Anda di halaman 1dari 31

MATERNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN INFEKSI POST PARTUM

Oleh Kelompok 4 :

1. Ari Endah Oktafiana ( 191114201679 )


2. Dona Vetrisia Yuniarta ( 191114201685 )
3. Maria Bili ( 191114201703 )
4. Nisrina Noor Sahda J ( 191114201709 )
5. Siti Aisyah ( 191114201720 )
6. Teofaldus Tarus ( 191114201732 )

Dosen Pengampu :
Ari Damayanti W, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG


S1 KEPERAWATAN 3B
2019/20
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas
tentang “Asuhan Keperawatan pada ibu dengan Infeksi Post Partum”. Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas 2. Kami
juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada ibu Ari Damayanti W,
S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut membantu
dalam menyusun makalah ini.
Usaha serta kerja keras telah kami upayakan untuk menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya, namun kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari
kata kesempurnaan sebagai manusia biasa kita tidak jauh dari kesalahan serta kekhilafan,
oleh karena itu apabila ada kesalahan-kesalahan baik dari segi kata-kata atau penulisan
yang tidak sesuai dengan pedoman penulisan makalah yang kami sengaja maupun tidak
kami sengaja, kami mohon maaf.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN KONSEP..............................................................................................6
1. Definisi Infeksi Post Partum...............................................................................6
2. Etiologi................................................................................................................. 6
3. Klasifikasi............................................................................................................. 7
4. Tanda dan Gejala.................................................................................................9
5. Patofisiologi.......................................................................................................10
6. Pengobatan dan Tatalaksana...........................................................................13
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................22
3.1.1 Pengobatan Non farmakologi / herbal.........................................................23
3.1.2 Pengobatan Farmakologi..........................................................................26
BAB IV PENUTUP............................................................................................................27
4.1 Kesimpulan........................................................................................................27
4.2 Saran..................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organitation (WHO) setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan post
partum. Dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari
500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan dan
nifas. Kemudian Angka Kematian Ibu (AKI) di negara ASEAN lainnya, seperti di
Thailand pada tahun 2011 adalah 44/100.000 kelahiran hidup, di Malaysia
39/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 6/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian utama maternal oleh kematian obstetric langsung akibat komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas yang meliputi pendarahan, eklampsia da
infeksi.
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya.. Post partum
adalah interval antara setelah melahirkan bayi sampai kembalinya organ
reproduksi seperti sebelum hamil (Lowdermilk & Perry, 2011). Periode ini juga
disebut puerperium atau trimester ke 4 dari kehamilan, masa ini biasanya
berlangsung selama enam minggu, tetapi setiap perempuan berbeda-beda
(Lowdermilk & Perry, 2011). Pada periode ini terjadi penyesuaian fisik dan
psikologis terhadap proses kelahiran dan kadang-kadang disebut sebagai trimester
empat kehamilan. Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh
pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah
sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan
masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari
penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat
proses persalinan. Diantara infeksi pada masa nifas adalah infeksi yang terjadi
karena perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahir dapat terjadi karena kesalahan
sewaktu memimpin suatu persalinan tetapi dapat juga terjadi karena laserasi atau
tindakan episiotomy.
Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu
terutama di negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah itu terjadi akibat
dari pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain
terjadinya infeksi nifas diantaranya, daya tahan tubuh yang kurang, perawatan
nifas yang kurang baik, kurang gizi atau malnutrisi, anemia, hygiene yang kurang
baik, serta kelelahan. Perilaku personal hygiene atau kebersihan diri adalah suatu
usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri,
memperbaiki dan mempertinggi nilai-nilai kesehatan serta mencegah timbulnya
penyakit. Personal hygiene meliputi kebersihan badan, tangan, kulit/kuku, gigi dan
rambut (Wijaya,2011). Jika tidak melaksanakan perilaku personal hygiene yang
benar hal ini beresiko menyebabkan infeksi post partum karena adanya luka
diperineum, laserasi pada saluran genital termasuk pada perineum, dinding vagina
dan serviks.

