Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. Teori Demam Typoid

1) Pengertian Demam Typoid

thypus abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halusdan

terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonellatyphosa

atau Salmonellaparatyphi A,B danC, selain ini dapat juga menyebabkan

gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat penyakitini dikenal

dengan nama Tipes atau thypus, (Guyton&Hall,2016).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

organisme Salmonella entericasub spesies Salmonella typhi (S. typhi).

Manusia adalah reservoir untuk S. typhi dengan penularan penyakit yang

terjadi melalui rute fecal-oral melalui konsumsi makanan atau air yang

terkontaminasi oleh kotoran manusia. Risiko infeksi tinggi ditemukan di

negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang Endemik di daerah yang

memiliki sanitasi buruk dan rendahnya akses mendapatkan makanan dan air

yang sehat.

( bakhtiar, Novianto, Hafid, M,G ,sidiq,J lsetyoadi, E ,Fitriani ,2020).


Typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella .Typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh kuman salmonella typoid dan salmonella thypi dan salmonella para

Thypi A,B,C sinonim dari penyakit ini adalah typoid dan paratyphoid

abdominalis. Penularan terjadi secara pecak, oral melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi.

( Padila ,2013 )

2. Anatomi Fisiologi

a) Anatomi dan fisiologi usus halus


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak

di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus

dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum).

Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya

sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang di sebut Vili atau

jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang

berpengaruh terhadap penyerapan makanan.

Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang

telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah

dicernakan di lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di

lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain.

Selama di usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi

molekul-molekul glukosa.

Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul

asam amino, dan semua molekul lemak dicernakan menjadi gliserol dan asam

lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat

kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang berperan di usus halus

ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.


a. Cairan empedu

Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air dan tidak

mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang

berperan dalam pencernaan makanan.

Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus

halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan

lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu

terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida

dalam kimus, menghentikan aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak

peristaltik usus.

b. Getah pankreas

Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Prankeas ini berperan

sebagai kelenjar esokrin yang menghasilkan getah pankreas kedalam saluran

pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin.

Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang di sebut pulau-pulau

langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah

diabetes melitus. Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas

masuk ke usus halus. Dalam pankreas terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang

membantu dalam pemecahan lemak, tripsin membantu dalam pemecahan protein, dan

amilase membantu dalam pemecahan pati.

c. Getah usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan

getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut :

Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan

terakhir di usus halus mulai diabsorpi atau di serap melalui dinding usus halus

terutama di bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga di serap .

Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan pelarutnya,

sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.

Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap

mineral dan perbedaan struktur bagian-bagian usus. Di dalam Vili ini terdapat

pembuluh darah, pembuluh kil ( limfa ), dan sel goblet . Di sini asam amino dan

glukosa diserap dan di angkut oleh darah menuju hati melalui sistem Vena porta

hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu

membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke dalam Vili.

Selanjutnya di dalam Vili, asam lemak di lepaskan, kemudian asam lemak mengikat

gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke tengah Vili,

yaitu ke dalam pembuluh kil (limpfa). Melalui pembeluh kil, emulsi lemak menuju

Vena sedangkan garam empedu masuk kedalam darah menuju hati dan dibentuk lagi

menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan di dorong

menuju usus besar (kolon) .

( Andra saferi wijaya ,2013 )


3. Etiologi

Etiologi typoid adalah salmonella Thypi . Salmonella para typhi A,B, dan C .

Ada dua sumber penularan salmonella Thypi yaitu pasien dengan demam typoid dan

Pasien dengan carier . Carier adalah orang yang sembuh dari demam typoid dan

masih terus mengekresi salmonella Thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari

1 tahun ( Padila, 2013 )

Etiologi typus abdominalis adalah salmonella Thypi, salmonella paratyphi A,

Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi

kuman salmonella Typhosa / Eberthella Typhosa yang merupakan kuman negatif, dan

tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada pada suhu tubu

manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70° C maupun

oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang

manusia. Salmonella Typhosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :

a. Antigen O = Ohne hauch = somatik antigen ( tidak menyebar )

b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil

c. Antigen V = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis

( Andra saferi wijaya , 2013 )


4. Patofisiologi

Penularan salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5f yaitu : food (makanan) , fingers (jari tangan/kuku), fomitus

(muntah), fly (lalat), dan melalui feses.

Feses dan muntah pada penderita typoid dapat menularkan kuman salmonella

Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,

dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci

tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella typhi masuk ke tubuh orang

yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagai

kuman akan di musnahkan oleh asam lambung dan sebagaian lagi masuk ke usus

halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini

kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel

retikuloedotelial. Sel-sel retikuloedotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam

sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus

halus dan kandungan empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada Typoid disebabkan oleh

endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental di simpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada Typoid. Endotoksemia

berperan pada patogenesis typoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus

halus. Demam di sebabkan karena salmonella Thypi dan endotoksemia merangsang


sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

(Padalia, 2013)

6. Manifestasi Klinis

Nyeri kepala, lemah, lesu, demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung

salama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya

suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu

kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur

turun kembali normal.

Gangguan pada saluran cerna yaitu halitosis, bibir kering, dan pecah-pecah,

lidah di tutupi sealaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu

makan, hepatomegaly, splenomegaly yang di sertai nyeri pada perabaaan.

Gangguan kesadaran yaitu penurunan kesadaran (apatis, samnolen). Bitnik-

bintik kemerahan pada kulit (roscola) akibat emboli basil dalam kapiler kulit .

( Andra saferi wijaya ,2013 )

7. Pemeriksaan Diagnostik

Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif

tidak menyingkirkan demam typoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis

demam typoid. Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu

memastikan diagnosis demam typoid . Pada beberapa pasien uji widal tes tetap

negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif .


1. Widal Tes

a. Pengertian Widal Tes

Sampai saat ini Widal tes merupakan reaksi serologis yang digunakan

untuk membantu menegakkan diagnosa Typoid. Dasar Widal tes adalah reaksi

aggiutinasi antara antigen salmonella Typhosa dengan antibodi yang terdapat

pada serum penderita.

b. Pemeriksaan Widal Tes

Ada 2 macam metode yang dikenal yaitu:

1. Widal cara tabung (konvensional)

2. Salmonella slide test (cara slide)

Nilai sensifitas, spesifisitas serta ramal reaksi Widal tes sangat

bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak

sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi

tidak pernah didektasi adanya antibodi dengan tes ini, bila dapat dideteksi

adanya titer antibodi sering titer naik sebelum timbul gejala klinis, sehingga

sulit untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut

tidak spesifikasi oleh karena semua grup D salmonella mempunyai antigen O,

demikian juga grup A dan B Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkat dalam

waktu sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, Widal tes

sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu seri
pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati nilai standar

setempat . Nilai titer pada penderita typoid adalah :

a. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O (+) positif > 1/200

maka sedang aktiv

b. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 (+) positif >

1/200 maka dikatakan infeksi lama

( Andra saferi wijaya , 2013 )

8. Klasifikasi

Klasifikasi Salmonella bersifat kompleks karena organisme ini

merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, dan bukan satu spesies

umum. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan

epidemiologi, pejamu, reaksi biokimia dan struktur antigen O,H dan Vi (jika

ada).

Penelitian hibridasi DNA telah menunjukkan adanya tujuh kelompok

evolusioner. Saat ini, genus salmonella dibagi menjadi dua spesies yang

masing-masing terbagi atas banyak subspecies dan serotype. Kedua spesies

tersebut adalah Salmonella enterica dan Salmonella bongori (dahulu disebut

subspecies V). Salmonella enterica terdiri dari lima subspesies. Subspesies

enterica (subspesies I); subspesies salamae (subspesies II); subspecies arizonae

(subspecies IIIa); subspesies diarizonae (subspesies IIIb); subspesies houtenae

(subspesies IV) dan subspesies indica (subspesies VI).


Menurut nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan menurut adanya

keterkaitan DNA-nya, sehingga sekarang hanya terdapat dua spesies Salmonella yaitu

Salmonella bongori dan Salmobella enterica. Nama semula S..Thypi menjadi S.

enterica serovar Thypi yang disingkat S.Tyhpi. Salmonella yang menyerang manusia

disebut sebagai strain dalam subspecies I atau S.enterica

( Farihatun nafiah, 2018 )

9.Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan

minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat

terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut

darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5

ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya

timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu

pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut

yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian


meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,

tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.

2. Komplikasi Ekstraintestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok,

sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia,

koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia

hemolitik.

3. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.

6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan

artritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,

polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

( Farihatun nafiah, 2018 )


10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit typoid sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian

yaitu :

1. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti

makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu

dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga

kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien

perlu diawasi untuk mencegah dekubitas dan pneumonia ortostatik serta hygiene

perorongan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga.

2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan

penyakit demam typoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan

umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan

menjadi lama. Di masa lampau penderita Demam Typoid diberi bubur saring

tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau

perposi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus di istirahatkan.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang

berserat ) dapat diberikan dengan aman pada penderita Demam Typoid.


3. Pemberian antibiotik

a. Klorampenikol

Di Indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk pengobatan Demam Typoid. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari

dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas

demam.

b. Tiampenikol

Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam typoid hampir sama

dengan klorampenikol lm akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik

lebih rendah dari klorampenikol . Dosis 4 x 500mg diberikan sampai hari ke 5

dan 6 bebas demam.

c. Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2 minggu.

d. Ampicilin dan amoksilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-150mg/kg 88 dan

digunakan selama 2 minggu.

e. Seflosporin generasi ketiga


Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang terbukti

efektif untuk demam typoid adalah sefalosforin, dosis yang di anjurkan adalah

3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selma 1/2 jam perinfus sekali sehari

selama 3 hingga 5 hari.

( Andra saferi wijaya ,2013 )

Anda mungkin juga menyukai