TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang berarti berhentinya nadi.
kegagalan bernafas secara spontan, teratur, dan adekwat segera setelah lahir
(Snyder dan Cloherty, 1998). Pada kondisi asfiksia terjadi gangguan pertukaran
hipoksemia dan asidosis metabolik jika tidak tertangani dengan tepat dan cepat
(50%), kemudian otak (28%), kardiovaskular (25%) dan paru (23%) (Snyder dan
Cloherty, 1998).
2.1.2 Etiologi
pengangkutan oksigen (Rehan dan Phibbs, 2005). Gangguan ini dapat timbul pada
masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Gomella (2009) yang
berikut:
6
7
1. Faktor Ibu
anestesia lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
3. Faktor Janin
ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
4. Faktor Neonatus
kondisi yaitu:
b. Trauma persalinan
2.1.3 Patofisiologi
Fetus memiliki resiko yang besar untuk mengalami asfiksia pada periode
uterus, namun fetus yang sehat dapat mentoleransi kondisi tersebut. Ada lima
kondisi yang secara dasar dapat menimbulkan asfiksia saat proses persalinan,
yang berat).
terjadi saat lahir. Kondisi ini dapat disebabkan oleh sumbatan jalan nafas,
kematian dapat terjadi kurang dari 10 menit, sedangkan pada asfiksia ringan
perburukan bisa terjadi 30 menit atau lebih. Pada tingkat awal, asfiksia akan
membaik secara spontan jika penyebabnya ditangani baik. Jika asfiksia bersifat
berat, perbaikan spontan tidak akan terjadi karena sudah timbul gangguan sistem
yang terjadi selama asfiksia. Neonatus dikatakan vigorous jika mampu melakukan
adaptasi pernafasan berupa inflasi paru yang diikuti proses ventilasi dan perfusi
yang adekuat. Jika asfiksia bersifat berat akan terjadi depresi pusat pernafasan
sehingga proses adaptasi pernafasan menjadi tidak efektif (Rehan dan Phibbs,
2005).
Pada kondisi asfiksia terjadi penurunan hantaran oksigen ke otak dan jantung.
anaerob adalah penurunan kadar pH atau asidosis. Kondisi hipoksia dan asidosis
beberapa reflek fisiologis. Sistem hormonal juga berespon terhadap asfiksia yaitu
vasopressin, renin, dan faktor natriuretik atrial serta penurunan insulin. Beberapa
Gambar 2.1.
Perubahan kardiopulmonal pasien asfiksia
dan setelah resusitasi (Rehan dan Phibbs, 2005)
2.1.4 Diagnosis
faktor maternal, faktor plasenta, faktor janin, dan faktor neonatus. Kemudian,
temuan klinis yang sering didapatkan dapat berupa lahir tidak bernafas/mengap-
mengap, tonus otot lemah, denyut jantung < 100 kali/menit, kulit sianosis sentral
neonatorum adalah sistem skor APGAR (Tabel 2.1) yang didukung oleh
Skor Apgar sudah digunakan sejak tahun 1952 yang diperkenalkan pertama
kali oleh dr Virginia Apgar. Nilai Apgar adalah metode objektif untuk menilai
kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk memberikan informasi mengenai
Tabel 2.1.
Skor APGAR
Nilai
APGAR Tanda
0 1 2
Appearance Warna kulit Biru/ pucat Tubuh merah, Merah
ekstremits biru seluruh tubuh
Pulse Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100
jantung x/menit
Grimace Refleks Tidak ada Menyeringai/ Batuk,
gerakan sedikit bersin,
menangis
kuat
Activity Tonus otot Lunglai Fleksi Gerakan aktif
ekstremitas
lemah
Respiration Napas Tidak ada Tidak teratur, Menangis
dangkal kuat, teratur
Sumber: American Academy of Pediatrics Committee On Fetus dan American
College of Obstreticians and Gynecologists Committee On Obstetric
Practice, 2015.
