Anda di halaman 1dari 19

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efektif berarti ada

efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya);  manjur atau mujarab (tentang

obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan);  mulai

berlaku (entangt undang-undang, peraturan). Sedangkan definisi dari kata efektif

yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat

dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa

pilihan lainnya. Efektif bisa diartikan sebagai sesuatu yang dapat mencapai tujuan

maksimal seperti yang diharapkan. Jika kita ingin melakukan suatu hal, maka kita

harus melakukannya secara efektif supaya hasil yang dilakukan tidak

mengecewakan.

Pengertian efektif merupakan suatu usaha yang dilakukan secara maksimal

sesuai yang diharapkan, selain itu efektif juga bisa diartikan sebagai salah satu

usaha yang tidak pernah lelah sebelum harapan yang di inginkan belum tercapai.

Suatu usaha memang perlu dilakukan secara efektif agar usaha yang dilakukan

tidak terbuang sia-sia. Cara yang efektif sangat baik dilakukan supaya untuk

membangun jiwa manusia untuk tidak mudah menyerah. Untuk itu usaha yang

efektif sangat diperlukan dalam setiap manusia. Efektifitas bisa juga diartikan

sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah

ditentukan. Misalnya jika suatu pekerjaan dapat selesai dengan pemilihan cara-
10

cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif

(Djamarah, 1994:16).

2.2 Pengertian Belajar

Belajar atau pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang wajib dilakukan

dan kita berikan kepada anak-anak kita. Belajar adalah suatu aktifitas yang

dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sebuah kesan dari bahan yang telah

dipelajari (Djamarah, 1994:21). Menurut Wittaker (1970:15) belajar dapat

didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui

latihan atau pengalaman. Sementara menurut Dalyono (2006:104) belajar adalah

proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui

praktek dan latihan.

Belajar merupakan proses daripada perkembangan hidup manusia. Dengan

belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga

tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah

hasil belajar. Kegiatan belajar merupakan suatu proses yang sangat fundamental

atau paling pokok pada setiap jenjang pendidikan. Kegiatan itu akan maksimal

apabila pelaku pendidikan memahami makna belajar itu sendiri supaya mampu

untuk menyiapkan dan mengembangkan proses belajar peserta didiknya.

Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti

perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada individu yang belajar.

Dengan demikian belajar adalah proses perubahan pola pikir yang berorientasi

pada perubahan tingkah laku yang baru berkat adanya pengalaman. Proses belajar

tersebut bukan hanya dilakukan di sekolah, tetapi bisa dimanapun, di rumah, atau
11

di tempat umum seperti di pepustakaan, museum, laboratorium, hutan dan dimana

saja.

Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Perubahan yang ingin

dicapai melalui proses pendidikan pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku,

sebagaimana yang dikemukan oleh Slamet (1995:2) bahwa belajar adalah suatu

proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku

sebagai hasil dari pengalaman atau hasil yang diperkuat. Belajar akibat dari

interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika

seseorang telah dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Dalam teori ini yang

paling penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.

Menurut Sumardi (1984:252) “Belajar adalaha proses perubahan yang dilakukan

secara sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadannya berbeda

dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif

permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada

perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk

dan sebainya”.

Sementara itu definisi belajar menurut Skinner (1985:103) adalah “lerning

is a process of progressive behavior adaption”. Yaitu bakat belajar itu merupakan

suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif atau belajar merupakan
12

hubungan antar stimulus dan respon yag tercipta melalui proses tingkah laku

yang bersifat progresif .

Secara umum belajar adalah proses yang dilakukan setiap individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku, baik dalam pengetahuan, keterampilan

maupun sikap sebagai bentuk kesan dari pengalaman dari bahan yang telah

dipelajari. Belajar merupakan tindakan dan perilaku pembelajar  yang kompleks.

Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh pembelajar itu sendiri yang

akan menjadi penentu terjadinya atau tidaknya proses belajar.

Bertitik tolak dari definisi-definisi yang para ahli di atas, dapat diambil

kesimpulan beberapa hal mengenai belajar sebagai berikut :

a. Belajar merupakan suatu proses, yang mengakibatkan adanya perubahan

perilaku (change in behavior or performance). Setelah belajar individu

mengalami perubahan dalam perilakunya. Perilaku dalam arti luas dapat

overt behavior atau insert behavior. Karena itu perubahan tersebut mencakup

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

b. Perubahan perilaku itu dapat aktual, yaitu yang menampak, tetapi juga dapat

bersifat potensial, yang tidak menampak pada saat itu, tetapi akan nampak

dilain kesempatan.

c. Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat relatif lama, tetapi

dipihak lain perubahan itu tidak akan menetap terus, sehingga pada suatu

waktu hal tersebut dapat berubah lagi sebagai akibat belajar.

d. Perubahan perilaku, baik yang aktual maupun yang potensial yang merupakan

hasil belajar, merupakan perubahan dengan melalui latihan atau pengalaman.


13

e. Perubahan perilaku sebagai akibat belajar disebabkan oleh adanya usaha dari

individu yang bersangkutan.

Dari bermacam-macam definisi yang telah dipaparkan di atas, pada

umumnya para ahli melihat belajar sebagai suatu proses. Prosesnya sendiri tidak

nampak, yang nampak adalah hasil dari proses tersebut. Karena belajar

merupakan suatu proses, maka dalam belajar terdapat masukan, yaitu sesuatu

yang akan diproses dan adanya hasil dari proses tersebut.

Dari bagian tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar merupakan sesuatu

yang terjadi dalam diri individu yang disebabkan karena pengalaman atau latihan,

dan hal ini menimbulkan perubahan dalam perilaku. Ini berarti bahwa proes

pembelajaran merupakan intervening variable yang merupakan penghubung atau

pengkait antara independent variable dengan dependent variable.

Karena belajar merupakan suatu proses, maka banyak faktor yang akan

berpengaruh dalam proses pembelajaran tersebut. Ini berarti bahwa hasil belajar

akan ditentukan oleh banyak faktor yang saling kait mengkait satu dengan yang

lain.

2.3 Efektifitas Pembelajaran

Efektivitas dalam kamus pelajar sekolah lanjut tingkat atas berarti

“kemajuan”. Sutikno dalam Hasmani (2015:17) mengemukakan bahwa

pembelajaran efektif dapat dilihat dari gambaran hasil yang dicapai,serta

bagaimana pelaksanaan pembelajaran efektif dapat dilihat dari gambar dapat

dilihat dari gambaran hasil yang dicapai, serta bagaimana pelaksanaan

pembelajaran itu sendiri. Menurut Yunita dalam Hasmani (2015:17)


14

mengemukakan bahwa efektivitas dalam pembelajaran ditentukan dari proporsi

siswa yang mencapai ketentuan KKM dari 80%, semakin aktif siswa maka

ketercapaian ketuntasan pembelajaran semakin efekrtif. Anita (2015:18)

mengemukakan bahwa pencapain efektivitas pembelajaran ditentukan

berdasarkan kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa, respon

siswa dan ketuntasan hasil belajar siswa.

Memaknai efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai sudut

pandang dan kepentingan masing-masing. Dalam Kamus Bahasa Indonesia

Mulyasa (2010:16) mengemukakan bahwa : “efektif berarti efeknya, akibatnya,

pengarunhnya dan kesannya, manjur atau mujarab, dapat membawa hasil”, jadi

efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melakukan tugas, dengan

sasaran yang dituju.

Menurut Yamit (2003:14) dalam bukunya Manajemen Produksi dan

Koperasi, efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran

seberapa jauh tujuan tercapai, baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya

pada keluaran yang dihasilkan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, efektivitas ditentukan

berdasarkan kemampuan guru dalam mengelolah kelas, aktivitas siswa, respon

siswa, dan hasil rata-rata post test siswa.

2.4 Model Pembelajaran Konvensional

Manurut Djamarah (2011:36) menyatakan bahwa model pembelajaran

konvensional adalah metode tradisional atau disebut juga dengan metode

ceramah, karena sejak dahulu metode ini sudah digunakan sebagai alat lisan
15

antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran dengan

cara ini, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas

dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada siswa.

Yang sering digunakan pada model konvensional antara lain metode ceramah,

metode tanya jawab, metode diskusi dan penugasan.

Pembelajaran konvensional sebagai pendidikan “gaya bank” dimana guru

mengajar-siswa belajar, guru tahu segalanya-siswa tidak tahu apa-apa, guru

berpikir-siswa dipikirkan, guru mengatur-siswa diatur, guru memilih dan

memaksanakan pilihannya-siswa menuruti. Guru adalah sumber belajar sementara

siswa dijadiklan sebagai obyek. Tidak pernah ada dialog, yang ada hanya

monolog sehingga tidak muncul kreatifitas siswa yang ada hanya hafalan, tidak

ada orisinilitas yang ada hanya bajakan dan peniruan (Harefa, 2015:28).

Ahmadi dalam Kholik (2011:34) menyatakan bahwa model pembelajaran

konvensional menyadarkan pada hafalan belaka, penyampaian informasi lebih

banyak dilakukan oleh guru, siswa secara pasif hanya menerima informasi,

pembelajaran sangat abstrak dan teoritis serta tidak berdasar pada realitas

kehidupan, memberikan hanya tumpukan beragam informasi pada siswa,

cenderung fokus pada bidang tertentu, waktu belajar siswa sebagian besar

digunakan untuk mengerjakan tugas, mendengar guru dan mengisi latihan (kerja

individual).

Menurut Suherman dalam Anita (2015:28-29), menyebutkan ada beberapa

hal kelemahan dalam metode ini adalah: 1) Pelajaran berjalan membosankan,

siswa menjadi pasif karena tidak berkesempatan menemukan sendiri konsep yang
16

diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan: 2) Kepadatan konsep-konsep yang

diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan: 3)

Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ceramah lebih cepat terlupakan; 4)

Ceramah menyebabkan belajar menghafal (rote lerning) yang tidak

mengakibatkan timbulnya pengertian.

Berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional masih dilaksanakan atas asumsi bahwa suatu pengetahuan dapat

dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa. Metode pengajaran secara

konvensional selama ini lebih ditekankan pada tugas guru untuk memberikan

instruksi atau ceramah selama proses pembelajaran berlangsung, sementara itu

siswa hanya menerima pembelajaran secara pasif.

2.5 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya dan membagi tiga macam hasil belajar

mengajar yaitu : 1). keterampilan dan kebiasaan, 2). pengetahuan dan pengarahan,

3). sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004:22).

Sementara menurut Surakhmad (1980:25)  hasil belajar siswa bagi

kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah

untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Untuk

mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu

mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa.

Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai

tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk
17

memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar

mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.

Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya

memenuhi tujuan pembelajaran  khusus dari bahan tersebut. 

Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil

belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar

mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku

seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan

berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan

filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada

kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa

suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan

berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai.

2.6 Pengertian dan Langkah-Langkah Metode Gal’perin

Pembelajaran metode Gal’perin merupakan salah satu metode

pembelajaran yang menurut teori proses belajar mengajarnya dibagi menjadi

empat tahap (Utomo 1991:86). Model ini dikembangkan berdasarkan teori

pendidikan psikolog Uni Soviet, Peter Jacovlevic Galperin. Adapun rangkaian

empat tahap tersebut antara lain:

a. Tahap Orientasi.

Tahap ini dimaksudkan agar siswa berorientasi terhadap unsur-unsur ilmu

yang penting, termasuk cara-cara penalaran yang khas untuk bidang studi

matematika, keterkaitan antara unsur-unsur ilmu harus diperhatikan. Jadi, guru


18

harus menyampaikan isi dan struktur mata pelajaran kepada siswa, hubungan mata

pelajaran tersebut dengan mata pelajaran lain dalam kerangka kurikulum dan

kegunaan materi dalam kehidupan sehari-hari juga harus disampaikan. Dalam

proses belajar mengajar ini guru biasanya menggunakan metode ceramah yang

disertai dengan prinsip metafora, perumpamaan dan sugesti (Ismail, 2003:7).

Metafora dapat menghidupkan konsep yang telah terlupakan,

memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi (Ismail,

2003:7). Hal ini berarti, metafora digunakan untuk menganalogkan suatu konsep

baru melalui suatu konsep atau gagasan yang sebelumnya telah dikenal siswa

dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang guru bisa menyuruh dua

orang siswa maju ke depan untuk memperagakan jual beli sebelum menjelaskan

materi aritmatika sosial dalam pembelajaran matematika.

Perumpamaan dan memori visual juga sangatlah penting dalam

pembelajaran matematika, jika anda mencontohkan sesuatu yang abstrak pada

suatu konsep, maka dari suatu konsep yang abstrak itu akan berubah menjadi

konkrit sehingga mudah dimengerti. Di sini guru harus bisa menciptakan sebuah

contoh visual ketika dia menjelaskan konsep baru pada siswa, misal guru

memperagakan jual beli di dalam kelas. Guru membeli pensil dengan harga Rp.

1500/buah, kemudian guru menjualnya lagi ke salah satu siswa dengan harga Rp.

2000/buah, dari contoh tersebut siswa dapat memahami tentang konsep laba.

Sugesti sebagai kekuatan dalam diri siswa sangat mempengaruhi otak

dalam menyerap suatu informasi baru secara cepat dan menyimpannya sebagai

memori. Dengan demikian seorang guru perlu memperhatikan nada bicara,


19

pengaturan ruang kelas dan gaya penyampaian. Sebagai contoh, guru yang gaya

penyampaiannya keras dan jelas akan lebih mempermudah siswa dalam

menangkap informasi dari pada suara guru yang suaranya kecil dan lamban.

b.   Tahap Latihan

Latihan ini terdiri dari tugas-tugas dan soal-soal atau demonstrasi

tergantung pada tingkat pengertian yang dikehendaki. Latihan akan lebih berhasil

baik kalau siswa didampingi oleh guru. Pada tahap latihan siswa ditugaskan

membahas soal-soal agar siswa itu mengerti materi pelajaran yang diberikan dan

mencapai tujuan pengajaran. Latihan itu dapat dilakukan secara berkelompok

yang terdiri atas 4-6 anggota.

Pada tahap latihan guru berperan sebagai fasilitator. Guru tidak hanya

duduk dikursinya, tetapi juga berjalan-jalan melihat setiap kelompok. Guru juga

siap memberikan penjelasan seperlunya bila ada siswa yang menanyakan sesuatu

yang berkaitan dengan soal atau tugasnya. Pada tahap ini soal-soal ada pada LKS

yang dibuat sendiri dan telah dikonsultasikan dengan guru bidang studi

matematika maupun dosen pembimbing.

c. Tahap Umpan Balik

Umpan balik berisi informasi tentang hal yang dikerjakan selama latihan,

latihan ini hanya mempunyai arti kalau siswa diberitahu kesalahan-kesalahannya

selama melakukan latihan. Umpan balik ini dapat berupa lisan atau tulisan. Dalam

umpan balik ini siswa diharapkan dapat mengutarakan pikirannya secara nyata

(verbal dan tertulis). Pelaksanaan umpan balik dapat dilakukan selama latihan
20

maupun sesudah latihan. Umpan balik selama latihan dapat berupa penyelesaian

soal-soal sedangkan sesudah latihan berupa tes.

Dalam penelitian ini umpan balik dilakukan selama latihan dan sesudah

latihan. Siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal-soal latihan di depan

kelas. Jika terdapat jawaban yang salah, siswa lain akan membenarkannya.

Selama umpan balik, guru hanya sebagai fasilitator yang bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana bahan yang telah dipelajari dapat dimengerti oleh siswa.

Kegiatan umpan balik tersebut dimanfaatkan oleh guru untuk menarik kesimpulan

dalam mengambil langkah-langkah selanjutnya, misalnya apakah masih perlu

mengulangi pelajaran atau harus melanjutkan pelajaran.

d. Tahap Lanjutan

Tahap ini merupakan tahap lanjutan proses belajar berdasarkan umpan

balik. Pada tahap lanjutan ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

memperbaiki berbagai hal mengenai konsep yang belum dimengerti. Dengan

demikian tahap lanjutan dapat dikatakan sebagai proses ulang, tetapi yang diulang

hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu yang belum jelas. Dengan tahap

lanjutan ini diharapkan nilai rata-rata siswa dapat ditingkatkan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa di dalam proses

pembelajaran siswa diharapkan ikut mengalami aktivitas belajar itu sendiri. Jadi

siswa tidak semata-mata hanya mendengarkan dan mengerjakan latihan-latihan

yang diberikan oleh guru. Akan tetapi siswa diberikan kesempatan juga untuk

menanyakan materi yang belum dipahami.


21

2.7 Kelebihan dan Kelemahan Metode Gal’perin

2.7.1 Kelebihan Metode Gal’perin :

1. Menyadarkan anak didik bahwa ada masalah yang dapat dipecahkan dengan

berbagai jalan dan bukan satu jalan atau satu jawaban saja.

2. Menyadarkan anak didik bahwa teori Galperin, mereka saling menggunakan

pendapat secara konstruktif/dapat diperoleh suatu keputusan yang lebih baik.

3. Membiasakan anak didik suka mendengar pendapat orang lain sekalipun

berbeda dengan pendapatnya sendiri, membiasakan bersifat toleran.

4. Menimbulkan kesanggupan pada anak didik untuk merumuskan pikirannya

secara teratur dan dalam bentuk yang dapat diterima orang lain.

5. Merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan prakarsa, dan

terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah.

6. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika

itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang kantuknya.

7. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab

dan megemukakan pendapat

8. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta

kecepatan pelaksanaan.

9. Pembentukan kebiasaan - kebiasaan membuat gerakan - gerakan yang

kompeks, rumit, menjadi lebih otomatis.

2.7.2   Kelemahan Metode Gal’perin :

1. Pembicaraan terkadang menyimpang sehingga memerlukan waktu yang

panjang
22

2. Mungkin dikuasai oleb orang-orang yang suka berbicara atau ingin

menonjolkan diri.

3. Tidak dipakai dalam kelompok besar

4. Siswa merasa takut apabila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani,

dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.

5. Waktu sering banyak terbuang, terutama apabila siswa tidak dapat menjawab

pertanyaan sampai dua atau tiga orang.

6. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa

kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.

7. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.

2.8 Hakikat Matematika

Secara etimologi pengertian matematika berasal dari bahasa latin

monthhaenein atau mathemata yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”

(things that are learned).dalam bahasa balanda disbut wiskunde atau ilmu

pasti,yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.matematika adalah ilmu yang

tidak jauh dari realitas kehidupan manusia. Proses pembentukan dan

pengembangan ilmu matematika tersebut sejak jaman purba hingga sekarang tidak

pernah berhenti. Sepanjang sejarah matematika dengan segala perkembangan dan

pengalaman langsung berinteraksi dengan matematika membuat pengertian orang

tentang matematika terus berkembang.

Johnson dalam Hendrina (2008:10) menyatakan bahwa matematika adalah

pola berfikir, pola pengorganisasian,pembuktian yang logik, matematika itu

adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan


23

cermat,jelas,akurat, representasi dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa

simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.

Ruseffendi (2015:12) matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif

yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola

keteraturan,dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak

didefinisikan keunsur yang didefinisikan keunsur yang didefinisikan ke dalil.

Suwarsono dalam Supatmono (2002:15) matematika adalah ilmu yang

memiliki sifat khas yaitu: objek bersifat abstrak, menggunakan lambang-lambang

yang tidak banyak digunakan dalam kehiduupan sehari-hari,dan proses berfikir

yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat.

Berdasarkan pendapat dari para ahli matematika di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pada hakikatnya matematika adalah ilmu yang melatih

kemampuan berfikir secara logis,kritis, rasional dan percaya diri,yang memiliki

objek abstrak dan berkaitan dengan simbol-simbol, ide, logika, konsep-konsep

serta alat untuk memahami dan menyampaikan suatu informasi dan

pengembangan ilmu lainnya.

2.9 Pembelajaran Matematika Dengan Metode Gal’perin

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh siswa sejak diri

SD/MI hingga SMA/MA dan bahkan juga diperguruan tinggi. Dari berbagai

bidang studi yang diajarkan di sekolah,  matematika merupakan bidang studi yang

dianggap paling sulit oleh siswa. Menurut Johnson dan Myklebust (1967:244)

“matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif sedangkan fungsi teoritisnya


24

adalah untuk memudahkan berpikir”. Lerner (1981;357) mengemukakan bahwa

matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal

yang memungkinkan manusia berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide

mengenai elemen dan kuantitas. Sementara Kline (1973:290) juga mengemukakan

bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan cirri utamanya adalah

penggunaan cara berpikir deduktif, tapi juga merupakan cara bernalar induktif.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan menunjukkan bahwa secara

kontemporer pandangan tentang hakikat matematika lebih ditekankan kepada

metodenya dari pada pokok persoalan matematika itu sendiri.

Di dalam proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi, agar siswa

dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan.

Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-

teknik penyajian, atau biasa disebut metode mengajar. Pemilihan metode

mengajar didasarkan pada sifat pelajaran, alat- alat yang tersedia, besar kecilnya

kelas, tempat dan lingkungan, kesanggupan guru, banyak sedikitnya bahan dan

tujuan pelajaran.

Metode mengajar yang diterapkan dalam suatu pelajaran dikatakan efektif

bila menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Semakin

besar pengaruhnya untuk menghasilkan sesuatu semakin efektif metode tersebut.

Sedangkan metode mengajar dikatakan efisien jika penerapannya dalam

menghasilkan sesuatu yang diharapkan relatif menggunakan tenaga, usaha,

pengeluaran biaya, dan waktu minimum atau semakin kecil tenaga, usaha, biaya,

dan waktu yang dikeluarkan semakin efisien metode tersebut.


25

Salah satu jenis metode mengajar yang menekankan kepada keaktifan

siswa adalah pembelajaran metode Gal’perin. Dalam hal ini penerapan mtode

Gal’perin dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi ajar faktorisasi

bentuk aljabar diharapkan dapat membantu siswa memahami dan

mengembangkan metakognitif yang mengarahkan siswa menguasai materi yang

diajarkan. Metode Gal’perin merupakan proses pembelajaran yang  digambarkan 

dalam empat tahap yaitu 1). Orientasi, 2). Latihan, 3). Umpan balik, 4). Lanjutan.

Dengan penerapan ini siswa lebih aktif dan dapat mengembangkan mental siswa

dan mengurangi kesulitan belajar matematika khususnya pada materi ajar

faktorisasi bentuk aljabar dengan memberikan latihan- latihan dan umpan balik

yang memberikan siswa kesempatan untuk bertanya hal- hal yang kurang

mengerti dan menyimpulkan materi faktorisasi bentuk aljabar menurut yang

dipahami setelah melakukan proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika khususnya pada materi ajar faktorisasi bentuk aljabar dengan

penerapan metode Gal’perin dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil

belajar siswa dan mengatasi kesulitan belajar matematika.

2.10 Kerangka Pikir

Proses pembelajaran mata pelajaran matematika yang dilaksanakan oleh

guru di SMP Negeri 1 Kolaka masih menggunakan model konvensional sehingga

siswa tidak aktif dalam dalam proses pembelajaran, hal ini menyebabkan

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Model

pembelajaran konvensional dipandang oleh beberapa guru lebih efektif, karena


26

guru dapat mengontrol dan mengatur urutan kegiatan pembelajaran dan kebebasan

menyampaikan materi. Akan tetapi model ini dipandang kurang mampu

memberikan kesempatan yang luas kepada siswa dalam mengembangkan diri

secara mandiri, siswa kurang aktif dan siswa lebih banyak mendengarkan

penjelasan dari guru sehingga siswa kurang antusias dalam belajar matematika.

Karena mata pelajaran matematika yang dialaksanakan oleh guru saat ini

cenderung berpusat pada kewenangan guru (teacher centered), siswa dibiarkan

puas dengan hanya mengerjakan soal-soal latihan rutin, diperlukan model

pembelajaran yang berpusat pada orientasi siswa (student centered), dengan

harapan mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam menerapakan ilmu

matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Salah satu model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah strategi

pembelajaran kontekstual dengan model cotextual teaching learning (CTL).

Adalah sebuah model pembelajaran yang saat ini populer dengan Metode

Gal’perin, dimana membantu guru menghubungkan materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa dituntut menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan

baru sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Dengan model CTL siswa harus

mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan menggunakan data tersebut

untuk memecahkan masalah. Dengan metode ini, siswa terlibat sangat intensif

sehingga motivasi untuk belajar menjadi meningkat.


27

Peneliti berharap penerapan metode Gal’perin dengan strategi CTL dapat

diaplikasikan dalam pemberian pelajaran matematika di SMP Negrei 1 Kolaka

untuk memenuhi tujuan pembelajaran agar lebih efektif sehingga dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari dengan matematika.

2.11 Analisis Invensional

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan karangka berfikir, dapat dirumuskan

hipotesis penelitian penelitian yaitu;

1) Terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa telah di ajar dengan

menggunakan model pembelajaran gal’perin.

2) Terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah diajar

menggunakan pembelajaran konvensional.

3) hasil belajar matematika siswa siswi yang diajar dengan model

pembelajaran gal’perin lebih tinggi dibandingkan peningkatan hasil belajar

matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran

konvensional.

Anda mungkin juga menyukai