasti ada yang mengabadikannya alias memiliki pameran
pakaian zaman neolitikum.

 Perahu
Tidak hanya membuat pakaian, namun kebudayaan Zaman Neolitikum
saat itu juga mengenal teknik pembuatan perahu dimasanya. Saat itu
untuk membuat kendaraan yang satu ini teknik yang mereka gunakan
sangat sederhana, dimana bahan yang digunakan adalah batang pohon,
lanang, meranti, dan juga kedondong
Sebelum menebang pohon yang akan digunakan dalam membuat
perahu ini, mereka mengadakan upacara terlebih dahulu, dan
pembuatan perahu ini dimulai dari bagian luar kedalam. Pada bagian
dalam perahu ini mereka keruk dengan ujung pasak yang dipakukan
dan dibuat dengan ketebalan yang sama dengan kondisi luar. Nah agar
perahu mereka ini tidak terbalik, maka dipasanglah Cadik/katik yang
fungsinya sebagai penyeimbang. Sementara untuk menggerakkan
perahu ini belum ada mesin, mereka menggunakan sebuah layar dan
menggunakan tenaga hembusan angin.

C. Unsur Kebudayaan
Unsur kebudayaan itu seperti peralatan yang terbuat dari batu yang
diasah, peternakan, pertanian menetap, dan pembuatan tembikar.
Pada zaman neolitikum ini udah hidup jenis Homo sapiens sebagai
pendukung kebudayaan zaman batu baru tersebut.
Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak, sebagai proses
buat menghasilkan atau memproduksi bahan makanan.

Hidup bermasyarakat dengan bergotong – royong mulai dikembangkan


pada masa atau zaman neolitikum ini.

D. Pengaruh zaman neolithikum pada zaman modern


Beberapa pengetahuan teknologi yang ditemukan oleh masyarakat
Neolitik, di antaranya penemuan cara-cara untuk menggerinda dan
menyerpih berbagai macam benda agar sesuai dengan bentuk-bentuk
yang dikehendaki. Penemuan cara menggerinda dan menyerpih
memungkinkan manusia untuk menciptakan banyak alat dengan
bahan-bahan mentah yang tersedia. Jika sebelumnya manusia tidak
dapat memanfaatkan bahan-bahan mentah yang melimpah di alam,
kini mereka dapat menciptakan berbagai hal. Seperti alat untuk
berburu, alat untuk bercocok tanam, hingga hiasan-hiasan untuk
kehidupan sehari-hari mereka.
Prestasi lain yang ditunjukkan oleh masyarakat Neolitik adalah
pengetahuan mengenai budidaya sejumlah spesies tanaman dan
binatang. Pencapaian pengetahun ini telah menempatkan manusia
sebagai produsen untuk diri mereka sendiri. Pertanian dan peternakan
yang dilakukan oleh manusia Neolitik dianggap sebagai sarana yang
baik untuk merekonsiliasikan perkembangan pengetahuan manusia
dan pelestarian kesejahteraan lingkungan. Ketika manusia telah
mencapai pengetahuan tersebut, sebenarnya manusia telah
menggantikan seleksi alam yang kejam menjadi sebuah keuntungan
bagi keberlangsungan hidup mereka.
Manusia masa Neolitik mulai belajar menyimpan sebagian hasil panen
untuk benih penanaman tahun berikutnya, dan sebagian lagi
digunakan untuk menghidupi kelompoknya. Manusia mulai
memanfaatkan hewan-hewan sebagai penjaga untuk
binatang-binatang ternak mereka dari gangguan hewan liar.
Pengetahuan yang lebih jauh menempatkan manusia kepada proses
pengembangbiakan hewan-hewan yang dapat tumbuh lebih cepat dan
besar jika dibandingkan dengan proses berkembang biak secara
mandiri di alam.
Pembuatan barang-barang masa Neolitikum, seperti tembikar,
menunjukkan kemajuan lain dalam proses pengetahuan teknologi
manusia. Manusia dapat membuat benda-benda dari bahan-bahan
mentah yang sebelumnya tidak terpikirkan dapat digunakan. Melalui
proses pembakaran yang sempurna, tanah dapat dibentuk menjadi
sebuah tembikar. Berbagai macam perkakas dapat dibentuk melalui
proses pembuatan tembikar ini. Manusia sekali lagi menunjukkan
kualitasnnya dalam tingkat yang berbeda dengan manusia-manusia
pada masa sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai