Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

OLEH:
RISNA DAMAYANTI
P07120520046

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

I. Konsep Teori
A. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikimia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smeltzer dan bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelimpok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hiperglikimia yang terjadi karna kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya. Hiperglikimia kronik pada
diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jatung dan
pembulu darah (PERKENI, 2015 Dan ADA, 2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemi kronik akibat defisiensi skresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari imsulin yang disertai berbagai kelainan metabolik lain
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus merupakan
gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin, hal tersebut dapat disebabkan oleh
gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans kelenjar
panpreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin.
B. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Pramita & Khasanah (2017) Diabetes mellitus ada 4 tipe. Tipe
tersebut adalah DM tipe I, DM tipe II, DM gastational dan DM karena
syndrome lainnya.
1. Diabetes Mellitus Tipe I (IDDM)

Diabetes Mellitus Tipe I disebut dengan insulin dependent, diabetes


mellitus tipe I ialah tipe diabetes yang terjadi karena tubuh tidak mampu
menghasilkan insulin sama sekali sehingga sel yang di hantarkan oleh
glukosa tidak mampu di hantarkan dengan baik. Tipe I sangat diabetes
mellitus suntikan insulin agar mampu menjalani aktivitas kehidupan secara
normal kembali. Jika penderita tidak mendapat kan insulin akan mengalami
keluhan yang sangat khas seperti lemah hingga penurunan kesadaran.
Kondisi gawat pada penderita diabetes mellitus sering terjadi di diabetes
mellitus tipe I. Kondisi ini di sebut atau di namakan dengan asidosis
metabolik.

Diabetes mellitus tipe I tidak banyak ditemukan di Indonesia, kondisi


ini sangat besar dengan garis khatulistiwa yang dapat yang dekat dan
melewati negara indonesia. Semakin jauh negara dari garis khatulistiwa
negara dari garis khatulistiwa maka semakin besar resiko kejadian diabetes
mellitus tipe I begitu pula sebaliknya. diabetes mellitus tipe I sering di
derita oleh usia di bawah 15 tahun. Diabetes mellitus tipe I ini dengan besar
kaitannya dengan faktor keturunan, tidak jarang penderita diabetes mellitus
tipe I telah menderita penyakit ini sejak masa kecil.
2. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus Tipe II atau di sebut juga dengan non insulin


dependent diabetes mellitus adalah tipe diabetes mellitus dimana tubuh
mampu menghasilkan insulin namun tidak mencukupi/kurang. Diabetes
mellitus tipe II merupakan besar kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat
seperti kurang gerak dan makanan siap saji yang semakin hari banyak
dikonsumsi.
Saat seseorang bangun tidur kemudian mulai berangkat ke kantor
hingga melakukan aktivitas sehari-hari jarak perjalanan yang ditempuh
dengan jalan kaki sudah sangat minimal karena mudahnya transportasi,
bahkan hampir semua pusat perbelanjaan sudah di lengkapi dengan lift
dan eskalator. Waktu olahraga masyarakat modern juga sudah sangat sulit
selain karena minimnya lahan terbuka hijau dan wahana olahraga,
kesibukan kerja di luar hari libur justru mendorong masyarakat lebih
memilih istirahat atau sekedar rekreasi saat mendapatkan jatah libur.
Kondisi tersebut yang mendukung kejadian diabetes mellitus tipe II
setiap tahunnya meningkat.
3. Diabetes Mellitus Gestational
Diabetes mellitus gestational adalah tidak seimbangnya kadar gula
darah saat mengalami kehamilan. Saat seorang hamil, ketidakseimbangan
Hormon di dalam tubuh berisiko semakin besar. Akibat tidak
seimbangnya hormon seperti hormon insulin, kadar gula darah di dalam
darah juga dapat mengalami peningkatan. Selama tubuh mampu
mentoleransi gula darah berlebih maka kondisi ini tidak akan
menimbulkan bahaya yang berarti.
4. Diabetes Mellitus Syndrome Lainnya
Diabetes mellitus syndrome lainnya adalah jenis diabetes mellitus yang
terjadi karena banyak faktor-faktor tersebut terdiri dari kanker pankreas atau
karena konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan gula darah.
Tabel. Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe I Diabetes Mellitus Tipe II
Kerusakan terdapat pada sel Bersifat familial/keturunan.
penghasil insulin.

Sel β pankreas rusak sehingga Sering terjadi resistensi insulin.


insulin tidak terbentuk

Sering terjadi ketosis (koma) Jarang terjadi ketosis


Kebutuhan insulin untuk Insulin dalam darah cukup,
mengendalikan glukosa kurang namun sel dalam tubuh tidak
bereaksi dengan baik.
Penderita DM I umumnya Penderita DM tipe II bertubuh
bertubuh kurus. gemuk.

Umumnya berusia muda Umumnya berusia lebih dari 40


tahun.

C. Etiologi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus yang lebih di kenal dengan penyakit kencing manis
mempunyai faktor pemicu penyakit tersebut, diantarannya:
1. Pola makan
2. Obesitas (kegemukan)
3. Faktor genesis
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
5. Penyakit dan infeksi pada pangkreas
6. Pola hidup
7. Kadar kortikosteroid yang tertinggi
8. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan
9. Obat-obat yang dapat merusak pangkreas
10. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

Penyebab terjadinya diabetes melitus tipe II diakibatkan karena insulin yang di


hasilkan pangkreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada di dalam
darah yang diakibatkan pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat.
Beberapa penyebab utama diabetes mellitus tipe II dapat diringkas sebagai
berikut:
1. Faktor keturunan, apabila orang tua atau ada saudara kandung yang
mengalaminnya.
2. Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat.
3. Kadar kolesterol yang tinggi
4. Jarang melakukan olahraga
5. Obesitas

Semua penyebab diabetes mellitus tipe II umumnya karna gaya hidup yang
tidak sehat, sehingga hal ini membuat metabolisme dalam tubuh yang tidak
sempurna sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan
baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh.
Sehingga pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh
kekurangan insulin (Rafanani, 2013).

D. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes tipe 1.pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan).Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekspresikan kedalam urin, ekseri ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis kosmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia), (Smeltzer dan Bare,2015). Defisiensi insulin juga
akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selerah makan
(polifagia) akibat menurunya simpanan kalori.Gejala lainya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan. Dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan subtansi lain).
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang disebabkannya dapat
menyebabkan tanada-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,mual, muntah,
hiperventilasi,nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
penurunan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta
ketoaasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.Meskipun pola pewarisanya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting
dalam munculnya diabetes melitus tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi
dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya
aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan
Bare, 2015). Mekanisme terjadinya diabetes melitus tipe 2 umumnya
disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.Normal
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glokosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa dan jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dan darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel B
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat akan terjadi diabetes melitus tipe 2. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe 2,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes melitus tipe 2. Meskipun
demikian, diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan
masalah akut lainya seperti sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik
(HHNK), (Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes melitus tipe 2 berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan, seperti : kelelahan, ritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
lama- lama sembuh, inveksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosa
sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes
melitus selama bertahun-tahun adalah terjadinya konplikasi diabetes melitus
jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati feriver, kelainan vaskuler
ferifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakan (Smeltzer dan
Bare, 2015).
E. Manifestasi Klinik Diabetes Melitus
Menurut (Pranata & Khasanah, 2017) gejala penyakit diabetes melitus
antara lain:
1. Sering buang air kecil terutama pada malam hari
2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas
3. Luka yang sulit
4. Kesemutan pada kaki/ tungkai
5. Penglihatan kabur (sering berganti ukuran kacamata)
6. Cepat merasa haus/lapar
7. Cepat merasa lelah atau mengantuk
8. Gatal-gatal terutama daerah sekitar kelamin
9. Kemampuan seks menurun

Gejala khusus pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sebagaian besar


tidak mengalami penurunan berat badan. Bahkan, penderita diabetes jenis ini
bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan
insulin semakin parah, timbullah gejala berupa sering berkemih dan sering
merasa haus, tetapi jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat
tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl), penderita akan mengalami dehidrasi
besar yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang, dan suatu
keadaan disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar nonketotik. Penyebabnya
adalah stres, infeksi, atau obat-obatan.

F. Komplikasi Diabetes Melitus


Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2
terbagi dua berdasarkan nama terjadinya, yaitu: komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Smeltzer dan Bare, 2015).
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma
keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan
terjadi peningkatan anion gap (PERKENI. 2015).
b. Hiperosmolar non ketotik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat (PERKENI. 2015).
c. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah mg/dL.


Pasien diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari
berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah,
dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI. 2015)
2. Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien diabetes
melitus saat ini sejaan dengan penderita diabetes melitus yang bertahan hidup lebih
lama. Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka
panjang terdiri dari :
a. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros
leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat
timbunan plat ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes
mellitus namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih
serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukan bahwa angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes
mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control kadar
gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas
kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan
terjadinya resiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin
puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan resiko mortalitas koroner
sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar
antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit jantung
koroner, pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh
darah. Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan
diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular
(Smeltzer dan Bare. 2015).
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan
neprovati diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua kelompok,
yaitu retinopati non-proliveratif dan retinopati pro-liveratif.Retinopati
non- proliveratif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneorisma, sedangkan retinopati pro-liveratif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
hipoksiaretina.Seterusnya, neprovati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefrovati diabetic
ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat
retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes
mellitus mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga
molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk kedalam kemih
(albuminoria). Akibat dari neprovatik diabetic tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nepropati adalah control metabolism dan control tekanan darah
(Smeltzer dan Bare. 2015).
c. Neuropati
Diabtes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting
adalah neuropati terifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu kebagian tangan.Neuropati
beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang
sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit dimalam hari.Setelah diagnosis diabetes mellitus
ditegakan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan
resiko amputasi. Semua penyandang diabetes mellitus yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi resiko ulkus kaki (PERKENI. 2015).
G. Pemeriksaan Penunjang
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1. Gula darah puasa (GDP) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM >
140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl
disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining
atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik
3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½
jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang
mempengaruhi absorbsi glukosa.
6. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2
jam dianggap sebagai hasil positif.
H. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut (Damayanti, 2015) tujuan utama terapi Diabetes adalah
menormalkan aktivasi insulin dan kadar glukosa darah untuk mengurangi
komplikasi yang ditimbulkan akibat diabetes mellitus. Caranya yaitu menjaga
kadar glukosa dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia serta
memelihara kualitas hidup yang baik. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan diabetes melitus yaitu sebagai berikut :
1. Manajemen diet
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien diabetes mellitus antara
lain, mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid
mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan idaman,
mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas
hidup. Bagi pasien obesitas, penurunan berat badan, merupakan kunci
dalam penanganan diabetes mellitus. Penurunan berat badan ringan atau
sedang (5-10% dari total berat badan ) telah menunjukkan perbaikan
dalam mengontrol diabetes melitus tipe 2.
Standar komposisi makanan untuk pasien diabetes melitus yang
dianjurkan konsensus perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) adalah karbohidrat 45-65%, protein 10-20%, lemak 20-
25%, kolesterol <300 mg/hr, serat 25g/hr, garam dan pemanis dapat
digunakan secukupnya.

2. Latihan fisik (olahraga)


Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di
membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Latihan fisik yang rutin memelihara berat badan secara normal dengan
indeks masa tubuh (IMT). Manfaat latihan fisik adalah menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah
dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar
HDL-kolestrol dan menurunkan kadar kolestrol total sertaa trigliserida.
Semua manfaat ini penting bagi pasien diabetes melitus mengingat
adanya peningkatan rasio untuk terkena penyakit kardiovaskular pada
diabetes.
Prinsip latihan fisik pasien diabetes melitus pada prinsipnya sama
saja dengan prinsip latihan jasmani pada umumnya, yaitu mengikuti :
F,I,D,J yang dapat dijelaskan sebagai berikut: F : frekuensi 3-5 x/minggu
secara teratur, I: intensitas ringan dan sedang (60-70% maximum heart
rate), durasi 30-60 menit setiap melakukan latihan jasmani dan J : Jenis
latihan fisik yang dianjurkan adalah aerobik yang bertujuan untuk
meningkatkan stamina seperti jalan, joging, berenang, senam
berkelompok atau aerobik dan bersepeda.
Khusus pada diabetes yang menggunakan insulin, ada beberapa
petunjuk olahraga yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Monitor kadar glukosa darah sebelum dan sesudah berolahraga.
b. Hindari gula darah rendah dengan memakan karbohidrat ekstra
sebelum olahraga.
c. Hindari olahraga berat selama reaksi puncak insulin.
d. Lakukan suntikan insulin ditempat-tempat yang tidak akan
digunakan untuk berolahraga aktif.
e. Ikuti saran dokter untuk mengurangi dosis insulin sebelum
melakukan olahraga yang melelahkan atau lama.
f. Glukosa darah bisa turun bahkan beberapa jam setelah berolahraga
karena itu sangat penting untuk memeriksa gula darah.
3. Pemantauan (monitoring) kadar gula darah
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri atau sel-
monitoring blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan
mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, pada umumnya akan
mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang, pemeriksaan ini sangat
dianjurkan bagi pasien dengan penyakit diabetes melitus yang tidak
stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis berat, hiperglikemia dan
hipoglikemia tanpa gejala ringan. Kaitanya dengan pemberian insulin,
dosis insulin yang diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah
yang akurat.
Beberapa yang harus dimonitor secara berkala adalah glukosa darah,
glukosa urine, keton darah, keton urin. Selain itu juga, pengkajian
tambahan seperti cek berat badan secara reguler, pemeriksaan fisik
secara teratur dan pengetahuan umum tentang diabetes dan perubahan-
perubahan diabetes.
4. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau
mendekati normal. Pada diabetes mellitus tipe II , insulin tipe II, insulin
terkadang diperlukan sebagai terapi jangka panjang mengendalikan
kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik dan obat hipoglikemia
oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah dalam rentang normal.
Berdasarkan cara kerja , OHO dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Memproduksi insulin

1) Sulfonilurea

2) Golongan glinid

b. Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin)

1) Biguanid metformin

2) Tiazolidinedion

3) Rosiglitazone (avandia)

4) Penghambat enzim alfa glucosidase

5) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pada pasien diabetes mellitus diperlukan
karena penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan prilaku
penanganan yang khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi
kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki prilaku
preventif dalam gaya hidup untuk mengindari komplikasi diabetes
jangka panjang. Pasien harus mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan
efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi
pencegahan teknik pengontrolan gula darah dan penyesuaian terhadap
terapi.
Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe II adalah selama hidupnya
pasien harus rutin melakukan kunjungan ke dokter untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium serial, pemeriksaan fisik, perawatan kaki, dan
mendapatkan pendidikan kesehatan dalam upaya merawat diabetes
mellitus secara mandiri.
I. Pathway
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnese
Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
4. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
5. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan sesak nafas
2. Hipovolemia berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai poliuri
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan masukan oral ditandai dengan penurunan berat badan
4. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri
5. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hipovolemia, penyakit diabetes melitus ditandai dengan suplai darah
ke kapiler menurun
6. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan defisiensi insulin, kurang menejemen diabetes
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasieng menyatakan merasa lemah, letih
8. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan retinopati diabetik ditandai dengan gangguan penglihatan
9. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan permukaan kulit (epidermis) yang ditandai dengan kulit kering dan
pecah
10. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya ditandai demgan pasien bertanya
mengenai penyakit yang diderita
11. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes melitus)
C. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1 P Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management
keperawatan selama 1x24 jam pola 1. Buka jalan nafas dengan menggunakan tehnik chin lift atau
efektif napas klien menjadi adekuat jaw thrust, jika diperlukan
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien memaksimalkan potensial ventilasi
3. Identifikasikan pasien kebutuhan actual atau potensial dalam
1. Status respirasi (0415) insersi jalan nafas
2. Ritme pernapasan (5) 4. Lakukan fisioterapi dada
3. Kepatenan jalan napas (5) 5. Anjurkan mengeluarkan secret dengan batuk dan suction
Respiartory Rate (5) 6. Ajarkan latihan nafas dalam, dan cara batuk efektif
7. Auskultasi suara nafas, catat area yang mengalami
penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara
tambahan
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika diperlukan
9. Monitor status RR dan oksigenasi

Vital signs monitoring (6680)


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
2. Catat tren dan fluktuasi tekanan darah
3. Monitor tekanan darah saat berbaring, duduk dan berdiri
sebelum dan sesudah perubahan posisi
4. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat
5. Auskultasi tekanan darah di kedua tangan dan bandingkan,
jika diperlukan
6. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelumnya,
selama, dan setelah beraktifitas
7. Monitor unrtuk laporan tanda gejala hipotermia dan
hipertermia
8. Monitor adanya dan kualitas nadi
9. Monitor suara jantung
10. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
11. Monitor suara paru
12. Monitor oksimetri nadi
13. Monitor untuk pernafasan abnormal (seperti cheyne stokes,
kusmaul, apnea)
14. Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
15. Monitor clubbing finger pada kuku
16. Identifikasi penyebab perubahan tanda-tanda vital

Oxygen Therapy (3320)


1.Jaga kepatenan jalan napas
2. Instruksikan klien dan keluarga menjauhi sumber bau
menyengat
3. Salurkan selang udara/alat bantu napas ke humidifier untuk
menciptakan udara yang hangat untuk klien
4. Observasi tanda hipoventilasi atau hipertentilasi
5. Bersihkan jalan napas, mulut, hidung, sekret pada trakea, jika
memungkinkan
6. Monitoring penggunaan alat bantu napas

Emotional support (5270)


1. Diskusikan tentang pengalaman emosi pasien
2. Buat dukungan dan pernyataan empati
3. Beri dukungan dan sentuhan secara suportif
4. Bantu pasien untuk menjelaskan perasaannya, seperti
ansietas, marah, atau sedih
5. Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya
6. Fasilitasi pasien mengidentifikasi kebiasaan dalam merespon
koping
7. Tetap bersama pasien dan jaga keamanan selama pasien
merasa ansietas
8. Bantu dalam pengambilan keputusan
10. Lihat untuk konsultasi, jika diperlukan
2 I Hipovolemia Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia:
selama ...x 24 jam diharapkan satatus
1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
cairan membaik dengan kriteria hasil:
2. Monitor intake dan output cairan
a. Turgor kulit meningkat 3. Berikan asupan cairan oral
b. Output urine meninkat 4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
c. Dispneu menurun 5. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
d. Berat badan menurun 6. Kolaborasi pemberian cairan IV
e. Suara nafas tambahan menurun
f. Tekanan darah membaik
g. Kadar hb membaik
h. Intake cairan membaik
3 Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi:
selama ...x 24 jam diharapkan status
1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
2. Identifikasi makanan yang disukai
a. Berat badan membaik 3. Identifikasi kebuuhan kalori dan jenis nutrien
b. Indeks massa tubuh (IMT) 4. Monitor asupan makanan
membaik 5. Monitor berat badan
c. Frekuensi makan membaik 6. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
d. Nafsu makan membaik 7. Sajikan makana secara menarik dan suhu yang sesuai
e. Tebal lipatan kulit trisep membaik 8. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
9. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
10. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
11. Ajarkan diet yang diprogramkan
12. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum maka (mis. pereda
nyeri, antiemetik)
4 N Nyeri akut Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
selama ...x 24 jam diharapkan tingkat
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri meunrun dengan kriteria hasil:
intensitas nyeri
a. keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
b. meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
c. Tidak bersikap protektif
d. Tidak gelisah 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
e. Kesulitan tidur menurun 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
f. Frekuensi nadi membaik
g. tekanan darah membaik 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgetik
5 Perfusi perifer tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Sirkulasi
efektif selama ...x 24 jam diharapkan perfusi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema,
perifer meningkat dengan kriteria
hasil: pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
a. Penyembuhan luka meningkat
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
b. Warna kulit pucat menurun
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
c. Edema perifer menurun
ekstremitas
d. Nyeri ekstermitas menurun
4. Lakukan pencegahan infeksi
e. Kelemahan otot menurun
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
f. Nekrosis menurun
6. Lakukan hidrasi
g. Pengisian kapiler membaik
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
h. Turgor kulit membaik
melembabkan kulit kering pada kaki)
8. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
9. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer

1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi


2. Periksa perbedaan tajam atau tumpul dan panas atau dingin
3. Monitor adanya paresthesia
4. Monitor perubahan kulit
5. Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
6. Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
7. Kolaborasi pemberian analgesic atau kortikosteroid
6 K Ketidakstabilan kadar Setelah diberikan asuhan Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah keperawatan selama ...x 24 jam 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
berhubungan dengan diharapkan kestabilan kadar 2. Monitor kadar glukosa darah
(disfungsi pancreas, glukosa darah meningkat dengan 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (polyuria,
resistensi insulin, kriteria hasil: polydipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan
gangguan toleransi a. Kesadaran meningkat kabur, sakit kepala)
glukosa darah, b. Mengantuk menurun 4. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa
gangguan glukosa c. Pusing menurun darah lebih dari 250 mg/dL
darah puasa) d. Lelah/lesu menurun 5. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
e. Rasa haus menurun 6. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
f. Kadar glukosa dalam darah 7. Ajarkan pengelolaan diabetes (penggunaan insulin,
membaik obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
g. Kadar glukosa dalam urine karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan)
membaik 8. Kolaborasi pemberian insulin
h. Jumlah urine membaik
7 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen energi:
selama ....x 24 jam diharapkan tolerasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
aktivitas meningkat dengan kriteria
kelelahan
hasil :
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
a. Frekuensi nadi meningkat (5) 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
b. SpO2 meningkat (5) aktivitas
c. Kemudahan dalam melakukan 4. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
aktivitas sehari-hari meningkat (5) (mis. cahaya, suara, kunjungan)
d. Kekuatan tubuh bagian atas dan 5. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
baawah meningkat (5) 6. Fasilitasi duduk di tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
e. Dispnea saat aktivitas dan setelah atau berjalan
aktivitas menurun (5) 7. Anjurkan tirah baring
f. Keluhan lelah menurun (5) 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
g. Perasaan lemah menurun (5) 9. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
h. Tekanan darah membaik (5) 10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
i. Frekuensi nafas membaik (5) asupan makanan
Terapi aktivitas:

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas


2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
3. Fasilitiasi memilih aktivitas da tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan
sosial
4. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
waktu, energi, atau gerak
5. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
6. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
7. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
8 Gangguan persepsi Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Halusinasi
sensori selama ...x 24 jam diharapkan persepsi
1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
sensori meningkat dengan kriteria 2. Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
hasil: 3. Ciptakan lingkungan yang aman
4. Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
1. Perilaku halusinasi klien: menurun 5. Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
(1) – meningkat (5) 6. Bantu klien membuat jadwal aktivitas
2. Verbalisasi panca indera klien 7. Berikan informasi tentang halusinasi
merasakan sesuatu: menurun (1) – 8. Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
meningkat (5)
9. Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang
3. Distorsi sensori klien: menurun (1)
dipercaya
– meningkat (5).
4. Perilaku melamun: menurun (1) – 10. Ajarkan klien mengontrol halusinasi
meningkat (5) 11. Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
5. Perilaku mondar-mandir klien: 12. Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
menurun (1) – meningkat (5) 13. Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap
6. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: halusinasi
meningkat (1) – menurun (5) 14. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas
7. Orientasi terhadap lingkungan: 15. Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
meningkat (1) – menurun (5) 16. Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal

9 Gangguan integritas Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit :


kulit selama ...x 24 jam diharapkan
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
integritas kulit kembali membaik
perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
dengan kriteria hasil :
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
a. Kerusakan jaringan menurun mobilitas)
b. Kerusakan lapisan jaringan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
menurun 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
c. Tidak tampak kemerahan kulit kering
d. Tekstur kulit membaik 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
e. Tidak terjadi nyeri 5. Anjurkan menggunakan pelembab
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
10 Defisit pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi Kesehatan
selama ...x 24 jam diharapkan tingkat
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
pengetahuan meningkat dengan kritria
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
hasil:
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
a. Prilaku sesuai anjuran meningkat
3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b. Kemampuan menjelaskan
4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
pengetahuan tentang suatu topic 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat 6. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
c. Pertanyaan tentang masalah yang 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
dihadapi menurun 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
d. Persepsi yang keliru terhadap perilaku hidup bersih dan sehat
masalah menurun
11 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama ...x 24 jam diharapkan tingkat
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
infeksi menurun dengan kriteria hasil:
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Kebersihan tangan meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2. Demam menurun dan lingkungan pasien
3. Kemerahan menurun 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Nyeri menurun 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Bengkak menurun 6. Kolaborasi pemberian imunisasi
6. Kultur area luka membaik

D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hsil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, S. 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Gartinah, dkk. 2014. Keperawatan dan Praktik Keperawatan, Jakarta : PPNI.


Jannah. 2011. Konsep Keperawatan Praktis, Jakarta: Salemba Medika.

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Pranata, S., & Khasanah, D. U. (2017). Merawat Penderita Diabetes Melitus.


Yogyakarta: Pustaka Panasea.

Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
Praktik, Jakarta: EGC.

Rafanani, B. 2013. Buku Pintar Pola Makan Sehat dan Cerdas Bagi Penderita
Diabetes. Yogyakarta: Araska.

Smeltzer & Bare. 2015. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8.Jakarta : EGC.

Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tim POKJA SDKI DPP PPNI, 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi I Cetakan III. Jakarta Selatan:
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai