STEMI
A. Pengertian
Miokard infark merupakan kematian jaringan miokard yang
diakibatkan penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke
jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut
juga STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut
dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan
menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi
tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau
tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh
darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009).
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction)merupakan bagian dari
sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST.
STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba
(Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena
trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan
oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik
dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma
disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh
darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena
sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan (Santoso, 2005)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi
pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah
koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-
benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen
dan mati.
B. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura,
atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya
infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia,
aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme
arteri menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak
ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak
didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda
biokimiawi sempat meningkat.
4. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
5. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
6. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.
Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass
koroner. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak
dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga.
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor
resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor
tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan
alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard
pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark
miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol
atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol
Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor
penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention
Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa.
Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard
berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak
sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut
Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang
berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di
abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin an
diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya
dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi
secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha,
2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang
mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan
bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki
kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark
miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki
kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers,
2004).
D. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal
dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya
dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada
pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
E. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.
Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah kedistal dari tempat penyumbatan terjadi
(Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes
mellitustipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi
menyebabkandisfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-
faktor di atasmenimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif
seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan
anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru meningkatkan
produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan
dalam migrasi dan pertumbuhan sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel
teraktivasi.Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah
menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan
bekerja mengeliminasikolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos dari tunika
media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah
bercak lemak menjadi ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma
matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi
atau ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam
ateroma menyebabkan oklusi arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh
formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk
keadaanobstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan
manifestasiklinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap
kuantitasiskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh
sebab itu,obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke
jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke
subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemiayang disebabkan oklusi total atau subtotal
arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi
dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas
metabolisme,fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme
asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar
oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa
diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membrane sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel
(<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir
pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di
arterikoroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan
subendokardial(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan
oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam
hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang terlibat mengalami
nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokarddan terdiri dari bagian nekrosis yang
telah terjadi pada waktu berbeda-beda(Selwyn, 2005)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan
oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium
ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan
karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang dan Hasil
1. EKG
Segmen ST elevasi, namun normal saat serangan hilang
Aritmia (bila ada harus dicatat)
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Laboratorium Darah
- Complete Blood Cells Count
Anemia dan PCV menurun
Leukosit
- Fraksi lemak
Terutama kolesterol (LDL / HDL) dan trigliserid
- Serum tiroid
Hipothiroid / hiperthiroid
- Cardio iso enzim
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Radiologi
- Thorax Rontgen : hipertrofi jantung
- Echocardiogram : melihat penyimpangan gerakan katub,
ukuran ruang katub
- Scanning jantung : untuk melihat luas daerah ischemic pada
jantung
- Ventrikulagrafi : untuk melihat kemampuan kontraksi otot
jantung
- Katerisasi jantung : untuk melihat lokasi sumbatan dengan
tepat
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia
missal lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty
atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri
koroner.
2) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen
miokard dengan kebutuhan tubuh.
3) Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d
ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4) (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan
preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti
aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5) (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d
penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6) (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan
perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
7) Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan
terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
d. Intervensi
1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri
koroner.
Intervensi Keperawatan Rasional
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Hari, Tanggal : Senin, 16 Mei 2016
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul
Oleh : Andri, Arsinda, Diego, Arfi, Nurin
Sumber : Pasien, keluarga Pasien, catatan medis, tenaga kesehatan
1. Identitas Data
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Tempat, Tanggal Lahir : Bantul, 31 Desember 1939
Umur : 77 tahun
Alamat : Cabeyan, Panggungharjo, Sewon, Bantul
Agama : Islam
Diagnosa medis :STEMI
No. RM : 47-xx-19
Tanggal masuk RS : 16 Mei 2016
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Cabeyan, Panggungharjo, Sewon, Bantul
Hubungan dgn pasien : Anak kandung
Status perkawinan : Kawin
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri dada menjalar ke lengan kiri dan punggung, nyeri
bertambah saat beraktivitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus
menerus, skala 5.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 00.30 WIB saat klien
b.a.k tiba-tiba klien merasa nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, keringat
dingin. Kemudian klien memutuskan untuk tidur kembali namun nyeri dada
terasa semakin berat dan klien sesak nafas. Pukul 02.00 WIB klien dibawa
ke IGD RSUD Panembahan Senopati oleh keluarganya. Selama di IGD
klien diberikan O2 kanule binasal 3 lpm, dilakukan terapi inhalasi flexotide
dan ventolin, pasang infus NaCl mikro dan diberikan terapi arixtra, ISDN,
captropil, diazepam. Kemudian pukul 05.00 klien dipindahkan ke ICU
untuk monitoring hemodinamik.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tahun 2013 pernah dirawat di RS karena operasi HIL
dekstra . Sebelumnya klien belum pernah merasakan nyeri dada.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
seperti klien. Keluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit menular
maupun menurun seperti jantung, hipertensi, asma, DM dan TBC.
