Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Alex Putra Bagus Pramuja
NRP:
1103191039
Kelas:
2D3EB
Dosen:
Ardik Wijayanto, ST, MT
I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat membangkitkan beberapa jenis sinyal dasar yang banyak digunakan
dalam analisa Sinyal dan Sistem.
Pada sinyal kontinyu, variable independent (yang berdiri sendiri) terjadi terus-menerus dan
kemudian sinyal dinyatakan sebagai sebuah kesatuan nilai dari variable independent. Sebaliknya,
sinyal diskrit hanya menyatakan waktu diskrit dan mengakibatkan variabel independent hanya
merupakan himpunan nilai diskrit.
Fungsi sinyal dinyatakan sebagai x dengan untuk menyertakan variable dalam tanda (.).
Untuk membedakan antara sinyal waktu kontinyu dengan sinyak waktu diskrit kita
menggunakan symbol t untuk menyatakan variable kontinyu dan symbol n untuk menyatakan
variable diskrit. Sebagai contoh sinyal waktu kontinyu dinyatakan dengan fungsi x(t) dan sinyal
waktu diskrit dinyatakan dengan fusng x(n). Sinyal waktu diskrit hanya menyatakan nilai integer
dari variable independent.
f t , (1)
1,
u(t) t0
(2)
0, t0
Disini tangga satuan (step) memiliki arti bahwa amplitudo pada u(t) bernilai 1 untuk semua t > 0.
-2 -1 0 1 2 t -2 -1 0 1 2 t
Untuk suatu sinyal waktu-kontinyu x(t), hasil kali x(t)u(t) sebanding dengan x(t) untuk t > 0 dan
sebanding dengan nol untuk t < 0. Perkalian pada sinyal x(t) dengan sinyal u(t) mengeliminasi
suatu nilai non-zero(bukan nol) pada x(t) untuk nilai t < 0.
Fungsi ramp (tanjak) r(t) didefinisikan secara matematik sebagai:
t,
r(t) t0
(3)
0, t0
Catatan bahwa untuk t > 0, slope (kemiringan) pada r(t) adalah senilai 1. Sehingga pada kasus
ini r(t) merupakan “unit slope”, yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk dapat disebut
sebagai unit-ramp function. Jika ada variable K sedemikian hingga membentuk Kr(t), maka
slope yang dimilikinya adalah K untuk t > 0. Suatu fungsi ramp diberikan pada Gambar 2b.
Sinyal Periodik
Ditetapkan T sebagai suatu nilai real positif. Suatu sinyal waktu kontinyu x(t) dikatakan
periodik terhadap waktu dengan periode T jika
x(t + T) = x(t) untuk semua nilai t, t (4)
Sebagai catatan, jika x(t) merupakan periodik pada periode T, ini juga periodik dengan
qT, dimana q merupakan nilai integer positif. Periode fundamental merupakan nilai positif
terkecil T untuk persamaan (5).
Suatu contoh, sinyal periodik memiliki persamaan seperti berikut
x(t) = A cos(t + ) (5)
Disini A adalah amplitudo, adalah frekuensi dalam radian per detik (rad/detik), dan
adalah fase dalam radian. Frekuensi f dalam hertz (Hz) atau siklus per detik adalah
sebesar f = /2.
Untuk melihat bahwa fungsi sinusoida yang diberikan dalam persamaan (5) adalah fungsi
periodik, untuk nilai pada variable waktu t, maka:
2
A cos t A cost 2 A cost (6)
Sedemikian hingga fungsi sinusoida merupakan fungsi periodik dengan periode 2, nilai ini
selanjutnya dikenal sebagai periode fundamentalnya.
Sebuah sinyal dengan fungsi sinusoida x(t) = A cos(t+) diberikan pada Gambar 3 untuk nilai
= /2 , dan f = 1 Hz.
1
1
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4
-0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
-1
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
x 2
Dalam hal ini x(n) menyatakan nilai yang ke-n dari suatu deret, persamaan (7) biasanya tidak
disarankan untuk dipakai dan selanjutnya sinyal diskrit diberikan seperti Gambar (4)
Meskipun absis digambar sebagai garis yang kontinyu, sangat penting untuk menyatakan
bahwa x(n) hanya merupakan nilai dari n. Fungsi x(n) tidak bernilai nol untuk n yang bukan
integer; x(n) secara sederhana bukan merupakan bilangan selain integer dari n.
x(n)
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 n
0 n
Gambar 5. Sinyal impuls
Deret unit sample (unit-sampel sequence), (n), dinyatakan sebagai deret dengan nilai
0, n 0
n
1, n 0
(8)
Deret unit sample mempunyai aturan yang sama untuk sinyal diskrit dan system dnegan fungsi
impuls pada sinyal kontinyu dan system. Deret unit sample biasanya disebut dengan impuls
diskrit (diecrete-time impuls), atau disingkat impuls (impulse).
- Sekuen Step
Deret unit step (unit-step sequence), u(n), mempunyai
nilai:
1, n 0 (9)
u n
0, n 0
Unit step dihubungkan dengan unit sample sebagai:
u(n) k (10)
k
(n)
0 n
Gambar 3. Sekuen Step
- Sinus Diskrit
Deret eksponensial real adalah deret yang nilainya berbentuk an, dimana a adalah nilai real.
Deret sinusoidal mempunyai nilai berbentuk Asin(on + ).
Deret y(n) dinyatakan berkalai (periodik) dengan nilai periode N apabila y(n) = y(n+N)
untuk semua n. Deret sinuosuidal mempunyai periode 20 hanya pada saat nilai real ini
berupa berupa bilangan integer. Parameter 0 akan dinyatakan sebagai frekuensi dari sinusoidal
atau eksponensial kompleks meskipun deret ini periodik atau tidak. Frekuensi 0 dapat dipilih
dari nilai jangkauan kontinyu. Sehingga jangkauannya adalah 0 < 0 < 2 (atau - < 0 < )
karena deret sinusoidal atau eksponensial kompleks didapatkan dari nilai 0 yang bervariasi
dalam jangkauan 2k 0< 2(k+1) identik untuk semua k sehingga didapatkan 0 yang
bervariasi dalam jangkauan 0 0 < 2
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
3. Coba anda edit kembali program anda sehingga bentuknya persis seperti pada langkah 1,
kemudian lanjutkan dengan melakukan perubahan pada nilai amplitudo, sehingga bentuk
perintah pada s1 menjadi:
s1=2*sin(2*pi*t*5);
Coba perhatikan apa yang terjadi? Lanjutkan dengan merubah nilai amplitudo menjadi 4, 5,
6,… sampai 20. Apa pengaruh perubahan amplitudo pada bentuk sinyal sinus?
4. Kembalikan program anda sehingga menjadi seperti pada langkah pertama. Sekarang coba
anda lakukan sedikit perubahan sehingga perintah pada s1 menjadi:
s1=2*sin(2*pi*t*5 + pi/2);
Coba anda perhatikan, apa yang terjadi? Apa yang baru saja anda lakukan adalah merubah
nilai fase awal sebuah sinyal dalam hal ini nilai = / 2 = 90o. Sekarang lanjutkan langkah
anda dengan merubah nilai fase awal menjadi 45 o, 120o, 180o, dan 225o. Amati bentuk sinyal
sinus terbangkit, dan catat hasilnya.
1. Buat sebuah file baru dan beri nama coba_kotak.m kemudian buat program seperti berikut
ini. Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=SQUARE(2*pi*5*t);
plot(t,s1,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Gambar 7. Contoh sinyal persegi terbangkit
Dari gambar 7 anda dapat melihat sebuah sinyal persegi dengan amplitudo senilai 1 dan
frekuensinya sebesar 5 Hz.
2. Coba anda lakukan satu perubahan dalam hal ini nilai frekuensinya anda rubah menjadi 10
Hz, 15 Hz, dan 20 Hz. Apa yang anda dapatkan?
3. Kembalikan bentuk program menjadi seperti pada langkah pertama, Sekarang coba anda
rubah nilai fase awal menjadi menjadi 45o, 120o, 180o, dan 225o. Amati dan catat apa yang
terjadi dengan sinyal persegi terbangkit.
2. Anda ulangi langkah pertama dengan cara me-run program anda dan masukan nilai
untuk panjang gelombang dan panjang sekuen yang berbeda-beda. Catat apa yang
terjadi?
stem(x,step)
axis([0 L -.1
1.2])
5. DATA PERCOABAAN
5.1.1. membangkitkan sinyal sinusoida untuk itu coba anda buat program seperti
berikut:
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=sin(2*pi*t*10);
plot(t,s1)
membangkitkan sinyal sinusoida untuk itu coba anda buat program seperti berikut:
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=sin(2*pi*t*15);
plot(t,s1)
Gambar. sinyal sinus untuk s1=sin(2*pi*t*15)
membangkitkan sinyal sinusoida untuk itu coba anda buat program seperti berikut:
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=sin(2*pi*t*20);
plot(t,s1)
s1=2*sin(2*pi*t*5)
Gambar. sinyal sinus untuk Gambar. sinyal sinus untuk
s1=10*sin(2*pi*t*5) s1=15*sin(2*pi*t*5)
5.1.3. merubah nilai fase awal sebuah sinyal dalam hal ini nilai θ = π/ 2 = 90˚ .
Sekarang lanjutkan langkah anda dengan merubah nilai fase awal menjadi
45˚ , 120˚ , 180˚ , dan 225 ˚
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
% -- subplot (ROWS, COLS, INDEX)--
s1=2*sin(2*pi*t*5 + pi/4);
subplot(4,1,1)
plot(t,s1)
grid on
title('Fase Awal 45')
xlabel('s1=2*sin(2*pi*t*5 + pi/4)')
s2=2*sin(2*pi*t*5 + 2*pi/3);
subplot(4,1,2)
plot(t,s2)
title('Fase Awal 120')
xlabel('s2=2*sin(2*pi*t*5 + 2*pi/3)')
s3=2*sin(2*pi*t*5 + pi);
subplot(4,1,3)
plot(t,s3)
title('Fase Awal 180')
xlabel('s3=2*sin(2*pi*t*5 + pi)')
s4=2*sin(2*pi*t*5 + 3*pi/2);
subplot(4,1,4)
plot(t,s4)
title('Fase Awal 270')
xlabel('s4=2*sin(2*pi*t*5 + 3*pi/2)')
5.2. Data percobaan Pembangkitan Sinyal Persegi
5.2.1. buat program seperti berikut ini.
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=square(2*pi*5*t);
plot(t,s1,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Gambar. Sinyal sinyal persegi terbangkit
s1=square(2*pi*5*t);
subplot(4,1,1)
plot(t,s1,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
grid on
title('Frekuensi 5Hz')
xlabel('s1=square(2*pi*5*t)')
s2=square(2*pi*10*t);
subplot(4,1,2)
plot(t,s2,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Frekuensi 10Hz')
xlabel('s2=square(2*pi*10*t)')
s3=square(2*pi*15*t);
subplot(4,1,3)
plot(t,s3,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Frekuensi 15Hz')
xlabel('s3=square(2*pi*15*t)')
s4=square(2*pi*20*t);
subplot(4,1,4)
plot(t,s4,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Frekuensi 20Hz')
xlabel('s4=square(2*pi*20*t)')
Jawaban pertanyaan :
Berdasarkan pengamatan untuk merubah frekuensi dari gelombang kotak perlu mengatur panjang
gelombangnya dari gelombang tersebut karena frekuensi berbanding terbalik dengan panjang
gelombang. Semakin kecil panjang gelombang semakin besar frekuensinya begitu juga sebaliknya
5.2.3. Sekarang mencoba untuk merubah nilai fase awal menjadi menjadi 45 °,120°,180,
225
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=square(2*pi*5*t + pi/4);
subplot(4,1,1)
plot(t,s1,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
grid on
title('Fase Awal 45')
xlabel('s1=square(2*pi*5*t + pi/4)')
s2=square(2*pi*5*t + 2*pi/3);
subplot(4,1,2)
plot(t,s2,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Fase Awal 120')
xlabel('s2=square(2*pi*5*t + 2*pi/3)')
s3=square(2*pi*5*t + pi);
subplot(4,1,3)
plot(t,s3,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Fase Awal 180')
xlabel('s3=square(2*pi*5*t + pi)')
s4=square(2*pi*5*t + 5*pi/4);
subplot(4,1,4)
plot(t,s4,'linewidth',2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
title('Fase Awal 225')
xlabel('s4=square(2*pi*5*t + 5*pi/4)')
Dari plot gambar diatas, tampak bahwa Ketika nilai fase awal (dalam derajat) diubah maka
titik awal munculnya sinyal akan mengikuti perubahan tersebut berdasarkan fase awal yang
ditentukan. Untuk mengubah fase awal ini dapat dilakukan dengan menambahkan nilai
pada program s1, s2, dst. Sehingga programnya menjadi sebagai contoh
s1=square(2*pi*5*t +pi/4); maka sinyal akan mengikuti perubahan tersebut.
