Afifah Fadila - Analisis Kasus Korupsi Bantuan Sosial Covid - RSMH Palembang (Individu)
Afifah Fadila - Analisis Kasus Korupsi Bantuan Sosial Covid - RSMH Palembang (Individu)
A. Deskripsi Kasus
Pada tanggal 5 Desember 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi
Tangkap Tangan (OTT) terhadap 6 orang yang diduga terlibat dalam korupsi dana bantuan sosial
(bansos) untuk Covid-19. Selanjutnya, 5 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka yang terbagi
dalam 2 pihak, yaitu 3 orang pihak penerima dana dan 2 orang pihak pemberi. Pihak penerima adalah
Juliari Batubara yaitu Menteri Sosial Republik Indonesia bersama 2 orang pejabat PPK, sedangkan 2
orang pihak pemberi adalah pihak swasta penyedia paket bansos dengan mengamankan barang bukti
uang sebesar 14,5 Milyar Rupiah, yang dimasukkan kedalam koper, ransel dan amplop yang terdiri
dari 3 tiga mata uang, yakni Rp 11, 9 miliar, USD 171,085 dan SGD 23.000.
Perkara itu diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan covid-19 berupa paket
sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020. Pengadaan tersebut bernilai sekitar Rp5,9 Triliun,
dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode. Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan
Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan
cara penunjukan langsung para rekanan. Dari upaya itu diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap
paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi
sebesar Rp. 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket Bansos. Pada pelaksanaan
paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee sebesar Rp. 12 miliar yang pembagiannya
diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp. 8,2 Miliar.
Sedangkan untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan
Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk
keperluan Juliari. (CNN Indonesia.com)
B. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus diatas tersangka Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal
12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1
ke 1 KUHP. Kasus korupsi yang dilakukan oleh Juliari Batubara adalah tindakan yang sangat
merugikan banyak pihak, terkhusus bagi masyarakat yang terdampak Covid-19. Ada banyak bantuan
yang tidak tersalurkan karna dana yang digelapkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Beliau telah dengan sengaja melanggar aturan Presiden yang selalu mensosialisasikan untuk tidak
melakukan korupsi. Dengan demikian, Juliari Batubara sudah tidak menerapkan nilai ANEKA di
dalam melaksanakan tugasnya sebagai Menteri Sosial.
Dari kasus tersebut dapat kita lihat tersangka mengabaikan keutaman nilai-nilai dasar
ANEKA yang mana seharusnya sebagai seorang Menteri harus lebih mengutamakan kondisi
masyarakatnya apalagi di masa pandemi seperti ini. Keserakahan, kebutuhan dan kesempatan menjadi
penyebab utama tersangka berani melakukan tindak pidana korupsi. Secara kompetensi tersangka
merupakan lulusan universitas luar negeri dan memiliki banyak pengalaman dalam bekerja, namun
hal itu tidak menjamin seseorang untuk dapat terhindar dari tindak pidana korupsi. Nilai-nilai dasar
ANEKA tidak hanya dipelajari secara teori namun juga harus diaktualisasi dalam kehidupan sehari-
hari agar kita dapat terhindar dari segala bentuk kejahatan khususnya tindak pidana korupsi
Menurut Teori GONE ada 4 penyebab korupsi yaitu, keserakahan (Greed), kesempatan
(Opportunity), kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Expose).
Keserakahan
Kurang tertanamnya nilai nilai ANEKA dalam mengemban tugas dan jabatan
Mengikuti gaya hidup yang berlebihan
Tidak pernah merasa puas akan keadaan dirinya dan selalu merasa kurang
Kesempatan
Kurangnya pengawasan dalam penyelenggaraan bansos sehingga mencari kesempatan
dalam kesempitan
Tidak adanya transparansi aliran dana bansos, sehingga masyarakat tidak dapat
melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Kebutuhan
Kepentingan partai politik yang membutuhkan dana untuk menutupi dana kampanye
tahun 2019
Kementerian Sosial tidak mendapat dana untuk penyelengaraan bansos seperti anggaran
monitoring, tim kerja, dan rapat makan operasional
Pengungkapan
Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera
pelaku maupun orang lain
Adanya pihak ke-3 yang menimbulkan potensi penyaluran dana yang tidak transparan