Perkiraan APBN
Perkiraan-perkiraan APBN terdiri dari:
penerimaan
pengeluaran
transfer
surplus/defisit dan
pembiayaan
T-Account
Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di kolom yang
berbeda
T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
Dalam versi T-account, format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang berarti sisi
penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah
pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan, kemudian kekurangannya
ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri
T-Account (Cont’d)
Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Versi T-account tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan akibat dari sistem anggaran
yang terpusat
Pada format T-account, pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan
pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai
pengeluaran rutin
I-Account
Dalam I-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran tidak dipisahkan atau dalam
satu kolom
I-account menerapkan anggaran defisit/surplus
Dalam versi I-account, anggaran surplus/defisit diadopsi. Perubahan – perubahan itu
dengan jelasnya digambarkan oleh posisi overall balance
I-Account (Cont’d)
Defisit/surplus adalah perbedaan antara jumlah penerimaan dan hibah, dan jumlah
pengeluaran. Perbedaan negatif-jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah
penerimaan- berarti defisit.
Jika perbedaan adalah positif –jumlah penerimaan dan hibah lebih besar dari jumlah
pengeluaran- itu berarti surplus.
Sumber – sumber pembiayaan untuk menutup defisit mungkin berasal dari
pembiayaan dalam dan luar negeri
I-Account (Cont’d)
Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah
versi I-account dengan jelas menunjukan komposisi jumlah anggaran yang dikelola
oleh pemerintah daerah
I-account, pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai
pembiayaan anggaran
Penyusunan APBN
Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional atas nama Presiden
mempunyai tanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan APBN. Menteri
Keuangan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan konsep anggaran
belanja rutin. Sementara itu Bappenas dan Menteri Keuangan bertanggungjawab dalam
mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan
Proses penyusunan APBN dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu:
1. Pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR
2. Pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
1. Pembicaraan Pendahuluan
Tahap ini diawali dengan beberapa kali pembahasan antara pemerintah dan
DPR untuk menentukan mekanisme dan jadwal pembahasan APBN. Kegiatan
dilanjutkan dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran. Tahapan ini
diakhiri dengan finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah
2. Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN
Hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan Panitia anggaran, maupun
antara komisi dengan departemen. Hasil pembahasan ini adalah UU APBN yang
memuat alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub sektor, program dan
kegiatan yang disebut satuan 3.
2. Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN (Cont’d)
Berdasarkan satuan 3 (alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub
sektor, program dan kegiatan), Dirjen Anggaran dan Menteri Membahas detail
pengeluaran rutin berdasarkan pedoman penyusunan DIK dan indeks satuan biaya
yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Untuk pengeluaran pembangunan, Dirjen
Anggaran, Bappenas, dan Menteri teknis membahas detail pengeluaran untuk tiap-
tiap kegiatan.
2. Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN (Cont’d)
Apabila DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah tersebut , maka
pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Hal ini berarti maksimum yang
dapat dilakukan pemerintah harus sama dengan pengeluaran tahun lalu.
PERATURAN PELAKSANAAN:
PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
PP No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKA-KL) Tahun 2005
PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
PMK Nomor 571/PMK.06/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
PMK Nomor 606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005
PMK Nomor 54/PMK. 02/2005 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan
RKA-KL
Reformasi penganggaran :
a. Unifikasi anggaran, yang mengkonsolidasi pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan;
b. Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expediture
framework/MTEF), yang mempererat perencanaan dan penganggaran serta
meningkatkan derajat prediksi kemampuan anggaran jangka menengah; dan
c. Penerapan penganggaran berbasis kinerja dan untuk tingkatkan efisiensi dan
efektifitas pelayanan pemerintah.
Struktur APBD
Surplus APBD
Surplus APBD dapat dimanfaatkan antara lain:
• Untuk pembayaran pokok utang
• Penyertaan modal (investasi) daerah
• Pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain
• Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial, yang diwujudkan dalam bentuk
program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD.
Pembentukan dana cadangan juga dapat dilakukan ketika terjadi surplus
Defisit APBD
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari:
• Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya,
• Pencairan dana cadangan,
• Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,
• Penerimaan pinjaman,
• Penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang
Klasifikasi APBD
Untuk kepentingan administratif, monitoring, dan evaluasi, struktur APBD
diklasifikasikan menurut
• urusan pemerintahan daerah
– 25 (dua puluh lima) urusan wajib pemerintahan daerah
– 8 (delapan) urusan pilihan pemerintahan daerah
• organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Struktur APBD
A.Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah didefinisikan sebagai semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah
dikelompokkan atas:
pendapatan asli daerah
dana perimbangan
lain-lain pendapatan daerah yang sah
Penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimasukkan ke dalam
jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain:
– hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
– jasa giro
– pendapatan bunga
– penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
– penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
– penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
– pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
– pendapatan denda pajak
– pendapatan denda retribusi
– pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
– pendapatan dari pengembalian
– fasilitas sosial dan fasilitas umum
– pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
– pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
Dana Perimbangan
Kelompok pendapatan daerah yang kedua adalah Dana Perimbangan, yaitu dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Kelompok ini
dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
dana bagi hasil (DBH)
dana alokasi umum (DAU)
dana alokasi khusus (DAK)
Struktur APBD
Dalam APBD, belanja daerah dirinci menurut
urusan pemerintahan
(urusan wajib atau urusan pilihan)
organisasi
program
kegiatan
kelompok
jenis
obyek dan rincian obyek belanja
Belanja Daerah
Belanja menurut kelompok belanja terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja
langsung,
Belanja Tidak Langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi
hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari:
belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, dan
belanja modal
Ketiga jenis belanja langsung untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan
daerah ini dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan.
Belanja Daerah
Klasifikasi belanja menurut fungsi, bertujuan untuk keselarasan dan keterpaduan
pengelolaan keuangan negara. Pengklasifikasian menurut fungsi ini terdiri dari:
pelayanan umum
ketertiban dan ketentraman
ekonomi
lingkungan hidup
perumahan dan fasilitas umum
kesehatan
pariwisata dan budaya
pendidikan
perlindungan sosial
Struktur APBD
C.Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit
atau untuk memanfaatkan surplus. Dalam APBD, pembiayaan daerah dirinci menurut
urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek
pembiayaan.
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan terdiri atas:
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali balk pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan mencakup:
sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA)
pencairan dana cadangan
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
penerimaan pinjaman daerah
penerimaan kembali pemberian pinjaman
penerimaan piutang daerah
Pengeluaran Pembiayaan
Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:
pembentukan dana cadangan
penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah
pembayaran pokok utang
pemberian pinjaman daerah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun untuk menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. RKPD
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
Hal-hal yang harus termuat dalam RKPD adalah:
– Rancangan kerangka ekonomi daerah
– Prioritas pembangunan dan kewajiban daerah (mempertimbangkan prestasi capaian
standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan)
– Rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran
berkenaan. Tata cara penyusunannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Dalam menyusun rancangan kebijakan umum APBD, kepala daerah dibantu oleh
tim anggaran pemerintah daerah yang dikoordinasi oleh sekretaris daerah. Rancangan
kebijakan umum APBD yang telah disusun disampaikan oleh sekretaris daerah selaku
koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal
bulan Juni.
Rancangan kebijakan umum APBD disampaikan kepala daerah kepada DPRD
untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia
Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya
disepakati menjadi kebijakan umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan
Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk
pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, harus dianggarkan pada tahun yang
direncanakan. Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja didasarkan pada:
a. Indikator kinerja
– Ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang
direncanakan.
b. Capaian atau target kinerja
– Merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas,
kuantitas, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
c. Analisis standar belanja.
– Merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk
melaksanakan suatu kegiatan.
d. Standar satuan harga
– Harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah.
e. Standar pelayanan minimal
RKA SKPD
– Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Satuan Kerja Perangkat
Daerah
RKA SKPD 1
– Rincian Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.1
– Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.2
– Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.2.1
– Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan Satuan
Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 3.1
– Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah
RKA SKPD 3.2
– Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah
• RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas
lebih lanjut oleh TAPD, hal ini dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-
SKPD dengan Kebijakan Umum APBD, prioritas dan PPAS, prakiraan maju yang
telah disetujui, serta capaian kinerja, indikator kinerja, standar analisis belanja,
standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Jika pada hasil pembahasan
RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian maka SKPD melakukan penyempurnaan.
• Ringkasan APBD
• Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi SKPD
• Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi SKPD, pendapatan,
belanja dan pembiayaan
• Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi SKPD, program
dan kegiatan
• Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
• Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
• Daftar piutang daerah
• Daftar penyertaan modal (investasi) daerah
• Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
• Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
• Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
• Daftar dana cadangan daerah
• Daftar pinjaman daerah dan obligasi daerah.
ILUSTRASI APBD
Dasar Perundangan APBD Berbasis Kinerja
KepMen DN No.29/2000
ttg keuangan daerah&
APBD
Perubahan Penganggaran
2. Arah dan
Kebijakan Umum
APBD
Penetapan Aktivitas
3. Strategi &
Prioritas APBD
4. Rencana Anggaran
Satuan Kerja (RASK)
1. Kegiatan Pendahuluan
Penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik
Evaluasi kinerja tahun lalu untuk mendapat feedback bagi penyusunan APBD
sekarang
Hasil penjaringan masyarakat dan feedback dan penjabaran Renstrada sebagai
dasar penentuan arah dan kebijakan umum APBD
RENSTRAD
Kebijakan A
Pemerintah
Pusat
MASYARAKAT
(Tokoh,LSM,Orm
Evaluasi as, dll
kinerja
masa lalu
Pokok
pikiran
DPRD
PEMDA DPRD
(eksekutif) (Legislatif)
Arah dan
Kebijakan
umum
APBD
Kesepakatan
CONTOH
RENCANA STRATEGIS DAERAH
VISI
MISI
Kesehatan
Kesehatan MENINGKATKAN SARANA DAN PRASANA KESEHATAN
Restrukturi
Restrukturi
sasi
sasi
MENCIPTAKAN STRUKTUR BIROKRASI YANG EFISIEN
Organisasi
Organisasi DAN EFEKTIF
Restrukturisasi
Restrukturisasi
Kesehatan
Kesehatan Organisasi
Organisasi
Perspektif Masyarakat
Meningkatkan
Meningkatkan
Kuantitas Meningkatkan
Meningkatkan
Kuantitas dan
dan
Kualitas Kepuasan
Kepuasan
Kualitas Tenaga
Tenaga
Medis Masyarakat
Masyarakat
Medis
Perspektif Keuangan
Meningkatkan
Meningkatkan Meningkatkan
Meningkatkan
Produktivitas
Produktivitas kualitas
kualitas
Kerja
Kerja layanan
layanan
Meningkatkan
Meningkatkan Meningkatkan
Meningkatkan
Pengetahuan
Pengetahuan Kesejahteraan
Kesejahteraan
Manajemen
Manajemen Pegawai
Pegawai
TRANSLASI RENSTRA UNIT DINAS KESEHATAN DAERAH X
VISI MISI INDIKATOR TARGET TUJUAN INDIKATOR TARG
DAMPAK MANFAAT ET
INDEX
INDEX NO INDIKATOR BOBOT CAPAIAN SCORE
ANGGARAN
ANGGARAN 2 INDEX AIR BERSIH 25 % 50 12.5
INDEX KESEHATAN 60
INDEX
INDEX NO INDIKATOR BOBOT CAPAIAN SCORE
KUALITAS
KUALITAS
1 TINGKAT PASIEN SELAMAT 30 % 70 21
PELAYANAN
PELAYANAN
KESEHATAN
KESEHATAN 2
TINGKAT EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI
40 % 70 28
SEBELUM
SEBELUM PELAYANAN
ANGGARAN
ANGGARAN 70
3 TINGKATKEPUASAN MASYARAKAT 30 % 21
INDEX
INDEX INDEX KUALITAS PELAYANAN 80
1 25 % 20
KESEHATAN KESEHATAN
3 INDEX KUALITAS GIZI BAGI BAYI DAN BALITA 15 17.5 17.5 100 %
INDEX
INDEX KUALITAS
KUALITAS PELAYANAN
PELAYANAN
KESEHATAN
KESEHATAN
SCORE
SCORE SCORE
NO INDIKATOR TARGET KINERJA
SEBELUM SESUDAH