Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM


“METABOLIT SEKUNDER”

DISUSUN OLEH:
MARLEN GARANI
18 501 013
DOSEN MK: Dr. EMMA J. PONGOH, M.Si
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
          
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala berkat, rahmat, karunia, kemudahan dan kelancaran-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang Metabolit Sekunder.
Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saranyang bisa menunjang untuk
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan juga penulis khususnya.
DAFTAR ISI
JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3
A. Pengertian Metabolit Sekunder.................................................................3
B. Klasifikasi..................................................................................................6
C. Kegunaan...................................................................................................8
D. Metode Pemisahan.....................................................................................21
E. Sifat Dan Kelarutan...................................................................................30
F. Jalur Biosintesis.........................................................................................36
BAB III PENUTUP.................................................................................38
A. Kesimpulan................................................................................................38
B. Saran..........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................40
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanfaatan sumber daya alam hayati sebagai penghasil senyawa-


senyawa kimia yang potensial terus dikembangkan oleh para ahli kimia khususnya
kimia organik bahan alam karena jumlah dan varietasnya yang cukup banyak dan
masih kurang yang diketahui kandungan kimianya. Sekitar 250.000 jenis
tumbuhan tingkat tinggi di dunia, tumbuh sekitar 50% diantaranya di hutan tropis.
Akan tetapi, keseluruhan jenis tumbuhan tingkat tinggi itu baru sekitar 0,4% yang
telah diselidiki kandungan kimianya (Achmad, dkk, 1995)

Salah satu senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan adalah metabolit
sekunder. Metabolit sekunder merupakan hasil metabolisme yang dikeluarkan
tanaman, metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang
tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari
organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki
berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berbagai
aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker, antibakteri,
antioksidan dan antifungi.

Jenis-jenis metabolit sekunder yang dihasilkan juga beraneka ragam, untuk


mendapatkan senyawa metabolit sekunder diperlukan suatu cara pemisahan
dengan memperhatikan kelarutannya serta biosintesis senyawa metabolit sekunder
tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka dapat dirumuskan


masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan perbedaan senyawa metabolit sekunder dengan
metabolit primer?
2. Apa saja jenis-jenis dari metabolit sekunder pada tumbuhan?
3. Apa saja kegunaan dari metabolit sekunder?
4. Bagaimana metode memisahkan metabolit sekunder dari tumbuhan?
5. Bagaimana sifat serta kelarutan dari senyawa metabolit sekunder?
6. Apa saja jalur biosintesis metabolit sekunder?
C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah fisiologi reproduksi


reptil diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian serta perbedaan metabolit sekunder dengan
metabolit primer pada tumbuhan.
2. Mengetahui jenis-jenis metabolit sekunder pada tumbuhan.
3. Mengetahui kegunaan dari metabolit sekunder.
4. Mengetahui metode pemisahan metabolit sekunder dari tumbuhan.
5. Mengetahui sifat serta kelarutan dari senyawa metabolit sekunder.
6. Mengetahui macam-macam jalur biosintesis metabolit sekunder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

A. 1. Pengertian Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya


mempunyai kemampuan biokatifitas dan digunakan sebagai pelindung tumbuhan
dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau lingkungan. Senyawa
metabolit sekunder digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan,dan obat
tradisional pada kehidupan sehari-hari (Meta, 2011).

A. 2. Perbedaan Metabolit Primer dan Sekunder

Senyawa organik bahan alam umumnya terdiri atas 2 yaitu :


Metabolik primer Metabolik sekunder
Produk metabolis primer : Produk metabolism sekunder :
sama untuk semua organisme bergantung pada spesies
Contoh : Contoh :
P Polimer Alam T Terpenoid
P Polisakarida   Steroid
P Protein   Flavonoid
L Lemak  Poliketida
A Asam Nukleat   Alkaloid

Karakteristik dari senyawa bahan alam :


Metabolik primer
      Tersebar merata dalam tiap organisme
      Fungsi universil, sumber energy, enzim, pengemban keturunan, bahan struktur
      Perbedaan stuktur kimia kecil
      Kaktifan fisiologi berkaitan denga struktur kimia
Metabolik sekunder
      Tersebar tidak merata dalam tiap organisme
      Fungsi ekologis, penarik serangga, pelindung diri, alat bersaing, hormon
      Perbedaan stuktur kimia tergantung pada pengembangan kimia organik dan
hubungan antara struktur dan keaktivan
      Kaktifan fisiologi berkaitan dengan struktur kimia dan hubungan antara
struktur.
      Sebagian besar dari metabolik sekunder adalah turunan dari lemak
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi
pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-
beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin
satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam
suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat
dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu.

Perbedaan senyawa metabolit sekunder dan metabolit primer terletak pada


waktu sintesisnya. Senyawa metabolit sekunder tidak selalu dihasilkan, akan
tetapi hanya disintesis pada saat-saat tertentu saja. Sedangkan senyawa metabolit
primer disintesis setiap saat untuk kelangsungan hidup tumbuhan.

B. KLASIFIKASI

Menurut Rizal (2011), senyawa metabolit sekunder dapat digolongkan


kedalam 3 kelompok besar diantaranya adalah :

B. 1. Alkaloid

Alkaloid menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa


yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan
hewan. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol, jika digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tidak bewarna, seringkali bersifat optis aktif,
kebanyakan berbentuk kristal hanya sedikit yang berbentuk cairan (misalnya
nikotina) pada suhu kamar (Rizal, 2011).

Contoh dari kelompok yang mengandung nitrogen adalah alkaloid dan


glukosinolat. Alkaloid dapat diketahui secara langsung dari tanaman karena
memberikan rasa pahit di lidah. Senyawa ini dapat beracun bagi mahluk hidup
namun dalam kondisi tertentu bermanfaat dalam pengobatan (Gunawan, dkk,
2004).

B. 2.  Flavonoid (Fenolik)

Senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab terhadap zat warna


ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. senyawa ini
terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan oksigen
dalam struktur kimianya. Senyawa golongan fenol adalah golongan senyawa
dengan struktur aromatik dengan mengandung gugus OH pada rantai aromatik.
Jadi pada fenolgugus OH langsung terikat pada inti benzene. Contohnya asam
fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin.

Ada 3 golongan Fenol berdasarkan atom H yang digantikan oleh gugus


OH yaitu :

1.Fenol Monovalent

Suatu senyawa fenol yang jika satu atom H pasa inti aromatic diganti oleh
1gugus OH.

2.Fenol Divalent

Suatu senyawa fenol yang jika dua atom H pada inti aromatic diganti oleh
2gugus OH dan merupakan fenol bermartabat dua.

3.Fenol Trivalent

Suatu senyawa fenol yang jika tiga atom H pada inti aromatok diganti oleh
3gugus OH.

B. 3.  Terpenoid

Golongan senyawa ini dapat dipisahkan dari tumbuhan sumbernya melalui


destilasi uap atau secara ekstraksi dan dikenal dengan nama minyak atsiri.
Beberapa contoh minyak atsiri, misalnya minyak yang diperoleh dari cengkeh,
bunga mawar, serai (sitronela), cukaliptus, pepermint, kamfe, sedar (tumbuhan
cedrus) dan terpentin. Senyaea organik bahan alam golongan minyak atsiri sangat
banyak digunakan dalam industri wangi – wangian (perfumery). Terpenoid
mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam
mevalonat. Contoh dari terpenoid yaitu monoterpena, seskuiterepena, diterpena,
triterpena, dan polimer terpena.

3.1.  Steroid

Senyawa steroid adalah senyawa turunan(derivat) lipid yang tidak


terhidrolisis. Senyawa yang termasuk turunan steroid,misalnya
kolesterol,ergosterol, danestrogen. Pada umunya steroid berfungsi sebagai
hormon. Secara sederhana steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organic
bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan
(siklopentanofenantren, mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini
mempunyai efekfisiologis tertentu (Rizal, 2011).

