Landasan Teori
2.1 Desain
Pengertian desain menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) berdasarkan
keterangan dari Industrial Designers Society of America (IDSA) adalah “layanan
profesional dalam menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi yang
mengoptimalkan fungsi, nilai, dan tampilan produk dan sistem untuk saling
menguntungkan antara pengguna dan produsen.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa desain
merupakan layanan yang berhubungan dengan pembuatan konsep, spesifikasi dan
analisis data yang mengoptimalkan nilai dan fungsi produk untuk suatu projek
tertentu yang saling menguntungkan antara produsen dengan konsumen. Proses
desain bukan hanya mengutamakan bentuk dan fungsi dari produk akan tetapi
bagaimana interaksi antara produk dengan pengguna (dalam hal penggunaan).
Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) yang mengutip dari Drefyus (1967)
menerangkan bahwa terdapat 5 tujuan penting dalam proses desain produk, antara
lain :
1. Utility (Kegunaan) : Produk yang digunakan harus aman terhadap manusia,
mudah pada saat pengoprasian/digunakan.
2. Appearance (Tampilan) : Bentuk yang unik dipadukan dengan garis yang tegas
dan pemberian warna menjadi kesatuan yang menarik untuk produk.
3. Easy to maintenance (Kemudahan pemeliharaan) : Produk dirancang bukan hanya
sebatas penggunaan saja akan tetapi harus dirancang agar mudah dalam
pemeliharaan dan perbaikan.
4. Low cost (Biaya yg rendah) : Produk yang di desain harus dapat diproduksi
dengan biaya yang rendah agar dapat bersaing.
5. Communication (Komunikasi) : Disain produk harus dapat mengaplikasikan nilai-
nilai dari philosopi dan misi perusahaan sebagai cara mengkomunikasikan
philosopi dan misi perusahaan kepada masyarakat
Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 191) Pentingnya suatu desain pada produk
harus memenuhi 2 dimensi, yaitu: ergonomi & estetika
2.2 Ergonomi
2.2.1. Sejarah dan Pengertian Ergonomi
Sejarah perkembangan ergonomi dimulai pada tahun 1949 di Oxford
Inggris, dimana hal itu terlahir dari hasil pertemuan sekelompok individu (yang
pada akhirnya menamakan perkumpulan peneliti ergonomi) yang mendiskusikan
tentang kinerja manusia. Dari hasil pertemuan tersebut munculah “ergonomi yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu ergos berarti bekerja dan nomos yang berati
hukum-hukum alam” (Lehto & Buck 2008: 2)
Menurut Soenandi, dkk. (2012) dalam jurnalnya yang mengutip dari
Nurmianto (1991) “ergonomi juga dapat didefinisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yaitu ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Sedangkan
Dalam jurnal Nurfajriah dan Zulaihah (2010)
“Ergonomi adalah suatu cabang ilmu sistematis untuk memanfaatkan informasi –
informasi mengenai kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang
sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja dalam sistem yang baik,
efektif, aman, dan nyaman”
5
6
2.3 Antropometri
2.3.1. Pengertian Antropometri
Aspek ergonomi merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan
pelayanan jasa produksi. Hal ini tidak terlepas dari ukuran anthropometri tubuh
yang berhubungan dengan ergonomi tersebut. Menurut Nurmianto (2003: 50)
“antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan
dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.” Berdasarkan pengertian
tersebut maka dengan kata lain bahwa antropometri dapat diartikan bahwa
antropometri merupakan suatu ukuran dalam kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik ukuran tubuh manusia.
Antropometri berhubungan dengan pengukuran keadaan dan ciri – ciri fisik
manusia. Informasi dimensi tubuh manusia diperlukan untuk merancang sistem
kerja yang aman dan nyaman (Nurfajrian dan Zulaihah, 2010).
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya
iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain terutama untuk daerah
dengan empat musim.
7. Faktor Kehamilan pada Wanita
Faktor kehamilan pada wanita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.
8. Cacat Tubuh Secara Fisik
Adanya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para
penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut merasakan
kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam pelayanan
masyarakat.
2. Kedalaman Kursi
Jika kedalaman kursi melebihi bokong – lipatan dalam lutut (5 presentil wanita =
435 mm), maka pengguna kursi tidak akan mampu untuk bersandar. Batas bawah
kedalaman kursi tidak mudah untuk ditentukan.
3. Lebar Kursi
Lebar kursi dalam jarak sandaran lengan harus memadai pengguna kursi terbesar.
4. Dimensi Sandaran Kursi
Semakin tinggi sandaran kursi maka akan semakin efektif dalam mendukung
beban badan. Kita dapat membedakan jenis – jenis sandaran sesuai dengan
keadaan tertentu yaitu sandaran tingkat rendah, sandaran tingkat menengah, dan
sandaran tingkat tinggi. Sandaran tingkat rendah menunjang untuk pinggang dan
daerah tingkat rendah saja. Sandaran tingkat menengah menunjang punggung
atas dan bagian bahu. Sedangkan sandaran tingkat tinggi umumnya lebih baik
untuk sandaran yang berkontur dengan bentuk tulang belakang khususnya
memberikan dukungan positif ke daerah pinggang. Untuk dimensi sandaran yang
dirokemendasikan adalah 400 mm – 750 mm.
5. Sudut Sandaran Kursi
Sudut sandaran kursi yang meningkat dari proporsi yang lebih besar dari berat
badan maka gaya tekan antara batang dan panggul berkurang. Biasanya sudut
optimal akan berada pada 100⁰-110⁰
6. Sudut Kuris (Miring)
Sudut kursi yang positif membantu pengguna kursi untuk mempertahankan
sentuhan yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap
kecenderungan untuk bergeser dari kursi.
7. Penyangga Lengan
Lengan kursi dapat memberikan bantuan postural tambahan. Lengan kursi harus
mendukung bagian dari lengan bawah tetapi jika sangat baik pengguna tidak harus
melibatkan bagian – bagian tulang siku dekat permukaan.
Sumber: Pheasant, Stephen Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of
Work. (2003).
Gambar 2.4 Dimensi Tempat Duduk
12
Dari kedua postur tersebut dilakukan penilaian berdasarkan posisi bagian tubuh
yang diamati
Dari kondisi tersebut dapat dilakukan penilaian sesuai dengan gambar
dibawah:
Setelah melakukan penilaian terhadap postur tubuh grup A & B maka tahap
selanjutnya adalah melakukan kalkulasi terhadap penilaian tersebut dalam papan
penilaian RULA, untuk nilai yang dihasilkan akan menjadi nilai total RULA. Dalam
penilaian RULA terdapat poin tambahan pada kedua grup yaitu muscle & force.
Untuk muscle ditambahkan nilai 1 apabila postur tubuh statis, atau menahan
dalam jangka waktu lebih dari satu menit, Jika untuk postur tubuh tidak statis & tidak
melakukan pengulangan maka nilai tambahnya 0, dan jika postur tubuh dengan
pengulangan yang tinggi atau pengulangan lebih dari 6 kali/menit maka ditambahkan
nilau 1. Sedangkan untuk force jika tidak ada beban atau kurang dari 2 Kg beban
yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 0, jika beban 2-10 Kg beban
yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 1, jika beban 2-10 Kg beban
statis atau 2-10 Kg beban berulang atau lebih dari 10 Kg beban yang berselang
(intermittent) maka tambahkan nilai 2, jika beban statis 10 Kg atau lebih atau beban
pengulangan lebih dari 10 Kg maka tambahkan nilai 3. Adapun untuk kalkulasi
penilaian RULA pada papan nilai RULA dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini :
15