LP GGK Kritis Faris Fiks
LP GGK Kritis Faris Fiks
Disusun Oleh :
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).
Chronic kidney disease (CKD) adalah keadaan dimana terjadi kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah, serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal(Nursalam & Batticaca, 2011)
Jadi Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan pada organ ginjal sehingga
mengakibatkan kegagalan mempertahankan metabolism serta keseimbangan cairan dan
elektrolit yang ditandai dengan dengan uremia dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah.
B. Klasifikasi
1. Gagal ginjal kronik / Chronic kidney disease (CKD) dibagi 3 stadium:
a. Stadium 1: Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium 2: insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuria (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeotasis cairan dan elektrolit
3) Air kemih / urine isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LPG (Laju Filtrasi Glomerolus)
a. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persistem dan LPG yang
masih normal (>90 ml / menit/ 1,73 m2).
b. Stadium 2: kelainan ginjal dengan albuminaria persistem dan LPG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2.
c. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LPG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2.
d. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LPG antara 15-29 mL/menit/1,73 m2.
e. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LPG < 15 mL/menit/1,732 atau gagal ginjal terminal
C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun penyebabnya, respon yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis tersebut antara lain :
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada glomerulus : glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.
3) Nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal : polcystic kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Obstruksi : batu, tumor, penyempitan atau striktu
b. Penyakit di luar ginjal
1) Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Infeksi di badan : TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis.
4) Pre eklamsia.
5) Obat – obatan.
6) Kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinikyang dapat muncul di berbagai sistem tubuh akibat penyakit ginjal
kronik (PGK) menurut Price & Wilson (2013) adalah sebagai berikut :
a. Sistem hematopoietic
Manifestasi klinik pada sistem hematopoietik yang dapat muncul sebagai berikut
ekimosis, anemia menyebabkan cepat lelah, trombositopenia, kecenderungan perdarahan,
hemolisis.
b. Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada kardiovaskuler antara lain hipertensi,
retinopati dan ensefalopati hipertensif, disritmia, perikarditis (friction rub), edema, beban
sirkulasi berlebihan, hipervolemia, takikardia, gagal jantung kongestif.
c. Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara lain sputum yang
lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, suhu tubuh meningkat, pleural friction rub,
takipnea, batuk disertai nyeri, hiliar pneumonitis, edema paru, halitosis uremik atau fetor.
d. Sistem gastrointestinal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem gastrointestinal manifestasi klinik yang
dapat muncul adalah distensi abdomen, mual dan muntah serta anoreksia menyebabkan
penurunan berat badan, nafas berbau amoniak, rasa kecap logam, mulut kering,
stomatitis, parotitis, gastritis, enteritis, diare dan konstipasi, perdarahan gastrointestinal.
e. Sistem neurologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat PGK antara lain
penurunan ketajaman mental, perubahan tingkat kesadaran, letargi/gelisah, bingung atau
konsentrasi buruk, asteriksis, stupor, tidur terganggu/insomnia, kejang, koma.
f. Sistem musculoskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem skeletal yaitu nyeri sendi, perubahan
motorik –foot dropyang berlanjut menjadi paraplegia, osteodistrofi ginjal, pertumbuhan
lambat pada anak, rikets ginjal.
g. Sistem dermatologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat PGK antara lain
ekimosis, uremic frosts/ “kristal” uremik, lecet, pucat, pigmentasi, pruritus, perubahan
rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis–garis merah –biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein), kulit kering, memar.
h. Sistem urologiManifestasi klinik pada sistem urologi dapat muncul seperti berat jenis
urin menurun, haluaran urin berkurang atau hiperuremia, azotemia, proteinuria,
hipermagnesemia, ketidakseimbangan natrium dan kalium, fragmen dan sel dalam urine
i. Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem reproduksi adalah libido menurun,
disfungsi ereksi, infertilitas, amenorea, lambat puberta
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya sering. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa reabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai retensi
produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit
atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu
- Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
- Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya
25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal,
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul
nokturia dan poliuri.
- Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia).
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari
normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
F. Komplikasi
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebihan.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia
Penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa.
e. Penyakit tulang
Retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar aluminium.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi ditunjukkan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista,
obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
3. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
6. Foto Polos Abdomen menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
7. Pielografi Intravena menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan
faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
8. USG menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
9. Renogram menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal.
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis.
11. Pemeriksaan Radiologi Tulang mencari osteodistrofi (terutama pada falangks / jari)
kalsifikasi metatastik.
12. Pemeriksaan Radiologi Paru mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang
reversible.
14. EKG untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
15. Biopsi Ginjal dilakukan bila terjadi keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya
16. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnostik gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urine :
1) Volume: biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria)).
2) Warna: secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin dan porfirin.
3) Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
4) Osmolatitus: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1 : 1
c. Ureum dan Kreatinin
1) Ureum:
2) Kreatinin: biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
d. Hiponatrenia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis mettabolik
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
Resiko
Sistem GI Kekurangan Gg. Saraf Peningkatan Tidak mampu Penurunan fungsi
Hipovo
anoreksia, eritropoetin otot retensi Na & H2O mengekresi asam dan ekresi ginjal
-lemia
nausea, basa
vomitus
Perfusi Pegal tungkai CES Meningkat Sindrom Uremia
Perifer Tdak dan kesemutan Gg. Asidosis metabolik
Efektif
Penurunan
Defisit Nutisi Tekanan kapiler Curah Pruitus/Gatal
Nyeri Akut Intoleransi Aktivitas naik Hiperventilasi Jantung
Gg. Integritas
Volume Pola Nafas Kulit/Jaringan
Gg. Fungsi trombosit Produksi hemoglobin intenstisial naik Tidak Efektif
dan lekosit menurun
Edema Paru
Oksihemoglobin
Perdarahan Resiko Infeksi turun
Gg. Pertukaran Gas
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
A. Pengkajian
1. Identitas
Gagal ginjal kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50 – 70
tahun), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada
laki - laki. Laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
ginjal mengalami kegagalan filtrasi. Pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal
ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut,
sehingga tidak berdiri sendiri.
2. Keluhan Utama
Keluhan pada pasien gagal ginjal kronik yaitu urine output yang
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, hipertensi, letargi, sesak,
kejang, anoreksia, mual dan muntah, dialoresis, nafas pendek, dyspnea,
fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena
penumpukkan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau
urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses (sekunder
karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit
sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Ada beberapa
penyakit yang berlangsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal
yaitu diabetes melitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis). Kaji
riwayat ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH, dan lain sebagainya
yang mampu mempengaruhi kerja ginjal.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
sisilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut
bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada
anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
4. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahhan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi
tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih
banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh
biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien
mengalami kecemasan.
5. Pola Kesehatan Sehari-hari
a. Nutrisi
Makan: Anoreksia, naussea, vomiting. Diit rendah garam.
Minum: Kurang dari 2 liter/hari
b. Eliminasi
BAK: Oliguria, pengeluaran atau output urin kurang dari 400
ml/kg/hari.
BAB: Konstipasi atau diare.
c. Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering berkemih
d. Aktivitas
Lemah, kelelahan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien dengan gagal ginjal kronik biasanya lemah,
aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-Tanda Vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
(tachypneu), dyspnea.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
2) Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
3) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu nafas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
4) Abdomen
Inspeksi : adanya massa atau pembengkakan, kulit mengkilap atau
tegang
Auskultasi : terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan
arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal)
Palpasi : Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi
infeksi, gagal ginjal kronik
Perkusi : nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis
atau glomerulonefrosis
5) Genetalia
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
6) Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
7) Integumen
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal
yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering.
Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi
retensi dan penumpukan cairan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hiperventilasi
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Edema Paru
3. Penurunan Curah Jantung b.d Gangguan Asidosis Metabolik
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Oksihemoglobin turun dan Kekurangan
Eritropoetin
5. Hipervolemia b.d Peningkatan Retensi Na & H2O
6. Defisit Nutrisi b.d Intake Menurun
7. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d Pruritus/Gatal
8. Nyeri Akut b.d Pegal Tungkai dan Kesemutan
9. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan Otot
10. Resiko Infeksi b.d Gangguan Fungsi Trombosit dan Lekosit
NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
DX KEPERAWATAN INTERVENSI
1. D.0005 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam inspirasi dan Pemantauan Respirasi
Pola nafas tidak atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik. Observasi:
efektif Kriteria Hasil : 1. Monitor pola nafas,
Pengertian : Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun monitor saturasi oksigen
Inspirasi dan/atau Meningkat Menurun 2. Monitor frekuensi,
ekspirisasi yang tidak Dipsnea 1 2 3 4 5 irama, kedalaman dan
memberikan ventilasi Penggunaan otot 1 2 3 4 5
upaya napas
adekuat bantu nafas 3. Monitor adanya
Penyebab: sumbatan jalan nafas
Pemanjangan fase 1 2 3 4 5
1. Depresi pUsat ekspirasi
Terapeutik :
pernapasan 1. Atur Interval
2. Hambatan upaya napas Ortopnea 1 2 3 4 5 pemantauan respirasi
(mis. nyeri saat bernapas, Pernafasan Cuping 1 2 3 4 5 sesuai kondisi pasien
kelemahan otot Hidung 2. Edukasi
pernapasan) Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik 3. Jelaskan tujuan dan
3. Deformitas dinding Memburuk Membaik prosedur pemantauan
dada. Frekuensi nafas 1 2 3 4 5
4. Informasikan hasil
4. Deformitas tulang pemantauan, jika perlu
dada. Kedalaman nafas 1 2 3 4 5 Terapi Oksigen
5. Gangguan Ekskursi dada 1 2 3 4 5 Observasi:
neuromuskular. 1. Monitor kecepatan aliran
6 Gangguan neurologis oksigen
(mis elektroensefalogram 2. Monitor posisi alat
[EEG] positif, cedera terapi oksigen
kepala ganguan kejang). 3. Monitor tanda-tanda
7. maturitas neurologis. hipoventilasi
8. Penurunan energi. 4. Monitor integritas
9. Obesitas. mukosa hidung akibat
10. Posisi tubuh yang pemasangan oksigen
menghambat ekspansi Terapeutik:
paru. 1. Bersihkan ecret
11. Sindrom pada mulut, hidung dan
hipoventilasi. trakea, jika perlu
12. Kerusakan inervasi 2. Pertahankan
diafragma (kerusakan kepatenan jalan napas
saraf CS ke atas). 3. Berikan oksigen
13. Cedera pada medula jika perlu
spinalis. Edukasi:
14. Efek agen 1. Ajarkan keluarga cara
farmakologis. menggunakan O2 di
15. Kecemasan. rumah
Gejala dan tanda Kolaborasi:
mayor: 1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan.
2. Fase ekspirasi
memanjang.
3. Pola napas abnormal
(mis. takipnea.
bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping
hidung.
3. Diameter thoraks
anterior—posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi terkait :
1. Tromboflebitis.
2. Diabetes melitus.
3. Anemia.
4. Gagal Jantung
kongenital.
5. Kelainan jantung
kongenital/
6. Thrombosis
arteri.
7. Varises.
8. Trombosis vena
dalam.
9. Sindrom
kompartemen.
5. Hipervolemia D.0022 :Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kelebihan Manajemen hipevolemia
Pengertian : volume cairan teratasi. Observasi
Peningkatan volume 1. Periksa tanda dan
cairan intravaskular, gejala
interstisial, dan atau hypervolemia
intraseluler Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk (dyspnea, edema,
menurun meningk at CVP meningkat)
Penyebab : at 2. Identifikasi
1.Gangguan mekanisme penyebab
regulasi Asupan 1 2 3 4 5 hipevolemia
2.Kelebihan asupan cairan 3. Monitor status
cairan hemodinamik
Keluaran 1 2 3 4 5
3.Kelebihan asupan (mis.frekuensi
urin
natrium jantung, tkenan
4.Gangguan aliran balik Asupan 1 2 3 4 5 darah)
vena makanan 4. Monitor intak dan
5.Efek agen farmakologis output cairan
Gejala dan tanda Meningk Cukup Sedang Cukup 5. Monitor tanda
mayor : at meningk menurun hemokonsentrasi
Subjektif : at (mis. Kadar
1.Ortpnea natrium)
2.Dispnea Edema 1 2 3 4 5 6. Monitor kecepatan
Objektif : infus secara ketat
1.Edema perifer Asites 1 2 3 4 5 7. Monitor efek
2.Berat badan meningkat Konfusi 1 2 3 4 5 samping deuretik
dalam waktu singkat Terapeutik
3.JVP meningkat
4.Refleks hepatojugularis 1. Timbang berat
positif badan setiap hari
Gejala dan tanda minor pada waktu yang
: sama
Subjektif : - 2. Batasi asupan
Objektif : cairan dan garam
1.Distensi vena jugularis 3. Tinggikan kepala
2.Terdengar suara nafas tempat tidur 30-40
tambahan derajat
3.Hepatomegali Edukasi
4.Kadar Hb/Ht turun
5.Oliguria 1. Anjurakan melapor
6.Intake lebih banyak jika haluaran urin
dari output <0,5mL/kg/jam
7.Kongesti paru dalam 6 jam
Kondisi terkait: 2. Anjurkan melapor
1.Penyakit ginjal jika BB bertambah
2.Hipoalbuminemia > 1 kg dalam sehari
3.Gagal jantung 3. Ajarkan cara
kongestif mengukur dan
4.Kelainan hormone mencatat asupan
5.Penyakit hati cairan dan haluaran
6.Penyakit vena cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian deuretik
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat deuretik
Pemantauan cairan
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi
nafas
3. Monitor tekanan
darah
4. Monitor berat
badan
5. Monitor elastisitas /
turgor kulit
6. Monitor jumlah,
warna, berat jenis
urine
7. Monitort intak –
output cairan
8. Identifikasi tanda-
tnda hypervolemia
9. Identifikasi faktor
resiko
ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
Arif, Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika
Long, B.C. 2011. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2017. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakrta : EGC
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2011. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press.
PPNI DPP SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta :
DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta :
DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta :
DPP PPNI
Thiser, C.Craig and Christopher S.Wilcox. 2012. Gagagl Ginjal Kronik, dalam: Buku Saku
Nefrologi, John C. Peterson.Ed: 3. Jakarta: EGC. 103-115.