Nilai APGAR dinilai pada menit ke-1 dan kemudian pada menit ke-5. Jika
skor menit ke-5 kurang dari 7, penilaian tambahan harus dilanjutkan setiap 5
menit hingga 20 menit. Interpretasi nilai APGAR skor adalah 0-3 (asfiksia berat),
4-6 (asfiksia sedang), dan 7-10 (vigorous baby) (American Academy of Pediatrics
Skor APGAR 0-3 (asfiksia berat) pada menit ke-5 berhubungan dengan
PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, pH < 7,3 (Mohan, 2000).
Penelitian dari Casey dkk. (2001) tentang penggunaan skor APGAR untuk
penilaian terhadap 132.228 neonatus cukup bulan didapatkan skor APGAR menit
ke 5 sebesar 0-3 memiliki rasio mortalitas 244 per 1000 kelahiran (Resiko Relatif
(RR) 1.460, IK (interval kepercayaan) 95% 835-2.555), skor 4-6 memiliki rasio
mortalitas 9 per 1.000 kelahiran (RR 53, IK 95% 20-140) dan skor 7-10 dengan
rasio mortalitas 0,2 per 1.000 kelahiran (RR 1) (Tabel 2.2). Kombinasi skor
APGAR menit ke-5 0-3 dan pH ≤ 7 didapatkan RR 3.024 (IK 95% 1.864-5.508).
Hasil tersebut menunjukan skor APGAR masih relevan digunakan untuk menilai
Tabel 2.2.
Kematian neonatus aterm berhubungan dengan skor APGAR
Skor APGAR Kelahiran Kematian Neonatal Resiko Relatif,
menit ke-5 Hidup Jumlah (per 1000 95% Interval
kelahiran) Kepercayaan (IK)
0-3 86 21 (244) 1.460 (835-2.555)
4-6 561 5 (9) 53 (20-140)
7-10 131.581 22 (0,2) 1
Sumber: Casey dkk., 2011.
13
organ multipel post asfiksia mendapatkan hasil untuk skor APGAR menit ke-5 ≤ 3
memiliki ratio odds (RO) 7,4 (IK 95%, 1,3-38,1), deficit basa ≥ 10 mEq/L RO 4,5
(IK 95%, 1,9-10,3), pH arteri umbilikal < 7 RO 4,7 (IK 95%, 2,0-10,8), pH arteri
umbilikal < 7,1 RO 10,2 (IK 95%, 3,9-26,9), dan pH arteri umbilikal < 7,0 RO 24
Tabel 2.3.
Resiko relatif dari kematian neonatus dengan skor APGAR menit ke-5 dan
derajat asidemia darah arteri umbilikal
Karakteristik RR (95% IK)
Skor APGAR menit ke-5 0-3 1.460 (835-2.555)
pH Darah Umbilikal
≤ 7,0 180 (97-334)
≤ 6,9 708 (381-1320)
≤ 6,8 1.407 (736-2.689)
Metabolik Asidemia + 3.204 (1.864-5.508)
Kombinasi skor APGAR menit ke 5 0-3 dan pH ≤ 7 3.204 (1864-5.580)
+ Metabolik asidemia jika hasil pemeriksaan darah arteri umbilikal memiliki
nilai pH ≤ 7, tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) ≤ 76,3 mmHg, kosentrasi
bikarbonat ≤ 17,7 mmol per liter, dan ekses basa ≤ - 10,3.
Sumber: Casey dkk., 2011.
Tabel 2.4.
Hubungan indikator prediktif asfiksia
dengan morbiditas sistem organ multipel
Prediktor Rasio Odds Interval Kepercayaan
95%
Skor APGAR menit ke-5 0-3 7,4 1,3 – 38,1
Defisit basa ≥ 10 mEq/L 4,5 1,9 – 10,3
pH arteri umbilikal < 7,2 4,7 2,0 – 10,8
pH arteri umbilikal < 7,1 10,2 3,9 – 26,9
pH arteri umbilikal < 7,0 24 6,4 – 94,1
Morbiditas multipel sistem organ jika ditemukan gangguan ≥ 3 sistem organ.
Sumber: Carte dkk, 1998.
14
100%, nilai duga positif 100%, dan nilai duga negatif 38%. Sedangkan nilai skor
76,4%, nilai duga positif 12,5%, dan nilai duga negatif 20% untuk memprediksi
Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskemia akut
telah memberikan gambaran yang jelas terjadinya disfungsi berbagai organ tubuh
pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung
terjadi pada 82% neonatus dengan asfiksia. Organ vital yang sering terkena
dampak adalah ginjal (50%), otak (28%), kardiovaskular (25%), dan paru (23%).
Suatu studi mendapatkan semua neonatus dengan nilai skor APGAR < 5 pada
menit 5 mengalami gangguan paling sedikit satu organ, sedangkan 90% neonatus
dengan skor APGAR > 5 pada menit ke-5 tidak ditemukan adanya gangguan
Gangguan organ lain yang terjadi pada asfiksia neonatorum (Gomella, 2009)
adalah:
darah pada usia 3-4 hari pada asfiksia sedang atau berat.
nekrotikans.
coagulopathy.
Nefrogensis dimulai pada usia kehamilan 9 minggu dan berakhir pada usia
800.000 nefron per ginjal. Gangguan pertumbuhan pada fetus seperti kondisi
IUGR atau malnutrisi ibu menyebabkan berat lahir rendah (< 2500 gram) yang
terjadi defisit nefron intrauterin akan muncul saat lahir dan menetap seumur
lebih sedikit serta menjadi lebih peka terhadap gangguan ginjal dan penurunan
rendah mengalami defisit jumlah nefron kongenital (Franco dkk., 2012; Nuyt dan
berat lahir rendah tampak memiliki ukuran ginjal yang lebih kecil dibandingkan
normal, kondisi ini mengesankan penurunan jumlah nefron (Spencer dkk., 2001).
Pada pasien dengan defisit nefron mekanisme kompensasi yang terjadi pada
dan penurunan fungsi ginjal. Peningkatan fungsi pada nefron yang tersisa untuk
meningkatkan single nephron LFG (SN LFG). Masa ginjal yang mengalami
dari LFG dewasa. Pada fetus, plasenta mempertahankan keseimbangan cairan dan
paralel dengan usia gestasi sampai 36 minggu karena bertambahnya jumlah dan
ukuran nefron. Saat lahir LFG relatif rendah kemudian meningkat tajam sampai
17
usia 2 minggu dan berlanjut sampai dewasa (Gambar 2.2). Faktor yang
Gambar 2.2.
Laju filtrasi glomerulus neonatus cukup bulan dan kurang bulan
serta peningkatan sampai remaja (Otukesh dkk., 2012)
2.3.1 Definisi
Gangguan ginjal akut (GgGA) atau acute kidney injury (AKI) adalah keadaan
dimana terjadi gangguan fungsi ginjal secara akut yang ditandai peningkatan
kadar serum urium dan kreatinin, dengan atau tanpa penurunan produksi urine,
dan biasanya bersifat reversibel (Kellum dkk., 2007). Penurunan secara cepat laju
pengaturan air, elektrolit, dan asam basa (Chua dan Sarwal, 2005). Gangguan
18
ginjal akut dengan oliguria atau anuria jika jumlah urine < 1 ml/kg/jam pada anak
atau < 0,5 ml/kg/jam pada neonatus (Bagga dan Jindal, 2003).
2.3.2 Etiologi
postnatal dan kelainan kongenital renal atau sindrom yang berpengaruh terhadap
• Prerenal
perdarahan adrenal).
membrane diseases.
• Renal
- Intertisial nefritis.
nekrosis kortikal.
kandidiasis.
• Postrenal
• Aplasia renal
kelahiran.
• Displasia/hipoplasia renal.
tersering pada neonatus diikuti oleh gagal jantung, dehidrasi, pemberian obat
golongan nefrotoksik, dan anomali urologi atau kelainan kongenital renal atau
sesuai dengan penelitian Mortazavi dkk. (2009), kecuali asfiksia akan dijelaskan
1. Sepsis
terjadi akibat infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit yang timbul
yang akan merangsang peningkatan nitric oxide (NO) yang memiliki efek
pada ginjal yang akhirnya timbul GgGA. Mekanisme lain adalah kondisi
Clinically sepsis adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari yang
didapatkan satu gejala klinis sepsis seperti pada tabel 2.5 atau dua septic
marker positif (Tabel 2.6). Proven sepsis adalah sama dengan definisi
yang terkandung dalam clinically sepsis ditambah hasil kultur darah positif
Tabel 2.5.
Manifestasi klinis sepsis neonatorum
Sistem saraf pusat Letargi, refleks hisap buruk, tidak dapat
dibangunkan, poor or high pitch cry, kejang
Kardiovaskuler Pucat, sianosis, dingin
Respiratorik Takipne, apne, merintih, retraksi
Saluran Muntah, diare, distensi abdomen
pencernaan
Hematologik Perdarahan, jaundice
Kulit Purpura, pustula
Sumber: Rohsiswatmo, 2005
Tabel 2.6.
Septic marker
Jumlah total leukosit kurang dari 5.000/mm3 atau lebih dari 30.000/mm3.
Jumlah total trombosit kurang dari 150.000/mm3
Rasio I:T lebih dari 0,2
Kadar CRP lebih dari 10 mg/L
Sumber: Shah dan Padbury, 2014.
22
2. Gagal jantung
Gagal jantung adalah suatu kondisi klinis saat jantung tidak mampu
Tabel 2.7.
Kriteria gagal jantung Ross and Reithmann
Skor
0 +1 +2
Anamnesis
Diaforesis Di kepala saja, Di kepala Di kepala
saat aktivitas dan tubuh, dan tubuh ,
hanya saat termasuk
aktivitas saat istirahat
Takipneu Jarang terjadi Beberapa Sering
kali terjadi terjadi
Pemeriksaan Fisis
Pola respirasi Normal Retraksi Dispneu
dada
Laju napas/menit
Umur < 1 tahun < 50 50 – 60 > 60
Umur 1-6 tahun < 35 35 – 45 > 45
Umur 7-10 tahun < 25 25 – 35 > 35
Umur 11-14 tahun < 18 18 – 28 > 28
Denyut jantung/menit
Umur < 1 tahun < 160 160 – 170 > 170
Umur 1-6 tahun < 105 105 – 115 > 115
Umur 7-10 tahun < 90 90 – 1000 > 100
Umur 11-14 tahun < 80 80 – 90 > 90
Hepatomegali di < 2 cm 2 – 3 cm > 3 cm
subcostal
Sumber: Ross, 2012
3. Dehidrasi
(amikasin)
Kedua, obat kemudian endositosis serta terakumulasi dalam sel lisosom sel
diberikan dan lamanya terapi (Phan dkk., 2008). Fanos dkk. (2010)
ginjal terjadi pada 20% bayi yang mendapat amikasin dosis 20 mg/kg/hari
(p = 0,211).
2.2.3 Patogenesis
Nefrogenesis pada fetus telah selesai pada usia kehamilan 34 minggu. Setelah
lahir, laju filtrasi glomerulus (LFG) meningkat sangat cepat kerena meningkatnya
mean arterial pressure (MAP) dan tekanan hidrolik glomerular. Laju filtrasi
glomerulus pada neonatus cukup bulan masih sangat rendah sehingga sangat
penyakit primer yang mendasari. Pada keadaan tersebut, terjadi penurunan aliran
darah ginjal (affective renal blood flow) yang mengakibatkan gangguan fungsional
bisa juga terjadi gangguan primer pada intrinsik renal berupa kerusakan
aliran urine (GgGA Post Renal)) yang menyebabkan penurunan LFG secara akut
secara nyata.
1. Back-leak theory
tereabsorpsi (back leak atau bocor balik dari lumen tubuler ke dalam
atau inulin akan terlihat LFG menurun secara nyata. Percobaan binatang
timbunan debris intralumen tubuler dan atau adanya edema intertisial yang
3. Vascular theory
sebagai berikut:
Gangguan ginjal akut prerenal merupakan jenis GgGA yang paling sering
sistemik atau penurunan aliran darah yang selektif akibat dari hipoksia jaringan
syndrome, dehidrasi karena masalah asupan, dan gagal jantung (Mortazavi dkk,
2009).
adrenal dan ginjal. Hipoperfusi yang disertai hiperkapnia dan asidosis berperan
medula akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan terjadi
Karena berbagai penyebab prerenal, volume sirkulasi darah total atau efektif
menurun, curah jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun
dan laju filtrasi glomerulus menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air
dan garam tetap berlangsung. Oleh karena itu pada GgGA prerenal ditemukan
hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi
natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium yang rendah
(<1%). Sebaliknya bila sudah terjadi nekrosis tubulus (GgGA renal) maka daya
reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang
rendah < 300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan
FENa juga tinggi (1%). GgGA prerenal memberi respon diuresis pada pemberian
(Bergstein, 2004).
29
a. Kelainan tubulus
Kelainan utama terjadi pada sirkulasi janin yaitu terjadinya iskemia. Pada
ginjal terjadi penurunan perfusi ke korteks ginjal. Hal ini mungkin terjadi
Terdapat dua tipe nekrosis tubulus. Tipe pertama terjadi akibat zat
membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang nekrosis masuk ke
lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia,
kerusakan terjadi lebih distal dan kerusakan fokal pada membran tubulus.
Nekrosis tubuler akut tipe iskemik akibat beberapa macam penyakit, antara
lain: sindrom nefrotik, luka bakar dan asfiksia perinatal (Stapleton dkk.,
1997).
b. Kelainan vaskuler
Kelainan ini dapat berupa trombosis atau vaskulitis. Trombosis arteri atau
vena renalis dapat terjadi pada neonatus yang mengalami kateterisasi arteri
Penurunan LFG disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penurunan aliran darah
c. Kelainan glomerulus
d. Kelainan interstitial
pielonefritis akut yang sering didapatkan pada neonatus yang disertai dengan
e. Anomali kongenital
Gangguan ginjal akut post renal disebabkan oleh obstruksi aliran urin, dapat
bersifat kongenital atau didapat. Bila obstruksi di ureter harus bersifat bilateral,
kecuali pada ginjal soliter. Obstruksi dapat terjadi di seluruh saluran kemih mulai
distribusi darah sehingga bersifat GgGA pre renal. GgGA prerenal ditandai
dengan LFG yang menurun dan meningkatnya reabsorpsi air dan elektrolit pada
tubulus. Menurunnya aliran darah pada nefron bagian distal akan menstimulasi
dkk., 2009).
menstimulasi pelepasan vasopressin dan reabsorpsi air dari duktus kolektivus. Hal
ini akan bermanifestasi sebagai oliguria, menurunnya kadar natrium dalam urin
dan meningkatnya osmolaritas urine. Pada kondisi tertentu tidak terjadi oligouria
2003).
mengakibatkan nekrosis tubuler akut. Kerusakan sel epitel tubulus ginjal akan
mengganggu kerja filtrasi glomerulus dimana terjadi obstruksi pada tubulus dan
merupakan bagian yang rentan terjadi kerusakan karena iskemi atau perlukaan.,
kemudian diikuti segmen S1, S2 dan pars ascenden dari ansa Henle. Gangguan
hemodinamik ini akan meurunkan suplai darah dan oksigen ada medulla ginjal
sehingga akan terjadi vasokontriksi dan kongesti pada pembuluh darah mendula
ginjal. Sel darah juga berperan terhadap kerusakan ini diantaranya leukosit akan
32
tromboksan yang mengakibatkan kerusakan sel endotel (Bagga dan Jindal, 2003).