Genogram:
Tn. S
Keterangan :
: perempuan : menikah
: keturunan
: Laki-laki
: pasien : tinggal satu rumah
1. Kesehatan fungsional
a. Aspek fisik-biologis
1) Pola nutrisi
a) Sebelum sakit
Sebelum sakit frekuensi makan klien tiga kali sehari dengan
makanan pokok nasi. Tidak punya alergi makanan. Porsi
makan klien satu piring penuh habis. Klien sering minum
air putih dan teh. Klien mengatakan minum sehari 5-7 gelas
per hari (1,2 L).
b) Selama sakit
Klien mengatakan dirumah sakit mendapatkan diit 3x
sehari. Klien mengatakan makan diit yang disediakan RS
hanya habis 3/4 porsi saja. Saat pasien dirawat di rumah
sakit pasien minum ±1000 cc sehari.
2) Pola eliminasi
a) Sebelum sakit
Klien mengatakan b.a.k lancar, setiap harinya pasien b.a.k
4-5x sehari tidak ada keluhan. B.a.b 1x sehari pada pagi
hari, konsistensi lembek, bau khas feses, warna kuning.
b) Selama sakit
Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit klien
b.a.k sebanyak 600 cc sehari. Warna kuning dan bau khas
urine. Klien mengatakan selama di rumah sakit belum b.a.b.
Klien terpasang kateter sejak tanggal 16 mei 2016.
3) Pola aktivitas,tidur dan istirahat
a) Sebelum sakit
1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Klien melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan,
minum, toileting, berpakaian, mandi dilakukan secara
mandiri.
2) Keadaan pernafasan
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sesak
nafas.
3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
jantung sebelumnya. Tidak ada keluhan nyeri dada,
sesak napas maupun mudah letih saat beraktivitas
4) Kebutuhan tidur
Klien mengatakan memiliki pola istirahat tidur ± 8 jam
sehari. Klien biasanya tidur pukul 20.00 WIB dan
bangun pukul 04.00 WIB. Pada saat malam hari klien
sering terbangun untuk b.a.k. Klien mengatakan jarang
tidur siang. Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi obat tidur.
b) Selama sakit
(1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan badannya lemas. Selama sakit pasien
mendapatkan perawatan intensives care dan dianjurkan
tirah baring di tempat tidur. Kebutuhan ADL pasien
seperti makan, toileting, dan berpakaian sepenuhnya
dibantu oleh perawat yang bertugas.
(2) Keadaan pernafasan
Selama klien di rumah sakit, pasien terpasang oksigen
dengan kanul nasal 3 lpm. Klien mampu bernapas
spontan 30 x/menit. Irama pernafasan pasien teratur,dan
cepat, terdengar bunyi nafas vesikuler.
(3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan nyeri dada, tidak terdapat
pembesaran jantung. Suara jantung lup-dup.
(4) Kebutuhan tidur
Selama klien dirawat di rumah sakit, klien tidur dari
pukul 21.00 dan bangun pukul 05.00 WIB. Klien tidak
mengalami gangguan pola tidur.
4) Pola kebersihan diri
a) Sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit dan dirawat di rumah
sakit, klien biasa mandi dua kali sehari mengunakan sabun,
sikat gigi dua kali sehari, mengganti pakaian dua kali sehari
dan keramas dua hari sekali.
b) Selama sakit
Selama pasien dirawat di rumah sakit, beberapa kebutuhan
ADL klien dibantu oleh perawat dan keluarga. Pasien
mengatakan selama dirawat di rumah sakit dimandikan
diatas tempat tidur oleh perawat.
b. Aspek intelektual, psikososial dan spiritual
1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Klien mengatakan sebelumnya tidak mengetahui tentang nyeri
pada dada. Klien mengatakan awalnya hanya menggangap
masuk angin biasa.
2) Pola hubungan
Hubungan antara keluarga dengan klien dan keluarga dengan
petugas pelayanan kesehatan baik. Keluarga pasien sangat
kooperatif dan komunikatif setiap dilakukan tindakan
keperawatan pada Tn. S
3) Koping atau toleransi stres
Keluarga klien mengatakan jika klien mempunyai masalah,
maka klien biasanya membicarakan dan merundingkan dengan
istri, keluarga dan kerabat dekat.
4) Kognitif dan persepsi tentang penyakit
Klien dan keluarga mengatakan tidak tahu tentang keadaan
yang diderita saat ini karena klien baru pertama kali menderita
penyakit jantung. Pasien mengatakan selama pasien dirawat di
Ruang ICU belum berani banyak bergerak karena masih nyeri
dada dan sesak nafas namun pasien mengatakan dirinya ingin
segera sembuh.
5) Konsep diri
a) Gambaran diri
Pasien mengatakan bahwa dirinya baru sekali mengalami
kondisi seperti ini.
b) Ideal diri
Pasien mengatakan akan tetap melakukan kegiatan sehari-
hari secara mandiri jika sudah sembuh namun akan
mengurangi kegiatan yang berlebihan karena takut nyeri
dadanya kambuh.
c) Peran diri
Pasien mengatakan berperan sebagai seorang suami dan
kepala rumah tangga.
d) Identitas diri
Pasien mengatakan ingin segera cepat sembuh dan
melakukan aktivitas sehari-hari sebagai seorang kepala
rumah tangga.
e) Harga diri
Sebagai seorang kepala rumah tangga, pasien ingin segera
sembuh dan bekerja mencari nafkah lagi.
6) Seksual
Klien mengatakan tidak ada gangguan reproduksi. Kebutuhan
seksual pasien tidak terkaji.
7) Nilai
Klien beragama islam, selama sakit klien tidak dapat
melakukan ibadah (sholat) dan hanya berdoa demi
kesembuhannya.
c. Aspek lingkungan fisik
Lingkungan fisik klien sangat mendukung dalam proses
penyembuhan, selain itu keluarga klien sangat memperhatikan
keselamatan klien di atas tempat tidur selama klien dirawat di
rumah sakit serta peran perawat yang selalu memonitor keadaan
klien. Tempat tidur klien terpasang restrain sehingga dapat
meminimalisir risiko jatuh pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : CM
2) Status gizi :
TB : 155 cm
BB : 55 kg
IMT : 22,9kg/m2
3) Tanda-tanda vital
TD : 160 / 90 mmHg
S : 36˚C
HR : 55 x/menit
RR : 30 x/menit
4) Skala nyeri : 5
5) Nilai GCS
E 4V5M6
Jumlah : 15
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.0 14.0 -18.0 gr/dl
Lekosit 7.48 4.00 - 11.00 10^3/ul
Eritrosit 4.73 4.00 - 5.00 10^6/ul
Trombosit 394 150 - 450 10^3/ul
Hematokrit 342.6 36.0 – 460 vol %
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 2–4%
Basofil 0 0–1%
Batang 5 2–5%
Segmen 66 51- 67 %
Limfosit 27 20 – 35 %
Monosit 2 4–8%
KIMIA KLINIK
FUNGSI JANTUNG
CK MB 26 7 - 25 U/L
Troponin I 1.28 < 1 ng/ ml
ELEKTROLIT
Natrium 143.4 137. 0-145mmol/l
Kalium 3.62 3.5 – 5.1 mmol/l
Klorida 108.2 98 – 107 mmol/l
FUNGSI HATI
SGOT 24 < 37 U/L
SGPT 23 < 41 U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 42 17 – 43 mg/dl
Creatinin 0.87 0.9- 1.3 mg/dl
LEMAK
Kolesterol total 218 150-200 mg/dl
LDL-Cholesterol (direct) 152 < 115 mg/dl
HDL- Cholesterol (direct) 50 >39 mg/dl
Trigliserida 82 60-150 mg/dl
7. Terapi Pengobatan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Iskemia miokard akibat sumbatan arteri
coroner ditandai dengan :
DS:
- Klien mengatakan nyeri dada menjalar ke lengan kiri dan punggung,
nyeri bertambah saat beraktivitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri
terus menerus, skala 5.