1.2 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari infeksi post partum
2) Untuk mengetahui tanda gejala dari infeksi post partum
3) Untuk mengetahui asuhan keperawatan terhadap pasien post partum yang
berhubungan dengan personal hygiene
4) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan non medis dari infeksi post
partum yang berhubungan dengan personal hygiene
BAB II
TINJAUAN KONSEP

1. Definisi Infeksi Post Partum


Post partum adalah masa setelah melahirkan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan dan organ reproduksi yang lamanya 6 minggu
atau masa setelah melahirkan dapat juga disebut masa nifas (puerperium). Post
partum adalah kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula seperti
sebelum hamil yaitu masa 6 minggu sejak bayi dilahirkan. Infeksi adalah
berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia
yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya. Diantara infeksi pada masa nifas
adalah infeksi yang terjadi karena perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahir dapat
terjadi karena kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan tetapi dapat juga
terjadi karena laserasi atau tindakan episiotomy. Infeksi ini terjadi setelah
persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses
persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan
berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-
alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
2. Etiologi
Menurut Lusa (2011), infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman
ke dalam organ kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan
infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjad
3 yaitu i:
1. Ektogen (kuman datang dari luar jalan lahir)
2. Autogen (kuman dari tempat lain)
3. Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin
juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah Streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dari penderita lain, alatalat yang tidak steril, tangan penolong
dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan
infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
3. Klasifikasi
1. Infeksi Uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks
atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Infeksi
paska persalinan yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu
infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah
lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar,
setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang
terlalu dini.
b. Miometritis ( infeksi otot Rahim )
Miometritis adalah radang miometrium. Miometrium adalah tunika
muskularis uterus.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim)
Parametritis atau disebut juga sellulitis pelvika adalah radang yang
terjadi pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman.
2. Syok Bakteremia
Infeksi kritis, terutama yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septik). Ibu hamil, terutama
mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat
imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang
menderita endometritis selama periode post partum.
3. Peritonitis
Peritonitis post partum bisa terjadi karena meluasnya endometritis,
tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelviks. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat
patogen dan merupakan penyakit berat. Kemungkinan bahwa abses pada
sellulitis pelviks mengeluarkan nanah ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang bukan peritonitis umum, terbatas
pada daerah pelvis.
4. Infeksi Saluran Kemih
5. Infeksi septikemia dan piemia
Infeksi septikemia dan piemia merupakan infeksi nifas yang penyebarannya
melalui pembuluh darah.
Sebagai seorang perawat kita juga harus bias membedakan atau mengklasifikasi
luka perineum tersebut untuk menentukan perawatan yang akan dilakukan, berikut
adalah Robekan pada vagina dan perineum setelah melahirkan dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tingkat sesuai ukuran atau kedalamannya, yaitu:
a) Tingkat 1
Robekan terjadi di lapisan kulit dan jaringan sekitar vagina, namun belum
mencapai otot. Robekan berukuran kecil dan dapat sembuh tanpa proses
penjahitan.
b) Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam dan tidak hanya melibatkan kulit dan
jaringan sekitar vagina, tapi juga otot. Robekan tingkat 2 sering kali perlu
dijahit lapis demi lapis dan membutuhkan waktu berminggu-minggu agar
bekas jahitan bisa pulih.

c) Tingkat 3

Robekan tingkat 3 mencakup robekan pada kulit, otot perineum, hingga otot
yang mengelilingi anus. Robekan ini tergolong parah dan harus dijahit di
ruang operasi. Pada kasus tertentu, ibu yang mengalami robekan perineum
yang berat ini bisa mengalami komplikasi berupa inkontinensia tinja dan
nyeri saat berhubungan seksual.

d) Tingkat 4

Robekan tingkat 4 lebih dalam dari otot anus, bahkan mencapai


usus. Proses penjahitan pun juga harus dilakukan di ruang operasi.Sama
seperti robekan tingkat 3, robekan tingkat 4 juga dapat menimbulkan
komplikasi meski sudah dijahit. Komplikasi tersebut dapat berupa
inkontinensia tinja dan rasa nyeri yang bisa berlangsung selama berbulan-
bulan.

