Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh

sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes

RI, 2018 : 165). Stigma negatif terhadap orang dengan HIV/AIDS di masyarakat

perlu diminimalkan agar penanganan HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi

pasien HIV/AIDS tetapi memerangi terjadinya cara penyebaran penularan virus

HIV/AIDS. Upaya ini harus didukung dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku

masyarakat termasuk keluarga pasien yang menunjang tindakan pencegahan

tersebut. Kondisi ini diperlukan terutama ketika merawat pasien dan mendampingi

pasien selama perawatan berlangsung. Keluarga sebagai support system yang

utama dibutuhkan untuk mengembangkan koping yang efektif untk beradaptasi

menghadapi stressor terkait penyakit, baik fisik, psikologis maupun social

(Budiarti, 2016). Sikap dan empati keluarga pada pasien HIV/AIDS selama

menjalani perawatan merupakan salah satu fungsi perawatan kesehatan keluarga

yang dapat mendukung anggota keluarganya yang mengalami HIV/AIDS

menjalani pengobatan (Kholifah dan Widagdo, 2016: 35-36). Berdasarkan

fenomena di Poli Sehati RSUD Dr. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro, sebagian

besar pasien HIV/AIDS yang sedang berobat tidak ditemani oleh anggota

keluarga, hal ini menyebabkan pasien HIV/AIDS kurang termotivasi untuk

menjalani pengobatan.

1
2

Menurut data United Nations Programme on HIV/ AIDS (UNAIDS) dalam

laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2012, menyatakan hingga tahun 2011

diperkirakan ada sebanyak 34 juta orang hidup dengan HIV/ AIDS, sebanyak 2,5

juta kasus baru terinfeksi HIV, dan 1,7 juta kematian disebabkan AIDS. Negara

yang memiliki penduduk yang positif HIV/ AIDS adalah region Sub Sahara,

diikuti Asia pada peringkat kedua yakni 4,8 juta kasus. Indonesia menempati

posisi ke lima dari seluruh negara di Asia setelah India, Myanmar, Nepal, dan

Thailand (Budiarti, 2016). Menurut data Ditjen P2P Kemenkes RI, jumlah kasus

AIDS di Indoensia sampai dengan tahun 2017 sebesar 102.667 kasus (Kemenkes

RI, 2018 : 166). Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru HIV positif dan

AIDS tahun 2017 pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Penderita

HIV positif pada laki-laki sebesar 63,6% dan pada perempuan sebesar 36,4%.

Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 68,0% dan pada perempuan

sebesar 31,9% (Kemenkes RI, 2018 : 167). Provinsi Jawa Timur yang ditetapkan

sebagai wilayah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi bersama 5 (lima)

provinsi lainnya, yaitu DKI Jakarta, Papua, Bali, Riau dan Jawa Barat (Dinkes

Propinsi Jawa Timar, 2018 : 50), sampai dengan tahun 2017, jumlah ODHA

(Orang dengan HIV/AIDS) sebesar 18,243 kasus yang merupakan jumlah

tertinggi kedua propinsi Papua yang berjumlah 19.729 kasus (Kemenkes RI,

2018). Selama Tahun 2016 di Kabupaten Bojonegoro ditemukan adanya 154

kasus baru AIDS yang terdiri dari 84 orang laki-laki dan 70 perempuan dengan

pelaporan Tahun 2016 tidak ada yang meninggal dunia. Sementara itu untuk kasus

HIV ditemukan 12 kasus selama Tahun 2016 dengan rincian (6 laki-laki dan 6
3

perempuan). Semua kasus HIV-AIDS tersebut seluruhnya dirujuk ke RSUD Dr.

R. Sosodoro Djatikoesoemo sebagai rumah sakit rujukan kabupaten dan sebagai

pemberi layanan ART (DinKes Kabupaten Bojonegoro, 2017 : 25). Data dari

Rekam Medis Poli Sehati RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro,

diketahui jumlah penderita HIV/AIDS pada tahun 2017 sebanyak….pasien, tahun

2018 sebanyak….pasien, dan sampai dengan Januari tahun 2019

sebanyak…..pasien.

Sikap keluarga erat kaitannya dengan perilaku keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang mengalami HIV/AIDS (Donsu, J.D.T., 2017 : 164). Ada 3

faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak yaitu prediposisi

factors (factor pemudah) yang meliputi pengetahuan dan sikap seseorang, faktor

pemungkin (enabling factors), yang meliputi saran, prasarana dan fasilitas yang

yang dapat memfasilitasi dan mendukung terjadinya perubahan perilaku yang

positif dan faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi

seseorang untuk mengubah perilaku seperti keluarga, teman sebaya, dan tokoh

masyarakat (Notoatmodjo, 2014 : 53). Keluarga adalah mereka yang hidup dalam

satu rumah yang mempunyai ikatan pertalian darah. Anggota keluarga yang

mengalami HIV/AIDS akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dalam

merawat kesehatan (Indriyani dan Asmuji, 2014 : 48). Sikap keluarga yang

kurang baik tentang HIV/AIDS karena pemahaman tentang HIV/AIDS yang

merupakan penyakit menular tidak diketahui secara menyeluruh menyebabkan

kurangnya dukungan keluarga terhadap program pengobatan pasien HIV/AIDS.

Selain itu adanya faktor-faktor lain yang dapat membentuk sikap seseorang, yaitu
4

faktor kebudayaan dan lembaga pendidikan serta lembaga agama. Pengaruh

budaya dalam membentuk pribadi seseorang merupakan penguat sebagai

gambaran sejarah yang dialami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi

individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

sikap individu terhadap berbagai masalah (Azwar S, 2016 : 35-37). HIV adalah

singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrome). AIDS adalah tahap lanjut dari

infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi lainnya. Virus akan

memperburuk sistem kekebalan tubuh, dan penderita HIV/AIDS akan beakhir

dengan kematian dalam waktu 5-10 tahun kemudian jika tanpa pengobatan yang

cukup (Najmah, 2016 : 149). Sikap negatif keluarga dalam merawat anggota

keluarga yang mengalami HIV/AIDS dapat berdampak pada upaya pencegahan

yang kurang baik, yang kemungkinan besar dapat mengakibatkan anggota

keluarga dapat tertular virus HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena anggota

keluarga kurang memperhatikan perilaku pasien HIV/AIDS atau higiene dirumah

seperti menggunakan peralatan makan atau sikat gigi yang dapat menjadi media

penularan penyakit HIV/AIDS (Octavianty, dkk., 2015).

Mencegah HIV/AIDS adalah pilihan yang tepat, beberapa upaya yang

dilakukan pemerintah dalam mencegah penularan HIV/AIDS diantaranya dengan

memberikan penyuluhan kesehatan dan anjuran tentang tidak melakukan

hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom saat

melakukan hubungan seksual, menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV

sukarela, melakukan sunat bagi laki-laki, menggunakan antiretroviral,


5

pengurangan dampak buruk yang bagi pengguna narkoba suntikan, pencegahan

penularan HIV dari ibu ke anak, semua donor darah harus diuji antibodi HIV-nya,

serta melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas kesehatan

(Najmah, 2016 : 160). Masih banyaknya keluarga yang belum paham betul

informasi tentang HIV/AIDS, perawat dapat melakukan penyuluhan kesehatan di

sekolah dan masyarakat mengenai perilaku risiko tinggi yang dapat menularkan

HIV (Najmah, 2016 : 156). Keluarga diharapkan dapat menjalankan fungsi

perawatan kesehatan terhadap anggota keluarga yang mengalami HIV/AIDS

diantarnya mampu mengenal masalah kesehatan, mampu membuat keputusan

yang tepat, mampu merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan

keseahtan, mampu menciptakan suasana rumah yang sehat, dan bersedia

mendampingi anggota keluarganya yang mengalami HIV/AIDS untuk periksa ke

rumah sakit (Kholifah dan Widagdo, 2016: 36).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Sikap anggota keluarga dalam merawat

HIV/AIDS di Poli Sehati RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu : “Bagaimana sikap anggota keluarga dalam merawat HIV/AIDS di Poli

Sehati RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro ?”


6

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap anggota keluarga

dalam merawat HIV/AIDS di Poli Sehati RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesomo

Bojonegoro.

1.4 Manfaat Penelitian

1.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Institusi Akademi Kesehatan Rajekwesi, sebagai bahan bacaan dan

masukan dan sumber referensi bagi peneliti selanjutnya dalam penelitian

perawatan pada penderita HIV/AIDS.

2. Bagi peneliti, menambah pengalaman dalam melakukan riset keperawatan

dan menambah wawasan peneliti tentang sikap keluarga dalam merawat

HIV/AIDS.

1.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Pasien

Memberikan informasi mengenai prosedur perawatan HIV/AIDS

sehingga dapat menjadi motivasi pasien untuk lebih meningkatkan kualitas

hidupnya.

2. Bagi Keluarga Pasien HIV/AIDS

Penelitian dapat memberikan informasi yang diharapkan mampu

meningkatkan pengetahuan masyarakat dan keluarga tentang HIV/AIDS

sehingga dapat bersikap baik terhadap anggota keluarga yang mengalami

HIV/AIDS.
7

3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai sumber informasi mengenai sikap keluarga dalam merawat

pasien HIV/AIDS sehingga dapat mengembangkan sistem pelayanan yang

tidak hanya pencapaian program penanggulangan HIV/AIDS, tetapi dapat

melibatkan keluarga dengan cara memberikan dukungan untuk merawat

pasien HIV/ AIDS.

4. Bagi Perawat

Dapat memberikan informasi pada perawat, agar melibatkan keluarga

agar keluarga senantiasa bersikap baik dan selalu termotivasi memberikan

dukungan pada pasien agar meningkat kualitas hidupnya.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian lebih

lanjut dan mendalam tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan sikap

keluarga dalam merawat HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai