Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rahmad Wahyudi Ardi

NPM : 181010039
1. Pertanyaan : Kalau seseorang atau beberapa orang tidak merasa puas dengan putusan atau
Penetapan Pengadilan Agama, apakah masih ada upaya lain untuk mendapat keadilan?
Jawaban : Ada, yaitu dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama. Bila putusan
atau penetapan banding itu juga belum juga mernuaskan karena masih merasa belum
mendapatkan keadilan, dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
2. Pertanyaan : Jelaskan apa itu Dispensasi Perkawinan.
Jawaban : Dispensasi adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meskipun usianya
belum mencapai batas minimal 19 tahun. Prinsipnya, seorang laki-laki dan seorang perempuan
diizinkan menikah jika mereka sudah berusia 19 tahun ke atas. Jika ternyata keadaan
menghendaki, perkawinan dapat dilangsungkan meskipun salah satu dari pasangan atau
keduanya belum mencapai usia dimaksud. Artinya, para pihak dapat mengesampingkan syarat
minimal usia perkawinan. Menurut UU Perkawinan yang baru, penyimpangan hanya dapat
dilakukan melalui pengajuan permohonan dispensasi oleh orang tua dari salah satu atau kedua
belah pihak calon mempelai. Bagi pasangan yang beragama Islam, permohonan diajukan ke
Pengadilan Agama. Bagi pemeluk agama lain diajukan ke Pengadilan negeri. Pasal 7 ayat (2) UU
Perkawinan yang baru menegaskan bahwa dispensasi perkawinan dapat diberikan atas alasan
mendesak. Apa yang dimaksud ‘alasan mendesak’? UU Perkawinan menjelaskan bahwa alasan
mendesak adalah keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan
perkawinan. Alasan mendesak itu tak bisa sekadar klaim. Harus ada bukti-bukti pendukung yang
cukup. Menurut UU Perkawinan yang baru menjelaskan bukti-bukti pendukung yang cukup
adalah surat keterangan yang membuktikan bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan
undang-undang dan surat keterangan dari tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orang
tua bahwa perkawinan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan.
3. Apakah putusan atau penetapan Pengadilan Agama itu wajib dilaksanakan ?
Jawaban : Hanya putusan yang bersifat Condemnatoir saja yang harus dilaksanakan, sedangkan
penetapan tidak memerlukan pelaksanaan karena hanya bersifat Declaratoir atau Constitutif.saja.
Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim yang tertuang
dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang
sesuatu hak atau titel maupun status. Pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum
putusan. Misalnya, putusan yang menyatakan ikatan perkawinan sah, perjanjian jual beli sah, hak
pemilikan atas benda yang disengketakan sah atau tidak sah sebagai milik penggugat, penggugat
tidak sah sebagai ahli waris atau harta yang diperkarakan adalah harta warisan penggugat yang
berasal dari harta peninggalan orang tuanya. Jadi, putusan deklarator berisi pernyataan atau
penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum.
4. Pertanyaan : Jelaskan tentang Pencegahan Perkawinan
Jawaban : UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai pencegahan
perkawinan. Pada dasarnya pencegahan perkawinan diperuntukan guna mencegah suatu
perkawinan yang akan dilaksanakan. Setidaknya terdapat 2 (dua) alasan untuk mencegah suatu
perkawinan, yaitu:
a. Perkawinan yang dilakukan ternyata masih terikat perkawinan dengan orang lain.
Apabila terdapat seseorang yang akan melangsungkan perkawinan, ternyata ia masih terikat
perkawinan dengan orang lain, maka perkawinan tersebut dapat dicegah atau dibatalkan.
Adapun dasar hukum dari pencegahan perkawinan ini adalah sebagai berikut:
Pasal 15
“Barang siapa yang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah
pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini.”
b. Perkawinan yang dilakukan ternyata masih dibawah umur (dibawah pengampuan).
Apabila perkawinan tersebut akan dilakukan tidak berdasarkan umur ditetapkan di dalam
undang-undang ini dan tidak mendapatkan persetujuan dari walinya, maka dapat dimintakan
pencegahan perkawinan. Adapun umur perkawinan yang diizinkan untuk pria mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
Adapun dasar hukum pencegahan perkawinan ini adalah sebagai berikut:
Pasal 14 ayat (2)
Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga
dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang
lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang tersebut dalam ayat (1) pasal
ini.
Kemudian pihak-pihak yang dapat mencegah suatu perkawinan diatur dalam Pasal 14 ayat (1)
adalah:
 Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah,
 Saudara,
 Wali nikah,
 Wali pengampu dari salah seorang calon mempelai ,dan
 Pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan permohonan pencegahan perkawinan diajukan ke Pengadilan sebagaimana diatur
dalam Psal 17 yaitu sebagai berikut :
Pasal 17
Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan
akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan.
Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.

5. Pertanyaan : didalam hukum acara peradilan agama ditemukan adanya azas upaya
mendamaikan, jelaskan.
Jawaban : azas upaya mendamaikan yaitu di setiap sidang, hakim pengadilan selalu
mempertanyakan apakah ada upaya untuk damai, hakim selalu bertanya apakah ada upaya untuk
damai sebelum sidang, dipertengahan saat sidang berlangsung, dan sebelum hakim mengetok
palu untuk memberi putusan. contoh kalimatnya seperti "sebelum sidang saya mulai, apakah ada
upaya untuk damai dari pihak-pihak yang akan bersidang''

Anda mungkin juga menyukai