Hukum Diana
Hukum Diana
Sampah
didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya
tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses
alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep
lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol)
merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti
lalat, kecoa, dan tikus yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah sebagai berikut:
• Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
• Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu
penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam
pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
• Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang
dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
Sampah yang dibuang sembarangan ke berbagai tempat dibedakan menjadi dua yaitu sampah
organik dan sampah an-organik. Pada satu sisi sampah organik ini juga dianggap dapat mengurangi
kadar oksigen ke dalam lingkungan perairan, sampah an-organik dapat juga mengurangi sinar
matahari yang memasuki ke dalam lingkungan perairan, sehingga mengakibatkan proses esensial
dalam ekosistem seperti fotosintesis akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik
membuat air menjadi keruh, kondisi akan mengurangi organisma yang hidup dalam kondisi seperti
itu. Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan terganggu.
Rembesan cairan yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan tercemari. Berbagai mahluk hidup
seperti ikan dipastikan akan mati sehingga beberapa spesies ikan akan musnah sehingga akan
mengubah kondisi ekosistem perairan secara biologis. Penguraian sampah yang dibuang secara
langsung ke dalam air atau sungai akan tercipta asam organik dan gas cair organik, seperti misalnya
metana, selain menimbulkan gas yang berbau, gas ini dengan konsentrasi yang tinggi akan
menimbulkan peledakan.
Sampah yang dibuang secara langsung dalam ekosistem darat akan mengundang organisme tertentu
menimbulkan perkembangbiakan seperti tikus, kecoa, lalat, dan lain sebagainya. Perkembangbiakan
serangga atau hewan tersebut dapat meningkat tajam.
• Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan
dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
• Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai,
seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah
kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini
mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
Di dalam RPJMD
Dalam skala Kabupaten Lima Puluh Kota sampah ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup Kebersihan
dan Pertamanan dengan pengangkutan secara komunal yaitu dimana sampah dari tiap rumah
tangga diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) sementara dengan
gerobak, dari TPS lalu diteruskan diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) oleh truktruk
sampah. TPA Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat di Lubuak Batingkok. Sarana persampahan yang
ada di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Truk sampah, becak motor dan gerobak sampah. Truk
sampah ada dua unit, becak motor ada enam motor dan gerobak sampah dua unit.
Dalam skala Kabupaten Lima Puluh Kota sampah ditangani olehDinas Lingkungan Hidup, Perumahan
dan Permukiman dengan pengangkutan secara komunal yaitu dimana sampah dari tiap rumah
tangga diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) sementara dengan
gerobak, dari TPS lalu diteruskan diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) oleh truktruk
sampah. TPA Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat di Lubuak Batingkok. Sarana persampahan yang
ada di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Truk sampah, becak motor dan gerobak sampah. Truk
sampah ada dua unit, becak motor ada enam motor dan gerobak sampah dua unit. Rencana
pengembangan prasarana sampah dengan menggunakan asumsi yang mendasar perhitungan
1. Rencana Tingkat Pelayanan SampahTarget Millenium Development Goal’s dari Agenda 21 dalam
bidang pengelolaan sampah adalah meningkatkan pelayanan minimal 50 % dari penduduk yang
belum dilayani. Maka target pelayanan tahun 2015 adalah 15,9% % dan pada tahun 2029 target
pelayanan 75,42 %. Jika tidak dilakukan konsep 3R di sumber sampah dan TPS, maka seluruh
timbulan sampah akan diangkut ke TPA.
3. Rencana Pewadahan Sampah Pewadahan yang digunakan di beberapa tempat belum memenuhi
ketentuan SK SNI T-13-1990-
a. Alat pewadahan yang disarankan untuk digunakan adalah tipe tidak tertanam (dapat diangkat)
untuk memudahkan operasi pengumpulan.
b. Jenis wadah yang dapat digunakan disesuaikan dengan kemampuan pengadaan dapat berupa:
2) Kantong Plastik
c. Ukuran wadah minimal dapat menampung timbulan sampah selama 2 hari pada tempat timbulan
sampah (untuk permukiman 40 liter, sedangkan untuk komunal 100 liter – 1 m3)
f. Mudah diambil
4. Rencana Pengumpulan SampahMetode Pengumpulan sampah di kabupaten Lima Puluh Kota yang
selama ini dilakukan cukup berjalan dengan baik, meskipun cakupan layanan terbatas pada wilayah
dekat pasar, sehingga banyak sampah di buang sembarangan. Untuk itu diperlukan perluasan
cakupan layanan tidak hanya sampah dari pasar tetapi juga dari sumber sampah lainnya terutama
pada permukiman padat dan daerah komersial. Sedangkan untuk pernagari yang tidak dilayani
karena jumlah sampah yang dihasilkan kapasitasnya kecil dan daya dukung lingkungan
memungkinkan dianjurkan agar mengolah sampahnya sendiri dengan program 3R (Reduce, Reuse
and Recycle). Program 3R dapat dilaksanakan skala rumah tangga maupun skala kawasan yang
dikoordinir nagari masing-masing agar sampah tidak dibuang sembarangan.Penanganan
pengumpulan sampah dari pasar dengan sistem komunal tidak langsung yaitu sampah yang berasal
dari pasar diangkut dengan gerobak sampah ke TPS baru diangkut ke TPA, sebaiknya menggunakan
sistem komunal langsung dengan menggunakan truk sampah kecuali jika kapasitasnya kecil
1) Kebutuhan TPS/KontainerPerlu ada penambahan TPS tetapi diperlukan peninjauan ulang lokasi
TPS sesuai dengan jumlah volume timbulan sampah dan tidak jauh dari sumber timbulan sampah
dengan jangkauan cakupan layanan radius 50 m. Diperkirakan hingga tahun 2031 dibutuhkan 34 TPS
yang tersebar di seluruh Kabupaten Lima Puluh Kota.
2) Reduksi dan Pengolahan Sampah di TPSHasil perhitungan reduksi dan pengolahan sampah di TPS
adalah sebagai berikut :
a. Organik = 77,99 %
6. Rencana Pengangkutan SampahKebutuhan alat angkut sampah Kabupaten Lima Puluh Kota
didasarkan pada asumsi sebagai
berikut :
1) Jika reduksi sampah tidak berhasil pada tingkat sumber maupun TPS,
3) Kapasitas armada yang dimiliki Dinas Lingkungan Hidup, Perumahan dan Permukiman Kabupaten
Lima Puluh Kota
4) Berdasarkan perhitungan perbandingan antara jumlah sampah yang diangkut dan kapasitas
angkutan masih mampu akan tetapi ada faktor lain yang menentukan efektifitas pengangkutan, lebih
jelas sebagai berikut :
Jalur trayek dimana di Kabupaten Lima Puluh Kota masing-masing kendaraan tidak memilik
trayek jalurtertentu
Perbedaan topografi di Kabupaten Lima Puluh Kota terutama arah ke perbukitan dan
pegunungan jalannya menanjak hal ini mengakibatkan perbedaaan waktu tempuh
7. Rencana Sistem Pembuangan Akhir Rencana pengembangan TPA didasarkan pada analisa sebagai
berikut:
b. Ventilasi gas yang dipasang di area penimbunan tidak berfungsi secara optimal karena tidak
memenuhi kriteria teknis
2) Analisis kebutuhan daerah penyangga Daerah penyangga diperlukan untuk mencegah penyebaran
gas dan bau ke luar area TPA. Menurut SNI No. 03-3241-1994 tentang lokasi TPA, maka radius 1 km
harus bebas dari bangunan.