Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“Konsep Dasar Konstitusi, Pengertian Negara Hukum, Prinsip-prinsip Rule Of Low,


Dan Perlindungan Warga Negara Dalam Hukum”

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Dian Pratama (1912002)


2. Annisa Gusri Yuni (1912004)
3. Reyhan Dwi Wahyu (1912013)

KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMER DAYA MANUSIA
INDUSTRI
POLITEKNIK ATI PADANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat dan
karunianya. Sehingga dengan rahmat dan karunianya itulah kami diberikan kesehatan
dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya.

Alhamdulillah dengan penuh syukur kami telah selesai membuat makalah


dengan judul “Konsep Dasar Konstitusi, Pengertian Negara Hukum, Prinsip-prinsip
Rule Of Low, Dan Perlindungan Warga Negara Dalam Hukum” sebagai bahan untuk
menunjang penilaian dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Kami
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat
memberikan pengetahuan sesuai dengan isi makalah ini yang memaparkan materi
mengenai perspektif dari “Konsep Dasar Konstitusi, Pengertian Negara Hukum,
Prinsip-prinsip Rule Of Low, Dan Perlindungan Warga Negara Dalam Hukum”. Kami
sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah yang kami susun masih
jauh dari sempurna untuk itu kami berharap kepada seluruh pembaca agar dapat
memberikan kritik dan sarannya untuk menjadi bahan pembelajaran kami dalam
membuat makalah selanjutnya.

Padang, 03 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................6
2.1 Konstitusi .....................................................................................................6
2.2 Negara Hokum ...........................................................................................12
2.3 Rule of Law ................................................................................................13
2.4 Perlindungan Warga Dalam Negara Hukum ..............................................15
BAB III PENUTUP ...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah
kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945
itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara atau dengan kata lain sebagai upaya memulai
“kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-
citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi).
Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi
negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga
Negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu
agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang
kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap
elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.

Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang


melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu
bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari
sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga
masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari
hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan
yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian,
sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama.
Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan
selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas
keberhasilan sebuah perubahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Konsep dasar Konstitusi (pengertian, istilah, klasifikasi, nilai dan
sifat)?
2. Apa yang dimaksud dengan Negara hukum ?
3. Apa saja prinsip-prinsip Rule Of Low secara formal?
4. Apa saja perlindungan warganegara dalam hukum?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konstitusi
2.1.1 Istilah dan Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konstitusi adalah segala
ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan (Undang-Undang Dasar dan
sebagainya). Konstitusi juga dapat diartikan sebagai undang-undang dasar suatu
Negara. Istilah Konstitusi itu sendiri pada mulanya dari constitue (bahasa Prancis)
yang berarti membentuk. Pemakaian istilah Konstitusi yang dimaksudkan ialah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Di negara-
negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai istilah
constitution dalam bahasa Indonesia disebut Konstitusi. Dan dalam bahasa Latin
constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip.
Di zaman modern, bahasa yang biasa dijadikan sumber rujukan mengenai istilah ini
adalah Ingris, Jerman, Prancis, Italia, dan Belanda.
Sehubungan dengan istilah Konstitusi ini para sarjana dan ilmuwan hukum
tata Negara terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat Konstitusi sama
dengan Undang-Undang Dasar dan ada pula yang berpendapat Konstitusi tidak sama
dengan Undang-Undang Dasar. Bagi para sarjana ilmu polittik istilah constitution
merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan, baik
yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara
bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Istilah Konstitusi sebenarnya tidak digunakan untuk menunjukan kepada satu
pengertian saja. Dalam prakteknya, istilah Konstitusi sering digunakan dalam
beberapa pengertian. Di Indonesia selain dikenal istilah Konstitusi juga dikenal istilah
Undang-Undang Dasar. Demikian juga di Belanda, di samping dikenal istilah
groundwet (Undang-Undang Dasar) dikenal pula istilah constitutie. Konstitusi dan
Undan-Undang Dasar sering kali memiliki batasan yang berbeda sungguhpun
keduanya sama-sama menunjukkan pada pengertian hukum dasar. Secara umum
Konstitusi menunjuk pada pengertian hukum dasar tidak tertulis, sedangkan Undang-
Undang Dasar menunjukkan pada pengertian hukum dasar tertulis.
Konstitusi suatu negara termuat dalam Undang-Undang Dasar dan berbagai
aturan konversi. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan aturan dasar
aturan pokok Negara yang menjadi sumber dan dasar bagi terbentuknya aturan
hukum yang lebih rendah. Disebut aturan dasar atau aturan pokok negara karena dia
hanya bersifat pokok dan masih merupakan norma tunggal, tidak disetai norma
sekunder.

2.1.2 Klasifikasi Konstitusi


K.C. Wheare merupakan pakar hukum Konstitusi Inggris yang banyak dikutip
pandanganya oleh banyak penulis hukum tata negara di dunia tentag pengelompokan
Konstitusi di dunia. Wheare membagi beberapa Konstitusi berdasarkan pola-pola
tertentu, yaitu:
a) Berdasarkan Bentuk Konstitusi Itu Sendiri
I. Konstitusi Tertulis (Written Constitution)
II. Konstitusi Tidak Tertulis ( Unwritten Constitution)
Pertama, yang dimaksud dengan Konstitusi tertulis ialah Konstitusi yang
dituangkan dalam sebuah dokumen formal. Sedangkan Konstitusi yang bukan dalam
bentuk tidak tertulis ialah suatu Konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu
dokumen formal, seperti Konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, dan New Zaeland.
b) Berdasarkan Sifatnya Konstitusi
I. Konstitusi Lentur (Flexible)
II. Konstitusi Kaku (Rigid)
Menurut Eheare pembagian ini didasarkan dari dua prinsip, yaitu: Pertama,
dari proses perubahan Konstitusi itu sendiri. Apabila Konstitusi itu mudah diubah,
maka Konstitusi itu flexible, namun jika Konstitusi itu sulit diubah maka Konstitusi
itu rigid. Sedangkan indikator kedua adalah sejauh mana kemampuan Konstitusi itu
menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman. Apabila konsitusi itu dengan
mudah mengikuti perkembangan zaman maka Konstitusi itu flexible dan
Konstitusiakan dikelompokkan rigid jika berlaku sebaliknya. Adapun ciri-ciri khusus
dari konsonstitusi flexible menurut Bryce adalah; a. Elastis, b. Diumumkan dan
diubah dengan cara yang sama dengan undang-undang. Berbeda dengan ciri-ciri
pokok dari Konstitusi yang rigid, meliputi; a. Mempunyai kedudukan dan derajat
yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain, dan b. Hanya dapat
diubah dengan carayang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.
c) Berdasarkan Nilai Kedudukan Hukum Konstitusi
I. Konstitusi Derajat Tinggi Dari Legislatif (Supremen Constitution)
II. Konstitusi Derajat Rendah Dari Legislatif (Unsupreme Constitution)
Maksud dari Konstitusi yang berderajat tinggi adalah suatu Konstitusi yang
mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara, seperti diketahui dalam setiap negara
selalu terdapat tingkat perundang undangan, baik dilihat dari bentuk maupun dari
materi muatannya. Konstitusi yang termasuk kategori berderajat tinggi, apabila dilihat
dari jjenisnya berada diatas peraturan perundang-undangan dan juga syarat-syarat
untuk mengubahnya berbeda, dalam arti lebih berat dibandingkan dengan yang
lainnya. Konstitusi yang tidak berderajat tinggi adalah Konstitusi yang tidak
mempunyai kedudukan serta derajat seperti Konstitusi yang berderajat tinggi.
Persyaratan yang diperlukan untuk mengubah Konstitusi ini sama dengan persyaratan
yang dipakai untuk mengubah peraturan perundang-undangan lain,umpamanya
undang-undang.
d) Berdasarkan Bentuk Negara
I. Konstitusi Serikat (Federal Constitution)
II. Konstitusi Kesatuan (Unitary Constitution)
Klasifikasi Konstitusi serikat dan kesatuan ini berkaitan erat dengan bentuk
suatu negara. Artinya, jika bentuk negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem
pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara
bagian. Pembagian kekuasaaan tersebut diatur dalam Konstitusi atau Undang-Undang
Dasarnya. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan tersebut tidak dijumpai,
karena seluruh kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun dikenal
juga sistem desentralisasi. Hal ini juga diatur dalam Konstitusi kesatuannya.
e) Berdasarkan Sistem Pemerintahan Negaranya:
I. Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensial (Presidential Executive
Constitution)
II. Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer (Parlimentary Executive
Constitution)
Konstitusi sistem presidential terdapat ciri-ciri pokok sebagi berikut;
i. Disamping mempunyai kekuasaan nominal (sebagai kepala negara) presiden
juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, dia mempunyai kekuasaan
yang besar.
ii. Presiden tidak dipilih langsung oleh pemengang kekuasaan Legislatif, akan
tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau oleh dewan pemilih seperti di Amerika
Serikat.
iii. Presiden tidak termasuk pemeang kekuasaan Legislatif.
iv. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan Legislatif dan tidak
dapat memerintah diadakan pemilu.
Sedangkan Konstitusi Sistem Pemerintah Parlemen mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
i. Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau berdasarkan
kekuasaan-kekuasaan yang menguasai parlemen.
ii. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya atau sebahagiannya adalah anggota
parlemen dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen.
iii. Perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
iv. Kepala negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan
parlemen dan memerintah diadakan pemilu.
Berdasarkan klasifikasi Konstitusi diatas, Undang-Undang Dasar 1945
termasuk dalam klasifikasi Konstitusi rijid, Konstitusi tertulis dalam arti dituangkan
dalam dokumen, Konstitusi berderajat tinggi, Konstitusi kesatuan, dan yang terakhir
termasuk Konstitusi yang menganut sistem.
2.1.3 Nilai Konstitusi
Nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi adalah sebagai berikut :
i. Nilai Normatif
Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi itu bukan hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi
merupakan suatu kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.
Dengan kata lain Konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Sebagai
contoh dapat diberikan Konstitusi Amerika Serikat dimana kekuasaan eksekutif,
legislative dan yudikatif menjalankan fungsinya masing masing secara terpisah.
ii. Nilai Nominal
Dalam hal ini konstitusi itu menurut hukum memang berlaku, tetapi
kenyataannya tidak sempurna. Ketidaksempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini
jangan dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari
konstitusi yang di praktekan. Sebab suatu konstitusi itu dapat berubah-ubah, baik
karena perubahan formil seperti yang di cantumkan dalam konstitusi itu sendiri
maupun karena kebiasaan ketatanegaraan umpamanya. Yang dimaksud di sini bahwa
suatu konstitusi itu secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna,
karena ada pasal-pasal yang dalam kenyataannya tidak berlaku.
iii. Nilai Semantic
Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataan hanya
sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan
kekuasaan politik. Mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, yang menjadi
maksud yang esensial dari suatu konstitusi diberikan demi kepentingan pemegang
kekuasaaan yang sebenarnya. Jadi dalam hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja,
sedangkan pelaksanaanya selalu dikaikan dengan kepentingan pihak penguasa.
Konstitusi yang demikian nilainya hanya semantic saja. Pada intinya keberlakuan dan
penerapan konstitusinya hanya untuk kepentingan bagaimana mempertahankan
kekuasaaan yang ada.
2.1.4 Sifat Konstitusi
Secara umum, suatu konstitusi memiliki sifat-sifat antara lain, formal dan
materiil, tertulis dan tidak tertulis serta flexibel (luwes) dan rigid (kaku) sebagai
berikut :

i. Formal dan Materiil


a. Konstitusi dalam arti formal berarti konstitusi yang tertulis dalam
suatu ketatanegaraan suatu negara. Dalam pandangan ini suatu
konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah berbentuk
naskah tertulis dan diundangkan , misal UUD 1945.
b. Konstitusi materiil adalah konstitusi yang jika dilihat dari segi isinya
yang merupakan peraturan bersifat mendasar dan fundamenta. Artinya
tidak semua masalah yang penting harus dimuat dalam konstitusi,
melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar, atau asas-asasnya saja.
ii. Tertulis dan Tidak Tertulis
a. Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi tertulis dan tidak
tetulis adalah tidak tepat , sebuatan konstitusi tidak tertulis adalah
tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi
modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa
naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena pengaruh
aliran kodifikasi .Salah satu negara di dunia yang mempunyai
konstitusi tidak tertulis adalah inggris namun prinsip-prinsip yang ada
dikonstitusikan dan dicantumkan dalam undamg-undang biasa
seperti bill of rights .
b. Dengan demikian, suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan dalam
suatu naskah atau beberapa naskah , sedangkan yang tidak tertulis
dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal yang diatur
dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa .
iii. Sifat Flexibel (luwes) dan Rigid (kaku)
Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat flexsibel atau
rigid.

2.2 Negara Hukum


2.2.1 Pengertian
Negara Hukum merupakan negara yang penyelenggaraan pemerintahannya
bertumpu pada dasar hukum yang berlaku di negara tersebut. Dalam negara hukum
terdapat dua elemen penting, pertama hubungan antara set dan diatur tidak dengan
kekerasan, tetapi dengan norma-norma objektivitas, yang juga mengikat partai yang
berkuasa, sementara yang kedua yaitu norma objektif harus memenuhi syarat tidak
hanya secara formal, tetapi dapat dipertahankan untuk menangani gagasan hukum.
Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan
kepada warga negaranya. Negara Hukum bertumpu pada keyakinan bahwa kekuasaan
negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.
Adapun pengertian negara hukum menurut para ahli antaralain adalah sebagai
berikut:
a. Prof. Dr. Ismail Suny, SH., M. CL
Menurut beliau negara hukum merupakan negara yang didalam mencakup
unsur-unsur seperti; Menegakkan hukum, Pembagian kekuasaan, Perlindungan
keberadaan hak asasi manusia.
b. Aristoteles
Menurut Aristoteles negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum
yang menjamin keadilan bagi warganya. Hukum dapat dibagi menjadi dua menurut
bentuknya, yaitu hukum tertulis dan hukum tak tertulis.
c. Plato dan Aristoteles
Sementara menurut mereka berdua, Negara Hukum diartikan sebagai negara
yang diperintah oleh negara adil, dan disebutkan bahwa konsep hukum negara
memiliki aspirasi yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Cita-cita untuk mengejar kebenaran
2. Angan-angan untuk mengejar kesusilaan
3. Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan
4. Cita-cita untuk mengejar keadilan
d. Hugo Krabbe
Sementara menurut Krabbe Negara Hukum adalah negara yang didasarkan
pada hukum dan harus bertanggung jawab kepada hukum.
e. Prof. R. Djokosutomo, SH
Menurut beliau negara hukum merupakan negara yang didasarkan pada aturan
hukum sesuai dengan UUD 1945. Karena negara dipandang sebagai subyek hukum,
maka apabila seseorang dinyatakan bersalah, ia harus mendapat tuntutan yang
setimpal di depan pengadilan.

2.3 Rule of Low

2.3.1 Pengertian Rule of Law


Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19,
bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan
tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam
penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang
sebelumnya.
Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan
masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi
hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule
by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki
kaum gereja, ningrat dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan
negara konstitusi dari mana doktrin Rule of Law ini lahir. Ada tidaknya Rule of
Law dalam suatu negara ditentukan oleh “kenyataan” apakah rakyatnya benar-benar
menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, baik sesama warganegara,
maupun dari pemerintah.
Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu
negara merupakan suatu premise bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu
merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang
adil bagi masyarakat.
Fungsi Rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal
terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat indonesia dan juga “keadilan sosial” sehingga di
atur pada pembukaan UUD 1945. Bersifat Map dan instruktifbagi penyelenggaraan
negara. Dengan demikian , inti dari Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar-dasar
hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara pemerintahan, baik di
tingkat pusat maupun daerah yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan
terutama keadilan sosial.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Rule of Law Secara Formal (UUD 1945)


1. Negara Indonesia adalah negara hokum (pasal 1:3).
2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hokum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hokum serta pemerintahan itu tanpa
kecuali (pasal 27:1).
3. Setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan ,pengakuan, serta kepastian
hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D:1).
4. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan juga layak dalam hubungan kerja ( pasal 28 D: 2).

2.3.3 Prinsip-Prinsip Rule of Law Secara Materiil atau Hakiki


1. Berhubungan erat dengan the enforcement of the Rule of Law.
2. Keberhasilan the enforcement of the rule of law itu tergantung pada
kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982).
3. Rule of law juga mempunyai akar sosial dan juga akar budaya Eropa
(Satdjipto Rahardjo, 2003).
4. Rule of law juga adalah suatu legalisme, aliran pemikiran hukum,yang
mengandung wawasansosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia,
masyarakat serta negara.
5. Rule of law adalah suatu legalisme liberal (Satdjipto Rahardjo, 2003).

2.4 Perlindungan Warga Negara Dalam Hukum


Semua orang tentunya membutuhkan perlindungan hukum yang berasal dari
pemerintah. Apalagi orang lain juga harus mendapatkan perlindungan hukum yang
sama sehingga kita nggak bisa mengabaikannya.
Sebelum itu, apa itu perlindungan hukum? Perlindungan hukum adalah
sebuah hak yang bisa didapatkan oleh semua warga negara secara merata dan hak itu
diberikan oleh pemerintah bila warga negara tersebut sudah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Ada banyak sekali jenis perlindungan hukum.
Dari sekian banyak jenis dan macam perlindungan hukum, ada beberapa
diantaranya yang sudah cukup terkenal dan kalian pasti pernah mendengarnya.
Perlindungan hukum terhadap konsumen adalah salah satu contohnya. Perlindungan
hukum terhadap konsumen ini juga sudah memiliki dasar hukum yang sudah diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang isinya meliputi hampir semua hal yang sudah menjadi
hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen. Selain itu perlindungan hukum
terhadap konsumen, ada juga perlindungan hukum yang diberikan kepada Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI).
Peraturan tentang hak atas kekayaan intelektual ini mencakup, hak cipta dan
hak atas kekayaan Industri. Sejumlah peraturan perundang-undangan juga sudah
mengatur tentang hal ini, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2001 tentang Paten.
Itu tadi adalah 2 contoh perlindungan hukum yang sudah sering terdengar
oleh kalian. Kamu juga sudah tahu tentang pengertian perlindungan hukum. Sebagai
warga negara, jika kita ingin mendapatkan perlindungan hukum, kita harus terlebih
dulu memenuhi syaratnya dan harus menghormati hak orang lain juga.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Didasarkan pada uraian tersebut di atas, cukup terlihat dengan jelas bahwa
penerapan prinsip negara hukum di Indonesia tidak merujuk secara langsung terhadap
dua aliran negara hukum, yaitu rechtsstaat maupun rule of law, namun dijalankan
berdasarkan prinsip negara hukum dengan ciri tersendiri melalui elaborasi prinsip
negara hukum pada umumnya, yaitu adanya perlindungan hak asasi manusia, adanya
pemisahan atau pembagian kekuasaan, adanya pelaksanaan kedaulatan rakyat, adanya
penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan adanya peradilan administrasi negara. Dalam rangka
memaksimalkan penerapan prinsip negara hukum Indonesia, maka kiranya dalam
setiap pelaksanaannya dapat dijalankan secara konsisten. Melalui konsistensi
penerapan prinsip negara hukum bagi Indonesia, akan dapat terwujud tujuan negara
hukum yang dikehendaki bangsa Indonesia itu sendiri. Negara hukum bukan hanya
urgen dalam tataran konsep, namun sangat urgen dalam tataran praktik. Oleh sebab
itu, konsistensi penerapannnya menjadi sangat dibutuhkan dan bahkan merupakan
suatu keharusan agar membawa manfaat besar bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
DAFTAR PUSTAKA

Sunggono, Bambang, 1997. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Suny, Ismail. 1982. Mencari Keadilan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Titus, Harold H., (et.al.) 1984. Living Issues In Philosophy, alih bahasa oleh
H.M.Rasjidi, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang.

Wahjono, Padmo. 1989. Pembangunan Hukum di Indonesia, Jakarta: In – Hill Co., ,


1984. Guru Pinandita, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Yamin, Muhammad. 1982. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta:


Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai