Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

Mata Kuliah : Akhlak dan Tasawuf


Dosen Pembimbing : Andi Luqmanul Qosim, LCM.Pd

Disusun oleh :
1. Aminatul Arifah ( 206141026 )
2. Nafi Nur Halimah ( 206141038 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA


Tahun Ajaran 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan yang penuh dengan teknologi berkembang saat ini,
manusia semakin mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui oleh para
pendahulunya melalui teknologi yang diciptakannya. Jika kita pikirkan sejenak,
terlintas di benak kita kekuasaan serta keagungan Allah SWT, dan begitu kecil
dan terbatasnya pengetahuan kita tentang ciptaan-Nya.
Atas dasar tersebut, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus mencintai
dan mengabdikan diri kepada Allah SWT. Dengan kedua hal tersebut kita dapat
selalu berada didekat-Nya.
Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara
bagaimana orang dapat berada sedekat mungkin dengan Tuhannya. Selain itu,
tasawuf dapat menjadikan agama lebih dihayati serta dijadikan sebagai suatu
kebutuhan bahkan suatu kenikmatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tasawuf?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Tasawuf?
3. Dalam perkembangan nya, ada berapa Madzhab atau aliran dalam Tasawuf?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan berjudul “Sejarah Perkembangan Tasawuf”, bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf, mengetahui pengertian
Tasawuf, sejarah perkembangannya, serta Madzhab atau aliran dalam Tasawuf.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf

Secara etimologi ada beberapa pendapat tentang asal kata tasawuf.


Diantaranya pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Suf (

‫)ص وف‬, atau bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang
dikenakan oleh para sufi, namun tidak semua sufi mengenakan jubah atau
pakaian dari wol. Ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata
Saf (‫)صف‬, atau bahasa Arab untuk baris. Maksudnya, barisan pertama dalam
shalat di masjid. Shaf yang pertama itu ditempati orang yang terlebih dahulu
datang ke masjid dan banyak membaca al Qur’an serta berdzikir sebelum waktu
sholat tiba.Pendapat lain menyatakan bahwa akar kata dari tasawuf adalah Safa (

‫)ص فا‬, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan Sufisme pada
kemurnian hati dan jiwa. Ada yang berpendapat lain, bahwa tasawuf berasal dari
kata ahl as-shuffah yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi Muhammad
SAW dari Mekah ke Madinah, kehilangan harta benda, dan dalam keadaan
miskin, tinggal di masjid dan tidur di atas batu dengan memakai pelana sebagai
bantal. Pelana ini disebut dengan Suffah. Meskipun miskin, ahl suffah berhati
mulia, tidak mementingkan keduniaan.

Secara terminologi, terdapat banyak pendefinisian tentang tasawuf,


diantaranya ada yang mendefinisikan tasawuf atau sufisme adalah ilmu untuk
mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak,
membangun dhohir dan batin, serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Definisi lain mnyebutkan bahwa tasawuf mencangkup tiga aspek, yaitu: Kha’
maksudnya takhalli berarti mengosongkan diri dari perangai tercela, Ha’
maksudnya tahalli berarti menghiasi diri dengan akhlak terpuji, dan Jim
maksudnya tajalli berarti mengalami kenyataan ketuhanan.

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik benang merah tentang pengertian
tasawuf bahwa ia adalah sarana untuk mengontrol dan mengukur hati seorang
mukmin sehingga menjadi sosok yang terbaik secara lahir dan batin. Kondisi
terbaik itu menjadikan dirinya semakin dekat dan mulia disisi Allah SWT dan
makhluk-Nya1

B. Perkembangan tasawuf
1 (Han & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, 2019)

3
 Tasawuf Islam dalam perkembangannya dapat diklarifikasikan berdasarkan
periodesasi berikut;
1. Abad pertama dan kedua Hijriyah
Pada abad pertama dan kedua Hijriyah, periodesasi tasawuf
dikategorikan sebagai fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme (zuhud)
ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Asketisme
(zuhud) dimaknai berpaling dari dunia dan menghadapkan diri kepada
akhirat. Fase awal ini juga disebut sebagai fase asketisme yang
merupakan bibit awal tumbuhnya sufisme dalam peradaban Islam.
Keadaan ini ditandai oleh munculnya individu-individu yang lebih
mengejar kehidupan akhirat, sehingga perhatiannya terpusat untuk
beribadah dan mengabaikan keasyikan duniawi. Fase asketisme ini
setidaknya berlangsung sampai akhir abad II Hijriah, dan memasuki abad
ke III sudah menampakkan adanya peralihan dari asketisme ke sufisme.2
Tahap pertama, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian
yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H,
sekelompok kaum Muslim memusnahkan perhatian memprioritaskan
hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan
akhirat mereka adalah, antara lain: Al-hasan Al-Basri (w. 110 H) dan
Rabi`ah Al-Adawwiyah (w.185 H)3
Diantara para tokoh sufi yang masyhur dalam periode ini adalah
selain figur Rasulullah SAW sendiri, sahabat-sahabat terdekat beliau
seperti Khulafaurrasyidin. Tokoh masyhur lainnya seperti Abu Dzar al-
Ghifari, Salman al-Farisi, Muadz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud,
Abdullah bin Umar, Khudzaifah bin al-Yaman, Anas bin Malik, Bilal bin
Rabbah, Ammar bin Yassar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum,
Khibab bin al-Arut, dan Hasan al-Bashri.
2. Abad ketiga Hijriyah
Kelompok sufi pada periode ini mulai menaruh perhatian terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Disamping itu
mereka menaruh kelompok pada perkembangan ilmu keagamaan dan
tingkah laku sufi. Hal itu ditandai dengan upaya menegakkan moral
ditengah terjadinya kemerosotan moral yang berkembang saat itu,
sehingga diangan mereka tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral
keagamaan. Pada abad ketiga hijriah, muncul jenis – jenis tasawuf lain
yang lebih menonjolkan pemikiran yang eksekutif diwakili oleh AL-
Hallaj yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya
mengenai hulul (pada 309 H). Boleh jadi Al-Hallaj mengalami peristiwa
2 (AB, 2011)

3 (Azizah & Rosidi, 2019)

4
naas seperti ini karena paham hululnya ketika itu sangat kontraversional
dengan kenyataan di masyarakat yang tengah mengandrungi tasawuf
akhlaqi(Azizah & Rosidi, 2019)
Periode ini juga ditandai dengan upaya segolongan ahli tasawuf
yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang saat itu,
mereka membaginya menjadi 3 macam, yaitu: Tasawuf yang berintikan
ilmu jiwa, tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, dan tasawuf yang
berintikan metafisika.
3. Abad keempat Hijriyah
Pada periode ini, ditandai dengan perkembangan ilmu tasawuf yang
lebih pesat dan lebih terformulasikan secraa filosofis. Perkembangan
tersebut dilatarbelakangi adanya usaha maksimal para ulama tasawuf
untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing diwilayah
dimana mereka berdomisili. Pada periode ini pula, pusat kajian tasawuf
tidak hanya terkonsentrasi di Baghdad, tetapi kemudian berkembang
pesat di kota-kota besar lainnya.
Tokoh sufi pada periode ini adalah Abu Yazid al Busthami, Abu al
Mughist, al Husain, Abu Manshur al Hallaj, Musa al Anshary, Abu
Hamid bin Muhammad ar Rubazy, Abu Zaid al Adamy, dan Abu Ali
Muhammad bin Abdil Wahhab as Saqafy.
4. Abad kelima Hijriyah
Pada periode ini seringkali dianggap sebagai fase konsolidasi yakni
memperkuat bangunan konsep tasawuf dengan menggunakan sumber
ajaran Islam yang pokok yaitu al-Qur’an da al-Hadist. Penguatan kajian
dan praktek tasawuf ini kemudian terformulasikan oleh para pengkaji
tasawuf yang disebut dengan tasawuf sunny, yakni tasawuf yang sesuai
dengan syari’ah dan sunnah Nabi. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi
terhadap fase sebelumnya, dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari
koridor syari’ah atau sunnah Nabi dan para sahabatnya.
Diantara tokoh sufi yang paling terkenal pada periode ini adalah
Abu Hamid al Ghazali atau yang lebih dikenal dengan al-Ghozali. Al-
Ghozali sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan al-Qur’an dan
as-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan
jiwa, dan pembinaan moral.
5. Abad keenam Hijriyah
Pada periode ini, pengaruh tasawuf sunni sebagaimana yang
dikembangkan oleh al-Ghozali semakin luas ke seluruh pelosok dunia
Islam. Kondisi ini kemudian memberi peluang bagi munculnya upaya-
upaya mengembangkan tarikat-tarikat untuk mendidik ketasawufan
tersebut. Pada periode ini pula, juga ditandai dengan munculnya
sekelompok tokoh tasawuf yang berusaha memadukan tasawuf dengan

5
filsafat. Diantara mereka adalah Syukhrawardi Al-Maqtul, Syekh Akbar
Muhyidin Ibnu Arabi, dan lain-lain dengan konsepnya wihdatul wujud.
Tokoh-tokoh terkenal dalam tasawuf falsafi ini antara lain, Ibn
Massarah, Syukhrawardi, dan Ibn Arabi. Jika tasawuf sunni memperoleh
bentuk final pada pengajaran Al-Ghazali, maka tasawuf falsafi mencapai
puncak kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi.
 Selama masa periodesasi diatas, ada beberapa bentuk ajaran yang
dipraktekkan dalam tasawuf, yaitu:
1. Riyadhah
Riyadhah merupakan latihan-latihan spiritual, latihan kejiwaan, dan
latihan bathiniyah dan hati. Riyadhah dilakukan dengan upaya
membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya,
seperti perbuatan-perbuatan yang tercela baik yang lahir maupun yang
batin.
2. Muraqabah
Muraqabah menurut kalangan sufi mengandung pengertian adanya
kesadaran diri bahwa ia selalu diawasi oleh Allah SWT. Muraqabah juga
dapat diartikan merasakan kesertaan Allah, merasakan keagungan Allah
‘azza wa jalla disetiap waktu dan keadaan, serta merasakan
kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai. Muraqabah akan dapat
menghadirkan kesadaran pada diri dan jiwa seseorang bahwa ia selalu
diawasi dan dilihat oleh Allah setiap waktu dan setiap kondisi apapun.
3. Munajat
Munajat dimaknai sebagai melaporkan segala aktivitas yang
dilakukan kehadirat Allah SWT. Maksudnya adalah dalam munajat
seseorang mengeluh dan mengadu kepada Allah tentang kehidupan yang
seorang hamba alami dengan untaian-untaian kalimat indah, diiringi
dengan pujian-pujian kebesaran nama Allah. Munajat juga dilakukan
penuh khusyu’, khudhu’, dan khudur nya hati kepada Allah.
4. Muhasabah
Muhasabah merupakan dimana seseorang senantiasa menghitung-
hitung dirinya sendiri, terutama kejelekannya tanpa menunggu hingga
hari kebangkitan. Dalam muhasabah hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah menghisap kebajikan dan kewajiban yang sudah dilaksanakan dan
seberapa banyak maksiat yang sudah dilaksanakan.
5. Taubat
Taubat dimaknai dengan meninggalkan dan tidak mengulangi lagi
perbuatan dosa yang pernah dilakukan oleh seorang hamba. Taubat
dilengkapi dengan beberapa ketentuan, yakni memohon ampunan dengan
sesungguhnya kepada Allah, menyesal akan dosa dan kejelekan yang
sudah dilakukan, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, mengganti