Nitric oxide (NO) yang diproduksi oleh sel endotel normalnya akan melawan
pengaruh vasokonstriksi dari ET1. Produksi NO pada sel endotel yang normal
dikendalikan oleh nitric oxide synthaze (NOS), dan kerusakan pada sel endotel
akan menurunkan produksi NOS sehingga tidak akan terjadi perlawanan terhadap
proses adesi, proliferasi, dan sintesis matriks ekstraselular di sel mesangial ginjal.
mesangial dan sel epitel tubulus proksimal. Sehingga akan terjadi peningkatan
ginjal telah dilakukan. Selama keadaan hipoksia, laju filtrasi glomerulus ginjal
dan aliran urin pada neonatus masih konstan, akan tetapi terjadi penurunan aliran
darah ginjal dan peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal dan fraksi filtrasi,
keadaan hipoksia akan banyak terjadi pada pembulih darah eferen dibandingkan
33
aferen. Hipoksia pada ginjal juga mengakibatkan peningkatan fraksi ekskresi dari
natrium dan klorida sama seperti peningkatan osmolaritas urin dan penurunan
ginjal, seta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi
aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis
tubulus dan berakhir dengan gagal ginjal (Snyder dan Clorherty, 1998).
gambar 2.3.
34
ASFIKSIA
Aktivasi
Penurunan Perfusi Renal Baroreseptor
Sentral
TGF-β1 PG Renin
AVP
Aldosteron
NO Angiotensin II
LFG
GgGA
Gambar 2.3.
Mekanisme asfiksia menyebabkan gangguan ginjal akut pada neonatus
Sumber: Sreedharan dkk. (2009), Bagga dan Jindal (2003), Sahai dkk. (2009),
Friedlich dan Evans (2005), dan Snyder dan Clorherty (1998).
Gejala klinis yang berhubungan dengan GgGA adalah pucat, oliguria, edema,
hipertensi, muntah dan letargi. Sedangkan kasus yang terlambat ditangani dapat
Perjalanan klinis GgGA dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu oliguria, diuresis
1. Fase oliguria
Fase oliguria jumlah urin kurang dari 0,5-1 mL/kgBB/hari pada neonatus dan
umumnya tidak sampai terjadi anuria. Oliguria berlangsung 4-5 hari atau lebih.
Pada oliguria prerenal, bila belum terjadi kerusakan permanen parenkim ginjal,
respon ginjal terhadap menurunnya perfusi ginjal adalah dengan menahan garam
dan air sehingga kadar natrium pada oliguria prerenal rendah <10 mEq/L. Pada
natrium sehingga kadar natrium tinggi > 20 mEq/L. Diuresis sendiri dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu input cairan, status hidrasi, adanya obstruksi dan
aminofilin dan non steroid anti inflammatory drugs (NSAID) (Alatas, 2002;
Schrier, 1992).
2. Fase diuresis
Fase diuresis dapat timbul secara mendadak, diuresis ini dapat disebabkan
oleh kadar ureum yang tinggi di dalam darah. Fase ini biasanya berlangsung
antara 2-3 minggu. Cairan yang terbentuk biasanya disertai elektrolit seperti
natrium, kalium dan klorida. Penderita pada fase ini mengalami kekurangan
elektrolit yang dapat menyebabkan kematian bila tak segera diatasi. Volume urin
yang berlebihan ini disebabkan kemampuan faal tubulus yang belum pulih
3. Fase penyembuhan
lama untuk pulih. Beberapa pasien tetap menderita penurunan LFG yang
membutuhkan dialisis untuk waktu yang lama (Alatas, 2002; Schrier, 1992).
2.3.6 Diagnosis
tidak kencing dalam 24-48 jam setelah lahir, sedangkan dari pemeriksaan fisik
ditemukan pernafasan yang cepat dan dalam karena adanya asidosis, hipertensi,
kesadaran yang menurun dan tanda dehidrasi. Kelainan kongenital pada neonatus
yang sering disertai terjadinya ggga yaitu low set ear, meningocele, ambigous
(Schrier, 1992).
serum kreatinin > 1,5 mg/dL, kemudian menggunakan peningkatan nilai serum
kreatinin dan produksi urin seperti pada klasifikasi AKIN (The Acute Kidney
Injury Network). Saat ini diagnosis GgGA berdasarkan estimasi LFG dan
produksi urine seperti pada klasifikasi RIFLE dan disesuaikan untuk pasien anak
37
Klasifikasi RIFLE pertama kali dicetuskan oleh The Acute Dialysis Quality
filtrasi glomerulus (LFG), dan lamanya oliguri. Klasifikasi RIFLE terbukti dapat
mendeteksi gangguan fungsi ginjal dari ringan sampai keadaan paling berat serta
mampu mendeteksi GgGA lebih dini dari pada penilaian awal menggunakan nilai
serum kreatinin > 1,5 mg/dl. Penelitian tersebut juga mendapatkan mortalitas
GgGA semakin meningkat sesuai dengan stadium yaitu mortalitas 38,3% stadium
R, 50% pada stadium I, dan 74,5% pada stadium F (Bellomo dkk., 2004).
Perbedaan utama klasifikasi RIFLE untuk dewasa dengan pRIFLE adalah pada
penentuan batas bawah nilai kreatinin serum stadium F yaitu pada anak memiliki
nilai kreatinin serum normal lebih rendah sehingga nilai kreatinin serum 4,0
mg/dL tidak menimbulkan disfungsi yang berat (Askenazi dkk., 2009). Klasifikasi
pRIFLE didasarkan pada estimated creatinin clearance (eCCl) sesuai dengan LFG
spesifisitas 98,9%, nilai duga positif 91,3%, dan nilai duga negatif 98,3% untuk
Rumus Schwartz:
k x TB
LFG =
Pkr
Keterangan:
LFG : Laju filtrasi glomerulus
k : Konstanta yang berhubungan dengan daya ekskresi kreatinin per
unit
luas permukaan tubuh
TB : Tinggi atau panjang badan (dalam cm)
Pkr : Plasma/kreatinin serum
Tabel 2.8.
Klasifikasi pediatric RIFLE (pRIFLE)
Estimated creatinin Urine output (UO)
clereance (eCCL) criteria
Risk eCCL decrease by 25% UO < 0,5 ml/kg/h
x 8 hours
Injury eCCL decrease by 50% UO < 0,5 ml/kg/h
x 16 hours
Failure eCCL decrease by 75% UO < 0,3 ml/kg/h
x 24 hours
or anuria x 12 hours
Loss Persistent failure > 3 weeks
ESRD
End-stage renal disease
(End Stage Renal
(persistent failure > 3 months)
Diseases)
Sumber: Akcan-Arikan dkk. (2007)
39
Tabel 2.9.
Nilai konstanta berdasarkan usia dan jenis kelamin
Nilai k
Kelompok usia
(PKr dalam mg/dL)
Neonatus prematur 0,27
Neonatus aterm 0,37
Bayi (0-12 months) 0,45
Laki-laki & perempuan (2-12 tahun) 0,55
Perempuan (13-21 tahun) 0,55
Laki-laki (13-21 tahun) 0,70
Sumber: Akcan-Arikan dkk., 2007
Tabel 2.10.