DO:
- TD : 160 / 90 mmHg
- HR : 55 x/menit
- RR : 30 x/menit
- S : 36˚C
- Pengkajian nyeri :
P : nyeri saat bergerak
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas miokard ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan sesak nafas
DO :
- TD : 160 / 90 mmHg
- S : 36˚C
- HR : 55 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Kesadaran CM
- Pupil isokor
- Refleks cahaya +/+
- Pasien Bedrest total
- EKG = normal sinus rhythm
- CRT kurang dari 2 detik, kulit tampak lembab
- Input makan ¾ porsi , minum 1000 cc
- Output urine 600 cc
- Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
- Terpasang bedset monitor
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan :
DS:
- Pasien mengatakan sesak nafas
- Pasien mengatakan badannya lemas
DO:
- Pasien bedrest total
- Posisi semi fowler
- Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan selama dirawat di rumah sakit dimandikan diatas
tempat tidur oleh perawat
DO :
- Pasien b.a.k dengan dower catheter
- Pasien diharuskan tirah baring selama dirawat di rumah sakit
- Klien makan disuapi oleh keluarganya
- Kebutuhan ADLs klien dibantu oleh perawat
D. Intervensi Keperawatan
Nama pasien : Tn.S
No RM : 47-xx-19
Andri
4. Defisit Senin, 16 Mei 2016 pukul 09. 00 Senin, 16 Mei 2016 pukul 09. 00 Senin, 16 Mei 2016 pukul 09. 00
perawatan diri WIB WIB WIB
berhubungan - Untuk mengetahui tingkat
dengan Setelah dilakukan asuhan - Kaji kemampuan pasien dalam kemampuan pasien untuk
kelemahan keperawatan selama 3x24 jam memenuhi perawatan diri memenuhi kebutuhan perawatan
dirawat di rumah sakit, _eficit - Bantu klien memenuhi kebutuhan diri pasien
perawatan diri mandi teratasi dengan - Ajarkan keluarga dalam memenuhi - Untuk memenuhi kebutuhan
kriteria: kebutuhan diri perawatan diri pasien
- Pasien terlihat bersih dan rapi - Libatkan keluarga dalam - Agar keluarga dapat membantu
- Kulit pasien tidak teraba lengket pemenuhan kebutuhan diri memenuhi kebutuhan perawatan
- Keluarga dapat membantu diri pasien
pemenuhan kebutuhan - Agar keluarga mengetahui cara
perawatan diri mandi selama di Nurin membantu pemenuhan kebutuhan
rawat di rumah sakit. perawatan diri pasien.
Nurin
E. Implementasi
Nama klien : Tn. S
No RM : 47-xx-19
Dx Hari/ Waktu Implementasi Evaluasi
No tanggal
1. Senin, - Mengobservasi tanda vital Pukul 13. 30WIB
16 Mei (TD, RR, N) S:
2016 - Mengobservasi keluhan - Klien mengatakan nyeri dada menjalar
nyeri pasien (PQRST) ke lengan kiri dan punggung berkurang,
- Mengatur posisi pasien nyeri bertambah saat beraktivitas, nyeri
pada posisi yang paling seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus
nyaman. menerus, skala 4.
- Mengajarkan tehnik O:
relaksasi nafas dalam - TD : 150 / 90 mmHg
- HR : 62 x/menit
Andri, Arfi, Arsinda, - RR : 24 x/menit
Diego, Nurin - S : 36,4˚C
- Pengkajian nyeri :
P : nyeri saat bergerak
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri dada sebelah kiri menjalar ke
punggung
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul
A: Nyeri akut teratasi sebagian
P:
- Observasi nyeri
- Anjurkan nafas dalam jika nyeri
- Besok periksa Electrokardiograf
Andri, Arfi, Arsinda,
Diego, Nurin
Selasa, 09.00 - Mengobservasi tanda vital Pukul 13. 30WIB
17 Mei 09.00 (TD, RR, N) S:
2016 - Mengobservasi keluhan - Klien mengatakan nyeri dada menjalar
09.00 nyeri pasien (PQRST) ke lengan kiri dan punggung berkurang,
- Mengatur posisi pasien nyeri bertambah saat beraktivitas, nyeri
pada posisi yang paling seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus
09.00 nyaman. menerus, skala 3.
- Menganjurkan untuk nafas O:
12.45 dalam - TD : 120 / 70 mmHg
13.00 - HR : 48 x/menit
Andri, Arfi, Arsinda, - RR : 26 x/menit
Diego, Nurin - S : 35,5˚C
- Pengkajian nyeri :
P : nyeri saat bergerak
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri dada sebelah kiri menjalar ke
punggung
S : skala nyeri 3
T : nyeri hilang timbul
A: Nyeri akut teratasi sebagian
P:
- Observasi nyeri
- Anjurkan nafas dalam jika nyeri
BAB III
KESIMPULAN