C. KEGUNAAN

Senyawa metabolit sekunder selalu dihasilkan tetapi pada saat dibutuhkan


atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk
mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan,
misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai
molekul sinyal. Jadi, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi
dengan lingkungannya (Verpoorte, 2000). Sedangkan fungsi metabolit sekunder
bagi manusia umumnya digunakan sebagai obat bahan kimia campuran untuk
membuat produk bernilai jual.
Beberapa contoh dan manfaat dari metabolit sekunder :

Kelas Contoh senyawa Contoh sumber Efek dan


kegunaan
Senyawa
mengandung
nitrogen
Alkaloid Nikotin, kokain Tembakau, Mempengaruhi
teobromin coklat neurotransmisi
dan
menghambat
kerja enzim
Terpenoid Betakaroten mengkudu membantu
merangsang
kelenjar thymus
untuk
memproduksi
lebih banyak sel
Limfosit T yang
dapat langsung
menghancurkan
sel kanker
Monoterpena Mentol, linalool Tumbuhan mint Mempengaruhi
neurotrasmisi,
menghambat
trasnpor ion,
anestetik
Diterpena Gossyypol kapas Menghambat
fosforilasi toksik
Triterpena, Digitogenin digitalis Stimulasi otot
glikosida kardiak ( jantung
jantung mempengaruhi
transpor ion
Stereol Spinasterol bayam Mempengaruhi
kerja hormon
Fenolik
Asam fenolat Kafeat, klorogenat Semua tanaman
Menyebabkan
kerusakan
oksidatif,
timbulnya warna
coklat pada buah
dan wine
Tannius Gallotanin, tanin Kacang- Mengikat
terkondensasi kacangan pritein, enzim
menghambat
digesti.
Antioksidan
Lignin Lignin Semua tanaman Struktur,serat
darat

D. METODE PEMISAHAN

Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat


dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:

1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
Ekstraksi padat cair secara umumnya terdiri dari maserasi, refluktasi,
sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis
senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap
pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan
(Wilda, 2013)

Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan
pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga
terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel
dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien
distribusi (Faradillah:2011)

D.1 Ekstraksi Padat-Cair

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut


sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (Wilda, 2013).

D.1.1 Cara dingin

D.1.1.1 Maserasi

a) Pengertian Maserasi

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya


merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian (Anonim, 2014).

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).

Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan


cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa
pemanasan

b) Prinsip Maserasi

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat


kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu
selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif
dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-
pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut
pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton,
etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik) (Wilda, 2013)..

Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut


non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada
pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya
larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar
sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan
didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah
terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”) (Wilda, 2013).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing
50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

(a) (b)

Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi


pengaduk

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi

Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam


b) Biaya operasionalnya relatif rendah
c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan

Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu


terekstraksi sebesar 50% saja
b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,


yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan
diperoleh keuntungan antara lain:
a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas.

b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan


tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding


terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.

d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka
perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap
kembali ke dalam     bejana.

2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses


maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi


dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari


selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara


sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B),
yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai
dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah
tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.

b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan


penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar
memberikan hasil penyarian yang maksimal.

c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk


simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang
maksimal.

d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang


lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang
sama (Anonim. 2011).

1.1.1.2 Perkolasi

a) Pengertian Perkolasi

Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian


dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi
adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas.

Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari


melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.

b) Prinsip Perkolasi

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan


dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya.,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
  Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler
dan daya geseran (friksi).

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi


dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
c) Alat Perkolasi

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang


digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.

Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,


percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan
percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina
yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan
berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari
yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang
diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan
digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.  

Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak


cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.

Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah


bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator.
Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling
mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari.

Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang
berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang
bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa
percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang
dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran
percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di
atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau
di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis

Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung


lemak. Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut
tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat
perkolasi.

Gambar 2. Alat perkolasi

Reperkolasi

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka


cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan
pemekatan sari dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan.
Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator,
hasil percolator pertama dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya
disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil
perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan
III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi perkolat yang diinginkan.

Perkolasi bertingkat

Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang
pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari
dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari
sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang
hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat
dipisahkan dan dipekatkan.

Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk


perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,
perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan:

1. Jumlah perkolator yang diperlukan


2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain

d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi


Kelebihan dari metode perkolasi adalah:

1. Tidak terjadi kejenuhan

2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat


seperti terdorong untuk keluar dari sel)

Kekurangan dari metode perkolasi adalah


1. Cairan penyari lebih banyak

2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara


terbuka (Sulaiman, 2011).

D.1.2 Cara Panas

D.1.2.1 Refluks

a) Pengertian Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,


selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.

Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali


kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan
laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi
untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair
ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini
terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali
ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian
dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alat refluks

b) Prinsip Metode Refluks

Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4
jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks

Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi


sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung.
(Anonim, 2011).

Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut


yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).

D.1.2.2 Soxhletasi

a) Pengertian Soxhletasi

Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat


dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang
sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk
sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang
dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang
digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulang–ulang
(continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012).

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,


cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon ( Rene,2011).

b) Prinsip Kerja Soxhletasi

Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi


(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang
bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu
penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu
melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke
dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes
ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi.
Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat
yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni
berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga
simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung
secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu).
Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai
beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya,
simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu,
dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya
titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap
bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan
terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu
lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk
pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan
kecil artinya (Anonim: 2011).

c) Alat ekstraksi Soxhletasi

Gambar 4. Alat Soxhletasi

Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi


sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2)
Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya, 3) Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang
menguap dari proses penguapan, 4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus,
bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini
dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah bagi ekstrak dan
pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi sebagai pemanas larutan, 7)
Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out sebagai tempat air keluar
(Azam Khan: 2012).

d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi

Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses


ekstraksi.

Kelebihan:

a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.

b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit

c) pemanasannya dapat diatur

Kekurangan:

a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di


sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.

b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui


kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.

Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk


menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko, 2013).

2.2 Ekstraksi Cair-Cair

2.2.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair)

Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat


terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat
yang tidak disukai yang terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013).

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan
yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat
dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam
kedua fase pelarut.

Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan


cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi
padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan
kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.

Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi


utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen
pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non
polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan
dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam
pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion
logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang
atau  lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim:
2011).

Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan
banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga
untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,
maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang
memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.
Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya
sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent
dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu
batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara ekstensif untuk
isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang
diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-material industri yang
dalam jumlah ion (Underwood,1988).

Gambar 5. Corong pisah

Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya
akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan
basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan
masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala
pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda
diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda
menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda
menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian
akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa
akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito takeuchi, 2006).

E. SIFAT DAN KELARUTAN


E.1 Alkaloid

a. Sifat Fisika

Alkaloid biasanya tidak berwarna, bersifat optik aktif kebanyakan


berbentuk kristal dan hanya terapan cairan misalnya kuirina dan nihotina
mempunyai titik leleh 100-3000C.

b. Sifat Kimia

Kebanyakan alkaloid bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bahan dari sistem siklik. Alkaloid
juga dapat membentuk endapan dengan larutan asam fosfomolibdat, asam pikrat,
kalium merkurioksida.

Pada identifikasi alkaloid ini digunakan metoda Culvenor – Fitzgerald.


Filtrat yang diperoleh dengan cara marajang halus dan menggerus sampel dalam
lumpang kemudian ditambahkan amoniak – kloroform 0,05 N, larutan H2SO4
diuji dengan beberapa pereaksi (Mayer, Wagner dan Dragendorf). Berdasakan
data yang diperoleh, diketahui bahwa daun salam tidak mengandung alkaloid. Hal
ini ditunjukkan dengan tidak terbentuknya endapan putih keruh dengan pereaksi
Mayer atau endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan
pereaksi Dragendor. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada.

E.2 Flavonoid

Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid, flavonoid merupakan senyawa


polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut
dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi(gugus hidroksil) maka
juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol,
aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida.

E.3 Terpenoid dan Steroid

Sifat fisika dari terpenoid adalah :


1) Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
warna akan berubah menjadi gelap
2) Mempunyai bau yang khas
3) Indeks bias tinggi
4) Kebanyakan optik aktif
5) Kerapatan lebih kecil dari air
6) Larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol
• Sifat Kimia
1) Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2) Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.

Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah
pelarutpada suhu tertentu samapi membentuk larutan jenuh (Sastrohamidjojo,
1996).

Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama,


yaitu:

1. Senyawa yang mengandung nitrogen (Alkaloid)


Basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun
beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid
dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
2. Terpenoid
Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan
hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.
Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan
polimer terpena.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat
di dalam sitoplasma sel tumbuhan (Wildan, 2013)

2.1. Steroid

Adapun sifat fisika yang dimaksud adalah: (1) tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organic misalnya
eter, aseton, kloroform, benzena, yang sering juga disebut ”pelarut lemak”;
(2) ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya; (3) mempunyai
kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup (Poedjiadi, 1994).

3. Fenolik (Flavonoid)
Senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin
benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur.
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia
senyawa fenol yaitu agak asamdan dapat larut dalam basa. Karena
merupakan senyawa polihidroksil (gugus hidroksil) maka juga bersifat
polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol,
aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu
dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid
sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air
(Wilda, 2013).

F. JALUR BIOSINTESIS

Biosintesis metabolit sekunder sangat beragam tergantung


darigolongan senyawa yang bersangkutan. Jalur yang biasanya
dilaluidalam pembentukan metabolit sekunder ada tiga jalur, yaitu
jalur asamasetat, jalur asam sikimat, dan jalur asarn mevalonat.

JaIur asam asetat


Poliketida meliputi golongan yang besar bahan alamiyang
digolongkan bersarna berdasarkan pada
biosintesisnya.Keanekaragaman struktur dapat dijelaskan sebagai
turunan rantaipoli-ß-keto, terbentuk oleh koupling unit-unit asam
asetat (C2) viareaksi kondensasi, misalnya :
n CH3CO2H [CH3CO]n-
Termasuk poliketida adalah asam temak,
poliasetilena,prostaglandin, antibiotika makrolida, dan senyawa
aromatic seperti antrakinon dan tetrasiklina. Pembentukan rantai poli-
ßketodapat digambarkan sebagai sederet reaksi Claisen,keragaman
melibatkan urutan ß-oksidasi dalam metabolism asam lemak. Jadi, 2
molekul asetil-KoA dapat ikut serta datamreaksi Claisen membentuk
asetoasetil-KoA, kemudian reaksidapat berlanjut sampai dihasilkan
rantai poli-ß-keto yang cukup(Gambar 3—7). Akan tetapi studi
tentang enzim yang terlibatdalam biosintesis asam Iemak belum
terungkap secara rinci.
Namun demikian, dalam pembentukan asam lemak
melibatkan enzim asam Iemak sintase seperti yang dibahas di
atas.Mengenai reaksi-reaksi yang terjadi pada jalur asamasetat
tercantum dalam Gambar 3—6.
Jalur asam sikimat
Jalur asam sikimat merupakan jafur alternatif menuju
senyawa aromatik, utamanya L-fenilalanin. L-tirosina. dan
Ltriptofan.Jalur ini berlangsung dalam mikroorganisme dantumbuhan,
tetapi tidak berlangsung dalam hewan, sehingga asamamino aromatik
merupakan asam aminoesensial yang harus terdapat dalam diet
manusia maupun hewan.
Antara pusat adalah asam sikimat, suatu asam yang
ditemukan dalam tanaman Illicium sp. beberapa tahun sebelum
perannya dalammetabolisme ditemukan. Asam ini juga terbentuk
dalam mutantertentu dari Escherichia coli. Adapun contoh reaksi yang
terjadidalam biosintesis asam polifenolat tercantum dalam Gambar 3
— 7.Dalam biosintesis L-triptofan dan asam 4-hidroksibenzoat juga
terjadi antara asam korismat.
Jalur asam mevalonat
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman
struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan
unitisoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke
ekor(head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan
darimetabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat
(mevalonicacid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut :

1. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya


mempunyai kemampuan biokatifitas dan digunakan sebagai pelindung
tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau
lingkungan. Perbedaan senyawa metabolit sekunder dan metabolit primer
terletak pada waktu sintesisnya. Senyawa metabolit sekunder tidak selalu
dihasilkan, akan tetapi hanya disintesis pada saat-saat tertentu saja.
Sedangkan senyawa metabolit primer disintesis setiap saat untuk
kelangsungan hidup tumbuhan
2. Senyawa metabolit sekunder dapat digolongkan kedalam 3 kelompok
besar diantaranya adalah alkaloid, fenolik (flavonoid), dan terpenoid.
3. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama
dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Jadi,
metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan fungsi metabolit sekunder bagi manusia
umumnya digunakan sebagai obat bahan kimia campuran untuk membuat
produk bernilai jual.
4. Metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud
bahannya yaitu: ekstraksi padat cair (secara umumnya terdiri dari
maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan perkolasi) dan ekstraksi cair-cair,
digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan
menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
5. Sifat alkaloid biasanya tidak berwarna, bersifat optik aktif kebanyakan
berbentuk kristal dan hanya terapan cairan misalnya kuirina dan nihotina
mempunyai titik leleh 100-3000C, alkaloid bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan
sebagai bahan dari sistem siklik, basa bebas alkaloid hanya larut dalam
pelarut organik. Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat
kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan
karena merupakan senyawa polihidroksi(gugus hidroksil) maka juga
bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol,
etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida, fenol
yaitu agak asamdan dapat larut dalam basa. Sifat fisika dari terpenoid
adalah dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika
teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap, mempunyai bau yang khas,
indeks bias tinggi, larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol. Secara
kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam
sitoplasma sel tumbuhan
6. Jalur biosintesis dari metabolit sekunder dapat terdiri dari : jalur asam
asetat, jalur asam sikimat, dan jalur asam mevalonat.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, dkk, 1995. Obat Asli Indonesia Khusus Dari Tumbuhan-Tumbuhan


Yang Terdapat Di Indonesia. Dian Rakyat. Bandung.

Afifah, Riski. 2012. Metode Maserasi. (Online).


http://ekstraksitanamanobat.blogspot.com. Diakses tanggal 31 September
2015 Pukul 16.32 WIB

Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar:
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Anonim. 2014. Obat Diabetes Paling Ampuh. (Online).


http://pamitra.blogspot.com. Diakses tanggal 2 Oktober 2015 Pukul 15.42
WIB

Anonim. 2011. Ekstraksi dengan Maserasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.
wordpress.com. Diakses tanggal 28 September 2015 pukul 11.02 WIB

Ardiyan, Agusta . 2012. Ekstraksi Pelarut. (Online). http://clickardiyan.blogspot.c
om/2012/06/makalah-ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 2 Oktober 2015
pukul 18:18 WIB

Azam Khan. 2012. Prinsip Kerja Ekstraktor Soxhlet. (online). http://khoirulazam8
9.blogspot.com/2012/01/prinsip-kerja-ekstraktor-soxhlet.html (diakses
tanggal 26 September 2015 pukul 14.31 WIB)

Faradillah.2011. Laporan Ekstraksi Pelarut (Cair-Cair dan Padat Cair). (Online).


http://faradillahchemistry09.blogspot.com/. Diakses tanggal 31 September
2015 Pukul 11.35 WIB

Gunawan, Didit dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi)


Jilid I ,Jakarta: Penebar Swadaya.

Harborne, J.B., 1987. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.
Campman and Hall 29 West 35th Street, New York.
http://dietsehattips1.files.wordpress.com/2011/10/hubungan
farmakognosi-dan-ilmu-lainya.pdf

Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas
Negeri Gorontalo

Keloko, raju S.P. 2013. Ekstraksi. (Online). http://rajukeloko.blogspot.com.


Diakses tanggal 2 Oktober 2015 Pukul 11.43 WITA

Mandiri, Rizky. 2013. Ekstraksi Metode Refluks. (Online). http://mandiriii.blogsp
ot.com. Diakses tanggal 2 Oktober 2015 pukul 12.29 WIB

Markham, K.R., 1982. Cara Mengidentifikasi FlAvanoid. Alih Bahasa : Kosasih


Padmawinata, (1988). ITB. Bandung.

Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan
Metode Ekstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. UI-Press.

Rahman dunggio. 2012. Soxhletasi. (online). Http://rdunggiochm.blogspot.com/.


Diakses tanggal 28 September 2015 Pukul 14.12 WIB

Rene Nursaerah M. L. 2011. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit


Manggis dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan

Rizal, S., 2011. Metabolit Sekunder. http://www.kutipanbuku.blogspot.com.


Diakses pada tanggal 01 Oktober 2015

Sastrohamidjojo, H., 1996. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada university Press.
Yogyakarta.

Sulaiman, Sepha Diadara. 2011. Maserasi. (Online). http://sephadiadaralife.blogs
pot.com. Diakses tanggal 29 September 2015 pukul 11.10 WIB

Team Teaching. 2013. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik bagi Mahasiswa.


Gorontalo: Laboratorium Kimia, FMIPA UNG

Verpoorte, A. W. Alfermann (2000). Metabolic engineering of plant secondary


metabolism. Springer. ISBN 978-0-7923-6360-6. Page.1-3.
Wilda, Ulfa. 2013. Makalah kimia analisis. (online). http://ulfa-wilda-sii-
pharmachy.blogspot.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2015 Pukul 15.36
WIB

Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi
Bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo

Anda mungkin juga menyukai