Nilai normal laju filtrasi glomerulus anak
Kelompok usia Rerata LFG ± SD (ml/menit/1,73 m2)
Prematur:
1-3 hari 14,0 ± 5,0
1-7 hari 18,7 ± 5,5
4-8 hari 44,3 ± 9,3
3-13 hari 47,8 ± 10,7
8-14 hari 35,4 ± 13,4
1,5-4 bulan 67,4 ± 16,6
Aterm:
1-3 hari
20,8 ± 5,0
4-14 hari
36,8 ± 7,2
15-19 hari
1-3 bulan 46,9 ± 12,5
0-3 bulan 85,3 ± 35,1
4-6 bulan 60,4 ± 17,4
7-12 bulan 87,4 ± 22,3
1-2 tahun 96,2 ± 12,2
105,2 ± 17,3
Anak:
3-4 tahun 111,2 ± 18,5
5-6 tahun 114,1 ± 18,6
7-8 tahun 111,3 ± 18,3
9-10 tahun 110,0 ± 21,6
11-12 tahun 116,4 ± 18,9
13-15 tahun 117,2 ± 16,1
2,7-11,6 tahun 127,1 ± 13,5
9-12 tahun 116,6 ± 18,1
Sumber: Akcan-Arikan dkk., 2007
40
b. Pemeriksaan laboratorium
adapun pemeriksaan kadar kreatinin sebaiknya dilakukan lebih dari 24 jam setelah
persalinan agar tidak terpengaruh kadar kreatinin dari ibu. Pada penelitian tersebut
juga mendapatkan nilai serum kreatinin akan menurun setelah usia 2 hari dan
nilainya menjadi relatif stabil pada usia 4 hari, dapat dilihat pada gambar 2.5
(Kaur dkk., 2011). Nauri dkk. (2008) melakukan penelitian terhadap fungsi ginjal
pada bayi baru lahir dilihat dari kadar kreatinin dalam darah. Penelitian dari
Aggarwal dkk. (2005) mendapatkan nilai serum kreatinin dan urea darah secara
signifikan lebih tinggi pada bayi asfiksia pada hari ke 4 tetapi tidak pada hari ke 2.
Gambar 2.4.
Kadar kreatinin pada neonatus dengan gangguan ginjal akit sesuai umur
Keterangan: serum kreatinin usia 6 jam, serum kreatinin usia 24 jam,
dan serum kreatinin usia 48 jam.
Sumber: Kaur dkk., 2011.
41
Pemeriksaan urin ditemukan berat jenis > 1,020, proteinuria +/++, hematuri
minimal +/++, silinder hialin atau granula halus (+) (Haycock, 2005) (Friedlich
Indeks urin digunakan untuk membedakan GgGA prerenal atau renal. Dasar
dari pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus ginjal. Pada
GgGA prerenal fungsi reabsorpsi tubulus masih baik, masih dapat menyerap
natrium dan air sehingga didapat urin yang pekat dengan berat jenis yang tinggi
(>1,020) dan osmolalitas tinggi (>400mOsm/kg). Pada GgGA renal telah terjadi
pada urin dengan berat jenis rendah (<1,020) dan osmolalitas rendah (<400
mOsm/kg). Sejalan dengan pemeriksaan berat jenis dan osmolalitas urin karena
hingga kadarnya pada GgGA renal menjadi tinggi (>40 mEq/L). Sedangkan pada
dalam urin pada GgGA prerenal rendah yaitu <1%, menunjukkan 99% natrium
direabsorpsi tubulus, sedangkan pada GgGA renal tinggi > 2%. Hal ini
dkk., 2006).
42
Renal failure index (RFI) digunakan untuk membedakan GgGA renal dan
prerenal. Renal failure index pada neonatus GgGA prerenal < 3 dan pada GgGA
c. Pemeriksaan biomaker
• Cystatin C
Kadar serum CysC meningkat pada neonatus cukup bulan dan menurun
pada usia 5 hari pertama, kamudian stabil sampai usia 28 hari (Novo dkk.,
2011).
dengan APGAR skor menit ke 5 < 7 (Askenazi dkk., 2012). Namun, serum
CysC tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal pada kasus
serum CysC tidak lebih sensitif dari serum kreatinin sebagai penentu LFG
(Gupta dkk., 2005; Alge dkk., 2013). Produksi NGAL dapat juga meningkat
tipe 1 yang normalnya tidak dapat terdeteksi pada urin, namun KIM-1 akan
meningkat setelah adanya iskemik pada ginjal atau kerusakan karena toxin
kematian bayi badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) (Askenazi dkk.,
2011). Pada neonatus dengan GgGA didapatkan kadar urin KIM-1 dan urin
d. Pemeriksaan radiologis
kemih dan melihat aliran darah ginjal (Haycock, 2005; Vogt dkk., 2006).
44
e. Biopsi ginjal