Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jamur superficialis (mikosis superficialis) termasuk penyakit kulit


yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, baik pada individu yang sehat
maupun dengan daya tahan tubuh menurun. Meskipun penyakit ini tidak fatal
namun sering bersifat kronis dan dapat menyebabkan gangguan kenyamanan serta
menurunkan kualitas hidup penderitanya.1,2
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur
yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat
mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, terbagi dalam
3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.1,2
Infeksi dermatofitosis dikenal dengan nama tinea, diklasifikasikan sesuai
lokasi anatomis, terdiri atas tinea kapitis, tinea babae, tinea kruris, tinea pedis et
manum, tinea unguium dan tinea korporis.1,2
Tinea pedis adalah infeksi kulit dari jamur superfisial pada kaki .1Tinea
pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan
telapak kaki. Tinea pedis merupakan golongan dermatofitosis pada kaki.
Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur yang
menyebabkan Tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-masing orang
menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur tersebut. Sebagai orang usia
dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki, meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi tinea.3 Prevalensi Tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh
oklusif alas kaki.4
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,
sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS,
insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di
Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak
menggambarkan populasi umum.

32
Dikarenakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur masih
cukup tinggi kasusnya di Indonesia, penting untuk diketahui bagaimana cara
menegakkan diagnosis, dan memberikan terapi serta edukasi sehingga mengurangi
kejadian penyakit tersebut.

32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Tinea pedis adalah infeksi kulit dari jamur superfisial pada kaki .6 Tinea pedis
merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan telapak
kaki. Tinea pedis merupakan golongan dermatofitosis pada kaki.6
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk atau
stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatomikosis merupakan arti
umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.6
2.2. Etiologi
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum
(paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan
Epidermophyton floccosum.(22) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang
hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki;
T. mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih meradang
sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola lesi
diatas.1
2.3. Patogenesis
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi
jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinarultraviolet, variasi suhu dan
kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan
sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora
harus tumbuh dan menembus stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat
daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi
proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan nutrisi. Trauma
dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan baru
muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk
kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan

32
pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat
tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh.7
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam
pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari
merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80%
dari seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat
onikomikosis dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana dan
sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan di lingkungan sekitar manusia
seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi dan karpet.7
Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada
infeksi dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan
jamur dan merusak stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora
bakteri secara serentak mungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti
tambahan bahwa selama beberapa episode simtomatik pada tinea pedis kronik,
bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai ko-patogenesis penting, tetapi
apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih belum diketahui.7
2.4. Gejala Klinis
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
1) Interdigitalis
Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di
antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari
yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terdapat maserasi.
Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit
yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada
umumnya juga telah diserang oleh jamur. Jika perspirasi berlebihan
(memakai sepatu karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka inflamasi
akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal. Bentuk klinis ini
dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan
sama sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri
sehingga terjadi selulitis, limfangitis dan limfadenitis.1

32
Gambar 6. Tinea pedis tipe interdigiti
2) Moccasin foot (plantar)
Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type
umumnya bersifat hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya asimetris
yang disebut foci. Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama
terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul
dan kadang-kadang vesikel. Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang
biasanya resisten terhadap pengobatan.1

Gambar 7. Tine Pedis pada Telapak Kaki


3) Lesi Vesikobulosa
Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan
kadang-kadang bula yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai
pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak
kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk

32
lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal
yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk
selulitis, limfangitis dan kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur
juga didapati pada atap vesikel.1

Gambar 8. Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki


4) Tipe Ulseratif
Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke
dermis akibat maserasi dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi
pada sela-sela jari; dapat dilihat pada pasien yang imunokompromais dan
pasien diabetes.1

Gambar 9. Tinea pedis tipe ulseratif


2.5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada kerokan sisik kulit akan
terlihat hifa bersepta. Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis
dermatofitosis. KOH digunakan untuk mengencerkan jaringan epitel
sehingga hifa akan jelas kelihatan di bawah mikroskop. Kulit dari bagian
tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit
dikerok dengan pisau tumpul steril dan diletakkan di atas gelas kaca,

32
kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH dan ditunggu selama 15-20
menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu dilakukan pemanasan. Tinea
pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk
mendeteksi hifa.8

Gambar 10. KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)


2) Kultur jamur dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan dan
menentukan spesis jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam
bahan klinis pada media buatan, yang dianggap paling baik adalah
medium agar dekstrosa Sabouraud. Media agar ini ditambahkan dengan
antibiotik (kloramfenikol atau sikloheksimid).2

Gambar 11. Trichophyton rubrum; koloni Downy


3) Pemeriksaan histopatologi, karakteristik dari tinea pedis atau tinea
manum adalah adanya akantosis, hiperkeratosis dan celah (infiltrasi
perivaskuler superfisialis kronik pada dermis).2

32
Gambar 12. Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa
pada lapisan superfisial dari epidermis
4) Pemeriksaan lampu Wood pada tinea pedis umumnya tidak terlalu
bermakna karena banyak dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi
kecuali pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum sp.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di daerah tersebut dikerok untuk
mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi.
2.6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis
khas. Pemeriksaaan laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan
KOH 10-20% ditemukan hifa yaitu double conture (dua garis lurus sejajar
dan transparan), dikotomi (bercabang dua) dan bersepta. Selain itu di
dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung hifa. Hasil KOH (-) tidak
menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. b) Kultur ditemukan
dermatofit.1
2.7. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Kontak Alergika
Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya
batasnya tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah.
Predileksinya pada bagian yang kontak dengan dengan sepatu, kaos kaki,
bedak kaki dan sebagainya. Adanya riwayat pengunaan sepatu baru.

