Anda di halaman 1dari 19

PERENCANAAN INSTALASI AIR BERSIH

OLEH :

MUH. ARPIANDAH .S
(E1A117100)

TEKNIK REKAYASA INFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGAN


TEKNIK SIPIL S1
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................
1.4 Batasan Masalah.....................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Air Baku ……………………………………………………………
2.2 Air minum ………………………….………………………………
2.3 penjernihan air…………………………...........................................
2.4 air tanah…………………………………………………………….
2.4.1. pengelolaan air tanah………………………………………..
2.4.2. kondisi air tanah…………………………………………….
2.4.3. Air tanah dangkal……………………………………………
2.5. akuifer …………………………………………………………….
2.6. siklus air……………………………………………………………
2.7. kalsilasi pada limestone……………………………………………
2.8. karbon aktif………………………………………………………..
2.9. zeolite………………………………………………………………
2.10. PH…………………………………………………………………
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kebutuhan air baku untuk berbagai keperluan terutama air bersih untuk rumah tangga,
tempat-tempat umum, industri, dan lain-lain akan terus meningkat dari waktu ke waktu
sejalan dengan lajunya pembangunan di berbagai sektor dan bidang, serta jumlah penduduk
yang terus bertambah. Di sisi lain jumlah penyediaan dan prasarana air baku yang ada saat ini
masih relatif terbatas, sehingga belum dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut terutama
pada saat- saat musim kemarau.
Pada daerah-daerah yang sulit air, masalah kekurangan air ini terjadi hampir setiap
tahun, di mana masyarakatnya terpaksa membeli air bersih dari para pedagang air dengan
harga yang cukup tinggi, di sisi lain bagi masyarakat yang tidak mampu terpaksa
menggunakan air yang kualitasnya tidak layak untuk digunakan sebagai keperluan hidup
sehari-hari. Bila hal seperti ini tetap dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan dampak
negatif bagi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat serta lingkungannya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Parameter Air Baku
2. Darimana Sumber-Sumber Air Baku
3. Bagaimana Proses Hidrologi

1.3. TUJUAN
1. Dapat Mengetahui Parameter Air Baku
2. Dapat megetahui sumber air baku
3. Dapat mengetahui Proses Hidrologi

1.4. BATASAN MASALAH


Adapun batasan masalah dari makalah ini adalah, penulis berfokus kepada pembahasan
sumber air baku, maka dari itu penulis tidak memasukan pembahasan tentang bangunan
pengolahan air bersih dan tidak adanya perhitungan atau rumus-rumus yang terkait dengan
bangunan air bersih, penulis berfokus pada parameter air baku dan proses hidrologi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Baku

Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air
baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air
bersih. Berdasarkan SNI 6774:2008 tentang spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air dan
SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian
istilah dan definisi yang disebut dengan air baku yaitu air yang berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk air minum (sumber: S Novita, USU). Sumber air baku bisa berasal dari
sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air
buangan atau air laut. Sumber air yang layak harus berdasarkan ketentuan berikut:

a. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan


b. Kondisi iklim
c. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake.
d. Tingkat kesalamatan operator.
e. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA.
f. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan
datang.
g. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang.

Dalam jumlah air yang kecil, air bawah tanah, termasuk air yang dikumpulkan dengan
cara rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah sumber air. Dimana kualitas sumber air
bawah tanah secara umum sangat baik bagi air permukaan dan di beberapa tempat yang
memiliki musim dingin yang bisa memanfaatkan salju sebagai suber air. Hal ini adalah
menghemat biaya operasional dan pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah
sangat baik sebagai air baku.Karakteristik Air Baku
Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya maka kualitasnya pun harus
memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan praktek pada
umumnya bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik untuk mendapatkan air
baku dengan mutu tertentu (standar kualitas air). Maka untuk mendapatkan gambaran
yang nyata tentan karakteristik air baku, maka kita memerlukan pengukuran sifat-sifat
air yang disebut parameter kualitas air.

Standar kualitas air adalah baku mutu ditetapkan berdasarkan sifat-sifat fisika,
kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas air
tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Tahun 2001 tentang
pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Air menurut kegunaannya digolongkan menjadi:

Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.2 Air Minum

Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 492/2010 Pasal 3, “Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib
dan tambahan”.

Persyaratan fisika, yaitu:

a. Tidak berbau.
b. Jumlah zat padat yang terlarut, kurang dari 500 mg/L.
c. Kekeruhan, kurang dari 5 skala NTU.
d. Tidak berasa.
e. Suhu 0ºC, suhu udara ±3ºC.
f. Tidak berwarna, kurang dari 15 skala NCU.

Persyaratan kimia, yaitu:

a. pH 6,5-8,5.
b. Kadar kimia anorganik dan kimia organik, sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan no. 492/2010 (terlampir).

Persyaratan mikrobiologi, yaitu:

a. Koliform tinja (E. Coli), 0 per 100ml.


b. Total koliform, 0 per 100ml.

Persyaratan radioaktif, yaitu:

a. Aktifitas alpha, kurang dari 0,1 Bg/L.


b. Aktifitas beta, kurang dari 1,0 Bg/L.
2.3 Penjernihan Air

Dalam mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih


diperlukan penerapan teknologi penjerihan air yang sesuai dengan kondisi
sumber air baku, kondisi sosial budaya, ekonomi dan SDM masyarakat
setempat. Tujuan penjernihan air adalah menghilangkan pencemar (polutan)
yang ada didalam air atau mengurangi kadarnya agar air dapat menjadi layak
untuk digunakan untuk masyarakat pada akhir dari proses penjernihan.

Terdapat berbagai teknik penjernihan air yang bisa dilakukan.


Teknik-teknik tersebut di antaranya adalah:

1. Penyaringan
Penyaringan adalah penjernihan air dengan cara menyaring air dengan
menggunakan bahan sperti kain, kapas, pasir, kerikil, ijuk dan atau bahan
lainnya untuk mendapatkan mutu air yang layak untuk dipakai oleh masyarakat.
2. Perebusan
Perebusan adalah penjernihan air dengan cara dipanaskan hingga mendidih
(untuk air 100˚C). Proses ini diperuntukkan membunuh bakteri, spora, ova, kista
dan mensterilkan air.
3. Disinfeksi kimia
Disinfeksi kimia merupakan teknik penjernihan air menggunakan disinfektan
atau bahan kimia yang bersifat racun dan mempunyai kemampuan membunuh
mikroorganisme. Teknik penjernihan air dengan disinfektan kimia dapat
dipergunakan pada genangan air, air dalam sumur dan lain sebagainya.
4. Bubuk pemutih
Bubuk pemutih adalah penjernihan air dengan cara menggunakan bubuk
pemutih semisal tawas dan kapur gamping.
5. Tablet klorin
Tablet klorin adalah penjernihan air dengan cara menggunakan tablet klorin atau
kaporit.
6. Filter
Filter adalah penjernihan air dengan cara menggunakan filter air khusus yang
dibuat oleh pabrikan tertentu. Contoh yang biasa terdapat di pasaran adalah filter
keramik ‘lilin’ dan UV filter.
7. Desalinasi
Desalinasi adalah penjernihan air dengan cara serangkaian metode dan alat
khusus yang memanfaatkan pemanasan dengan sinar matahari.

2.4 Air Tanah

Bumi memiliki sekitar 1,3 - 1,4 milyar km³ air, yang terbagi atas laut sejumlah 97,5%,
dalam bentuk es sejumlah 1,75% dan sekitar 0,73% berada di darat. Air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan masuk ke sungai akhirnya
mengalir sampai ke laut, dalam perjalanan air tersebut sebagian akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi) dan ada pula yang menguap kembali (Suripin, 2001).
Air tanah adalah air yang melekat pada butir-butir tanah, air yang terletak diantara butir-
butir tanah, dan air yang tergenang di atas lapisan tanah yang terdiri dari batu, tanah lempung
yang amat halus atau padat yang sukar ditembus air. Kebanyakan air tanah berasal dari hujan.
Air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahan mengalir ke laut,
atau mengalir dalam tanah atau di permukaan dan bergabung dengan aliran sungai.
(Sutrisno,1987)
Banyaknya air yang meresap ke tanah bergantung pada selain ruang dan waktu, juga di
pengaruhi kecuraman lereng, kondisi material permukaan tanah dan jenis serta banyaknya
vegetasi dan curah hujan. Meskipun curah hujan besar tetapi lerengnya curam, ditutupi material
impermeabel, persentase air mengalir di permukaan lebih banyak daripada meresap ke bawah.
Sedangkan pada curah hujan sedang, pada lereng landai dan permukaannya permiabel,
persentase air yang meresap lebih banyak. Sebagian air yang meresap tidak bergerak jauh karena
tertahan oleh daya tarik molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran tanah.
Kecendrungan memilih air tanah sebagai sumber air bersih
dibandingkan air permukaan mempunyai keuntungan sebagai
berikut :
1. Tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan, sehingga kebutuhan
bangunan pembawa/ distribusi lebih murah.
2. Debit (produksi) sumur biasanya relatif stabil.
3. Lebih bersih dari bahan cemaran (polutan permukaan).
4. Kualitasnya seragam.
5. Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut atau tumbuhan dan binatang liar. (suripin,
2001)

2.4.1 Penggolongan Air Tanah


Penggolongan air tanah berdasarkan asal mulanya dapat dibagi menjadi
empat tipe, yaitu :
1. Air meteorik yakni air yang berasal dari atmosfer dan mencapai
mintakatkejenuhan baik secara langsung (infiltrasi permukaan tanah dan
kondensasi uap air ) maupun tidak langsung (perembesan influen).
2. Air Juvenil merupakan air baru yang ditambahkan pada mintakat
kejenuhan dan kerak bumi yang dalam (seperti air magmatik, air gunung
api dan air kosmik).
3. Air diremajakan (rejuvenated) ialah air untuk sementara waktu telah
dikeluarkan dari daur hidrologi oleh pelapukan, dan sebab-sebab
lain,kembali kedaur lagi dengan proses-proses yang serupa.
4. Air kinat adalah air yang dijebak pada beberapa batuan sendimen atau
gunung saat asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi
dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi daripada air laut.
(Seyhan,1977)
2.4.2 Kondisi air tanah
Air tanah merupakan suatu bagian dalam proses sirkulasi alamiah. Jika
pemanfaatan air tanah itu memutuskan sistem sirkulasi, yakni jika air yang dipompa
melebihi besarnya pengisian kembali (recharge), maka akan terjadi pengurangan

volume air tanah yang ada. Berkurangnya volume air tanah itu akan kelihatan dalam
bentuk penurunan permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah, ini akan
mengakibatkan penurunan intensitas pemompaan, dan jika penurunan ini melampaui suatu
limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang. Akhirnya sumber air tanah itu
menjadi kering. Jadi untuk menghindari pengurangan volume air tanah yang ada, maka
harus dijaga supaya besarnya pemompaan itu sesuai dengan pengisian kembali.
(Sasrodarsono dan Takeda,1993)
Terjadinya penyedotan air tanah yang terus–menerus tanpa memperhitungkan
daya dukung lingkungannya dapat menyebabkan permukaan air tanah melebihi daya
produksi dari suatu akifer yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap sumber air
bawah serta menyebabkan penurunan lapisan tanah.
Penyedotan air bawah tanah yang berlebihan dibeberapa tempat yang berakibat
menurunnya permukaan air tanah setempat secara menyolok dapat kita lihat misalnya di
Jakarta, permukaan air tanah tanah turun sampai 25 meter di bawah permukaan air laut
dan di Bandung sampai 20 meter dipermukaan air tanah setempat, disamping itu untuk
beberapa kota yang terletak ditepi pantai seperti Medan, Jakarta , Semarang terjadi
penyusupan air laut ke dalam lapisan tanah yang mengandung air tawar akibat penurunan
permukaan air tanah tersebut. Dari kasus- kasus tersebut dapat dilihat bagaimana
kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh penurunan muka air tanah maupun penyusupan
air laut ke akuifer air tanah di daratan akibat dari pengambilan air yang berlebihan. Akan
tetapi penurunan permukaan tanah atau penerobosan air asin tidak seluruhnya diakibatkan
oleh pemompaan yang berlebihan, kejadian-kejadian itu mempunyai hubungan erat
dengan kondisi-kondisi geologi di lokasi air tanah dan jenis air tanah itu. (Sasrodarsono
dan Takeda, 1993)
2.4.3 Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal adalah air tanah berada pada kedalaman maksimal 15 m di bawah
permukaan tanah sedangkan air tanah dalam adalah air tanah yang berada minimal 15 meter di
bawah permukaan tanah (Surbakti, 1986). Tanah di zona air tanah dangkal berada di dalam
keadaan tidak jenuh, kecuali kadang-kadang bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti
berasal dari curah hujan dan irigasi. Zona tersebut

dimulai dari permukaan tanah sampai ke zona perakaran utama (major root zone)
tebalnya beragam menurut jenis tanaman dan jenis tanah Soemartono (1995).

2.5 Akuifer
Suatu akuifer diuraikan sebagai suatu batuan geologi yang menahan dan
menyalurkan air tanah. Secara umum air tanah akan mengalir sangat perlahan melalui
suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Batuan yang
mampu menyimpan dan mengalirkan air tanah ini kita sebut dengan akuifer. Akuifer
yang tersusun oleh material batu pasir diperkirakan memiliki derajat kelulusan yang
cukup tinggi dan apabila dipengaruhi intrusi air laut maka batu pasir akan lebih cepat
terintrusi oleh air laut dibandingkan dengan material pasir atau kerikil, mengingat batu
pasir bersifat lebih poros.
Struktur geologi berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe dan potensi
akuifer. Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan berpengaruh
terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta kedudukan air tanah. Jenis
dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya hantar listrik, dan dapat menentukan
kualitas air tanah. Pada mulanya air memasuki akuifer melewati daerah tangkapan
(recharge area) yang berada lebih tinggi daripada daerah buangan (discharge area).
Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan daerah buangan
terletak di daerah pantai.
Air yang berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh
berat air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena
akuifer terisolasi oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeable
dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air
melewatinya. Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah air tanah seperti lapisan pasir
kerikil disebut lapisan permeable. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lempung,
disebut lapisan kedap air, atau disebut juga impermeable. (Sasrodarsono dan
Takeda,1993)
Gambar 2.1 Akuifer Air Tanah
( Sumber: Linsley dan Franzini, 1991)

Permukaan air tanah di sumur dari air tanah bebas adalah permukaan air bebas dan
permukaan air tanah dari akuifer terkekang adalah permukaan air terkekang. Jadi permukaan air
bebas adalah batas antara zona aerasi atau zona yang tidak jenuh di atas zona jenuh. (Linsley dan
Franzini,1991)
Uraian mengenai terbentuknya air tanah menunjukkan bahwa peranan formasi geologi
atau akuifer amatlah penting. Formasi geologi tertentu, baik yang terletak pada zona bebas
(unconfined aquifer) maupun zona terkekang (confined aquifer), dapat memberikan pengaruh
tertentu pula terhadap keberadaan air tanah. Dengan demikian, karakteristik akuifer mempunyai
peranan yang menentukan dalam proses pembentukan air tanah. Dengan demikian, karakteristik
akuifer mempunyai peranan yang menentukan dalam proses pembentukan tanah. Untuk usaha-
usaha pengisian kembali air tanah melalui peningkatan proses infiltrasi tanah serta usaha-usaha
reklamasi air tanah, maka kedudukan akuifer dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda:
1. Zona akuifer tidak jenuh adalah suatu zona penampung air di dalam tanah
yang terletak di atas permukaan air tanah (water table) baik dalam
keadaan alamiah (permanen) atau sesaat setelah berlangsungnya periode
pengambilan air tanah.
2. Zona akuifer jenuh adalah zona penampung air tanah yang terletak di
bawah permukaan air tanah kecuali zona penampung air tanah yang
sementara jenuh dan berada di bawah daerah yang sedang mengalami
pengisian air tanah.

Zona akuifer tak jenuh merupakan zona penyimpan air tanah yang paling berperan
dalam mengurangi kadar pencemaran air tanah dan oleh karenanya zona ini sangat penting untuk
usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali air tanah. Sedang zona akuifer jenuh
seperti telah diuraikan di muka lebih berfungsi sebagai pemasok air tanah yang memiliki
keunggulan dibandingkan dengan zona akuifer tidak (Asdak, 1995).

Berdasarkan kemampuan meluluskan air dari bahan pembatasnya, akuifer dapat


dibedakan menjadi :
1. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) yaitu akuifer yang seluruh jumlah
airnya dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang diatas maupun dibawah,
serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar daripada tekanan atmosfer.
2. Akuifer Bebas (unconfined Aquifer) yaitu lapisan lolos air yang hanya
sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan
tanah pada akuifer ini disebut water table (preatiklevel), yaitu permukaan
air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer.
3. Akuifer Semi Tertekan (Semi confined Aquifer) yaitu akuifer yang
seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi
lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air.
4. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) yaitu akuifer yang bagian
bawahnya merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya
masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer ini
merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan.
2.6 Siklus Air

Siklus Air adalah suatu sirkulasi air secara terus menerus terjadi dari atmosfer turun ke
bumi dan kembali lagi ke atmosfer melalui berbagai proses. Proses yang terjadi pada siklus air
adalah sebagai berikut:

1. Proses kondensasi

Kondensasi atau pengembunan adalah suatu proses perubahan dari wujud benda
ke wujud yang lebih padat, seperti gas menjadi cairan.

2. Proses presipitasi
Presipitasi adalah suatu proses turunnya air dari atmosfer ke permukaan,
presipitasi dapat berupa hujan , hujan salju, kabut, embun, hujan es. Di
Indonesia yang merupakan wilayah yang beriklim tropis, yang memberikan
sumbangan paling besar adalah hujan.
3. Proses evaporasi
Evaporasi atau penguapan adalah suatu proses perubahan molekul di dalam
keadaan cair dengan spontan menjadi gas, proses ini berkebalikan dengan
kondensasi.
4. Proses transpirasi
Transpirasi adalah proses penguapan air yang berlangsung pada jaringan hidup
yang dipengaruhi oleh fisiologi tumbuhan.

Air naik ke udara dari permukaan laut meupun dari daratan melalui proses evaporasi.
Air yang berada di atmosfer yang berbentuk uap tersebut dalam massa yang besar di atas daratan
serta dipanaskan oleh radiasi tanah.
Siklus hidologi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Siklus pendek: air yang berasal dari laut menguap lalu melalui proses
kondensasi berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan
selanjutnya hujan langsung jatuh ke laut.
2. Siklus sedang: air yang berasal dari laut menguap lalu melewati proses
kondensasi berubah menjadi awan dan dibawa oleh angin menuju daratan
dan jatuh sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap ke dalam
tanah lalu kembali lagi ke laut melalui sungai-sungai atau saluran air.
3. Siklus panjang: air yang berasal dari laut menguap, setelah itu menjadi
awan melalui proses kondensasi, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang
lebih tinggi di daratan dan terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-
pegunungan. Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dank
arena gaya gravitasi meluncur ke tempat yang lebih rendah, mencair dan
terbentuklah gletser lalu mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut.

Daerah aliran sungai sebagai ekosistem alami berlaku proses-proses biofisik


hidrologis di dalamnya dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari suatu daur
hidrologi atau siklus air. DAS dapat dianalogikan sebagai suatu prosesor,
karakteristiknya tersusun atas faktor-faktor alami.

Gambar 2.2 Daur Hidrologi (Siklus Air)


(Sumber: https://pbcahyono.wordpress.com/2012/02/20/)
2.7 Kalsinasi Pada Limestone (CaCO3)
Limestone adalah batu hasil sedimentasi terdiri dari calcite (Calcium Carbonite),
dimana sumber utama calcite adalah organisme laut yang lama tertimbun di bawah
tanah.
Kalsinasi adalah proses pemecah unsur air, karbon dioksida, atau gas lain yang memiliki
ikatan kimia dengan suatu mineral. Kalsinasi bekerja pada temperatur yang tinggi tanpa terjadi
pelelehan dan disertai dengan penambahan reagen. Kalsinasi juga bisa disebut sebagai
dekomposisi thermal (penguraian dengan temperatur). Kalsinasi juga bisa disebut sebagai
dekomposisi kalsium karbonat (batu kapur, CaCO3) menjadi kalsium oksida (kapur bakar, CaO)
dan gas karbon dioksida (CO2). Hubungan antara massa CaO per liter dengan pH yang
menunjukkan bahwa semakin banyak CaO pada limestone semakain tinggi pH limestone atau
semakin basa limestone tersebut.

2.8 Karbon Aktif


Karbon aktif atau yang sering disebut sebagai arang aktif adalah suatu bentuk padat
yang berpori dan yang mengandung 85% hingga 95% karbon di dalamnya. Karbon aktif juga
merupakan jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. 1 gram karbon aktif
setara dengan suatu material yang memiliki luas 500-1500 m 2. Karbon aktif juga memiliki
kemampuan adsorpsi yang besar. Karbon aktif banyak digunakan untuk menghilangkan
kontaminan astetik, berguna untuk menghilangkan beberapa kontaminan dari senyawa polutan
seperti volatile. Karbon aktif yang bersifat molecular juga mampu menyerap molekul organik
dengan baik. Maka dari itu bahan ini digunakan dalam proses pemurnian udara, gas dan larutan
atau cairan. Bahan ini dipakai juga dalam permurnian gas dan udara, safety mask dan respirator,
seragam militer, adsorbent foams industry nuklir, electroplating solutions, deklorinasi, penyedap
rasa dan bau dari air, aquarium, cigarette filter dan juga penghilang senyawa-senyawa organik
dalam air.

2.9 Zeolit
Zeolit adalah mineral yang berstruktur Kristal lumino-silikat yang mengandung ion
natrium (Na), kalsium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan besi (Fe) serta molekul air
(H2O). Material yang berbentuk rangka 3 dimensi dan memiliki rongga dan
saluran. Zeolit sering digunakan sebagai penukar kation (cation exchangers),
pelunak air (water softening), penyaring molekul (molecular sieves) serta
sebagai bahan pengering (drying agents).
Zeolit yang terdehidrasi akan mempunyai struktur pori terbuka dengan
internal surface area yang besar sehingga kemampuan menyerap molekul selain air
semakin tinggi. Ukuran cincin dari jendela yang menuju rongga menentukan ukuran
molekul yang dapat terserap. Sifat ini yang menjadikan zeolit mempunyai kemampuan
oenyaringan yang sangat spesifik yang dapat digunakan untuk pemurnian dan
pemisahan. Chabazite (CHA) merupakan zeolit pertama yang diketahui dapat
menyerap dan menahan molekul kecil seperti asam formiat dan metanol tetapi tidak
dapat menyerap benzena dan molekul yang lebih besar. Chabazite telah digunakan
secara komersial untuk menyerap gas polutan SO2 yang merupakan emisi dari
cerobong asap. Hal yang sama terdapat pada zeolit-A dimana diameter jendela
berukuran 410 pm yang sangat kecil dibandingkan diameter rongga dalam yang
mencapai 1140 pm sehingga molekul metana dapat masuk rongga dan molekul
benzena yang lebih besar tertahan di luar.
Kemampuan zeolit sebagai ion exchanger telah lama diketahui dan digunakan
sebagai penhilang polutan kimia. Dalam air zeolit juga ternyata mampu mengikat
bakteri E. coli.

2.10 pH (Derajat Keasaman), Konduktivitas dan TDS (Total Dissolved Solid)


pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat berbentuk larutan. Skala untuk
pH adalah 1 sampai 14, dimana 1 sampai 6,9 dikategorikan sebagai asam dan 7,1
sampai 14 dikategorikan sebagai basa. Air murni memiliki pH 7, dan memiliki suhu
25˚C (suhu kamar).
BAB III
KESIMPULAN

baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih.
Berdasarkan SNI 6774:2008 tentang spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang
tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian istilah dan definisi yang disebut dengan air
baku yaitu air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi
ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum (sumber: S Novita, USU). Air Baku memiliki
beberapa parameter antaranya dari segi fisik,biologi dan kimia. Sumber Air Baku berasal dari air permukaan (air
atas tanah) yang mengalami penguapan sehingga terjadinya hujan dan kemudian jatuh kembali kebumi
DAFTAR PUSTAKA

Pracoyo N. E., Siti R., Melati W., Triyani S., Kristina, Dewi P., 2006. Penelitian Bakteriologik Air Minum Isi
Ulang di Daerah Jabotabek 2003 - Maret 2004. Jakarta: Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 152 Tahun 2006.

Raini M, Isnawati A, dan Kurniati. 2004. Kualitas Fisik dan Kimia Air 1999 – 2001. Jakarta: Media Litbang
Kesehatan Volume XIV Nomor 3 Tahun 2004.

Said N. I., 2008. Cara Pengolahan Air Sumur Untuk Kebutuhan Air Minum. http://www.enviro.bppt.go.id/Kel-
1/diakses tanggal 7 Maret 2011.

Anda mungkin juga menyukai