UNTUK
PENGUJIAN KUALITAS BENIH KEDELAI
Sri Agustini Sulandari
ABSTRACT
To contribut the Goverment reffart in food resistance, it had
been done a study and research of soybean seed quality with
Baluran variety in various classes, were principle seed, spreaded
seed and consumption seed by using Photoaccoustic Detector
that based on Laser CO2 “Sealled Off”. To study this quality of
seed, had done a research to find out the different a of pattern
etilen gas output from soybean seed Baluran variety with the
three different classes of seed that in the process of germinating.
From the result of etilen output gas pattern, the highest
concentration was spreaded seed (2.27 ppm), and then followed
consumption seed (1.04 ppm) and the lowest was principle seed
(0.60 ppm). The enhancement a physical condition of sprout
showed that spreaded seed was the fastest growth seed, whereas
principle and consumption seeds showed the same flow of
growth. Although, principle seed showed that there was 2% seed
could not germinate. There was positive correlation among
physical condition of seed with etilen output concentration. The
seed with high germinated flow had also given the high etilen
output concentration.
Keywords : photoaccoustic, soybean seed, etilen, concentration.
1. PENDAHULUAN
Pengukuran gas kelumit merupakan salah satu subyek yang
sangat penting dalam bidang biologi, pertanian dan lingkungan.
Pada bidang pertanian, misalnya pengukuran gas etilen banyak dilakukan
Sri Agustini Sulandari adalah Dosen Program Studi Fisika, Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Alamat Korespondensi:
Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY. Email:
ritasuhadi@staff.usd.ac.id
33
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
34
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efek Fotoakustik
Serapan radiasi oleh suatu molekul gas terjadi apabila radiasi
tersebut beresonansi dengan transisi antar aras-aras tenaga molekul
gas itu. Jika molekul gas menyerap radiasi foton, maka molekul yang
menempati aras tenaga dasar E0 (ground state) akan tereksitasi ke
aras tenaga yang lebih tinggi E1 (excited state), dengan E = E1 – E0
= h merupakan perbedaan tenaga antara dua aras tersebut, sedang
merupakan frekuensi radiasi foton yang diserap. Molekul yang
tereksitasi tadi berada dalam keadaan tidak stabil sehingga
cenderung kembali ke aras dasar yang stabil disertai disipasi energi
E lewat proses deeksitasi molekuler. Proses deeksitasi molekul
tersebut berlangsung melalui berbagai cara (Gambar 1), yaitu:
a) Molekul memancarkan radiasi foton yang sering disebut
deeksitasi radiatif atau proses fluoresensi.
b) Molekul memulai reaksi secara kimiawi atau pengaturan
ikatan kimia yang dinamakan proses fotokimia.
c) Molekul satu membentur molekul lain yang berspesies, sama
yang berada pada keadaan dasar E0 kemudian mengeksitasi
molekul tersebut ke keadaan eksitasinya E1. Proses demikian
disebut sebagai pemindahan energi antarsistem.
d) Molekul saling berbenturan dan pada saat itu tenaga eksitasi
diubah menjadi tenaga translasi atau tenaga kinetik yang
mengakibatkan tenaga translasi dua molekul sesudah
benturan secara rata-rata lebih besar daripada sebelum
benturan. Hal ini akan menimbulkan pemanasan medium gas
(Rosencwaig, 1980).
35
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
Relaksasi
Non-radiatif
Gambar 1. Berbagai Jenis Proses yang Terjadi pada Molekul Menuju Aras
Dasarnya setelah Menyerap Radiasi Laser h (Rosencwaig, 1980)
Proses fotokimia terjadi bila energi radiasinya cukup tinggi, sedang
pada energi rendah, proses yang saling berkompetisi adalah fluroresensi
dan pererasan dengan cara benturan. Pererasan radiatif melalui
fluroresensi terjadi dalam waktu 10-2 detik pada panjang gelombang
inframerah = 10 m dan 10-7 detik pada panjang gelombang
cahaya tampak = (0,4 – 0,8) µm. Sedang pererasan nonradiatif dengan
cara benturan antarmolekul waktu relaksasinya bervariasi antara =
10-5 - 10-7 detik pada tekanan atmosfer. Dengan demikian pada panjang
gelombang = 10 µm pererasan radiatif dapat diabaikan secara
sempurna karena laju pererasan nonradiatif (1/ ) jauh lebih besar
daripada laju pererasan radiatif (1/ ) (Harren, 1988).
Efek fotoakustik sangat ditentukan oleh banyaknya proses
pererasan non radiatif, sedang proses yang terjadi pada serapan
radiasi oleh molekul dapat diatur sesuai dengan yang dikehendaki.
Untuk radiasi laser yang mempunyai panjang gelombang di daerah
sekitar 10 µm, proses pererasan hampir seluruhnya berbentuk
deeksitasi nonradiatif. Adapun panjang gelombang pada daerah ini
dimiliki oleh radiasi inframerah yang dihasilkan oleh sumber radiasi
laser CO2 (Harren, 1988).
Radiasi inframerah menyebabkan molekul tereksitasi ke aras
rotasi vibrasi sehingga terjadi kenaikan enegi kinetik rerata
molekul gas akibat benturan molekul-molekul yang mengakibatkan suhu
cuplikan gas naik. Pada volume tertutup sesuai dengan persamaan
keadaan yang berlaku pada gas, kenaikan suhu akan mengakibatkan
kenaikan tekanan. Jika berkas radiasi yang datang pada cuplikan gas
36
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
37
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Laboratorium Fotoakustik, Jurusan Fisika UGM Yogyakarta.
38
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
3.3.1 Laser
Pada detektor fotoakustik, laser yang digunakan sebagai sumber
cahaya adalah laser CO2 sealed-off yang terdiri dari:
a) Power Supply
Power supply (Gambar 2, Nomor 11) berfungsi sebagai penyedia
arus listrik yang akan dialirkan ke tabung laser sehingga elektron-
elektron akan menembak molekul-molekul yang terdapat pada
medium laser. Molekul-molekul tersebut akan melakukan eksitasi
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Melalui proses tersebut kondisi
inversi populasi dapat tercapai.
b) Resonator Optis
Resonator optis yang digunakan terdiri dari cermin parsial dan
kisi yang dipasang sejajar dan saling berhadapan. Kedua cermin
ini akan memantulkan cahaya yang datang. Melalui proses ini
akan terjadi pancaran terangsang tambahan yang akan
membentuk aksi laser. Salah satu cermin yang digunakan (Gambar
2, Nomor 3) adalah cermin 98%. Pada cermin tersebut, 98% cahaya
akan dipantulkan untuk penguatan laser dan 2% cahaya akan
diteruskan sebagai keluaran laser. Untuk cermin lainnya (Gambar
2, Nomor 7), digunakan kisi yang berfungsi memantulkan cahaya
laser dengan panjang gelombang yang dipilih untuk digunakan.
Posisi kisi dapat diatur oleh steppermotor (Gambar 2, Nomor 8)
yang akan menggerakkan kisi dan menempatkannya pada posisi
panjang gelombang laser yang diinginkan.
c) Tabung Laser
Tabung laser (Gambar 2 Nomor 5) terdiri atas dua tabung yang
berlapis, yaitu tabung dalam yang berisi medium aktif laser
berupa campuran gas CO2, N2, dan He, dan tabung luar yang dialiri
air dan berfungsi sebagai pendingin. Pada penelitian ini, digunakan
tabung laser LTG (Laser Tech Group INC.) model LT 30-626, serial
No. 200801, panjang 52 cm.
39
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
d) Piezo
Piezo (Gambar 2, Nomor 2) yang terletak di belakang cermin
berfungsi untuk mengatur panjang resonator laser. Piezo akan
mendorong cermin sehingga panjang resonator ber ubah.
Pengaturan ini untuk memperoleh daya laser yang optimum.
e) Chopper
Chopper (Gambar 2, Nomor 6) digunakan untuk memodulasi laser.
Saat laser melalui celah chopper, cahaya laser akan langsung
mengenai kisi dan dipantulkan sehingga intensitas laser akan tinggi.
Namun, jika cahaya laser terhalang chopper, intensitas laser yang
dihasilkan adalah nol. Dengan mengatur frekuensi putaran chopper,
modulasi laser dapat diubah-ubah.
f) Powermeter
Powermeter (Gambar 2, Nomor 1) digunakan untuk mengukur
keluaran daya laser (output laser) yang dihasilkan.
40
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
Gambar 3. Sel Fotoakustik. I: pintu masuk gas; O: pintu keluar gas; M: Mikropon
41
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
42
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
43
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
44
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
Konsentrasi vs Waktu
45
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
S/P vs Waktu
46
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
47
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
Kalibrasi Etilen
Konsentrasi Sinyal/Daya (V/W)
1,00E-05 0,01754
48
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
BP
Sinyal/Daya Latar Konsentrasi ppm
1,11E-03 0,00E+00 6,33E-07 0,63
BR
Sinyal/Daya Latar Konsentrasi ppm
0,00403 0,00E+00 2,30E-06 2,30
BK
Sinyal/Daya Latar Konsentrasi ppm
0,00188 0,00E+00 1,07E-06 1,07
a. Kelas BP
Jumlah 100 biji. Semua biji mulai berkecambah dilihat dari
tumbuhnya akar. Tetapi, akar masih belum menembus kulit ari.
b. Kelas BR
Jumlah 100 biji. Semua biji mulai berkecambah yang dilihat dari
tumbuhnya akar, jumlah biji yang akarnya masih belum menembus
kulit ari ada 56 biji, jumlah biji yang akarnya sudah menembus kulit
ari dengan panjang + 5 mm ada 18 biji, dan jumlah biji yang akarnya
sudah menembus kulit ari dengan panjang + 10 mm ada 26 biji.
c. Kelas BK
Jumlah 100 biji. Ada 98 biji mulai berkecambah dilihat dari
tumbuhnya akar tetapi akar masih belum menembus kulit ari.,
sedangkan 2 biji tidak berkecambah
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pola Keluaran Gas Etilen
Karena gas etilen terakumulasi, maka konsentrasi awal dari
etilen cukup tinggi, yaitu 9,38 ppm untuk BP, 9,66 ppm untuk BR, dan
6,24 ppm untuk BK. Konsentrasi etilen kemudian turun menyerupai
kurva eksponensial. Pola penurunan secara eksponensial ini sama untuk
49
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
benih BP, BR dan BK. Setelah waktu kurang lebih 25 menit, konsentrasi
keluaran etilen dari benih BP, BR, maupun BK menjadi konstan (kurva
konsentrasi vs waktu mendatar). Konsentrasi yang konstan ini
(konsentrasi flat) menunjukkan produksi real etilen dari benih (bukan
hasil akumulasi). Konsentrasi flat ini terukur untuk benih BP 0,60 ppm,
benih BR 2,27 ppm dan benih BK 1,04 ppm.
a. Persamaan
1) Pola penurunan konsentrasi eksponensial baik untuk benih BP,
BR maupun BK.
2) Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi etilen
yang konstan adalah sama, yaitu kurang lebih 25 menit.
b. Perbedaan
1) Konsentrasi etilen awal berbeda-beda. Tertinggi adalah benih
BR (9,66 ppm) kemudian benih BP (9,38 ppm) dan paling
rendah benih BK (6,24 ppm).
2) Konsentrasi flat juga berbeda-beda. Tertinggi adalah benih BR
(2,27 ppm) kemudian benih BK (1,04 ppm) dan paling rendah
benih BP (0,60 ppm).
50
Sri Agustini Sulandari, Penggunaan Detektor Fotoakustik ....
4. KESIMPULAN
1. Pola keluaran etilen dari benih BP, BR dan BK memiliki kesamaan
dalam hal menurun secara eksponesial dan memerlukan waktu
yang sama untuk mencapai konsentrasi konstan.
2. Dari pola keluaran etilen (konsentrasi awal dan konsentrasi flat)
terlihat bahwa urutan kualitas benih adalah benih BP kemudian
BR dan BK.
3. Ada korelasi positif antara kondisi fisik benih dengan
konsentrasi keluaran etilen. Benih dengan kecepatan
berkecambah yang tinggi memberikan konsentrasi keluaran
etilen yang tinggi pula. Hal ini terjadi pada benih kelas BR.
51
Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, November 2010
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertaian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006. Kebijakan
Perbenihan dan Deskripsi Varietas Tanaman Pangan.
Yogyakarta.
Harren, F. J. M. 1988. “The Photoaccoustic Ef fect, Refined, dan
Applied to Biological Problems”. Ph.D. Thesis. Catholic
University of Nijmegen The Netherlands. Harren F.J.M.,
Bijnen, F.G.C.
Reuss, J., Voesenek L. A.C. J., Blom C.W.P.M. 1990a. “Sensitive
Intracavity Photoaccoustic Measurements with a CO 2
Waveguide Laser”. Appl Phys. B. 50: 137-144.
Harren F. J. M., Reusss J., Woltering E.J., Bicanic D.D. 1990b.
“Photoacoustic Measurements of Agriculturally Interesting
Gases and Detection of C2H 4 Below the Ppb Level”. Applied
Spectroscopy. Vol. 44, No 8: 1360-1368.
Morse, P.M. dan Ingard K.U. 1968. Theoretical Acoustics. New York:
Mc Graw-Hill Book Company.
Pao, Y.H. 1977. Optoaccoustic Spectroscopy and Detection. New York:
Academic Press.
Repond, P., Sigrist M. W. 1996. “Photoaccoustic Spectroscopy on Trace
Gases with Continuously Tunable CO2 Laser”. Applied Optics.
Vol. 35. No. 21: 4065-4085.
Rosencwaig, A. 1980. Photoaccoustic and Photoaccoustic Spectroscopy.
New York: John Wiley and Sons.
Santosa I. E. 2002. “Oxidative Stress and Pathogenic Attack in
Plants, Studied by Laser Based Photoaccoustic Trace Gas
Detection”. PhD Thesis. Nijmegen.
Sigrist M. W. 1995. “Trace Gas Monitoring by Laser-Photoaccoustic
Spectroscopy”. Infrared Phys. Technol 36: 415-425.
Thony A., Sigrist M. W. 1995. “New Developments in CO 2 Laser
Photoacoustic Monitoring of Trace Gases”. Infrared Phys.
Technol. Vol. 36 No. 2: 585-615.
Wasono, M. A. J. 1998. “Construction and Performance of CO 2
Laser Driven Photoacoustic Spectrometer as A Monitor of
Ethylene Emmision in Post Har vest Metabolisme of
Tropical Fruits”. Ph.D. Disser tation. Yogyakarta: UGM.
52