Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Kritis miggu ke 3

Dosen Pengampu : Sri Andayani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

DIAN MAYA ERIANTI

(20650204)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Oleh : Dian Maya Erianti


Judul : Kejang demam

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Program Profesi Ners Mahasiswa SI


Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada
tanggal 05 April – 11 April 2021

Ponorogo, 05 April 2021

Penyusun

( Dian Maya Erianti )

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses

intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi

anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kejang demam merupakan

gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini

merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada

anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi

setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan

frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang

demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2013)

B. Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.


Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 39 0C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
20%-22%.
c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak
oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)
4. Faktor Perinatal dan Pascanatal
 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan timbulnya
bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
5. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak,
seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-
rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012)
C. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab

kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.

Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia

mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan

transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan

ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering

menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2013). Sumber energi otak

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2dan air. Sel

dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di

luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K

ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini

dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh

dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas

muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen

dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang

disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme

otak meningkat

D. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang demam (Pusponegoro, 2016).
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri
kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro,2016).

E. Tanda dan Gejala Klinis

a) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)
b) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
c) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
d) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
e) Lidah atau pipinya tergigit
f) Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g) Inkontinensia (mengompol)
h) Gangguan pernafasan
i) Apneu (henti nafas)
j) Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
a) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam
atau lebih
b) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c) Mengantuk
d) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah, glukosa
darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The
Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2011).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

G. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering
berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat
badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap
pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian
obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental,
Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.
Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1-2 bulan.
Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
penghasilan orang tua. Wong (2012), mengatakan kebanyakan serangan kejang
demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami kejang
dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya
mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis
kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi
atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang
bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung
berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan
jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis
kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot


Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan
sirkulasi otak
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
D.0130 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8 jam diharapkan Observasi:
suhu tubuh tetap berada pada rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
Suhu tubuh meningkat di Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor suhu tubuh
atas rentang normal Meningkat Menurun
tubuh 1 Menggigil
  1 2 3 4 5
  Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
3 Suhu tubuh
  1 2 3 4 5
4 Suhu kulit
  1 2 3 4 5

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Perfusi Serebral Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan TIK
Tidak Efektif Observasi
D.0017 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8 jam diharapkan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
tidak terjadi risiko perfusi serebral tidak efektif.
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
Berisiko mengalami No Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun  Monitor MAP
penurunan sirkulasi . t meningkat g Menurun Terapeutik
darah ke otak 1. Tekanan Intrakranial  Berikan posisi semi fowler
1 2 3 4 5  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
2. Sakit kepala  Cegah terjadinya kejang
1 2 3 4 5 Kolaborasi
3. Gelisah  Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan,
1 2 3 4 5 jika perlu
4. Kecemasan
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
1 2 3 4 5
5. Agitasi
1 2 3 4 5

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Cedera Status Nutrisi Manajemen Keselamatan Lingkungan
D.0136 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jamkeparahan Observasi:
dan cedera yang diamati atau dilaporkan menurun.  Identifikasi kebutuhan keselamatan
 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Pengertian : Kriteria Hasil:
Terapeutik:
Berisiko mengalami Meningkat Cukup Sedang Cukup Menur
 Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
bahaya atau kerusakan Meningkat Menurun un
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
fisik yanng menyebabkan 1 Kejadian Cedera
seseorang tidak lagi   1 2 3 4 5
sepenuhnya sehata atau 2 Luka/Lecet
dalam kondisi baik   1 2 3 4 5  Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci,
3 Pendarahan pagar)
1 2 3 4 5 Edukasi
4 Fraktur  Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
1 2 3 4 5

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
D.0111 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat pengetahuan membaik  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Pengertian : Kriteria Hasil: informasi
Ketiadaan atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
kurangnya informasi Menurun Meningkat
kognitif yang berkaitan 1 Perilaku sesuai anjuran
dengan topik tertentu   1 2 3 4 5
2 Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik
  1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
3 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi
  1 2 3 4 5
4 Persepsi yang keliru terhadap masalah
  1 2 3 4 5
5 Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
1 2 3 4 5
6 Perilaku
1 2 3 4 5
2

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa,
editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2015). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :


10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018.


https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2017). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2016). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2015). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

.
3

Anda mungkin juga menyukai