4. Tanda dan Gejala


Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit di daerah infeksi, berwarna
kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat
berbentuk:
a. Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna
kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena
nyeri, temperature badan dapat meningkat
b. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperature meningkat, tekanan darah
menurun dan nadi meningkat, pernafasan dapat meningkat dan terasa
sesak, kesadaran gelisah sampai menurun dan koma, terjadi gangguan
involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor
Menurut Mark of Dimes tanda dan gejala infeksi post partum adalah :
1. Nyeri perut bawah, demam rendah, keputihan dan lokia yang berbau busuk
(tanda-tanda Endometritis).
2. Pada payudara akan terasa sakit, keras, hangat dan merah
3. Demam, menggigil, nyeri otot, kelelahan atau sakit kepala (tanda-tanda
mastitis)
4. Kemerahan, pembengkakan, meningkatnya rasa sakit di sekitar area
sayatan atau luka.
5. Sulit dan nyeri saat buang air kecil, merasa seperti ingin buang air kecil
dengan sering dan mendesak. Namun, hanya sedikit urin, urin keruh dan
berdarah (tanda-tanda infeksi saluran kemih).

5. Patofisiologi
Infeksi nifas setelah pervaginam terutama mengenai tempat implantasi
plasenta dan desidua serta miometrium di dekatnya. Pada sebagian kasus, lochea
yang keluar berbau, banyak, berdarah dan kadang-kadang berbusa. Pada kasus
lain lochea hanya sedikit dan ini menyebabkan involusi uterus dapat terhambat.
Potongan mikroskopis mungkin memperlihatkan lapisan bahan nekrotik di
superfisial yang mengandung bakteri dan sebukan leukosit padat. Sewaktu
persalinan, bakteri yang mengkoloni serviks dan vagina memperoleh akses ke
cairan amnion, dan post partum. Bakteri-bakteri ini akan menginvasi jaringan mati
di tempat histerektomi. Kemudian terjadi selulitis para metrium dengan infeksi
jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat disebabkan oleh
penyebaran limfogen organisme dari tempat laserasi serviks atau insisi/ laserasi
uterus yang terinfeksi. Proses ini biasanya terbatas pada jaringan para vagina dan
jarang meluas ke dalam panggul.
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat
itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel
fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut
inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan
jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka
sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit
kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu
rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk
flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat).
Kuman Patogen

Endogen, Eksogen,
Autogen

Injeksi Post Partum

Vulvilitas Peritonium

Infeksi pada Trauma


Kurang informasi persalinan
bekas sayatan
mengenai hygine

Kontaminasi
Jaringan sekitar bakteri
Defisiensi
membengkak dan merah
Pengetahunan

Peradangan
Jaringan mudah
Nyeri lepas

Penumpukan
Hipertermi cairan rongga
Luka terbuka peritonium

Istirahat Gangguan
Kerusakan Ulkus dan pus terganggu Pola Tidur
Integritas Jaringan
6. Pengobatan dan Tatalaksana
 Medis
1. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
2. Perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominan dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
3. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut
dengan masker yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan
masuk ke kamar bersalin.
4. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang dan lakukan bila ada indikasi
dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
5. Gunakan chlorhexidine-alcohol untuk mempersiapkan kulit
6. Pemberian analgesic dan kolaborasi pemberian antibiotic
 Non Medis
1. Koitus pada hamil tua dihindari atau dikurangi dan dilakukan dengn berhati-
hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Bila terjadi infeksi akan
mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban
pecah terlalu lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.
2. Mandi dengan antiseptic pada pagi hari
3. Cukur rambut kemaluan dengan lippers dibandingkan dengan pisau cukur.
4. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus steril.

2.7 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Informasi identitas : meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemeberian informasi
b) Keluhan utama : masalah yang dirasakan klien yang sangat
mengganggu pada saat dilakukan pengkajian pada klien angina
pectoris seperti nyeri.
c) Riwayat kesehatan sekarang : yang diperhatikan adanya keluhan
palpitasi dan sesak nafas yang disertai rasa mual dan sakit kepala
d) Riwayat kesehatan masa lalu : apakah klien sebelumnya pernah
melakukan operasi, riwayat penyakit saat masih anak-anak, serta
riwayat alergi.
e) Riwayat psikologis : bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang
diderita, apakah ada perasaaan rendah diri atau bagaimana cara klien
mengekspresikannya.
f) Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita angina pectoris.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
 Tekanan darah : Umumnya dalam batasan normal selama
kehamilan
 Suhu : Normal kurang dari 38°
 Nadi : Normal frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/menit
 Pernafasan : Normal 16 sampai 20 kali/menit
b. Kepala dan wajah
 Inpeksi : Kebersihan dan kerontokan rambut (normal rambut bersih,
tidak terdapat lesi pada kulit kepala dan rambut tidak rontok),
cloasmagravidarum, keadaan sclera (normalnya sclera berwarna
putih), konjungtiva (normalnya konjungtiva berwarna merah muda,
kalau pucat berarti anemis), kebersihan gigi dan mulut (normalnya
mulut dan gigi bersih, tidak berbau, bibir merah), caries.
 Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah; palpasi pembesaran
getah bening (normalnya tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar
tiroid.
c. Dada
 Inspeksi irama napas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung,
hiting frekuensi. Payudara: pengkajian payudara pada ibu post
partum meliputi inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan
kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada nyeri tekan
guna menentukan status laktasi. Normalnya putting susu
menonjol, areola berwarna kecoklatan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada bekas luka, , payuadara simetris dan tidak ada
benjolan atau masa pada saat di palpasi.
d. Abdomen
 Inspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi, adanya
linea atau tidak. Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses
uterus kembali ke ukuran dan kondisinya sebelum kehamilan, di
ukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus,
masase dam peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia
4 sampai 8 jam. TFU pada hari pertama setinggi pusat, pada
hari kedua 1 jari dibawah pusat, pada hari ketiga 2 jari dibawah
pusat, pada hari keempat 2 jari diatas simpisis, pada hari
ketujuh 1 jari diatas simpisis, pada hari kesepuluh setinggi
simpisi. Konsistensi fundus harus keras dengan bentuk bundar
mulus. Fundus yang lembek atau kendor menunjukan atonia
atau subinvolusi. Kandung kemih harus kosong agar
pengukuran fundus akurat, kandung kemih yang penuh
menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
e. Vulva dan vagina
Melihat apakah vulva bersih atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi.
Lokea: karakter dan jumlah lochea secara tidak langsung
menggambarkan kemajuan penyembuhan normal, jumlah lochea
perlahan-lahan berkurang dengan perubahan warna yang khas yang
menunjukan penurunan komponen darah dalam aliran lochea. Jumlah
lokia sangat sedikit noda darah berkurang 2,5-5 cm= 10 ml, sedikit noda
darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml, sedang noda darah berukuran
berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml, sedang noda darah berukuran <15 cm=
25ml, banyak pembalut penuh= 50-80 ml. karakteristik lochea rubra
(merah terang, mengandung darah, bau amis yang khas, hari ke 1
sampai ke 3 post partum), serosa (merah muda sampai coklat merah
muda, tidak ada bekuan, tidak berbau, hari ke empat sampai hari ke
tujuh), alba (krem sampai kekuningan, mungkin kecoklatan, tidak
berbau, minggu ke 1 samapi ke 3 post partum).
f. Perineum
Pengkajian darerah perineum dan perineal dengan sering untuk
mengidentifikasi karakteristik normal atau deviasi dari normal seperti
hematoma, memar, edema, kemerahan, dan nyeri tekan. Jika ada
jahitan luka, kaji keutuhan, hematoma, perdarahaan dan tanda-tanda
infeksi (kemerahan, bengkak dan nyeri tekan). Daerah anus dikaji
apakah ada hemoroid dan fisura. Wanita dengan persalinan spontan
per vagina tanpa laserasi sering mengalami nyeri perineum yang lebih
ringan. Hemoroid tampak seperti tonjolan buah anggur pada anus dan
merupakan sumber yang paling sering menimbulkan nyeri perineal.
Hemoroid disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar paanggul oleh
bagian terendah janin selama kehamila akhir dan persalinan akibat
mengejan selama fase ekspulsi.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
 Rotgen
 Ultrasonografi
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d luka episotomi perineum
b. Nyeri akut b.d luka episotomi perineum
c. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal psikososial dan proses
persalinan
d. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang perawatan post
partum.
5. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d 1. Warna kulit kemerahan mulai  Observasi
luka episotomi perineum menurun 1. Identifikasi penyebab gangguan
2. Suhu kulit pasien kembali integritas kulit.
normal atau membaik  Terapeutik
3. Pasien tampak lebih nyaman 1. Bersihkan perineal dengan air
dan rileks. hangat
4. Perfusi jaringan pasien mulai 2. Gunakan produk berbahan
meningkat ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
3. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
 Edukasi
1. Anjurkan minum air yang cukup
2. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
3. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
2. Nyeri akut b.d luka episotomi perineum 1. Kemampuan menuntaskan  Observasi
aktivitas pasien mulai meningkat 1. Identikasi karateristik, frekuensi
2. Keluhan nyeri pasien mulai
menurun dan intensitas nyeri
3. Tekanan darah pasien kembali 2. Identifikasi skala nyeri
normal 3. Identifikasi faktor yang
4. Pasien mulai merasa nyaman memperberat dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
 Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
3 Gangguan pola tidur b.d respon 1. Keluhan sulit tidur pada pasien  Observasi
. hormonal psikososial dan proses mulai berkurang 1. Identifikasi pola aktivitas dan
persalinan 2. Pasien dapat tidur dengan tidur
cukup dan puas 2. Identifikasi faktor pengganggu
tidur (fisik dan atau psikologis)
3. Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi
 Terapeutik
1. Fasilitasi menghilangkan stres
ebelum tidur
2. Tetapkan jadwal tidur rutin
3. Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan tindakan untuk
menunjang siklus tidur.
 Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
3. Ajarkan relaksasi otot autogenic
atau cara noonfarmakologi
lainnya
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya 1. Pasien dapat menyatakan  Observasi
informasi tentang perawatan post pemahaman tentang 1. Idetifikasi informasi yang akan
partum. kondisipenyakit disampaikan
2. Pasien dapat berpartisipasi 2. Identifikasi pemahaman tentang
dalam program pengobatan. kondisi kesehatan saat ini.
3. Pasien dapat melakukan 3. Identifikasi kesiapan menerima
perubahan pola hidup. informasi
 Terapeutik
1. Dahulukan menyampaikan
informasi baik (positif) sebelum
menyampaikan informasi
kurang baik (negatif) terkait
kondisi pasien.
2. Catat identitas dan nomor
kontak pasien untuk memfollow
up kondisi pasien.
3. Fasilitasi akses pelayanan pada
saat dibutuhkan.
 Edukasi
1. Berikan informasi berupa alur,
leaflet atau gambar untuk
memudahkan pasien
mendapatkan informasi
kesehatan.
2. Anjurkan keluarga mendampingi
pasien selama fase akut,
progresif atau terminal jika
memungkinkan.
BAB III
PEMBAHASAN

Luka perineum adalah robekan pada perineum yang terjadi pada hampir
semua persalinan normal pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat (Prawirohardjo,
2010). Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda-tanda perineum utuh,
vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan rugae. Pada persalinan
akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum
yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Diane, 2009).
Dari faktor janin, bisa karena kepala janin besar atau janin itu sendiri besar. Kepala
janin besar dan janin besar dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum (Diane,
2009).
Adanya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih
maupun jalan lahir. Infeksi yang terjadi karena adanya luka atau robekan pada
jalan lahir menyebabkan kuman akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh,
sehingga bakteri patogen akan berkembang biak dan menjadi sarang kuman
tersebut. Selain menghambat proses penyembuhan pada luka, infeksi juga dapat
menyebabkan kerusakan pada sel penunjang. Hal tersebut disertai oleh faktor
penyebab infeksi post partum yang disebabkan oleh daya tahan tubuh yang lemah,
perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi atau malnutrisi, anemia, dan
tindakan hygiene yang kurang sempurna. Infeksi post partum yang terjadi pada ibu
menimbulkan rasa tidak nyaman yang berakibatkan ibu akan mengalami nyeri
pada infeksi yang terjadi dan mobilitas fisik ibu semakin terbatas.
Penyembuhan pada luka perineum dapat dilakukan dengan medis
konvensional maupun dengan terapi komplementer. Pengobatan komplementer
memanfaatkan bahan yang bersifat alami dan tradisional. Pengobatan yang
berasal dari bahan alam seperti halnya herbal terbukti efektif sebagai alternatif
dalam perawatan masa nifas yang dapat membantu dalam mengurangi nyeri
perineum dan mempercepat penyembuhan luka perineum. Berikut beberapa hasil
literature review terkait pemanfaatan herbal dalam penyembuhan luka perineum
yaitu :
3.1.1 Pengobatan Non farmakologi / herbal
3.1.1.1 Lidah Buaya (aloevera)
Lidah buaya merupakan suatu tanaman yang telah digunakan
sejak jaman kuno. Secara in vitro ekstrak atau kandungan komponen
yang terdapat pada lidah buaya dapat membantu dalam merangsang
poliferasi beberapa jenis sel. Lidah buaya dapat dikemas dalam bentuk
gel yang dapat membantu dalam meningkatkan penyembuhan luka
perineum serta menurunkan nyeri lebih cepat.Kandungan lendir pada
lidah buaya terdiri dari beberpa glikoprotein yang dapat mencegah inflasi
rasa sakit dan membantu penyembuhan pada luka internal maupun
eksternal. Lidah buaya juga terdiri dari polisakarida yang bisa membantu
untuk merangsang penyembuhan luka dan pertumbuhan kulit baru. Dari
hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan gel lidah buaya lebih
cepat menyembuhkan luka serta menurunkan nyeri lenih cepat pada
perineum dibandingkan dengan penggunaan normal salin, dikarenakan
penggunaan gel aloevera dalam penyembuhan luka membantu dalam
mengisolasi pertumbuhan organisme atau bakteri.
3.1.1.2 Kayu Manis (Cinnamon)
Kayu manis merupakan tanaman herbal yang memiliki kandungan
senyawa aktif yang mempunyai efek farmakologi antara lain sebagai
antiinflamasi, antioksidan, dan antimikroba. Kandungan seperti
antiinflamasi dan analgesik dalam kayu manis dapat membantu dalam
penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mohammadi A et al didapatkan hasil bahwa
penggunaan salep dengan ekstrak kayu manis lebih cepat dalam
menurunkan intensitas nyeri dan penyembuhan luka secara signifikan
lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan salep plasebo.
3.1.1.3 Teh Hijau (Camellia Sinensis)
Teh hijau mempunyai aktivitas antioksidan dan sifat antiinflamasi.
Stress oksidatif berimplikasi pada berbagai proses degeneratif dan
terjadinya penyakit termasuk kondisi inflamasi akut maupun kronis seperti
penyembuhan luka. Di dalam teh terkandung senyawa katekin yang
berperan dalam kesehatan seperti menghilangkan bau, menghambat
pertumbuhan jamur, bakteri, tumor, serta virus (Anjarsari,2016). Katekin
yang terkandung dalam teh hijau juga dapat membantu mempercepat
penyembuhan luka.
Katekin yang terkandung dalam daun teh hijau, terutama
Epigallocatechin gallate (EGCG) diketahui memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriosidal tergantung konsentrasinya. Senyawa katekin, khususnya
epicatechin gallate memiliki efek untuk mempercepat pembentukan
pembuluh darah di area luka, sehingga bermanfaat dalam pendistribusian
nutrisi yang kuat untuk penyembuhan luka. EGCG bekerja dengan cara
merusak suatu dinding sel bakteri dan membran sitoplasma sehingga
menyebabkan denaturasi protein (Ainiah,2018). Selain itu, Quercetin juga
telah diketahui memiliki efek dalam membunuh dan menghambat
pertumbuhan bakteri, yaitu dengan cara menghambat DNA girase,
sehingga menghentikan proses pembentukan DNA untai ganda pada
bakteri. Selain EGCG dan Quercetin, teh hijau juga mengandung tanin yang
telah diketahui memiliki efek sebagai antibiotik. Tanin mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengkoagulasi protein protoplasma
bakteri, sehingga terjadi denaturasi pada protein tersebut dan pada
akhirnya akan menyebabkan lisisnya bakteri (Taylor PW, 2009). Suprapto,
(2012) menyatakan bahwa senyawa tanin mengandung anti-bakteri dimana
senyawa tersebut membantu mengkerutkan dinding sel atau membran sel
sehingga menghambat permeabilitas bakteri untuk berkembang.
3.1.1.4 Putih Telur
Protein atau zat putih telur ayam kampung yang dikonsumsi sebagai
bahan utama dalam pembentukan sel jaringan yang rusak dan disebut juga
sebagai unsur zat pembangun (Moehji, 2017). Protein dari telur dibutuhkan
sebagai zat pembangun yang membentuk jaringan otot tubuh dan
mempercepat penyembuhan luka jahit pada perineum ataupun jalan lahir
(Walyani, 2017). Di dalam telur rebus mengandung zat kolin yang
mempunyai efek memperbaiki sel tubuh yang rusak sehingga dapat
membantu proses pembentukan jaringan baru dan sehat menggantikan
jaringan yang sudah aus (Yogya, 2017)
3.1.1.5 Daun Binahong (Anredera Cordifiola)
Daun binahong mengandung beberpa kandungan kimia yaitu
flavonoid, asam oleanolik, protein, saponin dan asam askorbat. Kandungan
pada asam askorbat penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilasi
dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat membantu dalam proses
penyembuhan pada luka. Flavonoid dapat berperan langsung sebagai
antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri
dan virus. Alkaloid adalah bahan organik yang mengandung nitrogen
sebagai bagian dari sistem heterosiklik. Alkaloid memiiliki aktivitas
hipoglikemik. Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik
membantu tubuh dalam proses sintesa organik dan pemulihan sel –sel
tubuh. Sedangkan saponin dapat menurunkan kolesterol, mempunyai sifat
sebagai antioksidan, antivirus dan antikarsinogenik dan manipulator
fermentasi rumen.
Mutiara, Nurdiana & Utami (2015) dalam artikelnya juga menyatakan
bahwa binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dapat sebagai
antiinflamasi. Hal ini diperkirakan karena adanya senyawa golongan
flavonoid dan asam ursolat. Mekanisme flavonoid dalam menghambat
proses terjadinya inflamasi melalui efek penghambatan pada jalur
metabolisme asam arakhidonat, pembentukan prostaglandin, dan
pelepasan histamin pada radang. Jadi pada fase ini makrofag bisa dengan
mudah menjalankan fungsinya sebagai fagosit bagi sel-sel debris dan
mikroorganisme lain yang ada dalam luka.
3.1.2 Pengobatan Farmakologi
3.1.2.1 Povidone Iodine 10%
Povidone Iodine 10% mampu membunuh semua mikroorganisme
penyebab infeksi yang secara perlahan – lahan melepaskan iodium bila
kontak dengan kulit/mukosa. Bila digunakan berulang kali akan berkumulasi
didalam kulit yang mengakibatkan efek antiseptiknya dapat bertahan dalam
