Rata Kiri Kanan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

DISUSUN OLEH :

Nila Janu Iryanti

(201972071)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDSUTRI

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON
 Pemprov Maluku terus berupaya memperjuangkan daerahnya menjadi Lumbung Ikan
Nasional (LIN) sejak dicanangkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat
acara Sail Banda di Kota Ambon pada 10 Agustus 2010. Upaya terakhir dilakukan
Gubernur Maluku Murad Ismail dengan menyurati Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy
Prabowo pada 7 April 2020.
 Dalam surat balasannya tertanggal 26 Mei 2020, Menteri KP Edhy Prabowo
mengapresiasi usaha Pemprov Maluku mengupayakan status daerahnya menjadi LIN.
KKP akan mendukung melalui program dan anggaran, seperti melalui APBN dan Dana
Alokasi Khusus Kelautan dan Perikanan
 Akademisi FPIK Universitas Pattimura Ambon mengatakan pihaknya telah membuat
konsep awal LIN pada 2010 sampai dengan usulan regulasi tahun 2018, tetapi terkendala
pengesahannya di KKP jaman Menteri Susi Pudjiastuti. Dengan konsep LIN, Pemprov
Maluku harus siap mengelola sumber daya perikanan sesuai konsep pembangunan
berkelanjutan
 Diharapkan dengan status LIN, akan berdampak positif baik lokal maupun nasional,
karena dapat diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat sebagai wujud safety net dan juga
pusat pertumbuhan ekonomi nasional.

Pemerintah Provinsi Maluku terus bekerja memperjuangkan hak-haknya ke Pemerintah


Pusat. Salah satunya dengan mewujudkan daerah bertajuk ‘Seribu Pulau’ sebagai Lumbung Ikan
Nasional (LIN). Untuk itu, Gubernur Maluku Murad Ismail menyurati Menteri Kelautan dan
Perikanan Edhy Prabowo tertanggal 7 April 2020 tentang dukungan Maluku sebagai LIN. Surat
itu telah direspon positif oleh Menteri.

Surat terkait permintaan dukungan Maluku menjadi LIN ke Menteri Kelautan dan Perikanan
sudah dibalas dan mendapat respon positif,” kata Gubernur melalui rilis yang diterima
Mongabay Indonesia, Kamis (28/5/2020).

Menurut Gubernur, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


tahun 2020-2024, yang termaktub pada Bab III dijelaskan, guna mengembangkan wilayah untuk
mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan, khususnya pada arah dan kebijakan
strategis, pengembangan wilayah Maluku diarahkan untuk memacu pertumbuhan dan
mengembangkan potensi wilayah serta memantapkan perannya sebagai LIN.

Untuk itu, saya minta kepada Menteri agar kiranya kebijakan Maluku sebagai LIN segera
diimplementasikan,” tandasnya.
Dalam isi surat tersebut Gubernur mengatakan, Maluku sebagai salah satu provinsi
kepulauan memiliki potensi sumberdaya dan perikanan yang melimpah dan dapat digunakan
untuk kepentingan daerah serta nasional secara berkelanjutan.

Surat itu juga menyebutkan pada puncak acara Sail Banda di Kota Ambon tanggal 10
Agustus 2010, Presiden Soesilo Bambang Yudhoy0no telah mencanangkan Provinsi Maluku
sebagai LIN. Sebagai respon atas kebijakan tersebut Pemprov Maluku beserta seluruh komponen
masyarakat telah berproses untuk memperjuangkan ihwal tersebut. Namun hingga kini kebijakan
itu tak kunjung diimplementasikan.

Dalam surat balasannya tertanggal 26 Mei 2020, Menteri KP Edhy Prabowo apresiasi atas
keberpihakan yang kuat dari Pemprov Maluku terhadap pembangunan sektor kelautan dan
perikanan di Maluku.

Prabowo berharap Maluku sebagai LIN tidak hanya sebagai simbol, namun dapat
menunjukkan kontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Maluku,
tetapi juga penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan devisa negara dari sektor kelautan dan
perikanan.

Surat itu menyebutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mendukung
melalui program dan anggaran, baik melalui kegiatan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional
(APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan, maupun dana bergulir dari
Badan Layanan Umum–Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan, sebagaimana
amanah dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

Dukungan lintas sektor sangat penting, sehingga diperlukan sinergi yang kuat untuk
pengembangan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Maluku,” tulis Menteri.

Konsep LIN

Dr. James Abraham, Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FPIK) Universitas Pattimura
(Unpatti) Ambon mengatakan pihaknya yang membuat dari konsep awal LIN pada 2010 sampai
dengan usulan regulasi tahun 2018, tetapi terkendala di tingkat KKP. Padahal seluruh lembaga
dan badan pemerintah telah menandatangi persetujuan pengusulan.

Sejak tahun 2010 kami membangun pemikiran publik dan pemerintah tentang eksistensi
Maluku ‘layak’ sebagai Lumbung Ikan Nasional melalui ‘Ekspresi 2010 Jenis Masakan
Berbahan Baku Ikan’. Untuk itu Maluku menerima penghargaan Rekor MURI tahun 2011. (Hal
itu sebagai) ‘titik berangkat’ pengurusan kebijakan dan regulasi terkait LIN,” katanya.

Melihat dinamika perjuangan kebijakan LIN, James melihat masih banyak pihak yang
belum rela Maluku menyandang status itu. Bahkan beberapa provinsi tetangga juga berlomba
untuk mengusung status daerahnya sebagai LIN. ‘Perjuangan Semu’ mereka, lanjut James,
bahkan menggunakan kekuatan personal dan lembaga untuk mendukungnya.
Banyak pihak, lanjutnya, masih berpikiran LIN sebagai basis proyek pembangunan
kelautan dan perikanan. Padahal LIN dibangun dengan mengusung konsep ‘Pengelolaan
Lumbung Ikan untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dan Kesejahteraan
Masyarakat’.

Karena pengelolaan LIN mesti mengutamakan pendekatan kehati-hatian pengelolaan.


Pengelolaan perikanan dalam konteks keberlanjutan pembangunan mesti mengakomodasi
seluruh komponen sistem perikanan berkelanjutan yang meliputi sistem alam (lingkungan dan
sumberdaya ikan), sistem manusia (sosial, ekonomi dan budaya), serta sistem tata kelola.

Sementara dari aspek perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi (monev), mesti
ditinjau kembali apakah mengakomodir seluruh komponen sistem perikanan berkelanjutan.

Target Implementasi bisa diarahkan untuk tujuan peningkatan PAD dan PAN, namun
kesejahteraan pelaku utama perikanan (nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, pedagang ikan)
dan ‘papalele’. Demikian juga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) dan upaya
mempertahankan potensinya di daerah LIN. Jadi dalam konteks monev, mesti dipersiapkan
instrumen yang adaptif dan responsif terhadap kondisi internal daerah LIN,” jelasnya.

James mengapresiasi respon yang cepat melalui surat tanggapan dari Menteri KP
terhadap surat Gubernur Maluku. Sisi lain, semestinya Menteri KP menegaskan tentang rule of
the game terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan di daerah LIN.

Dia menyarankan KKP harus melihat ‘nilai penting’ eksistensi LIN bagi keberlanjutan
pemenuhan logistik ikan nasional dan ketersediaan stok ikan di perairan. Artinya, harus ada
keseimbangan antara pencapaian pendapatan nasional, pendapatan daerah, pendapatan pelaku
usaha perikanan dilevel perusahaan), dan pendapatan serta kesejahteraan pelaku utama perikanan
di daerah LIN.

Saya kira ini pemikiran yang mesti dimunculkan untuk mencermati implementasi kebijakan
LIN,” katanya.

Kesiapan Maluku

Sementara itu, Dr. Ruslan Tawari, Koordinator Pusat Unggulan Daerah dan
Pengembangan Masyarakat Pesisir Unpatti, saat dihubungi Mongabay Indonesia, Sabtu
(30/5/2020) mengatakan Maluku secara sumber daya laut layak dijadikan LIN.

Ruslan menegaskan apresiasi yang tinggi justru diberikan kepada seluruh masyarakat
Maluku dan Pemprov Maluku yang telah berjuang 10 tahun untuk mewujudkan LIN. “Kita harus
apresiasi Pak Gubernur Maluku, Murad Ismail karena telah mendorong Menteri Kelautan dan
Perikanan dengan cara menyuratinya. Tentu ini hal membanggakan, karena Pak Menteri juga
telah membalas surat tersebut dengan apresiasi cukup luar biasa,” ujar Ruslan.
Lebih lanjut Ruslan mempertanyakan kesiapan Pemprov Maluku mewujudkan LIN dari
semua aspek mulai dari sisi anggaran, dokumen hingga infrastruktur. “Bicara LIN itu bukan
bicara soal lumbung padi. Kalau soal punya potensi sumberdaya laut, Maluku kaya dan sangat
layak berstatus LIN. Sehingga itu, semua hal menyangkut kesiapan seperti anggaran, dokumen
infrastruktur pelabuhan maupun sarana dan prasaran lainnya, harus disiapkan secara matang serta
massif,” ujarnya.

Pada aspek lain, lanjutnya, Pemprov Maluku juga harus mengakomodir akademisi dari
berbagai spesifikasi ilmu pengetahuan untuk menyikapinya. Selain itu harus ada regulasi untuk
membatasi penangkapan. Jadi selektifnya, bukan saja penangkapan tapi juga alat tangkap. Semua
hal itu harus didorong dari sekarang, karena Maluku dari sisi pendidikan tidak punya balai
latihan.

Dari aspek sumberdaya manusia dan tenaga kerja juga harus menjadi hal prioritas untuk
diperhatikan. Misalnya, nelayan di Maluku adalah nelayan tradisional. Atau nelayan yang karena
terhimpit oleh usaha-usaha yang ada di darat sehingga mendorong mereka menjadi nelayan.
Artinya, mereka bukan seseorang yang terprogramkan untuk menjadi nelayan.

Prinsipnya harus ada kesiapan dari Pemerintah Daerah. Kesiapan kita itu tidak hanya
bertengger pada hal-hal yang sifatnya terbatas saja, tetapi lebih dari itu. Pemerintah harus
memprogramkan para nelayan, agar punya keahlian atau kemampuan berlayar bisa mencapai 20
mil, 30 mil hingga samudra dengan spesifikasi alat tangkap,” jelasnya.

Intinya, sambung Ketua Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK ini, pemerintah
harus punya kesiapan massif, bukan saja anggaran, tapi punya dokumen pengembangan, teknis
pengembangan, dan skenario pengembangan usaha.

Sisi lainnya, status LIN bisa menambah pemasukan daerah karena Pemprov Maluku bisa
membatasi proses penangkapan ikan di wilayah Maluku. “Selama ini, ekspor perikanan kita
cenderung dilakukan di laut Maluku. Sementara pendaratan (ikan)-nya di Bitung, Makassar,
Kendari bahkan Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat,” katanya.

Dia ungkap, kebanyakan pendaratan ke luar daerah karena memang infrastruktur di


Maluku terbilang minim, seperti air bersih kemudian penyediaan bahan bakar dan lainnya. Di
sisi lain, mereka yang menjual hasil laut Maluku juga punya izin dari pusat.

Oleh karena itu, Ruslan berharap Pemprov Maluku harus menyiapkan berbagai hal
seperti administrasi, penentuan zona-zona, sosialisasi kepada stakeholder. Gubernur juga harus
melibatkan bupati dan walikota di 11 kabupaten/kota, agar bisa membicarakan sumberdaya dan
hal-hal potensial mana yang harus dikembangkan.

Kemudian jenis ikan apa yang harus dikembangkan, dilindungi dan lain-lain. Karena itu
makna lumbung. Lumbung itu bukan berarti mengambil semaunya, karena ada konservasinya,”
pungkas Ruslan seraya berharap, hadirnya LIN bukan menjadi malapetaka tapi rahmat bagi
masyarakat Maluku.

Dampak Positif

Menurut Amrullah Usemahu, Wasekjen Masyarakat Perikanan Nusantara, lumbung ikan


di Maluku akan berdampak positif baik lokal maupun nasional, karena dapat diperuntukkan bagi
kesejahteraan rakyat sebagai wujud safety net dan juga pusat pertumbuhan ekonomi nasional.

Serta mampu menyuplai kebutuhan konsumsi masyarakat maupun industri nasional dan
eksportir utama komoditas perikanan,” kata Usemahu saat dihubungi Mongabay Indonesia,
Senin (1/6/2020).

Jika mereview kembali catatan Reformulasi Master Plan Maluku Lumbung Ikan Nasional
2015-2025, kata Usemahu, memberikan informasi yang sangat komprehensif tentang latar
belakang, prinsip dasar dan persyaratan keberhasilan, tata kelola, rencana anggaran pengelolaan
LIN hingga model program yang akan dilaksanakan.

Fungsionaris DPP Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) ini menyebut, tujuan
LIN seperti menjamin ketersediaan stok sumberdaya ikan secara berkelanjutan, mengoptimalkan
produksi penangkapan, budidaya, pasca panen hasil perikanan, pemantapan kawasan konservasi
SDI, membangun sistim logistik perikanan serta ketahanan pangan nasional berdasarkan produk
unggulan maupun tujuan lainnya, harus dilihat Pemerintah Pusat sebagai potensi strategis
wilayah yang wajib dikembangkan.

Jangan dilihat dari kacamata sebelah, bahwa LIN ini hanya upaya Maluku secara sepihak
untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Tapi harus disadari, dari sisi potensial, terlihat
sumberdaya perikanan terbesar itu ada di wilayah timur Indonesia. Jadi sudah sepantasnya pusat
industri perikanan itu dibangun di wilayah timur dan Maluku menjadi poros lumbung ikan,”
tegasnya.

Apalagi sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna),
di Pulau Buru Maluku, berhasil meraih sertifikasi Ecolabelling Marine Stewardship Council
(MSC). Proses sertifikasi ini merupakan kali pertama dilakukan untuk nelayan kecil (one-day
fishing) di Indonesia, bahkan dunia.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, bahkan menyampaikan kebanggaan atas
capaian ini,” katanya.

Menurutnya, Maluku layak dijadikan sebagai LIN, karena diperiode Menteri Susi
Pudjiastuti, Laut Banda, Kabupaten Maluku Tengah, telah diarsir dalam Permen-KP Nomor
4/2015 untuk larangan penangkapan tuna sirip kuning karena merupakan daerah nursery dan
feeding ground tuna. Selain itu, banyak sekali terdapat jenis spesies ikan di perairan Maluku.

Anda mungkin juga menyukai