6. Analisa
Pada percobaan yang dilakukan pada pembangkitan sinyal terdapat empat percobaan.
Dimana pada percobaan pertama melakukan pembangkitan sinyal waktu kontinyu sinusoidal untuk
angka yang pertama mengganti nilai frekuensi daei 5Hz menjadi 10Hz, 15Hz, 20Hz, dapat dilihat
bahwasanya semakin besar sebuah frekuensi semakin kecil periode nya sehingga gelombangnya
semakin rapat, untuk langkah berikutnya langkah kedua saya mencoba untuk mengubah nilai
amplitudo menjadi berturut-turut dari 10, 15, dan 20. Didapat hasil semakin besar nilai amplitudo
semakin besar nilai puncak gelombang sinus itu juga untuk sebaliknya. berikutnya untuk langkah
ketika saya mencoba untuk merubah nilai fase awal menjadi 45, 120, 180, dan 270.
Lanjut untuk percobaan kedua dari percobaan membangkitkan sinyal waktu kontinyu
persegi untuk langkah pertama membuat program untuk menampilkan sebuah gelombang persegi
dan kemudian kita merubah frekuensinya menjadi 10 hz, 15 hz, dan 20 Hz. dapat dilihat bahwa
Sanya semakin besar frekuensi sebuah gelombang semakin kecil periode nya sehingga
gelombangnya semakin rapat begitu pula untuk sebaliknya. Pada langkah berikutnya kita mencoba
merubah nilai fase awal menjadi 45, 120, 180, 225. Dapat dilihat juga awas makin besar fase dari
sebuah gelombang semakin kecil pula lebar dari sebuah gelombang.
pada percobaan ketiga yakni menampilkan bentuk sinyal dengan memanfaatkan file .wav
langkah pertama kita membuat program yang dapat memainkan video sinyal asli ini juga dapat
diatur untuk memainkan audio di komputer dengan coding, selanjutnya kita coba untuk
menampilkan file audio yang telah dipanggil menjadi bentuk grafik fungsi waktu dapat dilihat juga
bahasanya melalui Octave dapat menampilkan output audio menjadi sebuah grafik fungsi waktu.
Pada percobaan keempat yakni melakukan pembangkitan sinyal kontinyu fungsi RAMP.
Grafik yang dihasilkan menunjukkan nilai y dari 1 hingga 40 adalah 1. Nilai x dari 1 hingga 50
menanjak dari 1 hingga 5.9. Kemudian nilai x selanjutnya adalah 5.9. t1 menunjukkan sumbu y dari
nilai -39 hingga 0 dengan interval 1. T menjukkan nilai sumbu y dari 0 hingga 99 dengan interval 1.
Kemudian sinyal waktu kontinyu ditampilkan dengan perintah plot.
7. Kesimpulan
Pada percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwasanya
1. Frekuensi berbanding terbalik dengan panjang sebuah gelombang
2. Amplitudo berbanding lurus dengan nilai puncak dari gelombang
3. Pembangkitan sinyal kotinyu terdapat 4 jenis yaitu sinusoida, square/kotak, audio,
dan ramp.
4. Fase awal sebuah gelombang pengaruh nilai awal dari nilai puncak gelombang
5. Untuk membuat beberapa gambar sinyal tampil dalam satu frame, digunakan fungsi
subplot
6. OCTAVE dapat menampilkan sinyala audio asli dengan sebuah program untuk
menampilkannya.
7. Pada OCTAVE dapat menampilkan file audio yang telah dipanggil dalam bentuk
grafik sebagai fungsi waktu
8. Tugas
Membuat pembangkitan sinyal eksponensial dengan suatu kondisi frekuensi realnya
adalah nol,dan satu progam lain dimana frekuensi imajinernya nol.
subplot(2,1,1);
fs=100;
t=(1:100)/fs;
w=2;
s1 = exp(j*w*t);
plot(t,s1)
xlabel('t')
ylabel('sin t')
title('Fungsi Eksponensial, Frekuensi Imajiner = 0')
subplot(2,1,2);
fs=100;
t=(1:100)/fs;
a=2;
s1 = exp(a*t);
plot(t,s1)
xlabel('t')
ylabel('sin t')
title('Fungsi Eksponensial, Frekuensi Real = 0')