Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

SISTEM EKSRESI
(PEMERIKSAAN URIN MELALUI METODE DIPSTIK)

Oleh:
Kelompok 6
Dian Aning Pratiwi (P17335119010)
Nofa Novia Fatwariani (P17335119022)
Rini Rahmawati (P17335119029)
Ulfa Nurul Safirah (P17335119034)

Tanggal Praktikum : Kamis, 3 Oktober 2019


Tanggal Pengumpulan Laporan : Kamis, 10 Oktober 2019

Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia


Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Bandung
I. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami teknis pemeriksaan urin melalui metode
dipstik
2. Untuk mengetahui zat apa saja yang terkandung dalam urin manusia
3. Untuk mengetahui dan mendeteksi ada atau tidaknya kelainan pada ginjal
melalui pemeriksaan urin

II. Pendahuluan
Ekskresi adalah proses pengeluaran sisa metabolisme. Zat tersebut diserap
dan diangkat oleh darah dan dikeluarkan bersama urin, keringat dan pernapasan.
Sistem ekskresi pada manusia melibatkan alat alat ekskresi yaitu ginjal , kulit ,
paru-paru , dan hati. Zat-zat yang dikeluarkan dari alat-alat tersebut berasal dari
proses metabolisme.Ginjal mengeluarkan urin , kulit mengeluarkan keringat ,
paru-paru mengeluarkan karbondioksida dan hati mengeluarkan zat warna
empedu.Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang moleku-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh.
Secara umum urin berwarna kuning . Urin encer warna kuning pucat
(kuning jernih ), urin kental berwarna kuning pekat, dan urin baru / segar
berwarna kuning jernih . Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning
keruh . Urin berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia. pH urin
berkisar antara 4,8-7,5 , urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak
protein , dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkomsumsi banyak sayuran.
Berat jenis urin normal antara 1,002 g – 1,035g.
Secara kimiawi kandungan zat dalam urin diantaranya adalah sampah
nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam urat zat sisa pencernaan sayuran
dan buah , badan keton zat sisa metabolisme lemak , ion-ion elektrolit (Na, Cl,
Amonium , sulfat , Ca dan Mg) hormone, zat toksin (obat,vitamin , dan zat kimia
asing ), zat abnormal (protein ,glukosa, sel darah kristal kapur dsb)
Vitamin urin normal per hari adalah 900 – 1400 ml , volume tersebut
dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika ( teh , alkohol , dan
kopi ) , jumlah air minum , hormon , ADH , dan emosi.
Pembuatan urin terjadi diginjal melalui serangkaian proses , yaitu :
penyaringan , penyerapan kembali dan augmentasi.
1. Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
dikapiler glomelurus. Sel-sel kapiler glomelurus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomelurus mempermudah
penyaringan. Selain darah , dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan
kecil yang terlarut di dalam plasma darah , dan seperti glukosa, asam amino,
natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan
menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomelurus disebut filtrat
glomelurus atau urin primer , mengandung asam amino , glukosa, natrium,
kalium, dan garam-garam lainnya.
2. Penyerapan kembali ( reabsorbsi )
Bahan-bahan yang masih diperlukan dalam urin primer akan diserap kembali
do tubulus kontortus proksimal, sedangkan ditubulus kontortus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui pristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis . Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam
amino dikembalikan ke darah. Zat ammonia , obat-obatan seperti penisilin ,
kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin . Setelah
terjadi reabsorpsi maka tubulus akan mengahsilkan urin sekunder, zat-zat yang
masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat
sisa metabolism yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal , urin akan menuju rongga
ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Jika kantong
kemih telah penuh teruisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga
timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi
urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa
substantsi lain, misalnya pigmen empedubyang berfungsi memberi warna dan
bau pada urin.
Kelainan-kelainan pada ginjal diantaranya:
1. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan kelainan pada ginjal dimana ginjal sudah tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya yang menyaring dan membersihkan darah
dari zat, zat sisa metabolisme. Penyebab terjadinya gagal ginjal antara lain
disebabkan oleh :
 Makan makanan berlemak
 Kolesterol dalam darah tinggi
 Kurang berolahraga
 Merokok, dan
 Minum minuman beralkohol
Mengatasi Gagal Ginjal
Kemajuan ilmu pengetahuan, memungkinkan fungsi ginjal digantikan.
Penggantian fungsi tersebut dikenal dengan Renal Replacement Therapy
(RRT) atau Terapi Pengganti Ginjal (TPG). Ada du acara TPG, yakni
transplantasi/cangkok ginjal dan dialisis/cuci darah .
2. Batu Ginjal
Urine banyak mengandung mineral dan berbagai bahan kimiawi. Urin belum
tentu dapat melarutkan semua itu. Apabila kita kurang minum atau sering
menahan kencing , mineral-mineral tersebut dapat mengendap dan membentuk
batu ginjal. Batu ginjal merupakan kristal yang terlihat seperti batu yang
terbentuk diginjal. Krista-kristal tersebut akan berkumpul dan saling
berlekatan untuk membentuk formasi “batu” . Apabila batu tersebut
menyumbat saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih , saluran kemih
manusia yang mirip selang akan teregang kuat karena menahan air seni yang
tidak bias keluar. Hal itu tentu menimbulkan rasa sakit yang hebat. Interpretasi
warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang .
 Keruh : kekeruahn pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin
seperti bakteri , sel epitel, lemak, atau kristal-kristal mineral.
 Merah muda dan merah : warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh
efek samping obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-
gula, warna ini juga bias digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di
system urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal , infeksi ginjal, atau
pembengkakkan kelenjar prostat.
 Cokelat muda seperti warna air teh : warna ini merupakan indicator adanya
kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau secrosis ,
 Kuning gelap : warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B
kompleksyang banyak terdapat dalam minuman berenergi. Fungsi utama
urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari
dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang yang
“kotor” . Hal ini berkaitan dengan kemungkinanurin tersebut berasal dari
ginjal atau saluran kecing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan
mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang sehat , secara medis urin sebenarnya cukup steril dan
hamopir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bias dikatakan
bahwa urin itu merupakan zat yang steril.

III. Alat dan Bahan


Alat:
 Kit pemeriksa urin
 Pipet tetes
 Tabung reaksi
 Pot urin
Bahan:
 Urin segar

IV. Prosedur Kerja


1. Tampung urin dalam pot urin
2. Amati warna, bau, dan kekeruhan urin. Bandingkan dengan pustaka, apakah
termasuk normal?
3. Masukkan urin kedalam tabung reaksi
4. Ambil satu lembar kit pemeriksaan urin, tutup rapat kembali wadah setelah
pengambilan kit!
5. Celupkan kit urin ke tabung reaksi yang telah berisi urin
6. Bandingkan dengan indikator yang terdapat pada wadah kit urin. Lakukan hal
ini dalam waktu tidak lebih dari 2 menit.
7. Catat hasil yang anda dapatkan.

V. Hasil Pengamatan
Nama pasien: Dian Aning Pratiwi
No Indikator Pemeriksaan Hasil
.
1. Warna Kuning jernih
2. Bau Bau ammonia
3. Leukosit ± 15
4. Nitrit Warna yang terbentuk tidak
terindikasi pada kit pemeriksaan urin
5. Urobilin Warna yang terbentuk tidak
terindikasi pada kit pemeriksaan urin
6. Protein 15(0,5) ±
7. pH 7,5
8. Darah -
9. SG (berat jenis) 1,020
10. Keton Warna yang terbentuk tidak
terindikasi pada kit pemeriksaan urin
11. Bilirubin -
12. Glukosa -

VI. Pembahasan
Pada penelitian ini, parktikan mencoba untuk melakukan pemeriksaan urin
melalui metode dipstik dan juga uji secara visual. Pada prinsipnya pemeriksaan
urin melalui metode dipstik ini dilakukan dengan cara memasukkan satu lembar
kit pemeriksaan urin kedalam sampel urin, lembar kit pemeriksaan urin akan
berubah warna berdasarkan keberadaan zat tertentu. Sedangkan uji secara visual
dilakukan dengan cara pengamatan urin melalui indra, yaitu penglihatan dan juga
penciuman, dalam hal ini urin diamati berdasarkan warna dan baunya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan melalui uji visual, didapatkan
hasil bahwa sampel urin berwarna kuning jernih dan berbau ammonia. Hal ini
menunjukkan bahwa secara visual sampel urin termasuk kategori normal. Warna
urin yang cenderung keruh, berbau tidak normal, serta adanya warna kemerahan
atau kecoklatan pada urin dapat dicurigai adanya kelainan pada sistem eksreksi,
kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin seperti bakteri,
sel epitel, lemak, ataupun infeksi pada saluran kencing. Sedangkan warna urin
yang cenderung kemerahan atau kecoklatan dapat dicurigai adanya kandungan
darah pada urin, atau juga karena pasien terlalu banyak mengonsumsi vitamin B
kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi yang menyebabkan
warna urin menjadi kuning gelap.
Berdasarkan hasil pengamatan melalui metode dipstik, didapatkan hasil bahwa
sampel urin mengandung leukosit sebanyak ±15, protein sebesar 15(0,5)±, berat
jenis sebesar 1,020g, dan pH sebesar 7,5. Dari hasil pengamatan, terdapat protein
dalam sampel urin meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit, kondisi ini masih
terhitung normal karena ada beberapa faktor mengapa pada urin terdapat
kandungan protein, diantaranya karena perubahan fisiologis. Selama olah raga,
stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein
dalam jumlah tertentu muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas
juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.
Berat jenis pada urin diidentifikasi untuk mengukur kepadatan air seni serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan
urin. Nilai berat jenis antara 1,005-1,035 pada sampel urin dianggap wajarjika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan unruk urin pagi adalah 1,015-1,025. BJ urin
yang rendah pada pasien menunjukkan gangguan fungsi reabsorpi tubulus. Dari
hasil pengamatan, berdasarkan berat jenis sampel urin termasuk kategori normal.
pH urin normal berkisar antara 4,5-7,5 namun hal ini dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi pasien. pH urin akan ,enjadi lebih asam jika
mengonsumsi banyak protein, sedangkan menjadi lebih basa jika mengonsumsi
banyak sayuran. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan
asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin. pH urin yang basa sepanjang hari
disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi, dan pH urin yang asam sepanjang
hari dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat. Dari hasil pengamatan,
berdasarkan pH sampel urin termasuk kategori normal.
Dari data pengamatan, diketahu tidak terdapat bilirubin, glukosa, dan darah
pada sampel urin. Hal ini menunjukkan bahwa sampel urin normal dan tidak ada
kelainan pada ginjal atau pada saluran kencing. Berdasarkan pengamatan, nitrit,
urobilin, dan keton tidak dapat diidentifikasi karena warna yang dihasilkan tidak
tertera pada kit urin. Namun dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil
metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang
signifikan dalam urin yang mengandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat
menjadi nitrit.
Sebagian besar urobilin berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah, urobilin diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira
sejumlah 1% diekskresikan kedalam urin oleh ginjal, dalam hal ini seharusnya
didalam sampel urin terdapat kandungan urobilin dalam jumlah kira-kira 1%.
Peningkatan ekskresi urobilin dalam urin terjadi apabila fungsi sel hepar menurun
atau terdapat kelebihan urobilin dalam saluran gastrointestinal yang melebihi
batas kemampuan hepar untuk melakukan ekskresi
Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrta tidak
dapat digunakan. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah
mencukupi maka akan diekskresikan kedalam urin, dan apabila kemampuan ginjal
untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjai ketonemia yang
disebabkan oleh kurangnya karbohidrat dalam tubuh, gangguan absorpsi
karbohidrat, dan gangguan metabolisme karbohidrat, sehingga tubuh mengambil
kekurangan energi dari lemak atau protein.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan urin melalui
metode dipstik, salah satunya yaitu perhatikan waktu reaksi untuk setiap item.
Hasil pembacaan mungkin menjadi tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau
terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstik dengan
instrumen otomatis lebih dianjurkan untuk meminimalisir kesalahan dalam
pembacaan secara visual.

VII. Kesimpulan
Pemeriksaan urin melalui metode dipstik pada prinsipnya yaitu dilakukan
dengan cara memasukkan satu lembar kit pemeriksaan urin kedalam sampel urin,
lembar kit pemeriksaan urin akan berubah warna berdasarkan keberadaan zat
tertentu. Ada 12 indikator yang dapat menjadi penentu apakah sampel urin
termauk kategori normal atau terdapat kelainan. Pada praktikum yang dilakukan,
sampel urin berwarna kuning jernih, berbau ammonia, terdapat kandungan
leukosit dalam jumah sedikit, protein dalam jumlah sedikit, berat jenis 1,020g, dan
pH 7,5. Tidak terdapat bilirubin, glukosa, dan darah pada sampel urin.
Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sampel urin termasuk kategori
normal.
Kelainan pada urin seperi warna urin yang cenderung kuning gelap atau pH
urin yang cenderung lebih asam atau lebih basa, dan berat jenis urin dipengaruhi
oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Tetapi tidak menutup
kemungkinan juga adanya kerusakan pada ginjal, hati, atau pada saluran kencing.
Jika hasil urinalisis menunjukkan hasil yang abnormal, perlu diadakan tindak
lanjut setelah urinalisis, yaitu meliputi tes darah, kultur urin, tes fungsi atau ginjal,
dan tes pencitraan seperti CT scan atau MRI. Kesalahan dalam pemeriksaan urin
melalui metode dipstik terdapat pada pembacaan yang terlalu cepat atau terlalu
lambat, atau juga karena pencahayaan yang kurang.

VIII. Lampiran
XI. Daftar Pustaka
Hutapea, Arin Wijaya. 2019. “Urinalisis: Proses, Metode, Analisis”. [Online]
tersedia https://www.ciputrahospital.com/urinalisis-proses-metode-analisis/.
Tanggerang. Diakses pada 8 Oktober 2019.
Nurhapsari, Dita. 2011. “Kimia Klinik Dasar: Urinalisis”. [Online] tersedia
https://www.academia.edu/12283408/KIMIA_KLINIK_DASAR. Makasar.
Diakses pada 8 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai