Disusun Oleh:
M. ANANDA YANIKO
PO71201190008
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang peran manajemen risiko dalam patien.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
1
pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara.
Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu
tahun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan TB paru?
2. Apa saja klasifikasi TB paru?
3. Apa saja penyebab dari TB paru?
4. Apa Patofisiologi dan patway TB paru?
5. Apa saja Manifestasi klinis TB paru?
6. Apa saja Komplikasi TB paru?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang TB paru?
8. Apa saja Penatalaksanaan TB paru?
9. Apa saja cara pencegah TB paru?
10. Apa saja Asuhan Keperawatan pada TB paru?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari TB paru
2. Untuk mengetahui kalasifikasi dari TB paru
3. Untuk mengetahui penyebab TB paru
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan patway TB paru
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis TB paru
6. Untuk mengetahui Komplikasi TB paru
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang TB paru
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan TB paru
9. Untuk mengetahui pencegahan TB paru
10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan TB paru
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
2.1 DEFENISI
2.4 Patofisiologi
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013, Hal. 138).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian
lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ –
organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138).
WOC TB paru
Microbacterium
Droplet infection Masuk lewat jalan nafas
tuberkulosa
Mempengaruhi hipotalamus
Hipertermi
Sembuh
Melebar ke organ lain (paru lain, Sembuh sendiri
dengan bekas
saluran pencernaan, tulang melalui tanpa
fibrosis
media bronchogen pengobatan
perontinuitum,hematogen/limfogen
Pembentukan Menurunnya
Membentuk jaringan keju
sputum permukaan efek
berlebihan paru
Sekret keluar saat batuk
Batuk produktif (batukterus
menerus) MK: ketidak efektif
Alveolus mengalami
bersihan jalan nafas Alveolus
konsolidasi & eksudasi
Droplet infection Batuk berat
MK: Gangguan
Terhirup orang Distensi abdomen
pertukaran gas
sehat
Mual,muntah
MK: Resiko
infeksi Intake nutrisi
kurang
MK: ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
2.6 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2) Sputum berlebih
atau obstruksi di
jalan nafas atau
mekonium di jalan
nafas (pada
neonatus)
3) Mengi,
wheezing dan
atau rhonki
kering
4) Gelisah
5) Sianosis
6) Bunyi nafas
menurun
7) Frekuensi nafas
menurun
3) Takikardia
Gangguan pertukaran
4) pH arteri gas
meningkat/
menurun
5) Bunyi nafas
bertambah
6) Sianosis
7) Diaforesis
8) Nafas cuping
hidung
3) Kejang
1) Berat badan
menurun minimal
10% di bawah
rentang ideal
2) Bising usus
hiperaktif
3) Otot pengunyah
lemah
4) Membran mukosa
pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin
turun
7) Rambut rontok
berlebihan
8) Diare
Resiko infeksi
4. Intervensi keperawatan
No DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN
NOC
(NIC)
6. EVALUASI
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey:Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.