6
kejelekan tersebut dengan kebaikan, meminta ampun kepada sesama jika
kesalahan dan kejelekan dilakukan kepada sesama.
6. Zuhud
Zuhud diartikan dengan melepaskan pandangan keduniawian dan
usaha memperoleh keduniawian dari seorang yang sebenarnya mampu
untuk memperolehnya. Zuhud dimaksudkan untuk mengosongkan diri
dari kesenangan dunia dan mengisinya hanya untuk ibadah.
7. Waro’
Waro’ adalah menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu dalam
rangka menjunjung tinggi perintah Allah. Waro’ adalah meninggalkan
setiap yang syubhat, atau tidak jelas halal atau haramnya.
8. Takhalli
Takhalli atau penarikan diri adalah menarik diri dari perbuatan-
perbuatan dosa yang merusak hati, membersihkan diri dari sifat tercela
dan juga kotoran atau penyakit hati yang merusak, mengosongkan diri
dari dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan duniawi, serta upaya
menjauhkan diri dari penyakit hati yang merusak.
9. Tahalli
Tahalli adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji serta
mengisi diri dengan perilaku atau perbuatan yang sejalan dengan
ketentuan agama baik secara lahir maupun batin. Tahalli merupakan
tahap yang harus dilakukan setelah tahap pembersihan diri dari sifat-sifat,
sikap dan perbuatan yang buruk ataupun tidak tepuji, yakni dengan
mengisi hati dan diri yang telah dikosongkan atau dibersihkan dari
perbuatan buruk atau tidak terpuji tersebut.
10. Tajalli
Tajalli merupakan tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba
ketika selesai malalui tahap Takhalli dan Tahalli. Tajalli adalah lenyap
atau hilangnya penyakit hati pada seorang hamba dan terangnya nur yang
selama itu tersembunyi pada dirinya
11. Sabar
Sabar adalah ketabahan dalam menghadapi dorongan hawa nafsu,
menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar agama, tabah dan tenang
dalam menghadapi cobaan, serta menampakkan hidup lapang dalam
keadaan apapun.

12. Faqir
Faqir dimaknai dengan tenang dan tabah diwaktu susah dan
senantiasa memprioritaskan orang lain dikala sedang dalam keadaan
mampu. Faqir adalah perasaan selalu membutuhkan Allah, bahkan ada

7
syair yang berbunyi, “Faqir adalah selendang orang-orang mulia,
pakaian para Rasul, dan baju kurung kaum sholikhah”.
13. Syukur
Syukur adalah tidak menggunakan kenikmatan untuk maksiat, akan
tetapi menggunakannya untuk taat. Sedangkan batasan syukur adalah
mengetahui bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah SWT.
14. Khauf
Khauf dimaknai dengan rasa ketakutan dalam menghadapi siksa
Allah atau tidak tercapainya kenikmatan dari Allah. Orang yang khauf
pada dasarnya adalah orang yang lari dalam ketakutan dari Allah untuk
menuju kepada Allah.
15. Raja’
Raja’ adalah perasaan gembira hati karena mengetahui adanya
kemurahan dari dzat yang menjadi tumpuan harapannya. Khauf dan raja’
merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat dua belah sayap burung jika
seimbang keduanya, maka terbangnya menjadi sempurna. Jika kurang
salah satunya, maka terbangnya tidak sempurna. Dan jika hilang
keduanya, maka akan jatuh dan menemui kematiannya.
16. Tawakkal
Tawakkal berarti sikap hati yang bergantung pada Allah dalam
menghadapi sesuatu yang disuka, dibenci, diharapkan, atau ditakuti
apabila terjadi, bukan menggantungkannya pada suatu sebab, sebab satu-
satunya adalah Allah SWT. Jenjang pertama kali dalam Tawakkal adalah
hendaknya hamba dihadapan Allah bersikap sebagaimana mayat
dihadapan orang yang merawatnya.
17. Ridho
Ridho adalah perasaan puas hati dalam menerima ketetapan yang
telah ditetapkan oleh Allah. Ridho digambarkan dengan apabila
seseorang senang dalam menghadapi musibah, sebagaimana ia senang
dalam menghadapi nikmat. Seseorang yang berada pada tingkatan ridho
ini, jika diberi dia mau menerima, jika ditolak ia rela, jika ditinggalkan ia
tetap mengabdi. Dan jika diajak ia menuruti 4
C. Madzhab atau Aliran dalam Tasawuf
Berdasarkan kecenderungan dan karakteristiknya, madzhab tasawuf dapat
dibagi menjadi 3 madzhab, yakni tasawuf falsafi, tasawuf salafi, dan tasawuf
sunni (akhlaqi/amali).
1. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang bercampur dengan ajaran
filsafat, atau memakai tema-tema filsafat yang maknanya disesuaikan

4 (Han & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, 2019)

8
dengan tasawuf. Madzhab ini juga sering dikenal dengan madzhab
“Miskitisme Islam” atau madzhab yang sangat dekat dengan
“Gnosistisme”. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam kategori ini antara
lain Abu Yazid al Bustomi, Abu Manshur al Hallaj, Ibn Arabi, Ibn Sina,
Ibn Sab’in, Ibn al-Afif, Ibn al-Faridl, al-Najm al-Israili, dan yang senada
dengan mereka. Ajaran atau istilah yang sering dimunculkan yaitu,
Wahdat al-wujud, Wahdat al-adyan, Wahdat asy-syuhud, Hulul, fana,
liqa, ittishal, ittihad, isyraqiyyah, dan Nur Muhammad. Motode yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah, maqamat, ahwal,
riyadhah, mujahadah, dzikir, mematikan syahwat, tazqiyatun nafs wal
qolbu dan lainnya.
Ada beberapa aliran-aliran yang berkembang dalam Tasawuf Falsafi,
yaitu;
a. Al-Fana’ dan Baqâ’ Fana secara harfiah berarti hilang, hancur,
meninggal, dan baqa berarti terus hidup, selamanya. Dalam
kaitan ini digunakan dengan preposisi al-fana’ al-nafs
maksudnya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak
menyadari sesuatu, dan baqa bi al-nafs, sebaliknya berarti diisi
dengan sesuatu, hidup bersama sesuatu, konsep ini ditimbulkan
oleh Abu Yazid al-Bustami.
b. Al-Ittihâd adalah kesatuan wujud, maksudnya dirinya merasa
bersatu dengan Tuhan yang dicintai dan mencintai menjadi satu.
c. Al-Hulûl ialah faham bahwa mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu, yaitu manusia yang dapat melenyapkan sifat-
sifat kemanusiaannya melalui fana, faham ini pertama kali
dimunculkan oleh Husein Ibnu Mansur al-Hallaj.
d. Wahdatul Wujûd adalah faham bahwa wujud segala yang ada ini
tergantung dengan wujud Tuhan, karenanya yang mempunyai
wujud hakiki hanyalah Tuhan sedangkan yang lain tidak punya
wujud, hanya satu wujud yaitu wujud Allah.
e. Al-Isyrâq yakni faham bahwa sumber segala sesuatu Yang Ada
adalah cahaya yang mutlak atau Nûr al-Qâhir. Faham ini juga
menyatakan bahwa alam ini diciptakan melalui penyinaran atau
illuminasi5
2. Tasawuf Salafi
Tasawuf Salafi adalah tasawuf yang selalu melandaskan ajarannya
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah secara ketat. Apa yang tidak
diperintahkan atau diamalkan oleh Nabi bukanlah tasawuf Islam.
Tasawuf ini berusaha memurnikan tasawuf dari bid’a, khufarat, dan

5 (Hariyanto, 2017)

9
tahayul. Tokoh yang termasuk dalam madzhab ini mayoritas mereka
yang dalam madzhab fiqih mengikuti Madzhab Hanbaliyah, seperti Ibn
Taimiyah. Ibn Qayyim al-Jauziyah, Syeikh Waliyullah al-Dihlawi, dan
Muhammad Abduh. Inti ajaran tasawufnya ialah menghayati ajaran Islam
dan melakukan apa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti
shalat sunah, puasa sunah, dan lain sebagainya.
3. Tasawuf Akhlaqi/ Sunni
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang mengikatkan diri dengan al-
Qur’an dan al Hadis, namun diwarnai pula dengan interprestasi baru dan
mengunakan metode yang belum dikenal pada masa generasi awal.
Tujuan akhir dari tasawuf madzhab ini adalah terbentuknya moralitas
yang sempurna, inilah sebab madzhab ini dinamakan madzhab akhlaqi.
Tokoh fenomal madzhab ini adalah Imam al-Ghazali, dan diikuti oleh
mayoritas penganut teologi Asy’ari dan Maturidi. Inti ajarannya ialah
keseimbangan antara Syari’at, Hakikat, dan Ma’rifat, akhlak, fana’,
maqamat, tauhid, dan taqarub ila Allah. Metode pencapaiannya antara
lain, mujahadah, dzikir, tazkiyatun nafs wal qalb, riyadhah, kontemplasi,
tafakkur, dan lain sebagainya.
Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari,
maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu
ilmu lahir dan ilmu bathin. Bahkan untuk memahami dan mengamalkan
suatu amalam juga harus melalui aspek lahir dan aspek bathin. Kedua
aspek itu terkandung dalam ilmu, yang mereka bagi kepada empat
kelompok, yaitu:
a. Syari’at, diartikan sebagai amalan-amalan lahir yang difardlukan
dalam agama, atau mengikuti agama tuhan dan mengerjakan
perintahnya dan menjauhi larangannya.
b. Tarikat yakni mengamalkan agama dengan apik, teliti dan
sungguh serta melatih diri dengan mengerjakan ibadah yang
payah-payah dengan penuh kesabaran dan melapangkan hati dari
kebimbangan untuk ibadah kepada Tuhan.
c. Hakikat adalah sampainya maksud dan memandang Allah
dengan terbukanya hijab dan ini jalan terakhir tujuan seseorang
yang Thârikat (sâlik) yaitu mengenal Allah dengan terbukanya
hijab dirinya hingga ia memandang Allah dengan mata hatinya.
d. Ma’rifat adalah terhimpunnya tiga perkara di atas dengan
pengenalan yang sebenarnya dengan Allah, melalui hati sanubari,
pengetahuan itu sedemikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya
merasa satu dengan yang diketahuinya6

6 (Ahmad, 2016)

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa tasawuf merupakan
bagian dari syari’at Islam yang memfokuskan ajarannya pada penyucian jiwa,
guna mencapai kedekatan, kecintaan, dan hubungan baik dengan Allah Swt.
Kemudian secara bahasa, istilah tasawuf berasal dari akar kata shuf/ shaf/
shofa/ ahl assuffah. Lalu secara istilah definisi tasawuf bisa disimpulkan sebagai
bagian syari’at islam yang memuat suatu metode untuk mencapai kedekatan dan
hubungan antara hamba dengan Allah SWT, dan juga untuk mencapai kebenaran
atau pengetahuan hakiki.
Perkembangan tasawuf bisa dibagi menjadi beberapa tahap masa, yakni,
masa pembentukan pada tahun pertama dan kedua Hijriyah, masa
pengembangan pada tahun ketiga Hijriyah, masa konsolidasi pada tahun
keempat Hijriyah, masa falsafi pada tahun kelima Hijriyah, dan masa pemurnian
pada tahun keenam Hijriyah.
Dari uraian diatas pula, bisa diketahui madzhab-madzhab dan inti
ajarannya. Secara garis besar madzhab dalam tasawuf ada tiga, yakni tasawuf
falsafi yang ajarannya dekat dengan filsafat, tasawuf salafi yang ajarannya ketat
merekat pada al-Qur’an dan al Hadis, dan tasawuf akhlaqi yang ajarannya
menempati posisi diantara kedua madzhab sebelumnya, selain ajaran madzhab
tersebut juga dikaitkan dengan filsafat, juga mendasarkan diri pada al-Qur’an
dan al-Hadis.
B. Saran
Sebagai manusia, adakalanya kita bisa diam sejenak dan membayangkan
bagaimana sejarah telah menyimpan banyak rahasia-rahasia kehidupan dan ilmu.
Yang mana akan sangat disayangkan apabila hanya menjadi lembaran-lembaran
pengetahuan masa lalu, tanpa ada manusia yang ingin mengetahui rahasia sang
sejarah. Menuntut ilmu bukan hanya apa yang kita pelajari, namun yang
terpenting adalah, bagaimana kita mengamalkan ilmu tersebut keseluruh penjuru
dunia. Tak perlu berkelana jauh untuk mengamalkan ilmu dan berlabuh lama
pada tempat rantauan. Namun, lihatlah setiap langkah kita menuju masa depan,
sejarah akan membisikkan rahasianya serta mengiringi langkah kehidupan kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

AB, Z. (2011). Sejarah Perkembangan Tasawuf. Substantia.


Ahmad, A. (2016). EPISTEMOLOGI ILMU-ILMU TASAWUF. Jurnal
Ilmiah Ilmu Ushuluddin. https://doi.org/10.18592/jiu.v14i1.685
Azizah, R., & Rosidi. (2019). Sejarah perkembangan tasawuf dari Zaman
ke Zaman. IAIN Madura.
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019).
Tokoh-Tokoh Tasawuf dan Ajarannya. In Journal of Chemical
Information and Modeling.
Hariyanto, S. (2017). Epistimologi Tasawuf Modern (telaah atas buku
tasawuf modern karya hamka). Вестник Росздравнадзора.

12

Anda mungkin juga menyukai