32
Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi hanya tanda-tanda peradangan.
Dermatitis kontak akan memberikan tes tempel positif, sedangkan pada
tinea pedis hasilnya negative.2
2. Kandidiasis (Erosio Interdigitalis Blastomisetika)
Tinea Pedis murni agak sulit dibedakan dengan kandidiasis ini.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan larutan KOH dan pembiakan
dapat membantu. Infeksi sekunder dengan spesies Candida atau bakteri
lain sering menyertai tinea pedis.3
3. Pomfolix
Pomfolix umumnya terjadi pada dorsum jari-jari kaki pada anak-
anak, agak kronik, sering pada musim dingin, sangat gatal dan ada
riwayat keluarga yang atopi. Kulit di dorsum pedis tidak ditemukan
jamur.3
4. Psoriasis
Mengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang
batas jelas; psoriasis dapat ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan
pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Tidak didapatkan jamur pada pemeriksaan kulit.3             
5. Hiperhidrosis
Lesi dapat memburuk dan berwarna putih, erosi disertai maserasi
pada telapak kaki dan bau yang sangat busuk.3
2.8. Penatalaksanaan
1. Antifungal Topikal
Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang
terlokalisir. Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya
terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari alkohol atau
komponen yang lain.10
a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih
cocok pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena efektif pada
dermatofit dan kandida.

32
1) Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas dengan
menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua
kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping
obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.
2) Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas
golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan
komponen sel yang mengecil hingga menyebabkan kematian sel
jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.
3) Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan
menghambat biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel
meningkat yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi jamur hingga
berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada
daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka
waktu 2-6 minggu.1.2
b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk
sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.
Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam
24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh
antara 7-21 hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya
diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.
c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas
dengan antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat
digunakan dalam berbagai jenis jamur.
Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis,
kandidiasis dan tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam
bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif
dapat terjadi walaupun jarang terjadi.
d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga
berguna pada tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik
kronik).

32
Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol, yang
mengakibatkan kematian sel jamur. Jangka waktu pengobatan 1
sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa
terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine
10% dalam mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil
dan lebih aman.
e. Antijamur Topikal Lainnya.
1) Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan
asam salisilat dalam perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini
dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan efek
fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik.
Asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru
tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas
seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian,
juga ada keluhan yang kurang menyenangkan dari para
pemakainya karena salep ini berlemak.
2) Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek
fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama
dapat memberikan efek fungisidal. Obat ini tersedia dalam bentuk
salep campuran yang mengangung 5 % undesilenat dan 20% seng
undesilenat.
3) Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik,
berbentuk kristal kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut
dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan larutan
dengan kadar 1 %.7
2. Antifungal Sistemik
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal
gagal dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat
diatasi dengan pemberian beberapa obat antifungal di bawah ini antara
lain :7

32
a. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin
dalam bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g
untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-
25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,
penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis
dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan
dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara pemberian dengan
dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian
besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah
penyembuhan klinis. Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai,
yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15
% penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus
digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga dapat
bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
b. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis
yaitu ketokonazole yang bersifat fungistatik. Kasus-kasusyang resisten
terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg
per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan
hepar.
c. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat
digunakan sebagai pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik
terutama bila diberikan lebih dari sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi
dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan mengahambat
sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang
merupakan komponen penting dalam sela membran jamur. Pemberian
obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh penyakit
jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput kapsul
selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat
memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin, nifedipin (dapat
menimbulkan terjadinya edema), sulfonilurea (dapat meningkatkan

32
resiko hipoglikemia). Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis tipe
moccasion.
d. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat
diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya
62,5 mg – 250 mg sehari bergantung berat badan. Mekanisme sebagai
antifungal yaitu menghambat epoksidase sehingga sintesis ergosterol
menurun. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 %
penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya
nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi yang umumnya
ringan. Efek samping lainnyadapat berupa gangguan pengecapan
dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian
atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat
sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar
dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus. Terbinafin baik digunakan pada
pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu
penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan
terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan
griseofulvin.10
2.9. Pencegahan
Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga
kaki tetap dalam keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang
lembab, menghindari pemakaian sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan
dengan kaki telanjang di tempat-tempat umum seperti kolam renang serta
menghindari hindari kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur ini
biasanya asimptomatik, sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur
merupakan suatu hal yang sulit dan membutuhkan proses yang panjang.
Setelah mandi sebaiknya kaki dicuci dengan benzoil peroksidase.11
2.10. Prognosis
Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa
minggu setelah pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut
maupun kronik. Kasus yang lebih berat dapat diobati dengan pengobatan

32
oral. Walaupun dengan pengobatan yang baik, tetapi bila tidak dilakukan
pencegahan maka pasien dapat terkena reinfeksi.11

32
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn.B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Bangsa/ Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Palembang-Jalur
Tanggal kunjungan / jam : 8 Agustus 2016/ 11.00 WIB
3.2. Anamnesis
Diperoleh secara autoanamnesa pada tanggal 9 Agustus 2016, pukul 11.00
WIB.
3.2.1 Keluhan utama
Kulit bersisik putih di punggung kaki kiri yang makin lama makin
membesar sejak 1 tahun yang lalu
3.2.2 Keluhan tambahan
Gatal, Nyeri
3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit
6 bulan sebelum datang ke poliklinik rawat jalan RSUD Palembang
Bari, keluhan bercak kemerahan yang mula-mula ia rasakan dari 1 tahun
yang lalu semakin meluas ke daerah di permukaan punggung kaki. Bercak
semakin terasa gatal terutama berkeringat dan lembab. Karena gatal os
menggaruknya. Ketika sudah digaruk os mengatakan bahwa tidak ada bekas
perdarahan pada bercak tersebut. Bercak kemerahaan tersebut disertai sisik
berwarna putih permukaanya semakin lama semakin menebal dan
mengelupas. Lalu os mencoba mengatasi keluhan tersebut, os mengoleskan
obat salep Nosib pada kakinya, namun bercak merah masih belum hilang,

32
keluhan gatal masih dirasakan, dan kakinya kerao terasa nyeri apabila telah
dioleskan salep tersebut.
Os mengatakan bahwa ia jarang bahkan hampir tidak pernah
mengenakan sepatu tertutup yang berbahan karet, ia kerap menggunakan
sandal jepit untuk berpergian, sandal yang ia gunakan ia katakan
bermodelkan sandal slop, selama ini ia mengaku tidak pernah mengeluhkan
gatal-gatal dari sandal yang ia gunakan.
5 bulan sebelum datang ke rumah sakit, os mengatakan bahwa
keluhan yang ia rasakan sama seperti bulan-bulan sebelumnya.
4 bulan sebelum datang ke rumah sakit, os mengatakn keluhan yang ia
rasakan tetap sama dengan keluhan berupa gatal, setiap kali ia merasakan
gatal ia sering menggaruknya, ia juga mengaku mulai sering mengelupasi
permukaan kulitnya yang mulai bersisik, namun ia tidak melihat ada darah.
3 bulan sebelum datang kerumah sakit , keluhan yang dirasakan os
tetap sama dengan bulan-bulan sebelumnya yakni berupa bercak pada kulit
yang disertai sisik dan gatal, ia juga mengatakan bahwa ia masih sering
menggaruk bercak tersebut dan pada bulan ini juga ia kembali mencoba
membeli salep Nosib untuk mengobati keluhanya, tapi keluhan tetap tidak
dirasakan berkurang.
2 bulan sebelum masuk rumah sakit os masih memiliki keluhan yang
sama berupa rasa gatal yang semakin bertambah , dan ketika os menggaruk
kulitnya ia merasakan bahwa permukaan kakinya makin lama makin tebal.
1 hari yang lalu, os merasa keluhan tidak membaik. Os masih
mengeluh gatal , gatal dirasakan bertambah hebat dan tidak berkurang
ketika ia menggaruknya selain itu os mengaku terjadi penebalan atau
permukaan kakinya terasa lebih kasar pada bercak kemerahan pada kulit
disertai sisik putih pada punggung kaki kiri os. Keluhan gatal dirasakan
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.

32
3.2.4 Riwayat penyakit dahulu
1 tahun sebelum berobat ke RSUD Palembang BARI os mengeluh
awalnya timbul bercak kemerahan kecil seukuran biji jagung pada
punggung kaki kiri, bercak tersebut disertai rasa gatal. Gatal tidak dirasakan
pada saat beraktivitas, gatal tidak dirasakan melebar ke bagian tubuh lain
hanya gatal di bagian bercak saja, gatal terutama dirasakan pada saat kulit
berkeringat dan lembab. Karena gatal, pasien mengaku sering menggaruk
bercak tersebut. Bercak merah tersebut tidak nyeri. Bercak merah tersebut
disertai dengan sisik berwarna putih yang halus, tidak ada bintil- bintil di
sekitar bercak. Bercak tersebut hanya terdapat di punngung kaki kiri tidak
ditemukan ditempat lain .Selama keluhan tersebut pasien belum pernah
berobat untuk mengurangi keluhan tersebut, ia mengaku bahwa keluhan
dibiarkan saja , tidak diberikan apapun pada bagian yg mengalami gatal.
Pasien menyangkal pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya.
Gejala seperti ini baru dirasakan pertama kali. Pasien juga pernah memiliki
riwayat penyakit kulit, tapi ia tidak pernah berobat ia mengatakan bahwa ia
pernah menderita bercak bercak putih tersebar di daerah leher namun hilang
dengan sendirinya, Pasien tidak memiliki riwayat alergi berupa asma, obat-
obatan, alergi dengan barang yang yang terbuat dari besi ataupun alergi jika
terkena deterjen atau sabun.

3.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga


Pasien menyangkal ada yang menderita keluhan yang serupa di
keluarganya. Riwayat penyakit kulit dalam keluarga juga disangkal.

3.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai wirswasta, pasien berobat tidak
menggunakan asuransi kesehatan apapun (umum), kesan ekonomi
menengah kebawah.

32
3.2.7 Riwayat Kebersihan
Penderita mandi 1 kali sehari, siang hari tidak dengan
menggunakan air PAM. Sebelum ada keluhan os mengaku mudah
berkeringat pada kakinya. Os jarang bekerja menggunakan sepatu.

3.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 72 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Suhu : 36,6oC
Berat badan : 62 kg

B. Status Generalisata
Keadaan Spesifik
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
- Hidung : sekret (-/-)
- Telinga : sekret (-/-)
Leher
- JVP 5-2 cmH2O
- Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-/-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris kanan=kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus kanan =kiri
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

32
Palpasi : teraba iktus kordis ICS IV linea aksilaris anterior sinistra
Perkusi : batas jantung paru normal
Auskultasi : S1/S2 normal, gallop (-), murmur (-)
Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun
deformitas
Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun
deformitas

3.4. Status Dermatologikus


Regio Dorsum Pedis Sinistra
tampak Makula eritema, Soliter, Sirkumkrip, diameter 6,7 x 5,2 cm, ,
bentuk teratur berbentu lingkaran. Regional.
Tampak squama tipe crack dan likenifikasi.

32
3.5. Resume
Pasien Laki-laki, 29 tahun, datang ke Klinik Kulit dan Kelamin RSUD
Palembang BARI dengan keluhan utama terdapat likentifikasi, soliter,
bentuk teratur, ukuran 6cm x 5cm disertai skuama halus berwarna putih.
Pruritus terjadi terus menerus terutama terkena keringat/air. Munculnya
likenttifikasi di punggung kaki kiri terjadi perlahan- lahan dalam kurun
waktu 1 tahun. Pasien berobat dengan tujuan untuk menghilangkan lesi
dikakinya dengan menggunakan salep yang berisi asam salisilat selama
kurang lebih 6 bulan terakhir pada punggung kaki kirinya tetapi keluhan
tidak berkurang malah pasien merasakan nyeri pada kakinya. Pasien
sebelum muncul keluhan, mengaku sering berkeringat pada kakinya..
3.6. Pemeriksaan Penunjang
Kerokan Kulit dengan KOH 10%
Pemeriksaan Anjuran
1. Kultur jamur dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan dan
menentukan spesis jamur.
2. Histopatologi
3.7. Diagnosis Banding
1. Tinea pedis Moccasin foot ( chronic hyperkeratotic )
2. Psoriasis
3. Dermatitis Kontak Alergi
3.8. Diagnosis Kerja
Suspect Tinea Pedis Moccasin type
3.9. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Memberikan penjelaskan pada pasien tentang penyakit yang
diderita dan cara pengobatannya.
- Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan
tempat tinggal.
- Menyarankan bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu
keras karena dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder.

32
- Pemakaian obat yang diberikan harus diberikan rutin agar
mencapai penyembuhan yang makimal.
Medikamentosa
- Obat sistemik :
Griseosulfin 0.5-1 g 1x/hari setelah makan selama 4 minggu
Lini kedua
Ketokonazol 200 mg 1x/hari setelah makan selama 10 hari
Atau dengan opsi
Terbinafin 250 mg 1x/hari
Cetirizine tab 10 mg 1x/hari selama 7 hari
- Terapi topical
Mikonazol 2% krim dioles 3x sehari selama 2 minggu

3.10. Prognosis
a. quo ad vitam: bonam
b. quo ad functionam: bonam
c. quo ad sanationam: bonam

32
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis, Tn B, Laki-laki 29 tahun datang berobat ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUD Palembang BARI 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, os
mengeluh awalnya timbul bercak kemerahan kecil seukuran biji jagung pada
punggung kaki kiri dikarenakan terkena knalpot motor, bercak tersebut disertai
rasa gatal. Gatal tidak dirasakan pada saat beraktivitas, gatal tidak dirasakan
melebar ke bagian tubuh lain hanya gatal di bagian bercak saja, gatal terutama
dirasakan pada saat kulit berkeringat dan lembab. Karena gatal, pasien mengaku
sering menggaruk bercak tersebut. Bercak merah tersebut tidak nyeri. Bercak
merah tersebut disertai dengan sisik berwarna putih yang halus, tidak ada bintil-
bintil di sekitar bercak, kemerahan walnya lebih sering mucnul pada tepi dari
bercak dibandingkan dengan bagian tengah bercak. Bercak tersebut hanya
terdapat di punngung kaki kiri tidak ditemukan ditempat lain .Selama keluhan
tersebut pasien belum pernah berobat untuk mengurangi keluhan tersebut.
Kisaran 6 bulan yang lalu, keluhan bercak kemerahan semakin meluas ke
daerah di permukaan punggung kaki. Bercak semakin terasa gatal terutama
berkeringat dan lembab. Karena gatal os menggaruknya. Bercak kemerahaan
tersebut disertai sisik berwarna putih permukaanya semakin lama semakin
menebal dan mengelupas. Lalu os mencoba mengatasi keluhan tersebut, os
mengoleskan obat salep pada kakinya, namun bercak merah masih belum hilang,
keluhan gatal masih dirasakan, dan kakinya kerao terasa nyeri apabila telah
dioleskan salep tersebut.
1 hari yang lalu, os merasa keluhan tidak membaik. Os masih mengeluh
gatal dan bercak kemerahan pada kulit disertai sisik putih pada punggung kaki
kiri os. Keluhan gatal dirasakan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Dilihat dari onset, keluhan pasien bersifat kronik yaitu timbul kisaran satu
tahunyang lalu. Disertai rasa gatal terutama saat berkeringat bisa mengarah
dugaan infeksi yang disebabkan oleh jamur karena merupkaan faktor predisposisi
. Bercak merah pada penderita ini karena disebut eritema. Keluhan eritema dan

32
disertai gatal merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit bisa disebabkan dari
jamur (dermatofitosis), psoriasis dan dermatitis kontak alergi. Namun pada
anamnesis lebih ditekankan eritema timbul lebih aktif pada bagian tepi dari bercak
adripada ditengahnya. Lalu jenis gatal timbul saat berkeringat dan tidak ada
timbul macula eritema di tempatlain selain di punggung kaki serta penebalan
memiliki skuama putih halus maka gejala yang timbul meupakan gejala dari
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur (dermatofitosis) yaitu mengarah ke
tinea pedis tipe moccasin foot.
Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus
Anamnesis
Teori Kasus
- Tinea pedis merupakan infeksi - Terdapat di punggung kaki
dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak
kaki.
Keadaan keringat berlebih sering
menambah kerentanan tubuh
Pasien merupakan seorang
untuk terinfeksi organisme dari
luar teruma jamur wiraswasta. Sebelum ada keluhan
pasien mengaku mudah berkeringat
- Dapat bersifat akut atau menahun
pada kakinya.
- Tinea pedis tersebar diseluruh
dunia, lebih sering didaerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini - Keluhan dirasakan sejak kisaran 1
lebih banyak menyerang pria dari tahun yang lalu
pada wanita, terutama pada
musim panas dimana orang - Pria
banyak berkeringat serta kondisi
lingkungan yang kotor dan
lembab.

Penyakit tinea pedis memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun,


bertambah hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul
dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran
yang berupa makula yang eritematous dengan maserasi. Pinggir kelainan kulit
tampak tegas dan aktif. Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang

32
nampak hanya makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.
Pada status dermatologis pasien.

Tabel 4.2. Status Dermatologis berdasarkan teori dan kasus


Status Dermatologis
Teori Kasus

Tempat predileksi : Terjadi diseluruh Pada pasien terdapat di region dorsum


kaki , dapat dari telapak kaki sampai ke pedis sinistra
punggung kaki

Tinea pedis tipe moccasin atau Warna kulit tampak bercak eritema,
Squamous-Hyperkeratotic Type Tampak likenifikasi, ukuran 6,7 x 5,2
umumnya bersifat hiperkeratosis yang cm, batas tegas, bentuk teratur,
bersisik dan biasanya asimetris yang konsistensi keras, dengan skuama halus
disebut foci. Seluruh kaki, dari telapak, berwarna putih, soliter.
tepi sampai punggung kaki terlihat kulit
menebal dan bersisik; eritema biasanya
ringan dan terutama terlihat pada bagian
tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula
dilihat papul dan kadang-kadang
vesikel. Tipe ini adalah bentuk kronik
tinea yang biasanya resisten terhadap
pengobatan.

Pada status dermatologis diatas sesuai dengan teori yang ada, bahkan telah

mengarah ke tinea pedis tipe moccasin foot sehingga diagnosa pada pasien ini

menjadi lebih kuat.

32
Dari anamnesis yang didapatkan untuk menegakkan diagnosa pasien

dapat didiagnosa banding dengan tinea pedis interdigitalis, psoriasis, dan

dermatitis kontak alergi.

Tabel 4.3 Diagnosa Banding


Kelainan
kulit Tinea pedis tipe Psoriasis Dermatitis Kontak
moccasin foot Alergi

Teori

Predileksi Kelainan yang timbul SKALP, berbatasan Predileksinya pada


dapat bersifat akut atau dengan wajah dan tangan, lengan,
menahun. kulit kepala, wajah, telinga, leher,
ekstremitas bagian badan, genitalia,
ekstensor, siku, paha dan tungkai
lutut, dan daerah bawah.
lumbosacral.
Pada psoriasis
pustulosa
palmoplantar
(barber) predileksi
mengenai telapak
tangan atau telapak
kaki

Sifat dan Jamur dermatofita, Sifatnya kronis dan Bersifat akut,


penyebab yang sering ditemukan residif. subakut dan kronis.
pada kasus tinea pedis Penyebabnya Penyebabnya bahan
adalah Epidermophyton adalah autoimun. kimia sederhana
floccosum, dengan berat

32
Trichophyton rubrum, molekul umumnya
dan Trichophyton rendah
mentagrophytes.

Kelainan Makula yang Bercak-bercak Pada yang akut


kulit eritematous dengan eritema yang dimulai dengan
erosi dan ekskoriasis. meninggi (plak) bercak eritomatosa
Pinggir kelainan kulit dengan squama bertas jelas diikuti
tampak tegas dan aktif. diatasnya. Squama edema,
Apabila kelainan berlapis-lapis kasar papulovesikel,
menjadi menahun maka dan berwarna ptih vesikel atau bula.
terjadi pe efloresensi seperti mika, Vesikel atau bula
yang nampak hanya transparan dapat pecah
makula yang menimbulkan erosi
hiperpigmentasi dan eksudasi.
disertai skuamasi dan Pada yang kronis
likenifikasi. terlihat kulit kering,
bersquama, papul,
likenifikasi, dan
fisura dan batasnya
tidak jelas.

Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding dari tinea pedis tipe moccasin
foot adalah psoriasis. Meskipun daerah tempat predileksinya ada yang sama yaitu
pada psoriasis palmoplantar (barber) yaitu kaki tetapi pada tinea pedis tipe
moccasin foot tampak batasnya tegas dan bagun tepi lebih aktif, selain itu jenis
squama pada tinea pedis dan psoriasis sendiri itu berbeda dimana pada tinea pedis
tipe moccasin memilki jenis squama yang bertipe desqumasi, sedangkan psoriasis

32
bertipe psoriasiformis dibandingkan inti Jadi diagnosa psoriasis dapat
disingkirkan.
Sedangkan dermatitis kontak alergi yang predileksinya terdapat pada
tungkai bawah berkaitan dengan pola memakai sepatu atau sandal sehigga
efloresensinya dibedakan dengan tinea pedis dari ada tidaknya proses penebalan
Pola gatal pada dermatitis kontak alergi lebih kepada gatal saat beraktifitas
terutama menggunakan sepatu (bahan karet). Sehingga diagnose dermatitis kontak
alergi dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat ditegakkan
diagnosis Tinea pedis interdigitalis pada kasus ini dengan dilakukan pemeriksaan
penunjang yang dapat mendukung penegakkan diagnosis berupa pemeriksaan
pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan larutan KOH 10%-20 % . dengan
hasil spora dan hifa positif hal ini menandakan bahwa terdapat jamur dibagian
bercak dikaki pasien.
Dengan Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu pasien diberikan obat oral
berupa Griseosulfin 0.5-1 g 1x/hari setelah makan selama 4 minggu , diberikan
grisoesulfin dengan alasan griseosulfin bersifat fungistatik , diberikan setelah
makan dikarenakan griseosulfin akan lebih cepat terabsorbsi dialam usus jika
bersamaan dengan makan dengan produk lemak, diberikan selama 4 minggu
karena berkaitan dengan proses desquamasi kulit yang terjadi diantara rentang
waktu 14-28 hari sekali.
Lini kedua Ketokonazol 200 mg 1x/hari setelah makan selama 10 hari,
alasan pemberian ketokonazol adalah karena ketokonazol adalah golongan obat
imydazole yang merupakan anti fungal pilihan pertama untuk pengobatan tinea,
alasan kenapa ketokonazol mulai sering ditinggalkan adalah keyokonazol
memiliki efek samping berupa hepatotoksik , kenapa diberikan selama 10 hari
karena pemberian ketokonazol lebih dari 10 hari akan merbesar kejadian
hepatotoksik.
Terbinafin 250mg/hari selama 2 minggu dan cetirizine tablet 10mg 1x/hari
Diberikan golongan Allylamines untuk terapi sistemik karena umumnya
berkhasiat fungisdal dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi

32
tertentu, mempunyai efektivitas dengan broadth spectrum. Obat ini secara dosis
tunggal menghasilkan kadar puncak plasma 0,8/12 jam setelah pemberian, obat
ini secara cepat berdifusi melalui jaringan dermis dan tertumpuk dalam jaringan
lipofilik di stratum corneum.
Tidak diberikan griseofulvin karena spektrum kerja sempit yaitu hanya
untuk microsporum dan epidermophyton dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis RNA dan menghambat sintesis khitin. Griseofulvin sangat sedikit
diabsorpsi dalam keadaan perut kosong. Mengkonsumsi griseofulvin bersama
dengan makanan berkadar lemak tinggi, dapat meningkatkan absorpsi
mengakibatkan level griseofulvin dalam serum akan lebih tinggi. Obat diberikan
per oral dan hanya 50% dosis oral yang masuk kedalam sirkulasi. Griseofulvin
biasanya hanya digunakan untuk mengobati infeksi dermatofit pada kulit, kuku,
dan rambut. Infeksi kulit dan rambut memerlukan terapi 4 – 6 minggu sedangkan
kuku memerlukan terapi 6 bulan sampai 1 tahun terapi.1
Pemberian obat topikal, mikonazol nitrat 2% krim merupakan antifungi;
derivate imidazole, merusak membrane dinding sel jamur yang selanjutnya akan
meningkatkan permeabilitas sehingga menyebabkan hilangnya nutrisi sel. Salep
dioleskan 3 kali sehari, sesudah mandi pagi, sore dan sebelum tidur sampai lesi
kulit membaik diberikan selama 2 minggu atau hasil pemeriksaan KOH negatif.
Hal ini umumnya untuk mencegah kekambuhan oleh karena obat anti jamur
umunya bersifat fungsistatik, sehingga lama pengobatan perlu 3-4 minggu. 2 %
bekerja pada daerah-daerah intertriginosa.
Untuk antipruritus dapat diberikan cetirizine tab 10 mg 1x/hari. Sifat
cetirizine itu menjadi efektif baik dalam pengobatan pruritus (gatal) dan sebagai
agen anti-inflamasi membuatnya cocok untuk pengobatan dari pruritus yang
terkait dengan lesi. Cetirizine adalah obat antialergi generasi terbaru dengan bahan
aktif CetirizineDihidroklorida terbukti lebih nyaman dan menguntungkan karena
tak menimbulkan efek mengantuk sehingga tak mengganggu aktivitas pasien.
Cetirizine merupakan antihistamin generasi kedua. Cetirizine relatif aman
diberikan dalam jangka panjang, mengingat obat antihistamin diberikan jika

32
diperlukan saja. Memiliki efek metabolisme di hepar lebih minimal. Merupakan
golongan non sedative dimana tidak menembus blood brain barrier.13
Prognosis pada penyakit ini yaitu baik jika diterapi adekuat, namun
mengingat infeksi yang sudah berulang dan kronis penyembuhan tergantung dari
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat secara teratur, menjaga higine
individu dan lingkungan, menghindari pakaian lembab dan berkeringat, mencuci
pakaian, handuk, seprei yang digunakan dengan air panas direndam kemudian
jemur dibawah sinar matahari, jangan menggunakan handuk/ pakaian bersama.
Pada pasien ini prognosisnya adalah baik dengan penjabaran sebagai
berikut:
1. Quo ad vitam : bonam karena penyakit tinea pedis tidak mengancam nyawa.
2. Quo ad functionam: bonam karena tidak mengakibatkan gangguan fungsi
organ-organ tubuh.
3. Quo ad sanationam: bonam karena penyakit ini dapat sembuh dengan
pengobatan yang benar dan kepatuhan pasien dalam pengobatan, serta
diperlukan juga pengobatan kepada keluarga pasien bila mengalami keluhan
yang sama.

BAB V
KESIMPULAN

32
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pada penderita didapatkan diagnosa pada kasus ini adalah tinea pedis tipe
moccasin foot yaitu suatu penyakit yang diakibatkan dari jamur.
Pengobatan pada kasus ini, selain diberikan edukasi mengenai penyakitnya,
cara memakan obat dan menggunakan obat oles, perbaikan higine diri dan
lingkungan, pasien diberikan pengobatan oral dan topikal antara lain,
mikonazol krim 2% dioleskan sebanyak 3 kali sehari selama 2 minggu. Selain itu,
diberikan pengobatan sistemik yaitu antihistamin yaitu cetirizine tablet 10 mg, 1
kali dalam sehari selama 7 hari dan diberikan antijamur sistemik yaitu
Griseosulfin 0.5-1 g 1x/hari setelah makan selama 4 minggu , atau dengan lini
kedua berupa pemberian Ketokonazol 200 mg 1x/hari setelah makan selama 10
hari.
Prognosis pada kasus ini untuk Quo ad vitam, quo ad functionam, quo ad
sanationambonam bila kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga serta
diberikan pengobatan yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Budimulya, Unandar. 2007. Mikosis. Dalam : Djuanda A. Hamzah M,
Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima, cetakan
kedua dengan perbaikan. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal: 89-105.
2. Mansjoer, A.dkk. Tinea Kruris dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.
Jakarta: Medis Aesculapius. 2005. Hal 99-100.
3. Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 6th ed. New york: McGraw-Hill; 2003. P
4. Claire J. Carlo, MD. Patricia MacWilliams Bowe, RN, MS. Tinea
pedis(Athlete’s Foot)
5. Sheppard, Don. 2010. Obat Antijamur.Dalam : Bertram G. Katzung.
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : EGC. Hal :806-
813Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. in Tinea pedis: An
Update. Asian Journal of Medical Sciences 2 (2011)
.

32
SESI DISKUSI

1. Apa alasan pemberian antihistamin pada pasien ini?


Jawab :
Untuk meminimalisir usaha pasien menggaruk lesi tersebut karena gatal,
agar tidak terjadi infeksi sekunder (akibat garukan) pada lesi.Antihistamin
pada pasien ini merupakan cetirizine. Sifat cetirizine itu menjadi efektif
baik dalam pengobatan pruritus (gatal) dan sebagai agen anti-inflamasi
membuatnya cocok untuk pengobatan dari pruritus yang terkait dengan
lesi.
(Sheppard, Don. 2010. Obat Antijamur.Dalam : Bertram G. Katzung.
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : EGC. Hal :806- 813)
2. Mengapa memberikan obat sistemik ketokonazol dibandingkan obat
griseofulvin?
Jawab :
Ketokonazol merupakan azol pertama yang digunakan secara klinis untuk
dermatofitosis, spectrum kerjanya luas pada Trycophyton Sp,
Epidermophyton Flococcum, Candida Sp, Microsporum, Pitiriasis
Versikolor, Pitiriasis Kapitis. pada kasus tinea pedis yang paling sering
penyebabnya trycophyton rubrumsedangkan obat griseofulvin spektrum
kerja sempit yaitu hanya untuk microsporum dan epidermophyton. Lama
pengobatan ketokonazol hanya 10- 14 hari sedangkan lama pengobatan
griseofulvin bias sampai 6 bulan – 1 tahun.

32
(Budimulya, Unandar. 2007. Mikosis. Dalam : Djuanda A. Hamzah M,
Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima, cetakan
kedua dengan perbaikan. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal: 89-105)

3. Apa Hubungan pemberian minyak kelapa pada lesi dan perluasan lesi?
Jawab :
Karena dengan pemberian oles minyak kelapa pada lesi ditambah os
menggunakan kaos kaki, dan sepatu menjadikan daerah tersebut lembab
sehingga meningkatkan aktifitas perkembangan jamur.
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam
pertumbuhan jamur.
(Hapcioglu, B., Yegenoglu Y., Disci R. 2006. Epidemiology of superficial
mycosis (tinea pedis, onychomycosis) in elementary school children in
Istanbul, Turkey. Coll Antropol; 30: 119-24)

4. Apa hubungan riwayat sosial ekonomi dengan penyakit yang diderita?


Jawab :
Pada penyakit yang disebabkan oleh dermatofitosis, keadaan social
ekonomi serta kurangnya kebersihan memegang peranan yang penting
pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada social ekonomi rendah
lebih sering terjadi daripada social ekonomi menengah). Selain itu kejdian
infeksi jamur di sela-sela jari banyak ditemukan pada wanita daripada pria
dalam hal berhubungan dengan pekerjaan.
(Dian, Ratna Kurniawati. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Tinea Pedis pada Pemulung di TPA Jatibarang
Semarang.http://www.eprint.undip.ac.id/. Di akses tanggal 21 Juli 2016)

32
5. Kenapa ketokonazol diberikan selama 10-14 hari?
Jawab :

Ketokonazol diberikan sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari sampai


14 hari. Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan
mencapai keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin.
Penghantaran menjadi lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis
dalam waktu 3-4 minggu.
(Dumansari, Ramona. 2008. Pengobatan Dermatomikosis. Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara)

6. Kenapa diberikan mikonazol? Kenapa dioleskan 3x/hari? Kenapa


diberikan selama 2 minggu ? berapa miligram diresepkan pada pasien?
Jawab :
Mikonazol nitrat 2% krim merupakan antifungi; derivate imidazole,
merusak membrane dinding sel jamur yang selanjutnya akan
meningkatkan permeabilitas sehingga menyebabkan hilangnya nutrisi sel.
Salep dioleskan 3 kali sehari, sesudah mandi pagi, sore dan sebelum tidur
sampai lesi kulit membaik diberikan selama 2 minggu atau hasil
pemeriksaan KOH negatif. Hal ini umumnya untuk mencegah
kekambuhan oleh karena obat anti jamur umunya bersifat fungsistatik,
sehingga lama pengobatan perlu 3-4 minggu.

Resep
R/ Mikonazol 2% cream tube 5 gr No.I
S s.u.e 3 dd applic (pada lesi)

(Sheppard, Don. 2010. Obat Antijamur.Dalam : Bertram G. Katzung.


Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : EGC. Hal :806- 813)

32
7. Kenapa diberikan cetirizine ?
Jawab :
Pada pasien mengalami gatal. Sifat cetirizine menjadi efektif baik dalam
pengobatan pruritus (gatal) dan sebagai agen anti-inflamasi membuatnya
cocok untuk pengobatan dari pruritus yang terkait dengan lesi.Memiliki
efek metabolisme di hepar lebih minimal. Merupakan golongan non
sedative dimana tidak menembus blood brain barrier.
(Sheppard, Don. 2010. Obat Antijamur.Dalam : Bertram G. Katzung.
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : EGC. Hal :806- 813)

32

Anda mungkin juga menyukai