waktu yang relatif lama. Providone Iodine 10% dapat digunakan untuk
berbagai macam luka diantaranya yaitu: luka abrasi,ulserasi, luka bedah,
luka bakar, dan lain-lainnya. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi,
reaksi toksik dari Iodine akan mengakibatkan iritasi pada beberapa orang
yang sensitif, kombinasi dengan PVP (Polyvinypylroiodine) akan
mengurangi efek iritasinya tetapi berkurang efek antimikrobanya; kulit
terbakar; dan perubahan warna kulit. Penggunaan Iodine dapat mengubah
pigmentasi kulit menjadi merah gelap, efek ini juga berkurang dengan
adanya kombinasi dengan PVP (Polyvinypylroiodine). (Fauziah, 2010)
3.1.2.2 Eusol
Eusol merupakan desinfektan yang digunakan untuk mendesinfeksii
bermacam-macam permukaan dengan zat-zat kimiawi, yaitu dengan
mematikan atau menghentikan pertumbuhan pathogen yang terdapat pada
luka. Tujuan penggunaan eusol ini pada kulit adalah untuk membasmii
mikroorganisme yang kebetulan berada di permukaan kulit, tetapi tidak
memperbanyak diri ditempat itu dan pada umumnya akan mati sendiri
(transien flora). Begitu pula resident flora, yakni jasad-jasad renik yang
merupakan penghuni alamiah di kulit dan terutam terdiri dari mikrokok
patogen, seperti Staphylococus epidermidis, Corynebacteri, Propioni
bacteri, dan kadang-kadang Staphylococus aureus. Flora ini terdapat ada
lokasi yang lebih dalam dan lebih sukar dihilangkan daripada flora transien.
( Fauziah, 2010)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Infeksi yang terjadi pada luka post partum disebabkan adanya kuman
yang masuk ke dalam tubuh yang berkembangbiak dan menyebabkan
terjadinya luka infeksi. Infeksi yang terjadi pada ibu post partum jika tidak
segera ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian pada ibu. Infeksi
yang terjadi karena adanya luka atau robekan pada jalan lahir menyebabkan
kuman akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh, sehingga bakteri patogen
akan berkembang biak dan menjadi sarang kuman tersebut.
Infeksi post partum yang terjadi pada ibu menimbulkan rasa tidak
nyaman yang berakibatkan ibu akan mengalami nyeri pada infeksi yang terjadi
dan mobilitas fisik ibu semakin terbatas. Robekan terjadi di lapisan kulit dan
jaringan sekitar vagina, namun belum mencapai otot. Robekan yang terjadi
lebih dalam dan tidak hanya melibatkan kulit dan jaringan sekitar vagina, tapi
juga otot. Robekan tingkat 3 mencakup robekan pada kulit, otot perineum,
hingga otot yang mengelilingi anus. Robekan tingkat 4 lebih dalam dari otot
anus, bahkan mencapai usus. Sama seperti robekan tingkat 3, robekan tingkat
4 juga dapat menimbulkan komplikasi meski sudah dijahit. Komplikasi tersebut
dapat berupa inkontinensia tinja dan rasa nyeri yang bisa berlangsung selama
berbulan-bulan. Pada saat ini banyak cara untuk mencegah maupun
mengatasi terjadinya infeksi pada post partum. Tindakan tersebut dilakukan
untuk mencegah Angka Kematian Ibu yang cukup tinggi di negara Indonesia.
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengobatan komplementer dengan memanfaatkan bahan yang
bersifat alami, mengambil dari alam seperti herbal terbukti efektif
sebagai alternatif dalam perawatan masa nifas. Penggunaan
tanaman seperti lidah buaya, kayu manis, daun sirih merah, daun
pegagan, dan teh hijau terbukti efektif dalam mengurangi nyeri
perineum dan mempercepat penyembuhan luka perineum.
2. Penyembuhan Luka selama 3 hari dengan menggunakan Eusol
yaitu terdiri atas penyembuhan luka dengan kategori lama
sebanyak 6 responden (60%) dan penyembuhan luka dengan
kategori sedang sebanyak 2 responden (40%) sedangkan
penyembuhan luka dengan kategori cepat adalah 0 responden (0
%).
3. Penyembuhan Luka selama 6 hari dengan menggunakan
povidineiodine yaitu penyembuhan luka dengan kategori lama
sebanyak 2 responden (40%) dan penyembuhan luka dengan
kategori sedang sebanyak 3 responden (60%) sedangkan
penyembuhan luka dengan kategori cepat adalah 0 responden (0
%).

4.2 Saran
Saran kelompok dari asuhan keperawatan pada ibu dengan infeksi post
partum adalah kita sebagai seorang perawat hendanya memberikan edukasi
atau pengetahuan kepada ibu post partum untuk melakukan beberapa hal
yang dapat mencegah atau menghindari infeksi pada daerah perineum
contohnya, seperti memberikan pengetahuan tentang cara personal hygiene /
vulva hygiene, cara melakukan senam nifas dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Armini, Ni Ketut Alit, et al. "Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2." (2016).
BAB, I., and KONSEP DASAR POSTNATAL CARE. "1.2 Klasifikasi."
Manoe, Tiara. Asuhan Keperawatan Post Partum Pada Ny. NL Dengan G2 P2ao Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase, Kota Kupang. Diss. Poltekkes Kemenkes Kupang,
2019.
Mutdinia, Gaharuni Sahika. "ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO INFEKSI PADA POST
PARTUM SPONTAN DENGAN EPISIOTOMI." (2019).
Siagian, N. A., Nusaibah, S., & Manalu, A.B. (2019). Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap
Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Cesaria. Jurnal Keperawatan
Medik, 2(1), 14-17
Timbawa, S., Kundre, R., & Bataha, Y. (2015). Hubungan vulva hygiene dengan
pencegahan infeksi luka perineum pada ibu post partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan, 3(2)
Tulas, Verby Divini Prety, Rina Kundre, and Yolanda Bataha. "Hubungan Perawatan Luka
Perineum Dengan Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado." Jurnal Keperawatan 5.1 (2017).
Timbawa, Sriani, Rina Kundre, and Yolanda Bataha. "Hubungan vulva hygiene dengan
pencegahan infeksi luka perineum pada ibu post partum Di Rumah Sakit
Pancaran Kasih Gmim Manado." Jurnal Keperawatan 3.2 (2015).
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12065/2/T1%20_462008062_BAB
%20II.pdf
Pratiwi, Y. S., Handayani, S., & Hardaniyati, H. (2020). Pemanfaatan Herbal Dalam
Penyembuhan Luka Perineum. Jurnal Kesehatan Qamarul Huda, 8(1), 22-28.
Yufdel, Y., Nasution, S. K., & Harahap, S. (2015). PERBEDAAN PENGARUH
PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN POVIDONE IODINE DAN EUSOL
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA PASIEN POST
PARTUM DI RS FAJAR MEDAN TAHUN 2015. Jurnal Ilmiah PANNMED
(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist), 10(1),
111-120.

Anda mungkin juga menyukai